“Gatal Banget..”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Blok Reproduksi
Oleh : Kelompok 5
2021
DAFTAR ISI
SKENARIO 4 .................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................. 3
BAB II ................................................................................................................ 6
Gatal Banget..
10 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
2.2 Peta Masalah
11 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
2.3 Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi vulvovaginitis
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi
vulvovaginitis
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi
vulvovaginitis
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor
risiko vulvovaginitis
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi
vulvovaginitis
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik
vulvovaginitis
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang
vulvovaginitis
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis
vulvovaginitis
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding
vulvovaginitis
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana
vulvovaginitis
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi
vulvovaginitis
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis vulvovaginitis
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan
vulvovaginitis
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi Islam
vulvovaginitis
12 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
BAB III
13 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
Berdasarkan pedoman pengobatan dari STD tahun 2015,
vulvovaginitis candidiasis dapat diklasifikasikan menjadi uncomplicated
dan complicated berdasarkan fitur-fitur berikut:
14 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
Menurut studi epidemiologi, insiden tertinggi dilaporkan oleh
epidemiologi penelitian yang dilakukan di negara-negara Afrika, seperti:
Nigeria (57,3%) dan Tunisia (48,0%), diikuti oleh Brasil (47,9%) dan
Australia (30,5%). Paling rendah insiden dilaporkan di negara-negara
Eropa, seperti Yunani (12,1%) dan Italia (19,5%). Menurut penelitian
yang dilakukan di Divisi Menular Seksual Klinik Rawat Jalan
Departemen Dermatologi dan Kelamin at Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo, Surabaya, Timur Jawa, Indonesia dari 2011 hingga 2013, dari
869 kasus keputihan, diperoleh 213 kasus dan terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2012, VVC ditemukan pada 69 kasus (22,69%)
dari 304 pasien yang mengalami keputihan. Pada tahun 2013, jumlah
Kasus VVC meningkat menjadi 75 (28,63%) dari 262 pasien yang
mengalami keputihan.[7]
Infeksi endogen genitalia wanita merupakan infeksi pada vagina yang
tidak menular secara seksual, namun disebabkan oleh perubahan
keseimbangan bakteri endogen vagina, termasuk bacterial vaginosis (BV)
dan kandidiasis vulvovaginalis (KVV). Keduanya menimbulkan angka
kejadian tinggi, dengan prevalensi BV di Amerika Serikat 29% dan
prevalensi KVV 70-75% pada wanita usia reproduktif. Angka
kesembuhan jangka panjang rendah, BV kambuh pada 40% wanita dalam
3 bulan setelah selesai terapi antibiotika dan pada 50% wanita setelah 6
bulan terapi. Survei di Amerika Serikat menunjukkan 6,5% wanita
mengalami >1 episode KVV dan 8% mengalami >4 episode KVV dalam
setahun.[8]
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor
risiko vulvovaginitis
a. Etiologi Vulvovaginitis
1) Penyebab utama vulvovaginitis pada remaja atau wanita muda
adalah kebersihan yang sangat buruk, yang menyebabkan
kontaminasi dengan kotoran (feses). Bakteri penyebab
vulvovaginitis termasuk Streptococcus, Escherichia, dan
Staphylococcus. Infeksi cacing kremi juga dapat terjadi.
15 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
2) Pada remaja perempuan atau wanita muda daerah vagina sangat
sensitif dan mungkin teriritasi oleh banyak penyebab.
Kemungkinannya termasuk sabun atau deterjen tertentu dan
pakaian ketat atau pakaian dalam.
3) Pada remaja perempuan, penyakit menular seksual (gonore atau
infeksi dengan bakteri Chlamydia atau parasit Trichomonas) harus
mengarah pada evaluasi segera untuk kemungkinan pelecehan
seksual.9
4) Candidal vulvovaginitis disebabkan oleh inflamasi pada epitel
vagina dan vulva disebabkan infeksi oleh spesies Candida, paling
sering Candida albicans. Candida adalah bagian dari flora normal
pada banyak wanita dan seringkali dilaporkan asimtomatik. Oleh
karena itu, penegakan diagnosis dari candidal vulvovaginitis
membutuhkan kehadiran candida di vagina / vulva serta gejala
iritasi, gatal, disuria, atau peradangan.10
b. Faktor Risiko Vulvovaginits
16 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi
vulvovaginitis
Patogenesis kandidiasis vulvovaginitis terdiri atas dua mekanisme.
Mekanisme pertama adalah bagaimana kolonisasi asimtomatis di vagina
berubah menjadi vaginitis simtomatis. Mekanisme kedua adalah
beberapa wanita mengalami kekambuhan dan infeksi kronis KVV.
Candida spp. akan masuk ke dalam lumen vagina terutama dari daerah
perianal. Adanya faktor predisposisi memudahkan pseudohifa Candida
spp. menempel pada sel epitel mukosa dan membentuk kolonisasi dan
organisme akan menetap selama beberapa minggu sampai bulan tanpa
menyebabkan gejala. Pada keadaan ini sel yeast hidup berdampingan
dengan bakteri residen sebagai komensal. Apabila terdapat beberapa
faktor yang mengubah kolonisasi Candida spp. (seperti penggunaan
antibiotik, kortikosteroid, diabetes, kehamilan, kondisi premenstruasi,
dan terapi hormon) akan menyebabkan Candida spp. semakin invasif
sehingga dapat menembus sel epitel utuh dan melekat pada mukosa
vagina. Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselium dan
umumnya ditemukan dalam keadaan patogenik. Jika kondisi
memungkinkan, proses penyakit diduga dimulai dari perlekatan sel
Candida spp. pada epitel vagina yang selanjutnya menjadi miselia. Hifa
Candida spp. kemudian tumbuh dan berkolonisasi pada permukaan
vagina. Percobaan in vitro menunjukkan proses perlekatan ini. Hifa
tumbuh dan berkolonisasi lebih tinggi oleh adanya perubahan estrogen.
Interaksi antara patogenitas Candida spp. dan mekanisme pertahanan
sel host pada mukosa vagina akan menimbulkan manifestasi klinis. Pada
keadaan normal, jamur Candida spp. dapat ditemukan dalam jumlah
sedikit di vagina, mulut rahim, dan saluran pencernaan. Jamur Candida
spp. hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan keluhan atau gejala
(asimtomatis). Menurunnya daya tahan tubuh dan adanya perubahan
lingkungan daerah vagina yang menyebabkan menurunnya pertahanan
lokal dan reaksi hipersensitivitas disertai kemampuan spesies Candida
17 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
spp. untuk menghasilkan faktor virulensi, memegang peranan penting
pada patogenesis infeksi yang akan menyebabkan vaginitis.
Candida spp. akan mengeluarkan zat keratolitik (fosfolipase) yang
menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel, sehingga mempermudah
invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan candida akan mengeluarkan
faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut
yang akan bermanifestasi sebagai daerah hiperemi dan eritema pada
mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang dikeluarkan candida akan
terus merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus dangkal dan
bertambah berat dengan gesekan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan
nekrotik, sel-sel epitel dan jamur akan membentuk gumpalan berwarna
putih diatas daerah yang eritema yang disebut flour albus. Enzim
proteolitik, toksin, dan fosfolipase yang dihasilkan oleh yeast dapat
memperluas invasi virulensi karena banyak mengandung substrat yang
mempengaruhi ikatan-ikatan protein sehingga akan merusak kolonisasi
jamur. Beberapa gen yang dapat mempengaruhi produksi proteinasi
(SAP1, SAP2 dan SAP3) berkorelasi kuat baik secara in vitro maupun
eksperimental pada vaginitis antara ekspresi gen, sekresi aspartil
proteinase dan kemampuan dalam menimbulkan suatu penyakit. Sekresi
aspartil proteinase yang dihasilkan oleh Candida spp. dapat diidentifikasi
dari sekret vagina wanita dengan gejala vaginitis, tetapi tidak pada
asimtomatik.
Berdasarkan penelitian, Candida-Ag diketahui dapat meningkatkan
produksi prostaglandin E2 melalui makrofag. Kerja prostaglandin ini
menghambat produksi sitokin-interleukin 2 (IL-2) yang mengatur
proliferasi limfosit T normal. Hal ini memicu peningkatan proliferasi
limfosit T anti-candida dan akibatnya akan terjadi penurunan Cell
mediated immunity (CMI). Penurunan CMI ini menyebabkan seseorang
lebih mudah terinfeksi oleh candida. Bentuk filamen candida dapat
menginvasi mukosa vagina dan berpenetrasi ke sel-sel epitel vagina.
Bentuk filamen Candida spp. merupakan bentuk yang biasanya dapat
dilihat pada penderita dengan gejala-gejala simtomatik.[11,12,13]
18 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
Berikut mekanisme pertahanan vagina terhadap organisme Candida
spp.
19 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis
vulvovaginitis
a. Bacterial Vaginosis
Diagnosis BV dapat digunakan kriteria Amsel yaitu terdapat 3 dari
4 kriteria berikut:
1) Discharge vagina tipis dan homogen
2) pH vagina lebih tinggi dari 4,5
3) Bau amis pada cairan vagina setelah penambahan larutan 10%
kalium hidroksil (KOH) (whiff test)
4) Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis.
Pewarnaan Gram dari apusan vagina merupakan pemeriksaan
penunjang baku emas untuk diagnosis BV. Penyulit BV yaitu
rekurensi, fasilitasi transmisi infeksi menular seksual lain, ruptur
membran prematur pada kehamilan, kelahiran preterm, infeksi intra
amniotik, dan endometritis postpartum.
b. Kandidiasis Vulvovaginitis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1) Anamnesis : Gejala klinis tersering adalah
pruritus pada vulva, dispareunia, disuria eksternal, discharge
abnormal, dan vulva lecet serta dapat timbul fisura.
2) Pemeriksaan klinis : didapatkan edema vulva jika berat,
fisura, ekskoriasi, duh tubuh berupa fluor albus putih kental seperti
susu pecah, pH<4,5, dapat timbul fisura, jika mengenai genitalia
luar dapat dijumpai bercak/ plak eritema dengan lesi satelit, dan
servik tidak terinfeksi.
3) Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan mikroskopis berupa
sediaan basil dengan pewarnaan larutan KOH 10%, pewarnaan atau
pemeriksaan basah yang menunjukkan budding yeast, blastospora,
dan pseudohifa dapat memastikan diagnosis. [8,16]
Sekresi vagina VVC memiliki pH<4,5, dan ragi bertunas dan
pseudohyphae dapat terlihat pada wadah basah. Tes whiff negatif dan
20 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
pewarnaan gram dapat menunjukkan sel polimorfonuklear, ragi tunas,
dan pseudohyphae. [16]
21 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
k. Keputihan fisiologis
l. Psoriasis
m. Pelecehan seksual
n. Vulvodynia [17]
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana
vulvovaginitis
a. Non-Farmakologis
1) Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
2) Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
3) Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang
dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi
pH daerah tersebut
4) Jaga berat badan ideal
b. Farmakologis
Antijamur azole topikal mencapai tingkat kesembuhan 85-95%.
Nystatin menunjukkan tingkat kesembuhan 75-80%. Flukonazol oral
atau ibrexafungerp memiliki tingkat kesembuhan yang sebanding
dengan antijamur azole topikal. Ini mungkin lebih disukai oleh pasien
karena kemudahan diminum 1 kali. [18]
1) Vaginosis Bakterialis:
Metronidazol 500 mg peroral 2 kali sehari selama 7 hari
Metronidazol pervagina 2 kali sehari selama 5 hari
Krim klindamisin 2% pervagina 1 kali sehari selama 7 hari
2) Vaginosis Trikomonas
Metronidazol 2 g peroral dosis tunggal
Pasangan seksual diobati juga
3) Vulvovaginitis kandida
Flukonazol 150 mg peroral dosis tunggal [19]
22 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi
vulvovaginitis
a. Bakterial Vulvovaginitis
1) Peningkatan risiko terhadap infeksi saluran genitalia termasuk yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae,
HSV-1 dan HSV 2 serta peningkatan terhadap risiko penularan
HIV.
2) Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis pasca aborsi, infeksi
pasca bedah, infeksi pasca histerektomi, ruptur membran amnion
pada kehamilan, kelahiran prematur, kemandulan, dan ketuban
pecah dini.
b. Kandidiasis Vulvovaginitis
1) 5-9% wanita usia produktif mengalami kandida vaginitis rekuren
(kasus kandida vaginitis rekuren jarang terjadi, jika terjadi maka
tidak akan menimbulkan manifestasi klinis sistemik). [20,21]
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis
vulvovaginitis
Terapi flukonazol sangat efektif dalam mencegah gejala VVC dan
relaps VVC sering terjadi setelah penghentian terapi. Perkembangan
resistensi obat pada isolat C. albicans setelah terapi flukonazol jangka
panjang meskipun jarang namun dapat menyebabkan komplikasi yang
sebelumnya tidak diketahui. [22]
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan
vulvovaginitis
a. Menjaga kebersihan alat kelamin
Vagina secara anatomis ber- ada di antara uretra dan anus. Alat
kelamin yang dibersihkan dari belakang ke depan dapat mening-
katkan resiko masuknya bakteri ke dalam vagina. Masuknya kuman ke
dalam vagina menyebabkan infeksi sehingga dapat menyebabkan
keputihan. Cara cebok yang benar adalah dari depan ke belakang
sehingga kuman yang berada di anus tidak dapat masuk ke dalam
vagina.
23 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
b. Menjaga kebersihan alat kelamin
Pakaian dalam yang tidak disetrika dapat menjadi alat perpindahan
kuman dari udara ke dalam alat kelamin. Bakteri, jamur, dan parasit
dapat mati dengan pemanasan sehingga menyetrika pakaian dalam
dapat menghindarkan infeksi kuman melalui pakaian dalam.
c. Tidak bertukar handuk
Merupakan media penyebaran bakteri, jamur, dan parasit. Handuk
yang telah terkontaminasi bakteri, jamur, dan parasit apabila
digunakan bisa menyebabkan kuman tersebut menginfeksi pengguna
handuk tersebut sehingga gunakan handuk untuk satu orang.
d. Menghindari celana ketat
Celana ketat dapat menyebab- kan alat kelamin menjadi hangat dan
lembab. Alat kelamin yang lembab dapat meningkatkan kolonisasi
dari bakteri, jamur, dan parasit. Peningkatan kolonisasi dari kuman
tersebut dapat meningkatkan infeksi yang bisa memicu keputihan,
maka hindari memakai celana ketat terlalu lama.
e. Menghindari cuci vagina
Produk cuci vagina dapat membunuh flora normal dalam vagina.
Ekosistem dalam vagina terganggu karena produk pencuci vagina
bersifat basa sehingga menyebabkan kuman dapat berkembang
dengan baik. Produk cuci vagina yang digunakan harus sesuai dengan
pH normal vagina, yaitu 3,8-4,2 dan sesuai dengan petunjuk dokter.
f. Mencuci tangan sebelum mencuci alat kelamin
Tangan dapat menjadi perantara dari kuman penyebab infeksi.
Mencuci tangan sebelum menyentuh alat kelamin dapat
menghindarkan perpindahan kuman yang menyebabkan infeksi Sering
menganti pembalut Mengganti pembalut minimal 3-4 kali sehari dapat
menghindari kelembaban.
g. Penggunaan celana dalam dengan bahan kain katun
Celana dalam dengan bahan kain katun dapat menyerap keringat,
sehingga dapat menjaga kelembapak daerah kewanitaan, sehingga
menyebabkan kuman, bakteri, maupun parasit tidak mudah tumbuh.[23]
24 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
h. Hindari penggunaan sabun batangan atau sabun cair untuk daerah
kewanitaan, yang bersifat abrasif dan memiliki pH lebih basa
i. Douching vagina tidak dianjurkan.
j. Ganti pakaian dalam sesering mungkin.
k. Jangan gunakan bedak tabur pada area kewanitaan
l. Ganti pembalut sesering mungkin 4-6 jam
m. Sebelum dan sesudah berhubungan intim, bersihkan vulva dari depan
ke belakang, terutama klitoris dan lipatan vulva.
n. Jangan membersihkan vulva dengan keras atau mengairi vagina.
o. Hati-hati ketika menmbersihkan bulu kemaluan
p. Perawatan pascapersalinan harus mencakup pembersihan,
pengeringan, dan penggunaan pembalut yang sering jika diperlukan.
Pertahankan kekeringan pada setiap jahitan. 24
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi Islam
vulvovaginitis
Al-Quran Surat Al-A'raf ayat 31
25 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
3.2 Peta Konsep
26 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
Narasi Peta Konsep
27 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
pseudohifa, sediaan basah dengan larutan KOH 10% ditemukan blastospora dan
atau pseudohifa, dan kultur jamur dengan media Saboraud. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis berupa gejala klinis tersering adalah pruritus,
dispareunia, disuria eksternal, dan discharge abnormal, pemeriksaan klinis
didapatkan edema vulva, fisura, ekskoriasi, atau fluor albus putih kental seperti
susu pecah, pH<4,5. Servik tidak terinfeksi, dan pemeriksaan mikroskopis berupa
sediaan basil dengan pewarnaan larutan KOH 10%, pewarnaan atau pemeriksaan
basah yang menunjukkan budding yeast, blastospora, dan pseudohifa dapat
memastikan diagnosis.
Tatalaksana yang diberikan pada vulvovaginitis candidiasis ada dua yaitu
nonfarmakologis dan farmakologis. Tatalaksana nonfarmakologis yaitu menjaga
kebersihan diri terutama daerah vagina, menghindari pemakaian handuk secara
bersamaan, menghindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina
yang dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH daerah
tersebut, dan menjaga berat badan ideal. Tatalaksana farmakologis dapat berupa
pemberian antijamur azole topikal mencapai tingkat kesembuhan 85-95%.
Nystatin menunjukkan tingkat kesembuhan 75-80%. Flukonazol oral atau
ibrexafungerp memiliki tingkat kesembuhan yang sebanding dengan antijamur
azole topikal. Ini mungkin lebih disukai oleh pasien karena kemudahan diminum
1 kali. Terapi flukonazol sangat efektif dalam mencegah gejala VVC dan relaps
VVC sering terjadi setelah penghentian terapi.
28 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
3.3 SOAP
SOAP
TABEL ALUR PENGELOLAAN PASIEN
Data Umum Pasien
1. Nama Ny. E
2. Usia 35 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan
S = Subjective
1. Keluhan Utama Keluar lendir keputihan sejak 1 minggu
Rasa gatal dan panas pada area genital
2. Riwayat Penyakit Keluar lendir keputihan sudah sejak 1 minggu, keluhan
Sekarang disertai rasa gatal dan panas
3. Riwayat Penyakit -
Terdahulu
4. Riwayat Penyakit -
Keluarga
5. Riwayat Pengobatan -
6. Riwayat Alergi -
7. Riwayat Sosial dan Rutin mencuci area kewanitaan dengan sabun mandi
Kebiasaan Menstruasi: teratur
BAB dan BAK: lancar
O = Objective
Status Generalis
1. Keadaan Umum Baik
2. Kesadaran GCS 456
Vital Sign
1. Tekanan Darah 110/70 mmHg
2. Denyut Nadi 78 x/menit
3. Suhu T.Ax 36,70C; T.Rect 370C
4. BB 88 kg
5. TB 152 cm
Status Lokalis
Kepala -
Leher -
Thorax -
Abdomen -
Ekstremitas -
29 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
Genitalia Pemeriksaan Ginekologi:
Vulva: dbn
Pemeriksaan Inspikulo:
Dinding vagina: fluor kekuningan menempel merata
Porsio: multipara, erosi (-)
Assesment
1. WDx Vulvovaginitis (SKDI 4A)
2. DDx 1. Vulvovaginitis
2. Vulvovaginitis kandida
3. Vulvovaginitis et causa bakterial
4. Vaginitis trichomonas
5. Vaginitis bakterial
Planning
1. PDx (Planning Pemeriksaan vulvovaginal preparat
Diagnose)
2. PTx (Planning Klotrimazol 100 mg/hr selama 7 hari intravagina
Therapy) bentuk oral/ suppo/ intravagina sesuai preferensi
pasien
3. P Mo (Planning Pengurangan discharge pada genital
Monitoring) Perbaikan dari rasa nyeri dan gatal
Kontrol rutin apakah ada erosi atau perburukan lesi
4. P KIE (Planning KIE) Tidak pakai sabun pada area kewanitaan
Pakai celana dalam yang menyerap keringat
Menjaga kebersihan diri terutama area genital
Kontrol berat badan
Mematuhi petunjuk penggunaan obat oleh dokter
5. P FU (Planning Kontrol 1 minggu lagi untuk menilai hasil pengobatan
Follow Up)
30 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
DAFTAR PUSTAKA
1
A Jaquiery, A Stylianopoulos, G Hogg, S Grover (2014). Vulvovaginitis:
Clinical features, aetiology, and microbiology of the genital tract. PubMed. DOI:
10.1136/adc.81.1.64 ·
2
Thais Chimati Felix, Lúcio Borges de Araújo, Denise Von Dolinger de Brito
Röder, Reginaldo dos Santos Pedroso (2020). International Journal of Women's
Health: Evaluation of Vulvovaginitis and Hygiene Habits of Women Attended in
Primary Health Care Units of the Family. Doveperss
3
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing.
4
Puspitorini, D., dkk. 2018. Faktor Risiko Kandidiasis Vulvovaginalis ( KVV ) (
Risk Factor of Vulvovaginal Candidiasis [ VVC ]). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology, 193–200.
5
https://www.wikidoc.org/index.php/Candida_vulvovaginitis_classification
[diakses pada 24 November 2021 pukul 16.26]
6
Habif, T. P. (2015). Clinical Dermatology. Elsevier Health Sciences.
7
Trisnadewi, N. N. L. (2020). Vulvovaginal candidiasis (VVC): A review of the
literature. immunodeficiency, Bali DV. 1(2)
8
Wirantari N, Hidayati A Nurul (2018). Peran Lactobacillus pada Managemen
Infeksi Endogen Genitalia Wanita. PERDOSKI, MDVI; Vol. 45. No. 2 Tahun
2018; 100–104
9
https://nelsonpatientinstructions.com/ [diakses pada 24 November 2021 pukul
15.30]
31 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
10
Jeanmonod R, Jeanmonod D. Vaginal Candidiasis. (2021). Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459317/
11
Sanjaya,D.M.,Rendy.,Darmada., Rusyati,L.M. (2013). Kandidiasis Vagina yang
Mendapat Terapi Sistemik dan Topikal. Denpasar: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
12
Sobel JD. (2007). Vulvovaginal candidosis. Lancet. 369(9577):1961-71. doi:
10.1016/S0140-6736(07)60917-9. PMID: 17560449
13
Wahyu, S. (2020). Efektifitas Pemberian Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia
Sappan L) terhadap Ekspresi Gen mRNA, High Motility Group Box 1 (Hmgb1),
Interleukin-6 dan Interleukin-10 Pada Mencit Balb/C dengan Candidiasis
Vulvovaginalis. [Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin]
14
Jariene, Kristina & Drejeriene, Egle & Kabašinskienė, Austė & Čelkienė, Ieva
& Urbonavičienė, Neringa. (2019). Clinical and Microbiological Findings of
Vulvovaginitis in Prepubertal Girls. Journal of Pediatric and Adolescent
Gynecology. 32. 10.1016/j.jpag.2019.08.009.
15
Panduan Praktik Klinis (PPK). (2017). Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia. Jakarta: PERDOSKI
16
Van Schalkwyk, J. et al. (2015) „Vulvovaginitis: Screening for and
Management of Trichomoniasis, Vulvovaginal Candidiasis, and Bacterial
Vaginosis‟, Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, 37(3), pp. 266–274.
doi: 10.1016/S1701-2163(15)30316-9.
17
Jeanmonod, R., & Jeanmonod, D. (2019). Vaginal candidiasis (Vulvovaginal
candidiasis). Treasure Island, FL: StatPearls.
18
Vulvovaginitis Medication: Antifungals, Vaginal, Antifungals, Systemic,
Corticosteroids, Estrogens, Estrogen Receptor Antagonists.
32 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I
https://emedicine.medscape.com/article/2188931-medication#2/ [diakses pada 24
November 2021 pukul 16.04]
19
Ikatan Dokter Indonesia. (2017). Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia
20
Karim, A., & Barakbah, J. (2016). Studi Retrospektif : Vaginosis Bakterial
(Retrospective Study : Bacterial Vaginosis). Periodical of Dermatology and
Venereology, 5, 127–133.
21
Sobel, JD, Wiesenfeld, HC, Martens, M, Danna, P, Hooton, TM, Rompalo, A,
Sperling, M, Livengood, C, Horowitz, B, Von Thron, J, Edwards, L, Panzer, H,
Chu, TC. (2004). Maintenance fluconazole therapy for recurrent vulvovaginal
candidiasis”. N Engl J Med. vol. 26.
22
Collins, L. M., Moore, R., & Sobel, J. D. (2020). Prognosis and long-term
outcome of women with idiopathic recurrent vulvovaginal candidiasis caused by
Candida albicans. Journal of lower genital tract disease, 24(1), 48-52.
23
Harnindya, D., & Agusni, I. (2016). Retrospective Study: Diagnosis and
Management of Vulvovaginalis Candidiasis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan
Kelamin, 28(1), 42–48
https://ejournal.unair.ac.id/index.php/BIKK/article/view/2350
24
Chen, Y., Bruning, E., Rubino, J., & Eder, S. E. (2017). Role of female intimate
hygiene in vulvovaginal health: Global hygiene practices and product usage.
Women's health (London, England), 13(3), 58–67.
https://doi.org/10.1177/1745505717731011/
33 | S K E N A R I O 4 B L O K R E P R O D U K S I