Anda di halaman 1dari 17

1

LAPORAN KASUS

Peritonitis
Syok Hipovolemik

Disusun Oleh :

Vitrosa Yosepta Sera, S.Ked


FAB 116 022

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017
2

BAB I
PENDAHULUAN

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi


rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,
dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium. 4
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak. 4
Pengertian syok terdapat bermacam-macam sesuai dengan konteks klinis
dan tingkat kedalaman analisisnya. Secara patofisiologi syok merupakan
gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport
oksigen ke jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan hemodinamik.
Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sitemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung. Dengan demikian syok dapat terjadi
oleh berbagai macam sebab dan dengan melalui berbagai proses. Secara umum
dapat dikelompokkan kepada empat komponen yaitu masalah penurunan volume
plasma intravaskuler, masalah pompa jantung, masalah pada pembuluh baik arteri,
vena, arteriol, venule atupun kapiler, serta sumbatan potensi aliran baik pada
jantung, sirkulasi pulmonal dan sitemik.1,2
Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama
yang menyebabkan terjadinya syok. Dengan terjadinya penurunan hebat volume
intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka
darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat,
sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru juga
menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat
dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-
3

otot jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna,


sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik dan curah jantungpun menurun.
Pada kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang
optimal untuk memompakan darah yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen
jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.1,2,3

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya


volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering
ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma
hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun
luka langsung pada pembuluh arteri utama.2
4

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Tn. BW/40 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 70/40 mmHg
Denyut Nadi : 121 kali/menit
Frekuensi Napas : 31 kali/menit, torako-abdominal
Suhu : 38,50C
Spo2 : 85%
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam emergency sign
label merah karena adanya gangguan breathing yaitu
frekuensi nafas lebih dari 30 kali per menit disertai
penurunan tekanan darah dan nyeri perut seluruh
permukaan perut termasuk dalam risiko tinggi penyakit
syok hivopolemik e.c Susp.Peritonitis
Airway
Bersihkan jalan nafas, hindari sumbatan jalan nafas. Pada pasien ini tidak
ditemukan sumbatan jalan nafas.
Breathing
Nilai frekuensi pernafasan, tipe pernafasan, dan pola pernafasan. Pasien bernafas
spontan, 31 kali/menit, pernapasan torakoabdominal, pergerakan thoraks simetris
kiri dan kanan. Pada pasien ini diberikan oksigen karena pasien mengeluh sesak
nafas.
Circulation
Nilai frekuensi nadi, capilary refill time, tekanan darah. Denyut nadi 121
kali/menit, reguler, isi kurang, dan tidak kuat angkat. CRT > 2 detik. Tekanan
darah 70/40 mmHg.
5

Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap
rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Pada pasien ini tidak ada ditemukan
kelainan neurologis. GCS (E4M6V5), pupil isokor +/+, refleks cahaya +/+

Tatalaksana awal :
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah baringkan pasien pada bed pasien dengan
posisi setengah duduk, pemberian oksigenasi, dan pemasangan kateter IV line ke-
2.

2.2. Secondary Survey


2.2.1. Identitas
Nama : Tn. N
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
)Alamat : Ds. Tewang Rangkang
Tgl Pemeriksaan : 23 Oktober 2017 pukul 23.00 WIB

2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Seluruh Perut
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri diseluruh permukaan perut sejak 2 hari
yang lalu. Nyeri dirasa timbul tiba-tiba, diawali nyeri pada ulu hati yang
kemudian menjalar ke perut bawah dan nyenyebar ke seluruh permukaan perut.
pasien mengeluh perut terasa kembung dan penuh dan belum ada BAB sejak 2
hari terakhir, BAK (+). Mual (-) muntah (-) nafsu makan menurun. pasien juga
mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Sesak lebih berat pada saat berbaring
dibandingkan pada saat duduk dan setengah duduk. Sesak idak dipengaruhi
perubahan suhu ataupun tidak dipicu oleh peningkatan aktivitas tubuh. Keluhan
nyeri dada disangkal.
6

Riwayat Kebiasaan:
Sering mengonsumsi makanan yang asin dan berlemak (+), merokok (+) dan
minum alkohol (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


Keluhan serupa (-) stroke (-), diabetes mellitus (-). Riwayat hipertensi (-) Obat
rutin yang dikonsumsi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan serupa (-), stroke (-), hipertensi (-) dari Ibu pasien, diabetes mellitus (-).

2.2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign : Tekanan Darah : 70/40 mmHg
Denyut Nadi : 121 kali/menit (reguler, isi kurang,
tidak kuat angkat)
Frekuensi Napas : 31 kali/menit
Suhu : 37,80C

Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+, pupil isokor
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (+)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Retraksi
+/+ suprasternal dan intercostal.
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
7

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas ICS II linea parasternal dextra dan sinistra
Batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi : Defans muscular, nyeri tekan (+) seluruh regio abdomen
Perkusi : redup (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT > 2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-/-)

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
- Leukosit : 3.600/ul
- Trombosit : 142.000/ul
- Hb : 17,1 g/dl
- Hematokrit : 49%
b) Kimia Klinik
- Gula darah sewaktu : 83 mg/dl
- Ureum : 158 mg/dl
- Creatinin : 4,85 mg/dl
- HbsAg : Negatif (-)
c) Elektrolit
- Natrium : 134 mmol/L
- Kalium : 5,6 mmol/L
- Kalsium : 0,93 mmol/L
8

Pemeriksaan EKG

Gambar 2.1 EKG saat datang pertamakali di IGD

Pemeriksaan Foto polos abdomen


9

2.2.5. Diagnosa
- Peritonitis
- Syok Hipovolemik

2.2.6. Penatalaksanaan
- Oksigen Non rebreating mask 10 lpm
- Loading RL 1000cc
- Posisi setengah duduk
- IVFD 2 jalur NaCl 0,9% 40 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
- Inf. Paracetamol 3 x 1 fls (k/p)
- NGT
- Sp. Dobutamin 5.04 ml/jam
- Observasi KU dan TTV

2.2.7. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia
10

BAB III
PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang laki-laki usia 37 tahun dengan


diagnosa Peritonitis, syok hipovolemik. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, didapatkan keluhan nyeri seluruh perut, kembung dan terasa penuh, demam
dengan suhu 38,50C, sesak nafas, perut keras seperti papan (defans muscular) ,
serta tidak dapat BAB merupakan tanda dan gejala yang khas mengarah ke
penyakit peritonitis. Hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan tekan darah yg
rendah yaitu 70/40 mmHg, nadi cepat yaitu 121x/m isi kurang dan tidak kuat
angkat, serta dari pemeriksaan fisik didapatkan CRT>2 detik, menandakan bahwa
pasien mengalami syok hipovolemik.

3.1. Peritonitis4
3.1.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi
rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,
dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.

3.1.2 Tanda dan Gejala


Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak.
Gejala lainnya meliputi:
Demam
Temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
Mual dan muntah
11

Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum
Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.
Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar
bising usus
Rigiditas abdomen atau sering disebut perut papan, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi
terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai
respon terhadap iritasi peritoneum
Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
Tidak dapat BAB/buang angin.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak
karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan
peritoneum.
Distensi perut
2. palpasi
Nyeri tekan dan nyeri lepas
Defense muskuler positif
3. Auskultasi
suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
nyeri ketok positif
hipertimpani akibat dari perut yang kembung
12

redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara
akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/L ) dengan pergeseran ke kiri pada
hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais
dapat terjasi lekopenia.
Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan
gambaran ileus obstruksi
Penebalan dinding usus akibat edema
Tampak gambaran udara bebas
Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu
dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok
hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG
abdomen, CT scan, dan MRI.
3.1.5 Tatakalsana
A. Terapi Antibiotik
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama
adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil
kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian
terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada
urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif
lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut.
Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam dan
kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
B. Intervensi Non-Operatif
13

Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan ekstraperitoneal.


Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis
telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang
menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya
berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus
(misalnya apendisitis, divertikulitis).
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui
drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ intraabdomen lain
yang memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini dapat digunakan
dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.
C Terapi Operatif
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara, pertama,
bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

3.1. SYOK5
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi
akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau
kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume). Secara umum, syok
dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu:
1. Hipovolemik (volume intravaskuler
berkurang)
2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju
jantung)
4. Distributif (vasomotor terganggu)

3.1.1 Syok hipovolemik


14

Syok Hipovolemia terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat


perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space
loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak
adekuat.Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok
hipovolemik adalah CO (cardiac output) , BP (blood pressure) , SVR (systemic
vascular resistance) , dan CVP (central venous pressure) . Terapi syok
hipovolemik bertujuan untuk restorasi volume intravaskuler, dengan target utama
mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ secara optimal. Bila
kondisi hipovolemia telah teratasi dengan baik, selanjutnya pasien dapat diberi
agen vasoaktif, seperti dopamine, dobutamine.
3.1.2 Tatalaksana Syok

Tujuan penanganan tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan


oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskuler. Terapi
cairan paling penting pada syok distributif dan syok hipovolemik, yang paling
sering terjadi pada trauma, perdarahan, dan luka bakar. Pemberian cairan
intravena akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskuler, meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah. Cairan kristaloid umumnya digunakan sebagai terapi
lini pertama, dapat dilanjut - kan dengan cairan koloid apabila cairan kristaloid
tidak adekuat atau membutuhkan efek penyumbat untuk membantu mengurangi
perdarahan. Cairan kristaloid yang umum digunakan sebagai cairan resusitasi
pada syok adalah RL, NaCl 0,9%, dan dextrose 5%. Terapi pada syok antara lain:
1. Tentukan defi sit cairan.
2. Atasi syok: berikan infus RL (jika terpaksa NaCl 0,9%) 20
mL/kgBB dalam .-1 jam, dapat diulang. Apabila pemberian cairan
kristaloid tidak adekuat/gagal, dapat diganti dengan cairan koloid,
sepert HES, gelatin, dan albumin.
3. Bila dosis maksimal, cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi
syok, dapat diberi noradrenaline, selanjutnya apabila tidak terdapat
perbaikan, dapat ditambahkan dobutamine.
4. Sisa defi sit 8 jam pertama: 50% defi sit + 50% kebutuhan rutin; 16
jam berikutnya : 50% defi sit + 50% kebutuhan rutin.
15

5. Apabila dehidrasi melebihi 3-5% BB, periksa kadar elektrolit;


jangan memulai koreksi defi sit kalium apabila belum ada diuresis.
Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai
perbaikan outcome hemodinamik klinis, seperti;
MAP (mean arterial pressure) 65 mmHg
CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg
Urine output 0,5 mL/kgBB/jam
Central venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen
saturation 70%
Status mental normal
16

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tn. N, 37 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh perut, kembung, dan
tidak bisa BAB, disertai sesak nafas, takikardi, hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Peritonitis, Syok Hipovolemik. Penatalaksanaan awal yang
diberikan kepada pasien adalah pemberian oksigen, Oksigen Non rebreating mask
10 lpm, IVUD 2 jalur Loading RL 1000cc/1 jam, Posisi setengah duduk, IVFD
NaCl 0,9% 40 tpm , Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr, Inj. Ranitidin 2 x 50 mg, Inf.
Paracetamol 3 x 1 fls (k/p), NGT, Sp. Dobutamin 5.04 ml/jam, observasi keadaan
umum dan tanda vital. Konsul ke spesialis bedah digestif.
17

Daftar Pustaka

1. George Y, Harijanto E, Wahyuprajitno B. Syok: Definisi, Klasifikasi dan


Patofisiologi. In: Harijanto E, editor. Panduan Tatalaksana Terapi Cairan
Perioperatif. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan
Reanimasi Indonesia; 2009. p. 16-36.
2. Guyton A, Hall J. Circulatory Shock and Physiology of Its Treatment
(Chapter 24). Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia,
Pensylvania: Saunders; 2010. p. 273-84.
3. Armstrong DJ. Shock. In: Alexander MF, Fawcett JN, Runciman PJ,
editors. Nursing Practice Hospital and Home. 2nd ed. Edinburg: Churchill
Livingstone; 2004.
4. Warsinggih. Bahan Ajar Peritonitis Dan Illeus.[Journal]. Makassar :
Fakultas Kedokteran Universitas Hasannudin, 2013
5. Leksana, Ery. Dehidrasi dan Syok. [Journal]. Semarang : Bagian Anestesi
dan Terapi Intensif RSUP dr. Kariadi/Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, 2015

Anda mungkin juga menyukai