Anda di halaman 1dari 7

KONSEPSI TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK DAN

PEREMPUAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK
KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA
( Untuk memenuhi tugas mata kuliah ISBD yang dibina oleh
Bapak Supriyadi, S.pd )

Oleh :
NAMA : FITROTUL LAILI MANAZILA ALAM
NIM : 201310070311151
KELAS/JURUSAN : 1D/ PEND.BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNiVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013/2014
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN
PERDAGANGAN MANUSIA

Oleh :
FITROTUL LAILI MANAZILA ALAM (201310070311151)
E-MAIL/FB : Zila.alam@gmail.com / Zhiel Zhie

A. SINDIKAT PENJUALAN ANAK DAN PEREMPUAN


Trafficking (Perdagangan Orang) adalah segala tindakan terhadap perempuan dan
anak yang meliputi : perekrutan, pengangkutan, pemberangkatan antar daerah/antar
negara pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara
atau di tempat tujuan. Dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik,
penculikan, penipuan, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika orang tidak
memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan uang dan
sebagainya).Memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan dimana
perempuan dan anak-anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual,
buruh migran ilegal mau legal, adopsi anak, pengantin pesanan, kawin kontrak,
pembantun rumah tangga, pengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang,
penjualan organ tubuh manusia, kerja paksa serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Perdagangan perempuan dan anak, makin menyedihkan. Perkembangan terkini
menyebutkan, sekitar 750.000 sampai 1.070.000 anak dan perempuan Indonesia
diperdagangkan setiap tahunnya. Lebih menyedihkan lagi, sebagian besar korban
diperjual-belikan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Selebihnya, dipekerjakan
sebagai pembantu rumah tangga, pengemis, pengedar narkotika dan obat-obatan
terlarang serta bentuk-bentuk lain rnulai dan eksploitasi kerja seperti di rumah makan,
pekerja bar, karaoke dan perkebunan.
Dalam catatan Kepolisian RI tahun 2000, misalnya, disebutkan ada 1.400 kasus
pengiriman perempuan secara ilegal ke luar negeri. Penyebabnya, banyaknya jumlah
keluarga miskin dan angka putus sekolah di berbagai tingkat pendidikan. Berikut
menurunnya kesempatan kerja dan maraknya konflik sosial di berbagai daerah telah
menjadi faktor pendorong timbulnya perdagangan perempuan dan anak.
Faktor lainnya, karena semakin rnelemahnya peranan lembaga keluarga dan solidaritas
warga masyarakat untuk melaksanakan fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial
dan psikologis sekaligus kontrol terhadap paranan aggotanya.
Bentuk perdagangan perempuan dan anak dapat dikelompokkan, antara lain:
Menjadikannya sebagai pembantu rumah tangga, akibat dan krisis ekonomi.
Menjadikannya sebagai komoditas seksual (dilacurkan) dan pomografi.
Menjadikannya sebagai tenaga perahan untuk pekerjaan-pekerjaan dalarn
kurungan, perbudakan, budak paksa atau tenaga kerja paksa antara lain: pekerja
anak untuk, jermal, perkebunan.
Menjadikannya sebagai pengemis, pengamen atau pekerjaan jalanan lainnya.
Adopsi palsu dan/ atau penjualan bayi, yang seringkali ditemukan di daerah
konflik atau daerah miskin.
Menjadikannya sebagai isteri melalui pengantin pesanan (Mail Order Bride)
yang kemudian dieksploitasi.
Menjadikannya sebagai alat untuk melakukan perdagangan narkotika
Dipekerjakan di perkebunan dan pabrik-pabrik atau tenaga kasar dengan upah
sangat murah.
Menjadikannya sebagai obyek/sasaran eksploitasi seksual oleh orang yang
mengidap pedofilia, atau orang-orang yang mempunyai kepercayaan tertentu
yang hanya mau melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
Menjadikannya sebagai obyek percobaan di bidang ilmu pengetahuan atau
obyek pencangkokan organ tubuh.
Menjadikannya sebagai komoditi dalam pengiriman tenaga kerja imigran.
Menjadikannya sebagai alat bayar hutang.
Bentuk dan motif-motif lain yang hampir serupa dengan beberapa di atas.
Modus operandi tersebut, bisa saja terjadi dengan melibatkan pihak-pihak mulai dan
keluarga, kawan, calo, penyalur tenaga kerja (agen), oknum aparat, sindikat serta
pengguna. Kejahatan ini juga merupakan kejahatan terorganisir dan terencana. Sebagai
contoh, seorang anak perempuan di Indramayu sudah dipersiapkan sejak kecil yang
nantinya dapat ditrafik menjadi pelacur. Atau agen di desa sengaja menjebak keluarga
miskin yang mempunyai anak perempuan untuk berhutang dengan bunga yang tinggi
sehingga tidak dapat membayar, akhirnya menyerahkan anak perempuannya. Jebakan
hutang ini tidak saja dilakukan di pedesaan, tapi juga terjadi di daerah-daerah miskin
lainnya.
B. PENYEBAB MARAKNYA PERDAGANGAN MANUSIA
Akhir-akhir ini perdagangan manusia/orang semakin banyak dibicarakan di tingkat
masyarakat umum, khususnya di pedesaan hampir seluruh nusantara ini dan khususnya
di NTT. Ini disebabkan banyak yang menjadi korban dari perdagangan manusia/orang
ini adalah orang-orang yang tinggal di pedesaan yang terkena rayuan dari agen-agen
perusahaan tenaga kerja yang tidak jelas keberadaannya. Penyebab utama dari
banyaknya kasus perdagangan manusia/orang ini adalah kemiskinan.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS (Badan Pusat Statistik)
memperkirakan bahwa pada tahun 2004 sekitar 1,152 juta penduduk atau 27,86 %
tergolong miskin, yaitu tingkat konsumsi mereka kurang dari garis kemiskinan yang
besarnya Rp 102.635 per kapita/bulan. Hampir 90% dari penduduk miskin tersebut
berada di pedesaan dan 82% bermatapencaharian di sektor pertanian.
Ada penyebab lain juga yang memperkuat seringnya terjadi trafficking antara lain;
pengangguran dan lapangan kerja yang terbatas, pendidikan rendah, kurangnya
informasi yang benar, ketidaksetaraan gender (kekerasan, marginalisasi, stigmatisasi,
beban ganda, subordinasi), penegakan Hak ASasi Manusia yang lemah, budaya
permissive, hedonisme, konsumerisme dan nilai-nilai kemanusiaan yang dikalahkan
dengan iming-iming gaji tinggi (brosure Anti Trafficking, CWTC).
Kondisi di atas membuat orang khususnya perempuan berlomba-lomba untuk
mencari sumber pemasukan dengan mendaftar sebagai Tenaga Kerja ke luar negeri
dengan bayangan bahwa di negeri orang akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik
walaupun terkadang dengan cara yang tidak aman atau ilegal. Bahkan sampai
menggunakan jasa atau terkena rayuan agen-agen yang sama sekali belum dikenal oleh
para tenaga kerja.
C. UPAYA HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN
PERDAGANGAN MANUSIA
Konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk Diskrimanasi terhadap
Perempuan 1979 (Convention on Elimination Against all form of Discrimination
Against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU
No.4/1984 mencantumkannya dalam pasal 6: Aparat negara akan mengambil semua
tindakan yang tepat, termasuk perundang-undangan, untuk menekan semua bentuk
perdagangan terhadap perempuan dan eksploitasi pekerja seks perempuan. Secara
sederhana perdagangan perempuan adalah tindak pidana yang bertujuan melakukan
eksploitasi untuk mencari keuntungan materi maupun non materi dengan cara
melacurkan perempuan/anak, memaksa menjadi pekerja, dan tindakan pemerasan dan
ancaman yang memanfaatkan fisik, seksual/reproduksi tenaga, atau kemampuan oleh
pihak lain secara sewenang-wenang.
Definisi dan hal-hal yang terkait dengan hukum yang memberi kepastian bagi
perempuan yang diperdagangkan untuk mendapat perlindungan dan bantuan dapat
dilihat dalam ketentuan hukum baik nasional maupun internasional. Di Indonesia
KHUP (Kitab Hukum Acara Pidana) telah mencantumkan pasal 297 dan 378 bisa
menjerat pelaku yang menjual dan memperdangankan perempuan. Indonesia juga telah
meratifikasi CEDAW (Convention on Elimination all forms of Discrimination Against
Women) dalam UU No.7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan, dan UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU
No.39.Th.2004 tentang Perlindungan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri(UU PPTKILN).
Perlindungan korban perdagangan manusia dapat mencakup bentuk perlindungan
yang bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang konkret (langsung). Perlindungan
yang abstrak pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa dinikmati
atau dirasakan secara emosional (psikis), seperti rasa puas (kepuasan). Sementara itu,
perlindungan yang kongkret pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang dapat
dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa atau bersifat materii maupun
nonmateri.
Pemberian yang bersifat materi dapat berupa pemberian kompensasi atau restitusi,
pembebasan biaya hidup atau pendidikan. Pemberian perlindungan yang bersifat
nonmateri dapat berupa pembebasan dari ancaman, dari pemberitaan yang merendahkan
martabat kemanusiaan.
Perlindungan terhadap korban perdagangan manusia dapat dilakukan melalui
hukum, baik hukum administrasi, perdata, maupun pidana. Penetapan tindak pidana
perdagangan manusia dan upaya penanggulangan perdagangan manusia dengan hukum,
melalui berbagai tahap, sebenarnya terkandung pula upaya perlindungan bagi korban
perdagangan manusia, meski masih bersifat abstrak atau tidak langsung. Namun, dapat
dikatakan bahwa dewasa ini, pemberian perlindungan korban kejahatan oleh hukum
pidana masih belum menampakan pola yang jelas. Perumusan (penetapan) perbuatan
perdagangan manusia sebagai tindak pidana (dengan sanksi pidana) dalam peraturan
perUndang-Undangan pada hakikatnya merupakan pemberian perlindungan secara tidak
langsung, terhadap korban kejahatan.
Salah satu upaya perlindungan korban dalam kasus perdagangan manusia adalah
dalam melalui putusan pengadilan atas peristiwa tersebut. Asumsinya, semakin tinggi
jumlah ancaman pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku perdagangan manusia berarti
korban telah mendapatkan perlindungan Hukum, karena dengan pengenaan pidana yang
berat terhadap pelaku diharapkan tidak akan terjadi peristiwa serupa, dengan kata lain
para calon pelaku akan berfikir dua kali kalau akan melakukan perdagangan manusia
mengingat ancaman yang berat tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak korban perdagangan manusia
saat ini masih dirasakan kurang efektif. Hal ini terlihat dari sangat jarangnya
pidana yang berat yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku perdagangan
manusia. Belum adanya sanksi berupa ganti rugi terhadap pelaku perdagangan
manusia juga menambah adanya rasa ketidak adilan pada korban perdagangan
manusia yang telah menderita baik secara fisik, mental, maupun ekonomi.
2. Upaya Polri dalam Penanggulangan Kejahatan Perdagangan Manusia dilakukan
dengan berbagai cara disesuaikan dengan kompleksitas dari kejahatan itu
sendiri. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan Perlindungan
Hukum terhadap korban Kejahatan Perdagangan perempuan dan anak bersumber
dari beberapa faktor, antara lain: adanya peningkatan permintaan pekerja
migran, semakin berkembangnya jaringan trafiking internasional, masih adanya
kebijakan-kebijakan yang bersifat diskriminatif, belum memadainya kualitas dan
kuantitas aparat penegak hukum, rendahnya kesadaran hukum dari masyarakat
(korban, keluarga dan aparatur pemerintah).
B. Saran
1. Guna memberikan perlindungan hukum yang memadai pada korban kejahatan
perdagangan perempuan dan anak diluar negeri, disarankan Indonesia
menempatkan wakilnya di luar negeri yang secara khusus bertugas dalam
memberikan advokasi/bantuan hukum pada para korban.
2. Perlunya diaktifkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagai sarana
korban perdagangan manusia untuk menuntut kepada pelaku tindak pidana
perdagangan manusia, ganti rugi atau rehabilitasi atas kerugian yang telah dialami
korban perdagangan manusia.
3. Selain memberikan perlindungan secara materiil melalui ancaman pidana terhadap
pelaku tindak pidana, pemerintah juga perlu memikirkan masalah perlindungan
secara formil atau di lapangan seperti tempat penampungan sementara, rumah
aman dan program reintegrasi dan reunifikasi korban dengan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA
ACILS dan ICMC, Pendampingan Korban Perdagangan Manusia dalam Proses
Hukum di Indonesia: Sebuah Panduan Untuk Pendampingan Korban, 2004.
Arief, Barda Nawawi., Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, 1998.
__________________, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007.
http://wartafeminis.com/2009/11/06/upaya-upaya-menghentikan-perdagangan-
perempuan/
http://www.goodreads.com/book/show/8557524-perdagangan-perempuan-dan-anak-di-
indonesia,

Anda mungkin juga menyukai