LAPORAN KASUS
Peritonitis
Syok Hipovolemik
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap
rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Pada pasien ini tidak ada ditemukan
kelainan neurologis. GCS (E4M6V5), pupil isokor +/+, refleks cahaya +/+
Tatalaksana awal :
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah baringkan pasien pada bed pasien dengan
posisi setengah duduk, pemberian oksigenasi, dan pemasangan kateter IV line ke-
2.
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Seluruh Perut
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri diseluruh permukaan perut sejak 2 hari
yang lalu. Nyeri dirasa timbul tiba-tiba, diawali nyeri pada ulu hati yang
kemudian menjalar ke perut bawah dan nyenyebar ke seluruh permukaan perut.
pasien mengeluh perut terasa kembung dan penuh dan belum ada BAB sejak 2
hari terakhir, BAK (+). Mual (-) muntah (-) nafsu makan menurun. pasien juga
mengeluh sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Sesak lebih berat pada saat berbaring
dibandingkan pada saat duduk dan setengah duduk. Sesak idak dipengaruhi
perubahan suhu ataupun tidak dipicu oleh peningkatan aktivitas tubuh. Keluhan
nyeri dada disangkal.
6
Riwayat Kebiasaan:
Sering mengonsumsi makanan yang asin dan berlemak (+), merokok (+) dan
minum alkohol (-).
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+, pupil isokor
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (+)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Retraksi
+/+ suprasternal dan intercostal.
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
7
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas ICS II linea parasternal dextra dan sinistra
Batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi : Defans muscular, nyeri tekan (+) seluruh regio abdomen
Perkusi : redup (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT > 2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-/-)
Pemeriksaan EKG
2.2.5. Diagnosa
- Peritonitis
- Syok Hipovolemik
2.2.6. Penatalaksanaan
- Oksigen Non rebreating mask 10 lpm
- Loading RL 1000cc
- Posisi setengah duduk
- IVFD 2 jalur NaCl 0,9% 40 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
- Inf. Paracetamol 3 x 1 fls (k/p)
- NGT
- Sp. Dobutamin 5.04 ml/jam
- Observasi KU dan TTV
2.2.7. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Peritonitis4
3.1.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi
rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut,
dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum,
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung
pada perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.
Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum
Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok.
Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar
bising usus
Rigiditas abdomen atau sering disebut perut papan, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi
terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai
respon terhadap iritasi peritoneum
Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
Tidak dapat BAB/buang angin.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak
karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan
peritoneum.
Distensi perut
2. palpasi
Nyeri tekan dan nyeri lepas
Defense muskuler positif
3. Auskultasi
suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
nyeri ketok positif
hipertimpani akibat dari perut yang kembung
12
redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara
akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/L ) dengan pergeseran ke kiri pada
hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais
dapat terjasi lekopenia.
Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan
gambaran ileus obstruksi
Penebalan dinding usus akibat edema
Tampak gambaran udara bebas
Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu
dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok
hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG
abdomen, CT scan, dan MRI.
3.1.5 Tatakalsana
A. Terapi Antibiotik
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama
adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil
kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian
terapi biasanya 5-10 hari.
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada
urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif
lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut.
Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam dan
kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
B. Intervensi Non-Operatif
13
3.1. SYOK5
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi
akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau
kehilangan darah 20% EBV (estimated blood volume). Secara umum, syok
dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu:
1. Hipovolemik (volume intravaskuler
berkurang)
2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)
3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju
jantung)
4. Distributif (vasomotor terganggu)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tn. N, 37 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh perut, kembung, dan
tidak bisa BAB, disertai sesak nafas, takikardi, hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis Peritonitis, Syok Hipovolemik. Penatalaksanaan awal yang
diberikan kepada pasien adalah pemberian oksigen, Oksigen Non rebreating mask
10 lpm, IVUD 2 jalur Loading RL 1000cc/1 jam, Posisi setengah duduk, IVFD
NaCl 0,9% 40 tpm , Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr, Inj. Ranitidin 2 x 50 mg, Inf.
Paracetamol 3 x 1 fls (k/p), NGT, Sp. Dobutamin 5.04 ml/jam, observasi keadaan
umum dan tanda vital. Konsul ke spesialis bedah digestif.
17
Daftar Pustaka