PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembuatan mie basah
2. Berapa lama penyimpanan mie basah pada suhu refrigerator
3. Bagaimana cara mengetahui uji kimia pada mie basah
4. Bagaimana cara mengetahui uji fisik pada mie basah
5. Bagaimana cara mengetahui uji mikrobioligi pada mie basah
6. Bagaimana cara mengetahui uji organoleptic pada mie basah
7. Apa saja faktor kerusakan pada mie basah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Komposisi Zat Gizi yang terkandung Kriteria
Air Maksimal
Lemak Maksimal
Protein Maksimal
Karbohidrat Maksimal
Abu Maksimal
Serat kasar Maksimal
Kalori/100 gr Minimal
Bau dan rasa Normal tidak tengik
Warna Normal
Sumber: Standar Mutu Mie Departement Perindustrian RI, 2001
1. Mie mentah atau segar, dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran
adonan dengan kadar air 35%. Penyimpanan dalam refrigerator dapat
mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Umunya digunakan
untu bahan baku mie ayam.
2. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
penggodokan dalam air mendidih lebih dahulu dengan kadar air 52%
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar).
3. Mie kering adalah mie mentah yang langsung dikeringkan dengan kadar air
10%. Biasanya jenis mie telor dan mie instan.
4
4. Mie goreng adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan terlebih dahulu di
goreng.
5. Mie instan atau mie siap hidang adalah mie mentah yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau
digoreng sehingga menjadi mie instan goreng.
Tepung terigu
Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare) yang
digiling. Tepung terigu yang digunakan sebaiknya mengandung gluten 8-12%.
Tepung terigu ini tergolong medium hard flour dikenal sebagai Segitiga Biru atau
Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat
elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang
dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Garam Q
5
Garam alkali memiliki peranan yang sangat dalam pembuatan mie. Garam
alkali yang biasa digunakan dalam produk mie adalah natrium karbonat (Na2CO3),
kalium karbonat (K2CO3) dan kalium polifosfat (KH2PO4). Garam alkali ini dapat
ditambahkan masing-masing atau kombinasi dari 2-3 alkali. Fungsi masing-
masing bahan alkali tersebut berbeda-beda. Natrium karbonat berfungsi untuk
meningkatkan kehalusan dan tekstur mie. Kalium karbonat berfungsi untuk
meningkatkan sifat kekenyalan mie dan KH2PO4 untuk meningkatkan elastisitas
dan fleksibilitas mie (Puspasari, 2007).
Menurut (Suyanti, 2010) fungsi penambahan garam alkali pada pembuatan
mie adalah menguatkan struktur gluten sehingga menjadi mie yang lentur,
mengubah sifat mie pati tepung terigu sehingga mie menjadi lebih kenyal dan
mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu sehingga lebih cerah. Semakin
besar garam alkali yang digunakan, mie semakin keras dan kenyal. Namun
penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan bau yang tidak sedap pada mie
yang dihasilkan Batas maksimum garam alkali yang ditambahkan pada pembuatan
mie adalah 1% dari total pemakaian tepung terigu yang digunakan.
Telur
Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan
menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur
berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada proses pemasakan. Kuning telur
digunakan sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada
tepung dan mengembangkan adonan (Astawan, 1999).
Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat,
melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal. Pati dan gluten akan mengembang
dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 9, hal
ini diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk
pasta yang baik. Penambahan air yang terlalu sedikit akan membuat adonan sulit
dicetak. Sedangkan penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan
adonan mie lengket. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air
minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006). Air
6
juga digunakan untuk merebus mie mentah dalam pembuatan mie basah. Pada
proses perebusan akan terjadi glatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dapat
meningkatkan kekenyalan mie (Ratnawati, 2003).
7
2.4.3. Pembentukan mie
Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong
memenjang selebar 1 2 mm dengan rool pemotong mie, dan selanjutnya
dipotong melintang pada panjang tertentu, sehingga dalam keadaan kering
menghasilkan berat standar.
8
digoreng akan membentuk gelembung udara dan tekstur mie yang terbentuk
kurang baik.
9
oksigen bersifat lebih elektronegatif dibandingkan atom hidrogenyang berarti,
ia (atom oksigen) memiliki lebih kekuatan tarik pada elektron-elektron yang
dimiliki bersama dalam molekul, menarik elektron-elektron lebih dekat ke
arahnya (juga berarti menarik muatan negatif elektron-elektron tersebut) dan
membuat daerah di sekitar atom oksigen bermuatan lebih negatif ketimbang
daerah-daerah di sekitar kedua atom hidrogen.Air memiliki pula sifat adhesi
yang tinggi disebabkan oleh sifat alami kepolarannya.
Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang disebabkan oleh kuatnya
sifat kohesi antar molekul-molekul air. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil
air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak dapat terbasahi atau
terlarutkan (non-soluble); air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan.
Di atas sebuah permukaan gelas yang amat bersih atau bepermukaan amat halus
air dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin film) karena gaya tarik molekular
antara gelas dan molekul air (gaya adhesi) lebih kuat ketimbang gaya kohesi
antar molekul air. Dalam sel-sel biologi dan organel-organel, air bersentuhan
dengan membran dan permukaan protein yang bersifat hidrofilik; yaitu,
permukaan-permukaan yang memiliki ketertarikan kuat terhadap air.
10
terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu
sendiri. Menurut derajat keterikatan air dalam bahan makanan atau bound water
dibagi menjadi 4 tipe, antara lain :
Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui
suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat
dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti
karbohidrat, protein atau garam.
Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari
air murni.
Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
seperti membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe inisering disebut
dengan air bebas.
Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air
murni, dengan sifat-sifat air biasa.
11
tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mebgikat
air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini
mempunyai Aw yang rendah.
12
2.7. Penetapan Jumlah Mikroba pada Mie Basah
Pertumbuhan bakteri pada pangan dapat menimbulkan berbagai
perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Bakteri yang
merugikan misalnya yang menyebabkan kerusakan atau pembusukkan pangan,
dan sering menimbulkan penyakit dan keracunan. Sedangkan bakteri yang
menguntungkan adalah yang berperan dalam proses fermentasi pangan.
Banyak tersedia metode untuk menganalisa jumlah mikroorganisme dalam
suatu sampel, diantaranya adalah plate count (spread plate, pour plate, spiral
plate), membrane filtration, MPN, menghitung langsung dengan Petroff Hausser
ataupun cara lainnya (misalnya aktivitas metabolik, turbidimetri, berat kering dan
lain-lain) (Cowhx, 1969). Karena ukuran bakteri sangat kecil, menghitung jumlah
bakteri dalam sampel sangat sulit. Meskipun menghitung jumlah langsung dengan
mikroskop, akan memerlukan banyak waktu dan keahlian. Sebuah metode yang
lebih mudah adalah untuk menyebarkan bakteri di wilayah yang luas (plate agar
yaitu nutrisi) dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Jika bakteri ini
menyebar cukup, setiap sel bakteri dalam sampel asli harus menghasilkan koloni
tunggal. Biasanya, sampel bakteri harus diencerkan jauh untuk mendapatkan
jumlah yang wajar. Ketika seseorang bermaksud untuk menentukan jumlah sel
dalam kultur bakteri salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan
melakukan pengenceran serial (Eema, 2011).
Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai bahan yang bersifat toksik bagi
tubuh yang dapat membuat makanan tersebut tidak layak lagi untuk dikomsumsi.
Penyakit asal makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan dipindah
sebarkan melalui makanan terjadi melalui dua mekanisme yaitu pertama
mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga
menyebabkan penyakit. Dan kedua mikroorganisme mengeluarkan eksotoksim
dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang memakannya.
Mie basah merupakan makanan yang populer dalam diet masyarakat
Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan
yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Anonim, 1992).
Salah satu penyebab kejadian luar biasa keracunan pangan adalah adanya
cemaran biologis mikroba. Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada
13
anak-anak dan dewasa. Selama tiga tahun berturut-turut salmonella dijumpai
sebagai penyebab keracunan pangan di Indonesia dan kemungkinan terjadinya
berkisar antara 12,5 hingga 25,0 % dari cemaran mikroba. Penyakit infeksi atau
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri merupakan
penyakit yang banyak ditemukan dalam masyarakat (Anonim, 2011).
Pangan yang aman dikonsumsi merupakan pangan yang bebas (dibawah
toleransi maksimum yang dipersyaratkan) dari cemaran berbahaya seperti
cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat
cemaran suatu pangan, khususnya cemaran biologis maka perlu dilakukan suatu
pengujian baik kualitatif maupun kuantitatif (Winarno dan Betty, 1982).
Menurut SNI (2009), mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk
olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang. Menurut
Fardiaz (1992), jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan
berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa
bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam
ditandai dengan terdektesinya bau asam pada mie basah yang telah rusak.
Beberapa bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase
mungkin tumbuh pada kondisi kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu
dan olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang
berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukkan miselia dan spora.
Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali
dengan adanya spora berwarna hitam (Puspasari, 2007).
Berdasarkan SNI 7388 : 2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba
dalam mie basah yaitu : Angka Lempeng Total (ALT) dalam 300 C 72 jam = 1
106 koloni/g, APM Escherichia coli 10/g, salmonella sp negatif/25g,
Staphylococcus aureus 1 103 koloni/g, Bacillus cereus 1 103 koloni/g, dan
Kapang 1 104 koloni/g (Anonim, 1992).
2.7.1. Bakteri
Bakteri merupakan mikrobia uniseluler. Pada umumnya bakteri tidak
mempunyai klorofil. Ada beberapa yang berfotosintetik dan reproduksi
aseksualnya secara pembelahan. Bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah,
14
dalam air, dalam makanan, dalam tubuh hewan, manusia dan tanaman. Jumlah
bakteri tergantung dalam keadaan sekitar (Suhartini dkk, 2006).
Bakteri berasal dari kata (Yunani = batang kecil). Di dalam klasifikasi bakteri
digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Bakteri dari kata latin bacterium
(jamak, bacteria) adalah kelompok raksasa dari organisme hidup seperti
mitokondria dan kloroplas. Mereka sangatlah kecil dan kebanyakan uniseluler,
dengan struktur sel yang telatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, sitoskeleton, dan
organel lain (Anonim. 2009). Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan
hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Irianto, 2006).
Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannnya dengan mahluk hidup lain
yaitu:
1. Organisme multiselluler
2. Prokariot (tidak memiliki membran inti sel )
3. Umumnya tidak memiliki klorofil
4. Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi antara 0,12 s/d ratusan mikron
umumnya memiliki ukuran rata-rata 1 s/d 5 mikron.
5. Memiliki bentuk tubuh yang beraneka ragam
6. Hidup bebas atau parasite
7. Yang hidup di lingkungan ekstrim seperti pada mata air panas,kawah atau
gambut dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan (Anonim, 2008)
Bentuk bakteri terdiri atas bentuk bulat (kokus), batang (basil),dan spiral
(spirilia) serta terdapat bentuk antara kokus dan basil yang disebut kokobasil
(Anonim, 2008)
Faktorfaktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya bakteri adalah :
1. Temperatur yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri yang menimbulkan
penyakit (pathogen) secara cepat ialah pada suhu 370C, tetapi ia dapat tumbuh
antara suhu 100C-600C.
2. Dengan merebus atau memanaskan sampai mendidih selama beberapa menit
bakteri akan mati, tetapi untuk memusnahkan toksinnya harus direbus minimal
setengah jam, sedangkan membunuh bakteri yang tahan panas tinggi harus
dipanaskan pada suhu 1200C.
15
3. Menyimpan makanan pada suhu rendah (minimal 70C) bukan berarti bakteri
akan mati, melainkan hanya membuat bakteri tersebut nonaktif. Bila temperatur
yang diperlukan untuk tumbuhnya bakteri tersebut memungkinkan maka ia
akan aktif kembali.
4. Dalam pertumbuhannya bakteri memerlukan air. Oleh karena itu, bahan
makanan yang mengandung cairan lebih cepat busuk dibandingkan dengan
bahan makanan atau makanan kering.
5. Setiap dua puluh menit bakteri akan berkembang. Oleh karena itu, dalam
jangka 5 sampai 6 jam, berjuta-juta bakteri akan tumbuh (Widyati dan
Yuliarsih, 2002)
Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secar desimal. Sebagai contoh misalnya penempatan jumlah mikroba
pada susu. Pengenceran awal 1 : 10 (=10-1) dibuat dengan cara mengencerkan 1
ml susu kedalam 9 ml larutan pengencer, dilanjutkan dengan pengenceran yang
lebih tinggi, misalnya sampai 10-5 atau 10-4, tergantung pada mutu susunya.
Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat didalam susu, semakin tinggi
pengenceran yang harus dilakukan. Jika setelah inkubasi misalnya diperoleh 60
dan 64 koloni masing-masing pada cawan duplo yang mengandung pengenceran
10-4, maka jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut (1 ml larutan pengencer
dianggap mempunyai berat 1 g) (Fardiaz, 1993).
Faktor pengenceran = pengenceran x jumlah yang ditumbuhkan
=10-4 x 1.0
=10-4
1
=
Faktor pengenceran
= (60 + 64)/ 2 x 1/10-4
= 6.2 x 105
16
Tabel 1. Standar Mutu Mie Basah (SNI 2987-2015)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Mie Basah Mie Basah
Mentah Matang
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Tekstur - Normal Normal
2. Kadar Air Fraksi massa, Maks. 35 Maks. 65
%
3. Kadar Protein (Nx6.25) Fraksi Massa, Min. 9.0 Min. 6,0
%
4. Kadar abu tidak larut Fraksi Massa, Maks. 0,05 Maks 0,05
dalam asam %
5. Bahan Berbahaya
5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh Tidak Boleh
Ada Ada
5.2 Asam borat (H3BO3) - Tidak Boleh Tidak Boleh
Ada Ada
6. Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0 maks. 1,0
6.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2
6.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0
6.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05 maks. 0,05
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5 maks. 0,5
8. Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106
8.2 Escherichia coli APM/g maks. 10 maks. 10
8.3 Salmonella sp. - negatif/25 g negatif/ 25 g
8.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
8.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
8.6 Kapang Koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104
9 Deoksinivalenol g/kg maks. 750 maks. 750
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015)
17
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
18
3.1.3. Diagram Alir
Larutkan garam dapur dan garam alkali ( larutan kansui ), masukkan telur, aduk
hingga rata
Aduk bahan kering ( tepung terigu ),masukkan larutan kansui sedikit demi sedikit (1
menit)
Masukkan adonan dalam roll prass sedikit demi sedikit, lakukan relaksasi 15 menit
untuk mempermudah memotong / mencetak
Buat lembaran hingga ketebalan kurang lebih 1,75 mm dan masukkan ujung
lembaran dalam mesin pemotong
Masak mie dengan air mendidih hingga setengah matang lalu cuci dengan air
mengalir hingga licin
19
Penjepit cawan.
Timbangan analitik.
Mie kuning (mie basah)
Keterangan
W0 : bobot botol timbang dan tutup.
W1 : bobot botol timbang + tutup dan contoh uji sebelum dipanaskan.
W2 : bobot botol timbang + tutup dan contoh uji setelah dipanaskan.
Blk : bobot blanko
20
3.3.2. Cara kerja:
1. Buatlah pengenceran 10-1 10-6 dari kultur murni bakteri dengan larutan
pengencer.
2. Ambil tabung reaksi yang mengandung kultur murni bakteri, buka dan bakar
leher tabung.
3. Pindahkan 0,1 ml kultur bakteri secara aseptis ke permukaan media NA dalam
cawan petri.
4. Bakar spreader yang sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan
dingin.
5. Tebarkan/sebarkan kultur bakteri dengan spreader secara merata dan biarkan
sampai permukaan agar mengering.
6. Setelah permukaan agar mengering, selanjutnya inkubasikan secara terbalik
selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Uji Fisik
Dari praktikum pembuatan mie basah didapatkan hasil :
Pengukuran Elongasi
Sebelum Penyimpanan Sesudah Penyimpanan
Mie 1 45 Mie 1 39,9
100% = 92,78% 100% = 98,76%
P0 = 45 cm 48,5 P0 = 39,9 cm 40,4
P1 = 48,5 cm P1 = 40,4 cm
Mie 2 36,6 Mie 2 39,3
100% = 83,94% 100% = 90,97%
P0 = 36,6 cm 43,6 P0 = 39,3 cm 43,2
P1 = 43,6 cm P1 = 43,2 cm
Mie 3 36,6 Mie 3 44,4
100% = 86,32% 100% = 91,54%
P0 = 38,5 cm 43,6 P0 = 44,4 cm 48,5
P1 = 44,8 cm P1 = 48,5 cm
Rata-rata 87,68% Rata-rata 93,76%
22
Mie 2
23
Mie 3
Sesudah Penyimpanan
Mie 1
24
Mie 2
Mie 3
25
4.1.2. Uji Organoleptik
4.1.2.1. Daya Organoleptik Warna
Analisis : Wilcoxon Signed Ranks Test
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Organleptik Warna - Negative 4a 7.88 31.50
Organleptik Warna Ranks
Positive Ranks 12b 8.71 104.50
Ties 14c
Total 30
a. Organleptik Warna < Organleptik Warna
b. Organleptik Warna > Organleptik Warna
c. Organleptik Warna = Organleptik Warna
Test Statisticsb
Organleptik Warna -
Organleptik Warna
Z -1.964a
Asymp. Sig. (2- .049
tailed)
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hipotesis
26
Dari kolom Asymp.sig untuk dua sisi adalah sebesar 0,049. Oleh karena kasus
adalah uji satu sisi, maka probabilitas adalah 0,049/2 = 0,0245. Berarti <
(0,05). Maka H0 ditolak
Frequencies
Statistics
Organleptik Organleptik
Warna Warna
N Valid 30 30
Missing 0 0
Frequency Table
Organoleptik Warna Sebelum
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Suka 2 6.7 6.7 6.7
Agak Suka 9 30.0 30.0 36.7
Suka 11 36.7 36.7 73.3
Kurang 7 23.3 23.3 96.7
Suka
Tidak Suka 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
27
Analisis : Wilcoxon Signed Ranks Test
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Organleptik Aroma - Negative 6a 6.25 37.50
Organleptik Aroma Ranks
Positive Ranks 12b 11.13 133.50
Ties 12c
Total 30
a. Organleptik Aroma < Organleptik Aroma
b. Organleptik Aroma > Organleptik Aroma
c. Organleptik Aroma = Organleptik Aroma
Test Statisticsb
Organleptik Aroma -
Organleptik Aroma
Z -2.131a
Asymp. Sig. (2- .033
tailed)
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hipotesis
28
Dari kolom Asymp.sig untuk dua sisi adalah sebesar 0,033. Oleh karena kasus
adalah uji satu sisi, maka probabilitas adalah 0,033/2 = 0,0165. Berarti <
(0,05). Maka H0 ditolak
Frequencies
Statistics
Organleptik Organleptik
Aroma Aroma
N Valid 30 30
Missing 0 0
Frequency Table
Organoleptik Aroma Sebelum
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Suka 4 13.3 13.3 13.3
Agak Suka 6 20.0 20.0 33.3
Suka 16 53.3 53.3 86.7
Kurang 4 13.3 13.3 100.0
Suka
Total 30 100.0 100.0
29
4.1.2. Daya Organoleptik Tekstur
Analisis : Wilcoxon Signed Ranks Test
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
Mean Sum of
N Rank Ranks
Organleptik Tekstur - Negative 2a 3.50 7.00
Organleptik Tekstur Ranks
Positive Ranks 25b 14.84 371.00
Ties 3c
Total 30
a. Organleptik Tekstur < Organleptik Tekstur
b. Organleptik Tekstur > Organleptik Tekstur
c. Organleptik Tekstur = Organleptik Tekstur
Test Statisticsb
Organleptik Tekstur - Organleptik
Tekstur
Z -4.429a
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hipotesis
30
Dari kolom Asymp.sig untuk dua sisi adalah sebesar 0,00. Oleh karena kasus
adalah uji satu sisi, maka probabilitas adalah 0,00/2 = 0.00. Berarti < (0,05).
Maka H0 ditolak
Frequencies
Statistics
Organleptik Organleptik
Tekstur Tekstur
N Valid 30 30
Missing 0 0
Frequency Table
Organoleptik Tekstur Sebelum
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sangat Suka 8 26.7 26.7 26.7
Agak Suka 13 43.3 43.3 70.0
Suka 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
31
Frequencies
Statistics
Organleptik Rasa
N Valid 30
Missing 0
32
4.1.3. Uji Mikrobiologi
Sebelum Penyimpanan Sesudah Penyimpanan
P5A = 10-5 = TBUD P5A = 10-5 = TBUD
P5B = 10-5 = TBUD P5B = 10-5 = TBUD
P6A = 10-6 = 111 P6A = 10-6 = TBUD
1
= 111 1 106
= 111.000.000
P5A = 10-5 = TBUD P5A = 10-5 = TBUD
33
Sebelum Penyimpanan
34
4.1.4. Uji Kimia
Penetapan Kadar Air
Sebelum Penyimpanan
Sebelum dioven
Cawan + tutup = 28,63 gr
Tutup = 11,43 gr
Cawan = 17,20 gr
Bahan = 3,08 gr
Cawan + tutup + sampel = 31,71 gr
Setelah dikeringkan
29,8780 gr
29,8772 gr
29,8767 gr
W1 = 3,08 gr
2
% Total padatan = 1 x 100%
1,2467
= x 100%
3,08
= 40,477 %
Setelah Penyimpanan
Cawan = 16,2094 gr
Cawan + tutup = 25,6105 gr
Cawan + sampel = 18,8684 gr
35
Cawan + sampel + tutup = 28,2689 gr
Tutup = 9,4010 gr
Sampel = 3,0448 gr
Setelah dikeringkan
27,6590 gr
27,6530 gr
27,6480 gr
W1 = 3,0448 gr
2
% Total padatan = 1 x 100%
2,0375
= 3,0448 x 100%
= 66,917 %
36
Sebelum Penyimpanan
Setelah dikeringkan Pertama 29,8780 gr Setelah dikeringkan Kedua 29,8772 gr
37
Setelah Penyimpanan
25,6105 gr
28,2689 gr
38
Setelah dikeringkan Pertama 27,6590 gr Setelah dikeringkan Kedua
27,6530 gr
39
4.2. Pembahasan
4.2.1. Elongasi
Pada praktikum ini elongasi pada mie basah mengacu pada penelitian
Ekafitri (2009) bahwa mie basah dari tepung terigu memeliki persen elongasi
celup besar 118,47% dan persen rendam air panas sebesar 107,35%. Sedangkan
pada penelitian Rianto (2006) mie basah yang terbuat dari formula 100% terigu,
30% air, garam 1%, dan 0.3% baking powder menghasilkan mie dengan nilai
elongasi sebesar 98,4%. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan standar
mie basahterigu dengan kisaran persen elongasi 98,4-118,47%.
Nilai elongasi mie sebelum dan yang sesudah penyimpanan yaitu 87,68%
dan 93,76% jika dibandingkan dengan standar di atas masih di bawah standar
hal ini di duga karna pengaruh gelatinisasi pati karena panas yang diterima mie
yang direbus lebih besar daripada mie yang hanya dicelup ke air biasa, sehingga
menurunkan daya ikat pati dan pada akhirnya menurunkan elongasi mie.
40
b) Aroma
Penilaian panelis terhadap mie basah sebelum penyimpanan maupun sesudah
penyimpanan adalah sama yaitu sebanyak 30 orang. Variabel tertinggi pada
penilaian aroma mie sebelum penyimpanan terdapat pada variabel suka (16
orang atau 53.3%) Sedangkan variabel tertinggi pada penilaian warna mie
sesudah penyimpanan terdapat pada variabel suka (10 orang atau 33.3%).
Adanya penurunan daya suka pada penelis disebabkan karena munculnya bau
tengik pada mie. Makin lama penyimpanan, makin tercium aroma tengik.
41
Muchtadi (2008) menyebutkan bahwa aroma tengik ini diduga karena
degradasi makromolekul oleh mikroba. Karbohidrat dipecah menjadi gula
sederhana, protein dipecah menjadi gugus peptida dan senyawa amida serta
gas amoniak, sedangkan lemak dipecah menjadi asam lemak dan gliserol.
Penilaian panelis terhadap aroma mie basah sebelum dan sesudah
penyimpanan disajikan pada gambar berikut :
42
c) Tekstur
43
d) Rasa
Penilaian panelis terhadap mie basah sebelum penyimpanan adalah sama
yaitu sebanyak 30 orang. Variabel tertinggi pada penilaian rasa mie sebelum
penyimpanan terdapat pada variabel agak suka (13 orang atau 43.3%)
dikarenakan rasa mie yang masih segar karena baru dibuat. Penilaian panelis
terhadap tekstur mie basah sebelum penyimpanan disajikan pada gambar
berikut :
44
4.2.3. Mikrobiologi Mie Basah
Mikroorganisme dibiakkan di laboratorium pada medium yang terdiri
dari bahan nutrient. Biasanya pemilihan medium yang dipakai bergantung
kepada banyak faktor seperti seperti apa jenis mikroorganisme yang akan
ditumbuhkan. Perbenihan untuk pertumbuhan bakteri agar dapat tetap
dipertahankan harus mengandung semua zat makanan yang diperlukan oleh
organisme tersebut. Faktor lain seperti PH, suhu, dan pendinginan harus
dikendalikan dengan baik (Buckle, 2007)
Mikroorganisme tidak memerlukan banyak ruangan untuk
perkembangannya, sebab itu media buatan (agar) dapat dimasukkan ke dalam
sebuah tabung percobaan labu atau cawan Petri. Pada permulaannya tabung atau
cawan Petri harus dalam keadaan steril (bebas dari setiap mikroorganisme hidup)
lalu setelah itu dimasukkan mikrobia yang diinginkan, tabung atau cawan harus
dilindungi terhadap kontaminasi dari luar. Sumber utama pencemaran dari luar
adalah udara, yang banyak mengandung mikroorganisme yang berterbangan.
Cawan petri, dengan tutup yang saling menyelubungi, dirancang untuk
mencegah pencemaran udara.
Permukaan luar cawan biakan yang menjadi sasaran pencemaran, di
bagian dalam labu atau tabung akan tercemar bila dibuka untuk memasukkan
45
atau mengeluarkan bahan. Bahaya ini dapat dihindari dengan cara membakar
bibir atau pinggiran cawan, tabung atau labu dalam api, segera setelah penutup
dibuka dan dibakar sekali lagi pada waktu akan ditutup.
Pengenceran biasanya menggunakan larutan berupa larutan fosfat buffer,
larutan garam fisiologis 0,9 % atau larutan ringer. Dengan pengenceran dapat
mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam. Secara umum, metode penanaman
dapat dibedakan atas dua macam yaitu metode tuang (pour plate) dan metode
sebar (spread plate).
Teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada
media agar memungkinkannya tumbuh dengan agak berjauhan dari sesamanya,
juga memungkinkan setiap selnya berhimpun membentuk koloni, yaitu
sekelompok massa sel yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Bahan yang
diinokulasikan pada medium disebut inokulum, dengan menginokulasi medium
agar nutrien (nutrien agar) dengan metode agar sebar, sel-sel mikroorganisme
akan terpisah sendiri-sendiri. Setelah inkubasi, sel-sel mikroba individu
memperbanyak diri secara cepat sehingga dalam waktu 18 sampai 24 jam
terbentuklah massa sel yang dapat dilihat dan dinamakan koloni. Koloni dapat
terlihat oleh mata telanjang. Setiap koloni merupakan biakan murni satu macam
mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 2007).
Pengenceran adalah suatu kegiatan untuk mengencerkan larutan yang
bertujuan untuk memperoleh contoh dengan jumlah mikroba terbaik untuk dapat
dihitung yaitu antara 30-300 sel mikroba per ml (Cahaya, 2011). Kurang dari 30
atau lebih dari 300 dikategorikan TBUD artinya jumlah koloni yang tumbuh
tidak bisa dimasukkan ke dalam perhitungan.
Ada beberapa cara untuk mengukur atau menghitung mikrobia yaitu
dengan perhitungan jumlah sel, perhitungan massa sel secara langsung, dan
pendugaan massa sel secara tak langsung. Perhitungan jumlah sel dapat
dilakukan dengan 3 metode yaitu dengan hitungan mikroskopik, MPN (Most
Probable Number), dan hitungan cawan (Fardiaz, 1989). Dari ketiga metode
tersebut metode hitungan cawan paling banyak dan mudah digunakan. Oleh
karena itulah, pada acara praktikum pengawasan mutu pangan untuk meneliti
46
mutu mie basah dilakukan perhitungan koloni dengan menggunakan metode
hitungan cawan.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia
yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1993).
Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30 sampai 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan
koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung
sebagai satu koloni.
3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
Koloni adalah kumpulan dari mikrobia yang memilki kesamaan sifat-sifat
seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya. Sifat-sifat yang perlu
diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan medium adalah
(Dwidjoseputro, 1978) :
1. Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya serupa suatu titik, namun ada
pula yang melebar sampai menutup permukaan medium.
2. Bentuk. Ada koloni yang bulat, ada yang memanjang. Ada yang tepinya
rata, ada yang tidak rata.
3. Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata saja dengan permukaan
medium, ada pula yang timbul yaitu menjulang tebal di atas permukaan
medium.
4. Halus kasarnya permukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang
permukaannya kasar dan tidak rata.
5. Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat, ada yang
permukaannya suram.
47
7. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, ada yang keras dan kering.
Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada
alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia
yang tidak diinginkan. (Fardiaz, 1993).
Media PCA digunakan karena merupakan media yang paling cocok
untuk kultur bakteri pada produk yang berbentuk padat. Selanjutnya cawan petri
diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37 C dalam keadaan terbalik. Cawan
petri diinkubasi dalam keadaan terbalik untuk menghindari kontaminasi dari air
yang mengembun diatas cawan petri yang mungkin menetes jika cawan petri
diletakan pada posisi normal. Inkubasi dilakukan selama 1 x 24 jam karena
jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut
yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata.
Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat
pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat
pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan
hasil pengamatan perhitungan koloni bakteri pada mie basah dari kelompok 8
hasil perhitungannya menunjukkan penumbuhan bakteri yang tidak merata,
dimana pada produk mie basah sebelum penyimpanan dipengenceran kelima A
dan B hanya tumbuh 1 dikategorikan TBUD. Sedangkan dipengenceran keenam
A menumbuhkan bakteri sebanyak 111 yang jika dimasukkan ke rumus
menghasilkan 111.000.000 bakteri dan B yang menumbuhkan 1 koloni besar
yang tidak bisa dihitung (TBUD). Kemudian pada produk mie basah sesudah
penyimpanan di suhu dingin selama 4 hari, menghasilkan bakteri dipengenceran
kelima A menumbuhkan 1 koloni besar yang tidak bisa dihitung (TBUD),
sedangkan dipengenceran kelima B dan keenam B menumbuhkan masing-
masing 18 dan 7 bakteri atau dikategorikan TBUD. Namun pada perhitungan
koloni dipengenceran keenam A mengalami kegagalan, karena tidak
menumbuhkan koloni. Hal ini disebabkan terjadinya kontaminan yang berasal
dari alat yang digunakan, praktikan ataupun udara. Selain itu bisa juga
48
disebabkan oleh kurangnya kecermatan dan ketelitian praktikan baik dalam
proses praktikum ataupun perhitungan.
Mie basah dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air dan
tingkat pemasakan awalnya. Mie mentah yang belum direbus mengandung air
sekitar 35 %, mie basah (mie mentah yang direbus) mengandung air sekitar 52
%, mie kering (mie mentah yang dikeringkan) sekitar 10 %, mie instan (mie
mentah yang dikukus kemudian digoreng) sekitar 8 %, sedangkan mie goreng
(mie mentah yang digoreng) mengandung lipid sekitar 20 % (Krunger et al,
1996).
Praktikum ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam mie
basah. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah mie basah. Penetapan
kadar air dalam sampel sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan
metode oven pengering, yang mana pengeringan tersebut dengan cara
memasukkan sampel ke dalam oven pengering pada suhu 105 C selama 24 jam
atau sampai beratnya konstan atau tetap. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (kadar air).
49
Hasil yang didapatkan dari produk mie basah dengan uji kimia adalah pada
sebelum penyimpanan produk mie basah adalah sebesar 40,477% dan sesudah
penyimpanan produk mie basah didapatkan kadar air sebesar 66,917%.
Pada sampel mie basah setelah penyimpanan didapatkan kadar air yang
cukup tinggi yaitu sebesar 66,917% yang mana seharusnya kadar air dalam mie
basah maksimal 65% hal ini mungkin disebabkan karena adanya kesalahan
prosedur salah satunya mungkin disebabkan karena kurang ketelitian dalam
melakukan penghitungan, penimbangan, dan metode pemanasan.
Yang termasuk golongan ini adalah: Suhu (Makin tinggi suhu udara maka
pengeringan akan semakin cepat), Kecepatan aliran udara pengering
(Semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat), Kelembaban
udara (Makin lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat), Arah
aliran udara (Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka
bahan semakin cepat kering)
Yang termasuk golongan ini adalah: Ukuran bahan (Makin kecil ukuran
benda, pengeringan akan makin cepat), Kadar air (Makin sedikit air yang
dikandung, pengeringan akan makin cepat).
50
dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan
demikian akan dihasilkan kadar air yang sebenarnya.
51
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah sebagai berikut :
1. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap
pemotongan dan sebelum dipasarkan.
2. Langkah dalam pembuatan mie basah yaitu percampuran basah, pengulenan
adonan, pembentukan lembaran, pencetakan, perebusan, pendinginan.
3. Selama empat hari penyimpanan pada suhu chilling, terjadi kerusakan
mikrobiologis yang ditandai dengan peningkatan jumlah mikroba. Indikasi
meningkatnya jumlah mikroba pada mie ditandai dengan jumlah koloni yang
TBUD.
4. Selama empat hari penyimpanan pada suhu chilling, terjadi kerusakan fisik
yang ditandai dengan sifat elongasi pada mie berkurang dikarenakan kadar
air yang berkurang
5. Selama empat hari penyimpanan pada suhu chilling, terjadi kerusakan
organoleptik yang ditandai dengan terjadi perubahan aroma karena terjadinya
perubahan aroma menjadi tengik dan tekstur menjadi keras karena terjadinya
proses sineresis.
52
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Jakarta: Tiga
Serangkai.
Buckle, K.A. dkk, (2007). Ilmu Pangan. Cetakan keempat. Penerjemah : Hari
Purnomo dan Andiono. Jakarta:UI Press.
Ekafitri R. 2009. karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan
potensinya untuk dibuat mie jagung.[skripsi] Fakultas teknologi pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Ekafitri R. 2009. karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida dan
potensinya untuk dibuat mie jagung.[skripsi] Fakultas teknologi pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Jatmiko, G., P, dan Teti, E. 2014. Mie Dari Umbi Kimpul (Xanthosoma
Sagittifolium): Kajian Pustaka Noodles From Cocoyam (Xanthosoma
Sagittifolium): A Revie. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.127-
134.
53
Kuntaraf. 1984. Makanan Sehat cetakan kedua.Indonesia Publishing House Jakarta
LIPI..
Rianto BF. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan
baku tepung jagung [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
PertanianBogor. Bogor.
54
Widyaningsih, T., B, danE., S., Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada
Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Winarno, F., G. 1991. Teknologi Produksi dan Kualitas Mie. Makalah disajikan
dalam Seminar Sehari Serba Mie. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yustiareni, E. 2000. Kajian Substitusi Terigu oleh Tepung Garut dan Penambahan
Tepung Kedelai dalam Pembuatan Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
55
Lampiran Uji kesukaan (uji hedonik) mie basah
56