Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN MATA KULIAH

PERPAJAKAN
PPn & PPnBM

OLEH:

YOBELIA HABEL

(A31114035)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016
PPN & PPnBM

A. Kriteria BKP dan JKP


Barang kena pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang dikenakan pajak. Barang Kena Pajak ada dua
jenis, yakni BKP berwujud dan BKP tidak berwujud. Beberapa syarat atau keadaan yang harus
dipenuhi agar suatu penyerahan barang dapat dikenakan PPn, yaitu:
a) Barang yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP)
b) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
c) Yang melakukan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Jasa kena pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas tersedia untuk dipakai. Seperti
halnya PPn atas BKP{, ada bebarapa JKP yang tidak di kenakan PPn, sehingga selain JKP yang
disebutkan berikut ini dikenakan PPn. JKP yang tidak dikenakan PPn antara lain :
a) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.
b) Jasa di bidang pelayanan social.
c) Jasa dengan pengiriman surat dengan perangko dan pengiriman uang dengan wesel pos, yang
di lakukan oleh PT. Pos Indonesia.
d) Jasa di bidang perbankkan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.
e) Jasa di bidang keagamaan.
f) Jasa di bidang pendidikan.
g) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang di kenakan pajak tontonan, termasuk jasa di bidang
kesenian yang tidak bersifat komersial seperti pementasan kesenian tradisioanal yang
diselenggarakan secara Cuma-Cuma.
h) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.
i) Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
j) Jasa di bidang tenaga kerja.
k) Jasa di bidang perhotelanJasa yang di sediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintah secara umum.
l) Jasa penyediaan tempat parker.
m) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam.
n) Jasa boga atau catering.

B. Pengertian Pengusaha Kecil


Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang berlaku efektif
sejak 1 Januari 2014, Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah). Peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud adalah jumlah
keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Pengusaha Kecil tersebut tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak biasanya Pengusaha yang mempunyai kegiatan usaha penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak kepada :
Bendahara Pemerintah sebagai pemungut PPN.
BUMN sebagai pemungut PPN.
Perusahaan swasta yang menghendaki adanya Pajak Masukan.
Pengusaha Kecil yang dalam satu tahun buku atau kalender mempunyai Jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta
rupiah) mempunyai kewajiban untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

C. Penyerahan BKP & JKP


Penyerahan Barang Kena Pajak
Pengertian penyerahan dimaksudkan sebagai penyerahan hak, pengalihan hak atas barang,
pemakaian sendiri dan penyerahan lainnya seperti penyerahan karena konsinyasi. Termasuk
dalam pengertian penyerahan barang Kena Pajak sesuai dengan Undang-undang PPN adalah :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Perjanjian yang
dimaksudkan meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain
yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
2. Pengalihan Barang Kena Pajak karena satu perjanjian sewa beli dan atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing). Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena
perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud
dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha adalah penyerahan yang disebabkan
oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak
atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual Barang Kena Pajak
tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena pengusaan atas Barang Kena Pajak telah
berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka penyerahan
Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila
saatnya berpindahnya pengusaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebIh
dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk
tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.
Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang
ditunjuk oleh Pemerintah.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. Pemakaian
sendiri diartikan sebagai pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan
tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau
pembeli.
5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Persediaan Barang Kena Pajak dan asset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan
pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus untuk
asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, hanya dikenakan PPN apabila
memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehanya dapat
dikreditkan.
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau
penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang. Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih
dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka undang-
undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antartempat tersebut
merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan
ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan sejenisnya.
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Dalam hal penyerahan secara
konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak bersangkutan diserahkan
untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya
penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut. Sebaliknya jika Barang Kena Pajak
titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang
Kena Pajak pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan
mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A
tentang PPN dan PPn BM. Perlu diketahui bahwa penyerahan Barang Kena Pajak secara
konsinyasi oleh pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan Undang-undang PPN, tidak
dikenakan pajak Pertambahan Nilai.
8. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Tidak termasuk dalam penyerahan Barang kena Pajak adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut telah
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang
4. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan
dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.
5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Penyerahan Jasa Kena Pajak


Pengertian Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pemberian JKP,
termasuk JKP yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau JKP yang diberikan secara cuma-
cuma oleh Pengusaha Jasa Kena Pajak.
Pemakaian JKP untuk kepentingan sendiri atau pemberian JKP secara cuma-cuma termasuk
alam pengertian penyerahan JKP, dengan pertimbangan untuk mempertahankan adanya perlakuan
yang sama sebagaimana halnya pada pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan sendiri
atau penyerahan barang secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak. Berikut ini akan
diuraikan mengenai pengenaan PPN atas beberapa jasa.
1) Jasa Kustodian
Jasa kustodian merupakan jasa yang dilakukan oleh bank yang dapat berupa jasa
penitipan, jasa settlement, jasa aksi korporasi (corporate actions), dan jasa registrasi. Jasa
kustodian yang berupa jasa penitipan adalah jasa yang terutang PPN. Sedangkan jasa
kustodian yang berupa jasa settlement, jasa corporate actions, dan jasa registrasi merupakan
jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
2) Jasa Consumer Credit, Credit Card, dan Debit Card
Berdasarkan Surat Edaran No. 34/PJ.53/1995 Tanggal 1 Agustus 1995, jasa consumer
credit, credit card, dan debit card merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga
atas penyerahannya tiak terutang PPN. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau JKP yang
harganya dilunasi dengan menggunakan fasilitas consumer credit atau credit card atau debit
card, tetap terutang PPN dan atau PPnBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Jasa Penagihan Listrik dan Telepon oleh Bank
Berdasarkan Surat Edaran No. SE. 63/PJ.53/1995 Tanggal 29 Desember 1995, jasa
penagihan rekening listrik dan telepon yang dilakukan oleh bank merupakan jasa yang tidak
dikenakan PPN. Dengan demikian atas penyerahan jasa penagihan listrik dan telepon tersebut
tidak terutang PPN.
4) Jasa Angkutan dan Jasa Ekspedisi Muatan
Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-426/PJ.53/1996 Tanggal 13 Februari 1996
menyatakan bahwa jasa angkutan umum di darat, laut, udara, maupun sungai yang dilakukan
oleh pemerintah maupun oleh swasta, dan jasa angkutan udara luar negeri, termasuk di
dalamnya jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan umum di laut, danau, sungai adalah dikategorikan sebagai Jasa Kena Pajak,
sehingga penyerahannya terutang PPN. Sebagai contoh, jasa Ekspedisi Muatan Kapal laut dan
Udara (EMKL dan EMKU) adalah Jasa Kena Pajak sehingga penyerahannya terutang PPN.

Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (BKP Tertentu)
1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat udara di udara,
kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus lainnya, dan komponen atau bahan yang
diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT. PINDAD, untuk keperluan TNI
dan POLRI
2. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
4. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan,
kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkapan ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang digunakan untuk kegiatan usaha
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional
5. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang digunakan untuk kegiatan usaha
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
6. Kereta api dan suku cadang serta serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang digunakan untuk kegiatan usaha PT Kereta Api Indonesia;
7. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Republik
Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung
pertahanan nasional
8. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama
mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah

Penyerahan Jasa Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(JKP Tertentu)
1) Jasa yang menerima oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan
ikan nasional yang meliputi :
a) Jasa persewaan kapal
b) Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh.
c) Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal
2) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
a) Jasa persewaan pesawat udara.
b) Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
3) Jasa perawatan atau reparasi kerata api yang diterima oleh PT Kereta Api Indonesia
4) Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf h dan pembangunan tempat yang semanta-mata untuk keperluan ibadah
5) Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana
6) Jasa yang diserahkan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam rangka tersedianya data batas
dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia.

Nilai Penyerahan Yang Menggunakan Valuta Asing


Apabila terjadi penyerahan BKP dan atau JKP yang pembayarannya ternyata dilakukan
dengan menggunakan valuta asing, maka sesuai Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1994 diatur :
1. Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat Faktur Pajak dibuat.
2. Terhadap penyerahan BKP dan atau JKP dilakukan kepada pemungut PPN, besarnya pajak
yang terutang harus dikonversi ke mata uang rupiah dengan kurs yang berlaku sesuai
Keputusan Menteri Keuangan pada saat pemungut PPN melakukan pembayaran.

D. PPN Masukan & Kredit Pajak


Karakteristik Pajak Masukan
Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan
pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pengusaha Kena Pajak, sering disebut
PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU
PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena pajak mengurangkan
atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak
yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran, kelebihan pajak
keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut pajak
masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang
harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang
dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.

Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan


Prinsip dasar pengkreditan Pajak masukan adalah sebagai berikut:
1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).
2. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga)
bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).
3. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat
dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).
4. Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran yang
dikapitalisasikan ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).
5. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9 ayat 2a UU
PPN).
6. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau JKP harus dikreditkan dengan
Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Contoh : alamat di FP sama dg
alamat di SK pengukuhan. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan
permohonan tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya
impor BKP sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan. (PM dikreditkan di tempat PKP
dikukuhkan, Dikukuhkan di beberapa tempat maka dapat memilih). (PP 1/2012).
7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena
Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak. (Pasal 9 ayat 3 UU PPN).
8. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).
9. Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir
tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa
Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9 ayat 4a UU PPN).

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN adalah atas
pengeluaran sebagai berikut :
1. Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini memberikan
kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha A melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010.
Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku
surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April
2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang
dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah
pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini
berlaku untuk semua bidang usaha, oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah
memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan
Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak
ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini
memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha A
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April
2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan
berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum
tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak
mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak.
6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (6).
7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru
membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan
Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan. Namun apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan
BKP/JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP, namun Faktur Pajaknya
belum atau terlambat diterima sehingga belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN untuk Masa
ybs., maka PM dalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak ybs. Contoh : Pemeriksaan
SPT Masa Januari 2010 dilakukan tanggal 24 Maret 2010, dan ditemukan FP tanggal 12
Januari 2010 yang baru diterima pada tanggal 22 Maret 2010, dan belum dilaporkan dalam
SPT Masa PPN Januari atau Februari 2010, namun perolehannya sudah dicatat dalam
pembukuan, maka Faktur Pajak tertanggal 12 Januari 2010 tersebut tetap dapat dikreditkan
dalam Masa PPN Masa Maret atau April 2010.
9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha
Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
10. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat
fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Ps 9 ayat (5) dan Ps 16B ayat (3).
Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak adalah penyerahan barang
dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A
dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16B. Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak
Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang
terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena
Pajak.

E. Dasar Pengenaan Pajak


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang,
berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPnBM yang Terutang


Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:
1) Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar pengenaan Pajaknya
adalah Harga Jual.
2) Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor.
3) Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau Pabrikan kendaraan
bermottor dengan Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur dan Harga Jual
dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual
menjadi lebih rendah daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan
sebesar harga pasar wajar.
Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM
Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dibebaskan
dari pengenaan PPnBM :

1) Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan
untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum.
2) Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang digunakan
untuk tujuan Protokoler Kenegaraan.
3) Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk pengangkutan
10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk kemudi, yang
digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI.
4) Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, yang
digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
5) Pembebasan ini diperoleh dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan
mengajukan Surat Keterangan Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.
Dalam hal sebelum diperoleh surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan
bermotor yang diperlukan dan memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari
PPnBM, maka pihak pembeli dapat mengajukan permohonan pengembalian (restitusi)
PPnBM yang sudah dibayar.

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
1. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak (BPK) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)
adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;
4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
6. Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalah harga pasar wajar;
7. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;
8. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
9. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

F. Tarif PPN & PPnBM


Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor BKP/penyerahan JKP
di dalam daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi paling rendah
5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini
dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pertimbangan perkembangan perekonomian
Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah
membutuhkan penerimaan pajak yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Tarif pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan
paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).

Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


Tarif
Jenis Barang Kena Pajak
(%)

10 kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima


belas)orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder;

kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk


pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc;

25 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk


pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2),
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc;
kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak
terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4),
dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

30 kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc;

kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

50 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk


pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1
(satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai
dengan 3000 cc;

kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk


pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain
sedanatau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas
isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc;

kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk


pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau
station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar
penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc;
dan

semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

60 kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai
dengan 500 cc; dan

kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan
kendaraan semacam itu.
75 kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain
sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;

kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,


dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon
dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau
dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500
cc;

kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;

trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

Tarif PPnBM diluar kendaraan bermotor


Tarif
Jenis Barang Kena Pajak
(%)

10 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima
siaran televisi;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;

kelompok mesin pengatur suhu udara;

kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;

kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;

20 kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang dikenakan
tariff 10%;

kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan
sejenisnya;

kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang
dikenakan tariff 10%;

kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering;

pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;


kelompok wangi-wangian;

30 kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan
negara atau angkutan umum;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;

40 kelompok minuman yang mengandung alcohol;

kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;

kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;

kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias,
kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari
logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;

kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang dikenakan tarif
30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;

kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya
tanpa tenaga penggerak;

kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;

kelompok jenis alas kaki;

kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;

kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;

Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan
atau batu tepi jalan;

50 kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;

kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk keperluan negara
atau angkutan udara niaga;

kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10% dan tarif
30%;
kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

75 kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff 40%;

kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau
mutiara atau campuran daripadanya;

kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum."

G. Akuntansi Pajak Penjualan (PPn)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas barang kena pajak dan jasa kena pajak.
Tarifnya berpariasi sesuai dengan obyek pajak. PPN dapat berupa PPn (Pajak Penjualan)
dan PPNBM (Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah). Rekening yang diperlukan untuk
mencatat transaksi pembelian dan penjualan barang kena pajak adalah:
1. PPn Masukan (untuk mencatat jumlah pajak yang dibayar saat terjadinya pembelian barang
kena pajak).
2. PPn Keluaran (untuk mencatat jumlah pajak yang dipungut saat terjadinya penjualan barang
kena pajak).
3. PPn Terutang (untuk mencatat jumlah pajak penjualan yang harus dibayar ke kas negara),
yaitu selisih antara PPN Keluaran dikurangi PPn Masukan. PPn Terutang bersaldo kredit
apabila jumlah PPn Keluaran lebih besar dari PPn Masukan, sedangkan PPn Terutang
bersaldo debit apabila PPn Masukan lebih besar dari PPn Keluaran (PPn Lebih Bayar)

PPn Kurang Bayar


1/3/2011 Dibeli secara kredit barang dagang sejumlah Rp 2.000.000 dan dikenakan PPn 10%.

Pembelian Rp 2.000.000

PPn Masukan Rp 200.000

Utang dagang Rp 2.200.000

15/3/2011 Dijual barang dagang secara tunai sejumlah Rp 15.000.000 dan dikenakan PPn 10%

Kas Rp 16.500.000

Penjualan Rp 15.000.000
PPn Keluaran Rp 1.500.000

31/3/2011 Apabila perusahaan hanya memiliki transaksi pembelian dan penjualan di atas, maka
pada akhir bulan dibuat jurnal untuk menentukan jumlah PPn terutang bulan Marett 2011. PPn
tertutang bulan Maret adalah Rp 1.300.000 (PPn Keluaran Rp 1.500.000 dikurangi PPn Masukan
Rp 200.000).

PPn Keluaran Rp 1.500.000

PPn Masukan Rp 200.000

PPn Terutang Rp 1.300.000

4/4/2011 PPn terutang sejumlah Rp 1.300.000 dibayar ke kas negara.

PPn terutang Rp 1.300.000

Kas Rp 1.300.000

PPn Lebih Bayar


1/4/2011 Dibeli secara kredit barang dagang sejumlah Rp 20.000.000 dan dikenakan PPn 10%.
Pembelian Rp 20.000.000

PPn Masukan Rp 2.000.000

Utang dagang Rp 22.000.000

15/4/2011 Dijual barang dagang secara tunai sejumlah Rp 15.000.000 dan dikenakan PPn 10%

Kas Rp 16.500.000

Penjualan Rp 15.000.000

PPn Keluaran Rp 1.500.000

31/4/2011 Apabila perusahaan hanya memiliki transaksi pembelian dan penjualan di atas, maka
pada akhir bulan dibuat jurnal untuk menentukan jumlah PPn terutang bulan April 2011. PPn
terutang (lebih bayar) bulan April adalah Rp 500.000 (PPn Masukan Rp 2.000.000 dikurangi
PPn Keluaran Rp 1.500.000).

PPn Keluaran Rp 1.500.000

PPn Terutang Rp 500.000

PPn Masukan Rp 2.000.000


Kelebihan bayar (PPn Terutang bersaldo debit) sejumlah Rp 500.000 tidak dapat ditagih pada
bulan April 2011 tetapi akan dikonpensasikan untuk bulan depan.

H. Akuntansi PPnBM
Contoh Soal :
PT. Karmonoharjo adalah perusahaan dagang yang memperjualbelikan peralatan elektronik,
selama bulan Agustus 2013 melakukan transaksi-transaksi berikut ini:
1. Mengimpor BKP dari Etoo Electronic Corp. di Kamerun secara kredit. Harga barang US$
101,000, biaya asuransi yang dibayar sebesar US$ 5,000, biaya pengapalan US$ 65,000, Bea
Masuk 10% CIF, Kurs tengah BI Rp 9,000/US$ 1. PT. Karmonoharjo menggunakan Angka
Pengenal Impor (API).
Keterangan :
CIF = (US$ 171,000 X Rp 9.000,00) = 1.539.000.000
Bea Masuk = 10% x Rp 1.539.000.000 = 153.900.000
= 1.692.900.000
PPN Impor = 10% x Rp 1.692.900.000 = 169.290.000
PPh 22 Impor = 2.5% x Rp 1.692.900 = 42.322.500

Jurnal :
Pembelian 1.692.900.000
UM PPh Pasal 22 42.322.500
PPN-PM 169.290.000
Utang Dagang 1.539.000.000
Kas 365.512.500

Menyerahkan 3 buah laptop kepada Pemkab Wonogiri dengan total harga Rp 28,000,000.
Pembayaran diambil dari dana APBD secara tunai.
Jurnal :
Kas 27.580.000
UM PPh Pasal 22 420.000
Penjualan 28.000.000

Membeli seperangkat rak TV dari PT. Jati Jepara (PKP) seharga Rp 2.500.000,00 secara tunai.
Jurnal :
Pembelian 2.500.000
PPN-PM 250.000
Kas 2.750.000
Membayar sewa generator listrik kepada PT. Nyala Nyata (PKP) sebesar Rp 1.500.000,00.
Jurnal :
Beban Sewa 1.500.000
PPN-PM 150.000
Utang PPh 23 30.000
Kas 1.620.000

Menjual AC Split kepada PT. Gajah Mungkur (PKP) seharaga Rp 3.000.000,00 secara kredit.
Jurnal :
Piutang Dagang 3.000.000
Penjualan 3.000.000
Keterangan :
PPN di akhir masa Agustus 2013
Total PPN-PK = 300.000 + 70.000 = 370.000
Total PPN-PM = 169.290.000 + 250.000 + 150.000 =169.690.000
PM > PK maka lebih bayar = 169.320.000
Jurnal :
Apabila Restitusi
PPN-PK 370.000
Piutang Restitusi Pajak 169.320.000
PPN-PM 169.690.000
Apabila Kompensasi ke masa berikutnya
PPN-PK 370.000
PPN-PM 370.000

I. Pengisian dan Pelaporan SPT masa PPn dan PPnBM


Berdasarkan peraturan direktorat jenderal pajak nomor PER-44/PJ/2010 tanggal 6 Oktober
2010. Setelah kita dapat menghitung berapa PPn dan PPnBM terutang, sekarang kita akan
menyetorkan dan melaporkan dokumen-dokumen yang digunakan untuk memberitahukan PPn
dan PPnBM. Penyetoran PPn dan PPnBM yang masih kurang dibayar dilakukan paling lambat
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPn disampaikan.
Sementara pelaporan dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa
pajak. Formulir yang berkaitan dengan PPn
Dokumen Masa Form
Surat Pemberitahuan 1107
Daftar Pajak Pengeluaran 1107A
Daftar Pajak Masuk 1107B
Surat Setoran Pajak SSP
Faktur Pajak FP

J. Batas Waktu Pembayaran/Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa dan Tahunan


Salah satu kewajiban sebagai wajib pajak adalah membayar/menyetor serta melaporkan SPT
Masa dan SPT Tahunan sesuai dengan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) yang diterima oleh Wajib Pajak pada saat pendaftaran NPWP
dan NPPKP. Batas waktu penyetoran dan pelaporan SPT Masa dan SPT Tahunan adalah sebagai
berikut :

Batas Waktu
No Jenis Pajak
Penyetoran / Pembayaran Pelaporan
1 PPN atau PPN dan PPnBM yang akhir bulan berikutnya setelah akhir bulan berikutnya setelah
terutang dalam satu Masa Pajak Masa Pajak berakhir dan sebelum Masa Pajak berakhir
Surat Pemberitahuan Masa PPN
disampaikan
2 PPN yang terutang atas kegiatan tanggal 15 (lima belas) bulan ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya
membangun sendiri oleh orang berikutnya
meliputi tempat bangunan
pribadi atau badan tersebut akhir bulan berikutnya

3 PPN yang terutang atas pemanfaatan 15 (lima belas) bulan berikutnya akhir bulan berikutnya
Barang Kena Pajak tidak berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean oleh orang pribadi
atau badan
4 PPN atau PPN dan PPnBM yang tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya akhir bulan berikutnya setelah
pemungutannya dilakukan oleh Masa Pajak berakhir
B\endahara Pengeluaran sebagai
Pemungut PPN
5 PPN atau PPN dan PPnBM yang pada hari yang sama dengan akhir bulan berikutnya setelah
pemungutannya dilakukan oleh pelaksanaan pembayaran kepada Masa Pajak berakhir
Pejabat Penandatangan Surat Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Perintah Membayar sebagai Pemerintah melalui Kantor
Pemungut PPN Pelayanan Perbendaharaan
Negara
6 PPN atau PPN dan PPnBM yang tanggal 15 (lima belas) bulan akhir bulan berikutnya setelah
pemungutannya dilakukan oleh berikutnya Masa Pajak berakhir
Pemungut PPN selain Bendahara
Pemerintah yang ditunjuk

Anda mungkin juga menyukai