BAB II
KAJIAN PUSTAKA
13
14
selain
menggunakan
rempah-rempah
yang
diasapkan
juga
15
16
Gurah vagina ini sesuai dengan namanya yaitu tongkat gurah vagina,
dalam penggunaannya berbeda dengan gurah vagina teknik ratus. Gurah vagina
ini menggunakan tongkat sebagai media dalam perawatan organ intim yaitu
dengan cara memasukkan secara perlahan TGV ke dalam vagina dan diamkan
selama 2 menit kemudian tarik TGV dari vagina secara perlahan. Maka lendirlendir yang kotor dan tidak bermanfaat akan menempel pada TGV tersebut.
Namun teknik gurah vagina dengan TGV ini hanya dianjurkan khusus untuk
wanita yang sudah menikah.
Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan TGV adalah Clerodendron
serratum (daun senggugu), ekstrak daun sirih, majakan, Parameriae cortex (kayu
rapat), Callae, Gausumae folium dan rempah-rempah lainnya) (Detik.com, 2012).
Selain gurah vagina dengan menggunakan ratus dan tongkat gurah vagina
(TGV), di pasaran banyak berbagai produk yang ditawarkan sesuai dengan
17
18
Gambar produk tissue majakani dapat dilihat seperti gambar 2.2 tersebut
di atas, cara penggunaan dari produk tersebut ada dua cara penggunaan adalah
sebagai berikut.
a. Gunakan tissue majakani pada organ intim kewanitaan dengan
memasukkan sebagian saja dari bagian tissue kemudian biarkan di dalam
selama 15-20 menit.
b. Gunakan tissue majakani dengan cara diusap dari arah dalam ke arah luar
organ intim kewanitaan tanpa perlu di bilas kembali.
Selain dua jenis produk tersebut di atas, masih banyak produk-produk lain
dengan merk atau brands berbeda yang ditujukan untuk organ intim kewanitaan.
Penggunaannya pun berbeda antara produk satu dengan lainnya walaupun
fungsinya secara umum sama.
19
b. Ketika arang sudah panas dan terlihat ada bara maka ratus (ramuan rempahrempah yang sudah diracik) ditaburkan di atas arang yang sudah menjadi
bara tersebut sehingga akan menimbulkan asap dengan aroma khas dari
rempah-rempah yang sudah disiapkan.
c. Kemudian berdiri di atas ratus yang sudah berasap atau menggunakan kursi
yang berlubang ditengahnya tanpa menggunakan pakaian dalam, hanya
menggunakan sarung sebagai penutup agar proses pengasapan berjalan
maksimal dan diarahkan ke organ intim wanita.
d. Proses ratus bakar ini berlangsung selama 15-20 menit.
2) ratus rebus merupakan teknik gurah vagina dengan cara penguapan, tahapan
dalam ratus rebus ini adalah sebagai berikut.
a. Air direbus dalam wadah panci sampai mendidih.
b. Setelah air mendidih masukkan ratus yang terdiri dari rempah-rempah.
c. Kemudian berdiri di atas rebusan air ratus tersebut tanpa menggunakan
pakaian dalam dan uap diarahkan ke organ intim kewanitaan.
d. Proses ini berlangsung selama 15-20 menit.
e. Air sisa rebusan dari ratus tersebut juga dapat digunakan untuk membasuh
organ intim kewanitaan.
Perawatan gurah vagina teknik ratus ini, baik dengan ratus bakar maupun
ratus rebus dilakukan maksimal 2 kali dalam sebulan. Kondisi terbaik untuk
seorang perempuan dengan siklus menstruasi yang baik adalah melakukan
gurah vagina teknik ratus setelah menstruasi dan 2 minggu menjelang
menstruasi (Lavander, 2011). Berbeda dengan wanita yang baru melahirkan
20
21
22
23
24
bahan kimia berbahaya maka resiko terhadap kedua jenis perawatan tersebut
tentunya akan berbeda pula.
Gurah vagina ini khususnya yang menggunakan ratus sebagai salah satu
bentuk perawatan organ intim sedang banyak diminati oleh kaum wanita,
terutama untuk para calon pengantin (Hanum, 2011). Di Indonesia sejak zaman
kerajaan orang-orang jawa sering menyebutnya dengan istilah Ratus Spa,
sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu ratus dari bahan herbal. Proses
perawatannya dengan penguapan dan dijadikan tradisi oleh kebanyakan orang
jawa untuk menjaga kesehatan daerah organ intim. Bahan yang digunakan seperti
daun sirih dipercaya mengandung antiseptik alami sekaligus aman untuk
membersihkan vagina.
25
26
menyebar sampai ke dalam. Hal-hal tersebut di atas yang telah diuraikan dari segi
subyeknya juga diperhatikan dari segi peralatan dan bahan yang digunakan.
Peralatan harus pada kondisi steril dan bahan yang digunakan juga tidak
mengandung bahan yang berbahaya dan tidak merubah pH vagina sehingga flora
normal yang memang sudah ada secara alami tidak terganggu fungsinya (Suara
Merdeka, 2010).
bakteri cenderung
27
banyak hal, di antaranya konsumsi antibiotik, darah haid, semen (cairan sperma),
douching (cairan pembersih), dan kebiasaan tidak sehat seperti enggan mengganti
celana dalam, atau memakai pakaian atau celana panjang yang sangat ketat.
Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat
mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi media dahulu
sebelum menggunakan cairan pembersih vagina (Kissanti, 2008).
Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks, iritasi
berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel yang
akhirnya menjadi kanker (Anolis, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
di Amerika Serikat, bahwa ternyata dengan semakin sering melakukan douching
atau pembersihan vagina ada kemungkinan terkena gangguan kesehatan itu
semakin besar. Sedangkan menurut pakar kesehatan, bahwa sesungguhnya ada
baiknya jika wanita itu tidak terlalu sering melakukan douching untuk
membersihkan vaginanya, karena justru akan membuat pH (tingkat kelembaban)
di vagina menjadi tidak seimbang (Indsrofa, 2010).
Beberapa masalah kesehatan yang disebabkan oleh douching adalah iritasi
pada vagina atau infeksi yang biasa disebut Bacterial Vaginosis (BV). Sedangkan
infeksi yang terjadi pada rongga panggul biasanya disebut Pelvic Inflammatory
Disease (PID). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ternyata douching
berefek pada kemampuan bagi seorang wanita untuk hamil, apabila melakukan
douching lebih dari sekali dalam seminggu ternyata memiliki tingkat kehamilan
yang rendah (Indsrofa, 2010).
28
Selain itu masalah kesehatan lain yang timbul akibat vaginal douching
yang umum dikenal dengan istilah pencucian vagina adalah Kondiloma
Akuminata (KA) yang merupakan salah satu jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di seluruh negara termasuk Indonesia. Dengan kata lain
bahwa vaginal douching yang dilakukan dengan tujuan ataupun alasan untuk
membilas darah setelah menstruasi, membersihkan vagina setelah melakukan
hubungan seksual, mencegah IMS dan membersihkan sperma untuk mencegah
kehamilan dan bau tak sedap secara teoritis dan medis bertolak belakang karena
akan merubah keseimbangan kimiawi dan flora vagina yang dapat menyebabkan
organ intim kewanitaan lebih rentan terhadap infeksi bakteri serta douching dapat
menyebarkan infeksi vaginal atau servikal yang mengarah ke organ-organ panggul
(rahim, tuba fallopii, dan ovarium) (Gama et al, 2008).
29
terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau praktik, terbuka, dan dapat
diamati oleh orang lain.
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua jenis
sebagai berikut (Maulana, 2009).
1. Determinan (faktor internal), yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, umur, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebagainya.
2. Determinan (faktor eksternal), yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.
Tim kerja dari WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan
seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok yaitu: 1)
pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang
terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain.
b. Kepercayaan
30
31
32
33
34
Selain itu juga ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku. Benyamin Bloom (1908) dalam Mubarak, (2012)
menyatakan bahwa perilaku tersebut bersifat sangat kompleks dan mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas dimana perilaku itu terdiri dari tiga domain yang
meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor. Perilaku ditentukan atau terbentuk oleh
3 faktor sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007).
1. Faktor Penentu (predisposing factors)
Faktor faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, misalnya
pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu
tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun
janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai
masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan.
Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk
memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.
Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku,
maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor Pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan
35
36
Pendidikan
Kesehatan
Kelompok
perempuan
yang tidak
melakukan
gurah vagina
teknik ratus
Faktor
Enabling
Kesan virginitas
Kesehatan
Kelompok
perempuan
yang
melakukan
gurah vagina
teknik ratus
Faktor
Reinforcing
37
38
39
Persepsi juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu karakteristik dari stimuli,
hubungan stimuli dengan sekelilingnya, dan kondisi-kondisi dalam diri individu
itu sendiri yang bersifat internal dan personal (Setiadi, 2010). Organisasi persepsi
mempunyai beberapa prinsip dasar yaitu: 1) wujud dan latar dimana berbagai
obyek yang diamati dari lingkungan sekitar merupakan cerminan wujud, 2) pola
pengelompokkan, terkadang kita cenderung untuk mengelompokkan hal-hal
tertentu yang kemudian dilakukan proses pengamatan, 3) ketetapan, manusia
cenderung akan mempersepsikan segala sesuatu sebagai sesuatu yang tidak
berubah walaupun sebenarnya indera kita sudah menangkap adanya perubahan.
Dengan adanya prinsip organisasi persepsi tersebut di atas, maka ketika
seseorang mempersepsikan tentang sesuatu hal secara visual, maka akan diperoleh
suatu bentuk persepsi yang utuh dan terarah sehingga makna dari persepsi yang
dibentuk
melalui
proses
awal
stimulus
dari
luar
tidak
salah
dalam
mempersepsikannya. Persepsi setiap individu tidak akan sama dari stimulus yang
didapat dari lingkungan sekitarnya, sehingga sangat penting persepsi ini terwujud
berdasarkan kumpulan dari berbagai obyek yang penilaiannya sesuai dengan
pemahaman karena akan berdampak secara langsung terhadap perubahan perilaku
dari seseorang. Perubahan perilaku juga tidak lepas dari pembentukan persepsi
melalui proses awal yang diterima oleh panca indera yang kemudian terwujud
dalam suatu tindakan. Persepsi akan memberikan perubahan nyata pada perilaku
seseorang yang akhirnya akan memberikan dampak yang positif maupun negatif
tergantung dari fokus permasalahan yang akan diamati.
40
41
yang
mudah
diperoleh
akan
mempercepat
usaha
untuk
seseorang
C. Tingkat Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
adalah
suatu
mengembangkan
42
akan semakin banyak. Semakin rendah tingkat pendidikan, maka akan terbatas
pula perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi (Mubarak,
2011). Grimley et al. (2006) menyatakan bahwa wanita yang secara teratur
melakukan douching diperoleh persentase 28,5% yang tidak sekolah menengah
umum (SMU) atau pendidikan umum, 17,6% wanita yang berjenjang pendidikan
SMU atau pendidikan umum, 13,0% tanpa gelar kesarjanaan, 3,7% dengan gelar
kesarjanaan (S1) atau lebih tinggi dan lainnya 37,2%.
D. Tradisi
Tradisi berkaitan dengan kebudayaan dan juga kebiasaan, dimana
kebudayaan merupakan suatu faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang
yang paling mendasar dalam pengambilan keputusan dan perilaku. Perubahan
dalam nilai-nilai yang dianut selanjutnya akan membawa pada kepercayaan dan
sikap yang baru terhadap produk-produk yang dipakainya Produk atau layanan
yang dikonsumsi akan memperlihatkan perbedaan sosial yang dimiliki, sehingga
berakibat pada perubahan perilaku (Setiadi, 2010). Tradisi atau kebiasaan adalah
sesuatu yang telah dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat (Wikipedia, 2013). Pembentukan
perilaku salah satu caranya adalah kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara
membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan
terbentuklah perilaku tersebut (Walgito, 2010). Kebiasaan merupakan suatu titik
pertemuan yang berasal dari pengetahuan, keterampilan dan keinginan atau
kemauan dari diri sendiri. Apabila kita dapat mengubah kebiasaan yang sering
43
dilakukan maka kebiasaan yang bersifat negatif akan menjadi kebiasaan yang
lebih baik dari sebelumnya dan efektif.
E. Status Ekonomi
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang di lingkungan masyarakat
yang dinilai dan dikategorikan berdasarkan pendapatan per bulan dimana status
ekonomi ini mempunyai kecenderungan yang relatif besar sebagai pembentuk
gaya hidup (life style), pada umumnya status ekonomi yang sudah tergolong di
atas rata-rata biasanya ketersediaan dalam pemenuhan kebutuhan primer dan
sekunder sudah tercover dengan baik (Suparyanto, 2010). Status ekonomi
berhubungan dengan pekerjaan seseorang, pekerjaan akan mempengaruhi barang
dan jasa yang dibelinya (Setiadi, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McKee et al., (2009), vaginal
douching dilakukan oleh perempuan Amerika pada kalangan minoritas khususnya
perempuan yang berkulit hitam sebesar 55%, 34% Latinos dan 53% berasal dari
status sosial ekonomi yang rendah. Data yang diperoleh berdasarkan hasil
penelitian di atas, kalangan minoritas menempati persentase terbesar karena
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi vagina.
F. Fasilitas Pendukung
Fasilitas merupakan segala sesuatu yang berfungsi sebagai penunjang
dalam memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu kegiatan. Fasilitas yang
disediakan baik berupa sarana dan prasarana merupakan suatu faktor pendukung
dalam pengambilan keputusan seseorang terhadap objek yang dipilih (Tjiptono,
2006). Menurut Notoatmodjo (2007) ketersediaan fasilitas akan mendukung dan
44
45
Penilaian terhadap obyek sikap dengan kategori bagus dan tidak bagus.
Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap rangsangan atau obyek. Sedangkan perilaku merupakan respon individu
terhadap suatu stimulus atau rangsangan yang dapat diamati secara langsung dan
mempunyai frekuensi, durasi dan tujuan yang disadari maupun yang tidak disadari
yang merupakan kumpulan dari berbagai faktor yang saling berinteraksi
(Ferrinadewi, 2008).
H. Dukungan Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pengambilan
keputusan. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat dalam
pengambilan keputusan, pada umumnya dukungan ini berupa dukungan dari
lingkungan terdekat yaitu terutama keluarga yang memberikan motivasi dan
perhatian terhadap suatu obyek. Marliyah dkk, 2004;63 (dalam Sugiarti, 2011;12)
dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk bantuan yang diterima dari
individu lain dalam artian sebagai orang terdekat diantara anggota keluarga.
Dukungan keluarga merupakan pemberian bantuan baik berupa materi maupun
moral dan spiritual yang membuat seseorang merasa diperhatikan, bernilai,
dicintai dan diterima dalam keluarga.
I. Media massa
Media massa merupakan salah satu sumber informasi terhadap suatu
pemanfaatan layanan yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang melalui
iklan baik berupa gambar maupun tulisan. Media merupakan suatu perantara atau
pengantar. Media massa bisa berupa media cetak dan elektronik yang cenderung
46
dimana
internet
menyediakan
berbagai
macam
situs
untuk
47