Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi kesehatan fungsional sebagai

pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan membina peran serta masyarakat.

Disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh serta terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Puskesmas Kayutangi membawahi dua kelurahan yaitu Kelurahan Sungai

Miai dan Kelurahan Antasan Kecil Timur. Jumlah Penduduk wilayah kerja

Puskesmas Kayutangi adalah 27.059 jiwa dengan jumlah kepala keluarga

seluruhnya sebanyak 6.941 kepala keluarga. Kepadatan penduduk di dua

kelurahan tersebut terbilang sangat padat.

Penanggulangan TB masih merupakan masalah kesehatan, terutama bagi

wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi dimana angka penemuan cakupan suspek

penderita TB masih kurang yang berakibat penemuan BTA (+) juga kurang.

Penemuan penderita TB Paru BTA (+) pada tahun 2016 di Puskesmas Kayu Tangi

hanya mencapai 42,8% sehingga dapat dikatakan masih sangat jauh dari target

yang diinginkan yakni 70%. Dari jumlah suspek penderita TB yang datang ke

Puskesmas Kayu Tangi sebesar 149 orang diperoleh cakupan penemuan penderita

BTA positif sebanyak 24 orang.

38
Deteksi Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC yaitu Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya

menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya. Sumber

penularan adalah pasien TBC paru dengan BTA positip, yaitu pada waktu pasien

batuk atau bersin dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

ludah (droplet). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada

suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernafasan dan daya tahan tubuh seseorang dalam

keadaan lemah pula. 5

Gejala utama dari pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit

paru selain TBC, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asthma, kanker paru dan

lain-lain.5

Mengingat prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap

orang yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala seperti tersebut diatas,

dianggap sebagai tersangka (tersangka) pasien TBC dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Resiko penularan tergantung

dari tingkat penularan dengan percikan dahak. Pasien TBC paru dengan BTA

positip memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien TBC

39
paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukan dengan

Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI), yaitu proporsi penduduk yang

beresiko terinfeksi TBC selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 orang

diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi

antara 1-3%. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien

TBC adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya adalah infeksi HIV/AIDS

dan gizi buruk.5

Sumber penularan adalah pasien TBC paru dengan BTA positip, yaitu

pada waktu pasien batuk atau bersin dapat menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan ludah (droplet). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan dan daya tahan tubuh

seseorang dalam keadaan lemah pula.6

Daya penularan dari seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari dalam paru-parunya. Makin tinggi derajat positip dari hasil

pemeriksaan dahak secara mikroskopis makin mudah untuk menularkan. Bila

hasil pemeriksaan dahak negatif maka pasien tersebut tidak menular, dari

seseorang yang terinfeksi ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut. 6

Penemuan kasus adalah komponen yang sangat penting dalam

pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dan hampir semua penyakit menular

lainnya. Tujuan penemuan kasus adalah untuk menentukan sumber infeksi dalam

masyarakat yang berarti mencari orang yang mengeluarkan basil tuberkulosis

40
untuk diobati. Untuk mendapatkan orang yang mengeluarkan basil tuberkulosis

tersebut sebelumnya tentu kita harus menemukan tersangka penderita TBC. Yang

dimaksud dengan tersangka penderita TBC Paru adalah seorang penderita batuk

berdahak selama 2-3 minggu atau lebih dan dapat diikuti gejala tambahan seperti

batuk bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, nafsu makan menurun,

penurunan berat badan, malaise, berkeringat di malam hari walaupun tanpa

melakukan kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Walaupun gejala-

gejala diatas juga dapat ditemukan pada penderita penyakit paru lainnya, tetapi

karena prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang

datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka

pasien TBC dan dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 6

Pada program penanggulangan dan pemberantasan TBC paru di Indonesia

dengan strategi DOTS, angka kesembuhan sudah cukup meningkat namun angka

penemuan masih sangat rendah. Penemuan penderita tuberkulosis pada orang

dewasa dilaksanakan secara pasif, artinya penyaringan penderita tersangka TBC

paru yang dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan

kesehatan, ini sangat dipengaruhi oleh faktor individu penderita untuk berkunjung

ke pelayanan kesehatan. Karena tersangka yang mempunyai gejala TBC dengan

kemauan sendiri memeriksakan diri ke sarana kesehatan. Kegiatan ini harus

didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun

oleh masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan, cara ini disebut passive

promotive case finding. Penemuan penderita pada anak sebagian besar didasarkan

pada gambaran klinis, foto rontgen dan uji tuberkulin.6

41
Pada orang dewasa diagnosis TBC paru didapatkan dari hasil pemeriksaan

dahak. Semua tersangka TBC diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa

ditegakan dengan ditemukannya kuman TBC (BTA positif). Pada program TBC

nasional , penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan dahak dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan

berupa sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).6

Bila diagnosis telah ditegakakan dengan pemeriksaan dahak ataupun

radiologis sehingga dapat diperoleh klasifikasi dari penderita TBC tersebut maka

dapat dilakukan pengobatan. Pengobatan tuberkulosis sudah dimulai sejak tahun

1882, sejak Robert Koch menemukan basil tuberkulosis. Di Indonesia program

penanggulangan TBC paru secara nasional dilaksanakan pengobatan TBC paru.

Indikator Progam TB

a. Angka penjaringan Suspek :

Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000

penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk

mengetahui akses pelayanan dan upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah

tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (

triwulan / tahunan ).7

42
Rumus :

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB

.06) UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah

sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung. 7

b. Case Detection Rate

Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) Adalah persentase

jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dibanding jumlah pasien baru

BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate

menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah

tersebut. 7

Rumus :

Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis

Nasional minimal 70%. Target pencarian kasus dan CDR ditentukan berdasarkan

estimasi prevalensi TB sebesar 107 kasus/100,000 penduduk. Estimasi prevalensi

TB tersebut diterapkan seragam di tingkat provinsi, kota, kabupaten, maupun

kecamatan, di seluruh Indonesia. 7

43
Faktor penyebab rendahnya CDR: (1) Kesulitan suspek kasus

mengeluarkan dahak, meskipun telah diberikan mukolitik-ekspektoran (terutama

pasien suspek TB yang telah diobati sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/

OAT yang tidak standar); (2) Program TB yang mengandalkan Passive Case

Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB belum dapat berjalan efektif pada

pelayanan; (3) Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam

di seluruh Indonesia, yaitu 107 kasus/100,000 penduduk, untuk semua kota,

kabupaten dan kecamatan; Pendekatan tersebut tidak akurat dan menyebabkan

target jumlah kasus BTA positif terlalu tinggi (atau sebaliknya terlalu rendah)

untuk suatu provinsi, kota, kabupaten, maupun kecamatan. (4) Rendahnya

kesadaran masyarakat yang memiliki gejala klinis untuk memeriksakan diri ke

puskesmas; (5) Banyaknya duplikat pengelolaan progam yang diampu oleh satu

orang petugas (6) Penyebab lain, seperti penjaringan terlalu longgar (terlalu

sensitif), banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek terjaring, dan

kualitas dahak yang diperiksa kurang baik. Kesulitan dalam memperoleh dahak

untuk pemeriksaan diagnostik baik pada dewasa perlu segera diatasi. 7

Rencana penatalaksanaan, disarankan upaya menggerakkan partisipasi

masyarakat untuk meningkatkan penjaringan kasus TB. Sebagai contoh, status

Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus

Penanggulangan TB untuk meningkatkan penjaringan kasus di tingkat akar

rumput sebagai progam rutin. Pembuatan media-media siap pakai untuk

distribusikan ke masyarakat, contoh : kartu periksa puskesmas yang diberi

imbauan tentang TB. 7

44
c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara Semua Pasien TB Paru

Tercatat.

Adalah persentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua

pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas

penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis

paru yang diobati.7

Rumus :

Rencana penatalaksanaan, disarankan pelatihan ulang untuk tenaga medis

dan paramedis tentang TB. Edukasi setiap pasien suspect TB untuk pemeriksaan

dahak yang baik dan benar.7

d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB

Adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB


7
tercatat.

Rumus :

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan

dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu

besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. 7

45
Rencana penatalaksanaan, disarankan setiap penemuan kasus TB anak

walaupun nilai score diagnose TB anak telah memenuhi, perlu dilakukan tes

mantoux untuk validasi diagnosis TB Anak.7

e. Angka Konversi (Conversion Rate)

Angka konversi adalah persentase pasien TB paru BTA positif yang

mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan

intensif. Angka konversi dihitung tersendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe pasien,

BTA postif baru dengan pengobatan kategori-1, atau BTA positif pengobatan

ulang dengan kategori-2.7

Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat kecenderungan

keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung


7
menelan obat dilakukan dengan benar.

Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien TB baru BTA positif :

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan

cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 3-

6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil

pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan). Di tingkat

kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari

laporan TB.11. 7

46
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %. Angka konversi yang

tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain dihitung

angka konversi pasien baru TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka

konversi untuk pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan dengan
7
kategori 2.

f. Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien TB

BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien TB

BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien

baru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau pasien BTA positif

pengobatan ulang dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui

keberhasilan program dan masalah potensial. 7

Contoh perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan

kategori 1.

Selain dihitung angka kesembuhan pasien baru TB paru BTA positif, perlu

dihitung juga angka kesembuhan untuk pasien TB paru BTA positif yang

mendapat pengobatan ulang dengan kategori 2.7

47
g. Angka Keberhasilan Pengobatan

Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan

persentase pasien TB BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang

sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien TB BTA positif yang

tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka

kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.7

Kader Kesehatan

a). Pengertian Kader

Kader adalah istilah umum yang dipergunakan untuk tenaga-tenaga yang

berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama masyarakat

dan untuk masyarakat secara sukarela. Kader adalah seorang yang karena

kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih dan atau ditunjuk untuk

memimpin pengembangan kesehatan disuatu tempat atau desa. Kader masyarakat

adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk

menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta

untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian

pelayanan kesehatan. Para kader masyarakat itu seyogyanya memiliki latar

belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk

membaca, menulis dan menghitung secara sederhana.8

Kader masyarakat bertanggungjawab terhadap masyarakat setempat serta

pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan.

48
Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh para

pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan. 8

Syarat agar bisa menjadi kader adalah setiap warga desa setempat laki-laki

maupun perempuan yang bisa membaca dan menulis huruf latin, mempunyai

waktu luang, memiliki kemampuan dan mau bekerja sukarela dan tulus ikhlas . 8

b). Aktivitas Kader

Tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang kader masyarakat, akan

amat berbeda-beda dan bervariasi antara satu tempat dibanding tempat lainnya

atau antara satu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Tugas-tugas mereka

itu akan meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi yang

harus mereka lakukan itu seyogyanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas-

tugas yang pernah diajarkan pada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari

tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat diharapkan mampu

menyelesaikan semua masalah-masalah yang dihadapinya, namun benar-benar

diharapkan bahwa mereka akan mampu menyelesaikan masalah-masalah umum

yang terjadi di masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan. 9

Tugas kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader

bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan

kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik

menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Adapun kegiatan pokok yang secara

umum perlu diketahui oleh kader dan semua pihak dalam rangka melaksanakan

49
kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut didalam maupun diluar posyandu antara

lain:9

a). Kegiatan yang dapat dilakukan kader di posyandu adalah:

- Melaksanakan pendaftaran.

- Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.

- Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan.

- Memberikan penyuluhan.

- Memberi dan membantu pelayanan.

- Merujuk.

b). Kegiatan yang dapat dilakukan kader diluar posyandu adalah:

1. Bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan

penanggulangan penyakit menular

2. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan Posyandu.

3. Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan

permasalahan yang ada:

- Pemberantasan penyakit menular.

- Penyehatan rumah.

- Pembersihan sarang nyamuk.

- Pembuangan sampah.

- Pemberian pertolongan pertama pada penyakit.

50
- Kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan.

4. Merencanakan kegiatan, antara lain: menyiapkan dan melaksanakan survei

mawas diri, membahas hasil survei, menentukan masalah dan kebutuhan

kesehatan masyarakat.

5. Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi wawan muka (kunjungan), alat

peraga dan percontohan.

6. Menggerakkan masyarakat: mendorong masyarakat untuk gotong royong,

memberikan informasi dan mengadakan kesepakatan kegiatan apa yang akan

dilaksanakan dan lain-lain.

7. Memberikan pelayanan, yaitu membagi obat, membantu mengumpulkan bahan

pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor, memberikan

pertolongan pemantauan penyakit, memberikan pertolongan pada kecelakaan

dan lainnya

8. Melakukan pencatatan, yaitu:

- KB atau jumlah Pus, jumlah peserta aktif dsb

- KIA : jumlah ibu hamil, vitamin A yang dibagikan dan sebagainya

- Imunisasi : jumlah imunisasi TT bagi ibu hamil dan jumlah bayi dan balita

yang diimunisasikan

- Gizi: jumlah bayi yang ada, mempunyai KMS, balita yang ditimbang dan

yang naik timbangan

- Diare: jumlah oralit yang dibagikan, penderita yang ditemukan dan dirujuk

51
Tugas kader dalam pengendalian penyakit tuberkulosis meliputi pelayanan

kesehatan dan pembangunan masyarakat termasuk disini adalah melakukan

penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis di posyandu dan lingkungan sekitarnya,

menemukan tersangka tuberkulosis dan merujuknya ke puskesmas, mencatat dan

mengawasi serta membina penderita tuberkulosis dan melakukan pembinaan

kepada keluarga penderita tuberkulosis. 10

Kiranya perlu ditekankan bahwa para kader masyarakat itu tidaklah

bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun mereka itu bekerja dan

berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan karena itulah

mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para pembimbing yang lebih

terampil dan berpengalaman. Mereka harus mampu mengetahui tentang kapan dan

dimana memperoleh petunjuk, mereka juga harus mampu merujuk dan mencari

bantuan bagi seorang penderita yang benar-benar sedang menderita atau

mencarikan pengubatan bagi seorang penderita yang cara-cara penenganannya

dan pengobatannya diluar kemampuan. Dari hal ini dapat ditekankan mutu

pelayanan yang diberikan kader itu tergantung pada keterampilan dan dedikasi

dari masing-masing individu, dan juga tergantung pada mutu pelatihan yang

pernah didapatnya, pengamatan terhadap keterampilan mereka dilapangan

maupun dukungan kepercayaan yang diberikan kepada mereka, jaringan

komunikasi yang diberikan kepada mereka, dan juga tergantung pada sistem yang

memungkinkan dilakukannya rujukan penderita, misalnya ke puskesmas, ke

rumah sakit, ke poliklinik swasta dan lain-lainnya. Keaktifan kader dapat dilihat

52
dari ada atau tidaknya dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai tugas yang

diembannya.10

Berdasarkan hasil wawancara petugas P2 TB Puskesmas Kayu Tangi,

penemuan penderita tersebut hanya berdasarkan kunjungan di Puskesmas

sedangkan data dari kader maupun petugas kesehatan di lapangan tidak ada.

Mengingat jumlah tenaga kesehatan yang terbatas. Tentu saja penanganan dan

penemuan kasus TB menjadi tidak maksimal.

Dalam menyikapi hal ini maka diperlukan peran aktif kader dalam

memberikan informasi tentang penyakit TB di masyarakat dan memotivasi

mereka yang dicurigai menderita penyakit TB untuk segera memeriksakan diri ke

pusat kesehatan dan segera menjalani pengobatan demi memutus rantai penularan.

Kader juga diharapkan dapat membantu dalam menemukan tersangka penderita

dan merujuk ke petugas kesehatan/ Unit Pelayanan Kesehatan, memberikan

penyuluhan TB, mengingatkan/ mengawasi penderita untuk minum obat dan

mengingatkan penderita untuk periksa ke petugas kesehatan dan periksa dahak

ulang ke laboratorium.

Kenyataannya di wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi, kader yang aktif

dalam penemuan tersangka TB tidak ada. Penyuluhan, pelatihan dan pembinaan

tentang TB juga tidak ada, padahal diharapkan kader sebagai ujung tombak dalam

penemuan suspek/tersangka penderita TB, disamping penderita, keluarganya dan

masyarakat di sekitar penderita.

53

Anda mungkin juga menyukai