Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul KEPUTIHAN , mahasiswa dapat mengerti dan memahami
penyakit keputihan (leucorrhoea, fluor albus, atau duh) pada wanita sehingga dapat menetapkan
langkah langkah DIAGNOSTIK dan PENATALAKSANAAN pada penyakit keputihan dengan
baik dan benar.
SASARAN BELAJAR
Setelah mempelajari modul KEPUTIHAN mahasiswa diharapkan dapat menyebutkan dan
menjelaskan:
1. GEJALA UMUM Keputihan (fluor albus, leucorrhoeae, duh)
2. PENYEBAB Keputihan:
a. Kondisi fisiologis
b. Bakteri
c. Jamur
d. Parasite
3. PATOFISIOLOGI infeksi saluran alat genitalia wanita yang menyebabkan gejala
keputihan
4. GEJALA dan TANDA spesifik dari masing-masing etiologi keputihan.
5. PENATALAKSANAAN penyakit yang menyebabkan keputihan
6. ANGKA KEJADIAN dan KELOMPOK RESIKO TINGGI
7. PENCEGAHAN penyakit dengan gejala keputihan.

BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO 4
Seorang wanita berusia 26 tahun, multipara, haid terakhir 2 minggu yang lalu. Dating ke rumah
sakit dengan keluhan keputihan yang sangat banyak, berbuih dan berwarna kekuningan sejak dua
minggu yang lalu setelah selesai haid. Sebelumnya kejadiaan seperti ini tidak pernah terjadi
Keputihan disertai rasa gatal dan panas. Pasangan seksual pasien sering mengeluhkan gatal dan
pedih pada penis pasca senggama.
Pada pemeriksaan inspekulo terlihat erosi pada vulva dan terlihat gambaran bintik-bintik
kemerahan pada portio serviks (mouth eaten appearance).
KATA SULIT:
Multipara
KATA/KALIMAT KUNCI:
1. Wanita 26 tahun, multipara
2. Haid terakhir 2 minggu yang lalu
3. Keluhan :

Keputihan yang sangat banyak

Berbuih dan berwarna kekuningan sejak 2 minggu yang lalu seusai haid

Keputihan disertai gatal dan panas


4. Pasangan seksualnya mengeluh gatal pada penis pasca senggama
5. Pemeriksaan fisik:
Erosi pada vulva
Bintik kemerahan pada portio serviks
Mouth eaten appearance

MIND MAPPING

Perempuan,26

Ananmnesis

Pemeriksaan fisik

> Keputihan yang


sangat banyak, berbuih,
berwarna kekuningan
sejak 2 minggu yang
lalu.

Pemeriksaan

>Pemeriksaan
inspekulo: erosi pada
vulve
>Portio Serviks: bintik
bintik dan kemerahan

>Keputihan: gatal dan


panas

>Mouth eaten
appearence

>Pasangan: sering
mengeluh gatal, pedih

Diagnosis

Epidemiologi

Prevalensi angka
kejadian

Etiologi

Pengendalian

Pencegaha
n

Komplikasi

Penatalaksana

Medikamentos

Promotif

PERTANYAAN
1. Jelaskan fisiologi dan anatomi yang berperan pada keputihan!
2. Jelaskan etiologi keputihan!

Nonmedikament
osa

3.
4.
5.
6.

Jelaskan gejala umum dan tanda keputihan!


Jelaskan pemeriksaan penunjang diagnostik untuk menetapkan etiologi keputihan!
Sebutkan penyakit apa saja yang dapat menyebabkan keoutihan?
Jelaskan penatalaksanaan penyakit pada scenario dan jelaskan pencegahan penyakit
dengan gejala keputihan!
7. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!
8. Mengapa pada scenario pasien terdapat erosi pada vulva, mouth eaten appearance,
keputihan yang berbuih dan berwarna kuning disertai rasa gatal dan panas?
9. Apa diagnosis differerential pada kasus diatas, dan jelaskan?
10. Jelaskan mengapa pasangan pasien merasa gatal dan pedih pada penis pasca senggama?
11. Jelaskan penyebab peristiwa pertama kali keputihan tidak normal!

1. Jelaskan fisiologi dan anatomi yang berperan dalam keputihan!


Secara definisi keputihan adalah cairan tubuh (bukan darah) yang keluar dari organ
reproduksi wanita. Keadaan ini dapat bersifat fisiologis atau patologis. Keduanya dapat

dibedakan berdasarkan atas kandungannya. Keputihan yang fisiologik terdiri atas cairan yang
terkadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan sedikit leukosit, sedangkan
pada keputihan yang patologik terdapat banyak leukosit. Keputihan fisiologis terjadi saat
menjelang menstruasi, atau setelah menstruasi, rangsangan seksual, saat wanita hamil dan stress,
baik fisik maupun psikologis
Keputihan yang fisiologik dapat ditemukan pada:

Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari; ini disebabkan oleh pengaruh

estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.


Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh dari estrogen; keputihan disini

dapat menghilang dengan sendiri


Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih
encer.

Ciri-ciri keputihan normal :


-

warnanya krem atau bening dan encer


tidak berbau tanpa disertai keluhan (misalnya gatal, nyeri, rasa terbakar, dsb), keluar pada

saat menjelang dan sesudah menstruasi atau pada saat stres dan kelelahan
Jumlah cairan yang keluar terbilang sedikit
Vagina memiliki mekanisme perlindungan terhadap infeksi. Kelenjar pada vagina dan

serviks / leher rahim menghasilkan sekret yang berfungsi sebagai sistem perlindungan alami dan
untuk mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan & saat berhubungan seksual. Jumlah
sekret yang dihasilkan tergantung dari masing-masing wanita. Dalam keadaan normal, kadang
jumlah sekret dapat meningkat seperti saat menjelang ovulasi, stres emosional dan saat
terangsang secara seksual. Selain itu, terdapat flora normal basil doderlein yang berfungsi dalam
keseimbangan ekosistem pada vagina sekaligus membuat lingkungan bersifat asam (pH 3.8-4.5)
sehingga memiliki daya proteksi yang kuat terhadap infeksi.
Anatomi yang Berperan dalam Keputihan
1. Vagina

Secara anatomis, vagina memiliki 3 lapisan yakni lapisan mukosa, lapisan muskularis,
dan adventisia. Mukosa pada vagina berikatan kuat dengan lapisan muskularis. Di lapisan
epithelial mukosa terdapat 2 lipatan utama longitudinal. Salah satunya di anterior sedangklan
sisanya di posterior. Masing-masing lipatan ini membentuk lipatan-lipatan yang lebih kecil yang
meluas secara transversal pada vagina dengan kedalaman lipatan yang berbeda-beda. Lipatanlipatan ini berkembang baik ketika seorang wanita belum pernah melahirkan.
Secara histologis, epitel yang terdapat pada vagina adalah epitel skuamosa tidak
bertanduk. Setelah masa pubertas, epitel pada vagina mengalami penebalan dan kaya akan
glikogen. Tidak seperti mamalia lain, epitel vagina pada manusia tidak mengalami perubahan
secara signifikan selama siklus menstruasi. Tapi yang mengalami perubahan hanyalah kadar
glikogen yang meningkat pada masa setelah ovulasi dan berkurang pada saat akhir masa siklus.
Produksi glikogen pada epitel vagina dipengaruhi oleh estrogen. Hormone ini menstimulasi
epitel vagina sehingga dapat memproduksi dan menyimpan glikogen dalam jumlah yang besar,
yang kemudian dilepaskan pada lumen vagina untuk membasahi daerah sekitarnya. Secara alami,
flora normal vagina akan memetabolisme glikogen membentuk asam laktat yang bertanggung
jawab

dalam

merendahkan

suasana

pH

vagina,

terutama

saat

pertengahan

siklus

menstruasi.suasana asam ini sangat berperan dalam mencegah invasi bakteri patologis.

2. Serviks Uteri
Serviks uteri memiliki banyak kelenjar yang mengeluarkan sekret yang berbeda-beda
sesuai dengan siklus haid
Serviks uteri merupakan bagian yang menghubungkan vagina dengan tuba uterina
melalui os external canalis cervicalis yang dilapisi oleh membrane mukosa yang disebut
endoserviks. Bagian ini mengandung mukus yang disekresikan oleh kelenjar tubular yang
dilapisi oleh epitel kolumner dan dipenuhi oleh sel silia.
Aktivitas sekresi kelenjar pada endoserviks diregulasi oleh estrogen dan mencapai jumlah
maksimal pada masa ovulasi. Fungsi secret endoservicalis adalah memberi lubrikasi selama
hubungan seksual terjadi dan berperan sebagai sawar yang melindungi dari invasi bakteri.
Selama ovulasi, mukus pada serviks menjadi lebih encer, berair, dan pHnya lebih alkali

dibanding sebelumnya. Kondisi ini dibuat sedemikian rupa agar dapat mendukung migrasi
sperma. Selain itu, terjadi pula peningkatan jumlah ion dalam mukus sehingga terbentuk Kristalkristal yang menyerupai pakis. Secara klinis, hal ini dapat digunakan sebagai pendeteksi saat
yang tepat untuk melakukan fertilisasi. Setelah masa ovulasi, mukus serviks menjadi lebih kental
dan asam.
Ada sejumlah flora normal pada vagina dan serviks, namun yang paling sering ditemui
adalah Lactobacillus acidophilus. Bakteri ini mampu memproduksi asam laktat dengan jalan
memecahkan glikogen yang berasal dari secret vagina dan serviks. Asam laktat ini membentuk
semacam lapisan asam (pH 3,0) yang dapat mencegah proliferasi bakteri patologis.
3. Kelenjar Bartholini dan Kelenjar Skene
Kelenjar Bartholini terletak di bawah labium majus dan bermuara di bawah otot
konstriktor vagina, kadang-kadang tertutup sebagian oleh bulbus vestibuli. Kelenjar ini
mengeluarkan sekret mukoid pada saat gairah seks meningkat.
Duktus Skene (parauretralis) bermuara di meatus uretrae eksternum. Kelenjar ini
mensekresikan sekret yang mukoid.Sekresi pada kelenjar ini bertambah pada perangsangan,
misalnya sewaktu coitus.
Jadi secara umum, keputihan merupakan hal yang fisiologis. Namun kondisinya dapat
berubah menjadi patologis ketika jumlah bakteri yang menginvasi traktus genitalia
meningkatataupun karena penurunan daya tahan tubuh pejamu.

2. Jelaskan etiologi keputihan!


Kebersihan di darerah vagina haruslah terjaga dengan baik. Jika, daerah vagina tidak dijaga
kebersihannya akan menimbulkan berbagai macam penyakit salah satunya keputhan. Hal ini
menyebabkan kelembaban vagina mengalami peningkatan dan hal ini membuat penyebab infeksi
berupa bakteri patogen akan sangat mudah untuk menyebar.

Stress.
Semua organ tubuh kinerjanya di pengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika reseptor otak
mengalami kondisi stress hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan keseimbangan
hormon -hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya keputihan.
Penggunaan obat-obatan.
Penggunaan obat antibitok dalam jangka lama bisa menyebabkan sistem imunitas pada tubuh
wanita, dan obat antibiotik biasanya dapat menimbulkan keputihan. Sedangkan gangguan
keseimbangan hormonal dapat juga disebabkan oleh penggunaan KB.
Keputihan Oleh Candida
Kandidiasis merupakan penyebab keputihan yang paling sering (40%). Cairan yang
keluar biasanya kental, berwarna putih seperti susu, baunya agak tajam, dan disertai rasa gatal
yang hebat pada alat kelamin. Liang vagina menjadi merah dan membengkak, dan kadangkadang dapat terlihat adanya bercak-bercak putih yang melekat pada dinding liang vagina. Pada
kasus yang tidak khas, cairannya encer seperti air dan liang aurat tampak putih mengkilat.
Beberapa keadaan yang dapat menjadi dasar bagi timbulnya keputihan oleh jamur, ialah :
penyakit kencing manis, kehamilan, penggunaan sebagai obat termasuk juga pil KB. Keputihan
oleh jamur inilah yang terutama dapat disertai rasa gatal yang kadang-kadang sangat
mengganggu. Wanita hamil dengan penyakit ini, akan menjadi sumber infeksi bagi bayinya kelak
pada waktu lahir.
Suami wanita yang menderita keputihan oleh jamur, juga mudah ketularan oleh isterinya.
Jamur itu dapat menyebabkan rasa gatal di daerah alat kelamin atau lipat paha. Tular menular itu
berlangsung timbal balik.

Keputihan Oleh Parasit


Penyebab keputihan lainnya ialah parasit Trichomonas vaginalis. Keputihan yang
ditimbulkannya disebut trikomoniasis vagina. Kira-kira 15% keluhan-keluhan keputihan

disebabkan oleh parasit ini. Jenis parasit Trichomonas ini adalah salah satu penyebab keputihan
dengan ciri-ciri keputihan yang berwarna kuning atau kehijauan, sangat kental, menimbulkan
bau anyir, dan berbuih.
Cara penularannya sebagian besar melalui hubungan seksual. Pada keadaan lingkungan
kebersihan yang kurang baik, hidup bersama dengan orang banyak dalam satu rumah. Cairan
keputihan yang keluar biasanya banyak, menyerupai air sabun dan baunya apak. Rasa gatal yang
timbul tidak seberapa, akan tetapi liang vagina biasanya tampak merah dan nyeri bila ditekan.
Dalam hal ini juga dapat terjadi penularan timbal balik antara suami istri. Pada pria tidak timbul
gejala apa-apa, sehingga sering tidak diketahui bahwa ia mengandung parasit itu dan dapat
menjadi sumber infeksi bagi isterinya.
Keputihan oleh bakteri
1. Gonococcus
Pada umumnya getah aatau cairan yang keluar dari vagina pada infeksi gonococcus
berupa cairan kental kekuning-kuningan.Getah kuning tersebut merupakan nanah yang
terdiri dari sel-sel darah putih yang mengandung kuman gonococcus di dalam
sitoplasmanya. Perlu ditekankan bahwa kuman ini hanya menular secara langsung, yaitu
pada saat dua insan berhubungan secara intim.

1. Chlamydia
Untuk dapat menemukan Chlamydia pada pemeriksaan sekret vagina, perlu pemeriksaan
teliti terhadap sel-sel epitel vagina, dan pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan
Giemsa.
2. Gardnerella
Gardnerella vaginalis dulu lebih dikenal sebagai Corynebacterium vaginale atau
Haemophilus vaginalis. Bakteri ini menimbulkan masalah keputihan yang berwarna
keabu-abuan, baunya amis, keputihan berbuih, dan juga berair. Keputihan jenis ini juga
bisa menimbulkan rasa gatal pada organ intim wanita sehingga memberikan rasa yang
tidak nyaman bagi penderitanya.
Gardnerella menghasilkan asam amino, kemudian kuman anaerob dan kuman fakultatif
anaerob lainnya dalam vagina mengubah asam amino tersebut menjadi senyawa amin

yang menimbulkan bau amis yang kurang sedap pada secret vagina yang nampak
berwarna abu-abu.
3. Treponema pallidum
Penyebab keputihan jenis ini juga merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit
kelamin sifilis. Selain keputihan, bakteri ini juga dapat menimbulkan banyak kutil
disekitar organ intim wanita, mengelilingi lubang vagina serta pada bibir kemaluan
wanita.

Keputihan Oleh Virus


Beberapa jenis virus juga bisa menimbulkan atau memperparah masalah keputihan. Virus
yang bisa menjadi penyebab keputihan diantaranya adalah seperti HIV AIDS, herpes, dan juga
condyloma. Pada umumnya, virus-virus tersebut juga bisa menjadi pemicu timbulnya penyakit
kelamin. Virus condyloma bisa menyebabkan timbulnya semacam gangguan kutil berair dan
berbau di sekitar organ intim wanita. Sedangkan virus herpes merupakan penyebab keputihan
yang juga bisa menyebabkan rasa gatal serta panas.
Virus-virus tersebut dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan kemudian akan
menimbulkan tumbuhnya luka melepuh di sekitar organ intim wanita. Penyebab keputihan jenis
ini juga bisa menimbulkan kanker rahim jika tidak segera diberikan penaggulangan yang serius.

3. Jelaskan gejala umum dan tanda keputihan!


Keputihan (leukorea, fluor albus) merupakan gejala keluarnya cairan dari vagina selain darah
haid. Keputihan (fluor albus) ada yang fisiologik (normal) dan ada yang patologik (tidak
normal). Keputihan tidak merupakan penyakit melainkan salah satu tanda dan gejala dari suatu
penyakit organ reproduksi wanita.
Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar,
bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain
itu sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada vagina yang normal.

Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk
membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam kondisi normal,
sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna kekuningan ketika mengering
pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH
3,5-4,5. Flora normal vagina meliputi Corinebacterium, Bacteroides, Peptostreptococcus,
Gardnerella, Mobiluncuc, Mycoplasma dan Candida spp. Lingkungan dengan pH asam
memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh lactobacilli.
Leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita ginekologik, adanya
gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara leukorea yang
fisiologik dan yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa
mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang sedang pada leukorea
patologik terdapat banyak leukosit.
Gejala klinis dari leukorea atau keputihan antara lain:
a. Gatal, berbau, dan berbuih.
Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina.
Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini
merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu.
Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.
Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga
dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah.
Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal
dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar.
Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari
vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh
plasenta atau urin.
Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas,
biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya.
b. Sekret vagina bertambah banyak.
c. Bergumpal, campur darah
d. Dispareunia / sakit pada waktu koitus.
e. Disuria / rasa panas saat kencing.

4. Jelaskan pemeriksaan penunjang diagnostic untuk menetapkan etiologi keputihan!


Pemeriksaan diagnostik sederhana yang dapat dikerjakan secara poliklinis (di kamar periksa) :
a) Vaginosis bacterial
a. Pemeriksaan preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan
NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip.
Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk
melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
(terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas
60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda
bakterial vaginosis.
b. Whiff test Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
menunjukkan bakterial vaginosis.
c. Tes lakmus untuk pH Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna
kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90%

bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.


d. Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis
tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari
Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya. Kultur
vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial
vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala
klinis tidak perlu mendapat pengobatan.
b) Candidiasis
a. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau dengan
pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
b. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula
agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 0C, koloni tumbuh setelah
24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
c) Trichomoniasis
a. Sediaan Langsung (Sediaan Basah)
Lidi kapas dicelupkan ke dalam 1 cc garam fisiologis, dikocok. Satu tetes larutan NaCl
fisiologi tersebut diteteskan pada gelas objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Spesimen pada ujung sengkelit dimasukkan pada satu tetes garam fisiologis yang telah
diletakkan pada kaca objek.
Sebelum diamati sediaan dipanaskan sebentar dengan hati-hati, untuk meningkatkan
pergerakan T. vaginalis. Pada pemeriksaan diperhatikan pula jumlah leukosit. Terdapat
Tricomonas vaginalis dengan pergerakan flagella yang khas
b. Sediaan Tidak Langsung
Bila pada sediaan langsung tidak ditemukan kuman penyebab, maka dilakukan biakan
pada media Feinberg atau Kupferberg. Biakan diperlukan pada pemeriksaan kasuskasus asimtomatik. Enam puluh persen spesimen yang diambil dari uretra pria dengan
trikomoniasis akan menghasilkan biakan positif. Dikemukan bahwa hasil positif pada
pemeriksaan sediaan basah pada wanita berkisar antara 40-80%, sedangkan biakan
berkisar antara 95%. Biakan 10-15% lebih sensitif dari sediaan basah. Berdasarkan hal
tersebut biakan masih tetap merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk menunjang
diagnosis trikomoniasis.

5. Sebutkan penyakit apa saja yang menyebabkan keputihan !


1. INFEKSI PADA VAGINA
a. Infeksi Jamur: Kandidiosis vulvovaginal (KV)
Kandidiosis vulvovaginal merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida spp terutama
Candida albicans. Diperkirakan sekitar 50% wanita pernah mengalami kandidiosis
vulvovaginitis paling sedikit dua kali dalam hidupnya. Jamur ini hidup dalam suasana asam yang
mengandung glikogen. Keadaan-keadaan yang mendukung timbulnya infeksi adalah kehamilan,
pemakaian pil kontrasepsi, pemakaian kortikosteroid dan pada penderita Diabetes Melitus.
Gambaran Mikroskopis Candida albicans
C.albicans merupakan spesies penyebab infeksi candida pada genitalia lebih dari 80% yaitu
vaginitis dan vulvovaginitis. Secara ketat, kandidiasis tidak dianggap di tularkan secara seksual.

Infeksi simtomatik timbul apabila terjadi perubahan pada resistensi pejamu atau flora bakteri
local. Faktor predisposisi pada wanita adalah kehamilan, haid, diabetes mellitus, pada pemakaian
kontrasepsi dan terapi antibiotic. Baju dalan yang ketat, konstriktif dan sintetik, sehingga
menimbulkan lingkungan yang hangat dan lembab untuk kolonisasi dapat menyebabkan infeksi
rekurent.

Pada sebagian perempuan, reaksi hipersensitifitas terhadap produkproduk, misalnya pencuci vagina, semprotan deodorant dan kertas toilet dapat berperan
menimbulkan kolonisasi. Perempuan umumnya mengalami infeksi akibat salah satu factor diatas
sedangkan pada laki-laki umunya terjangkit infeksi melalui kontak seksual dengan perempuan
yang mengidap kandidiasis vulvovagina. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan
suami istri ini desebut femoma ping pong.
Gejala klinis Kandidiosis Vulvovaginal (KV)

Duh tubuh vagina disertai gatal pada vula

Disuria eksternal dan dipareunia superfisial

Pada pemeriksaan tampak vulva eritem, edem dan lecet

Pada pemeriksaan spekulum tampak duh tubuh vagina dengan jumlah yang bervariasi,
konsistensi dapat cair atau seperti susu pecah

Pada kasus yang lebih berat pemeriksaan inspekulo menimbulkan rasa nyeri pada penderita.
Mukosa vagina dan ektoserviks tampak eritem, serta pada dinding vagina tampak gumpalan
putih seperti keju.
Pemeriksaan pH vagina berkisar 4-4,5

Diagnosis

Leukorrhea yang bervariasi mulai dari cair sampai kental dan sangat gatal (pruritus vulva)

Dapat ditemukan rasa nyeri pada vagina, dispareunia, rasa terbakar pada vulva dan iritasi
vulva

Tanda inflamasi : dapat ditemukan eritem (+), edem (+) pada vulva dan labia, lesi diskret
pustulopapular (+), dermatitis vulva

Laboratorium : pH vagina < 4,5, Whiff test (-). Pada sediaan gram : bentuk ragi (+) dan
pseudohifa (+)

Mikroskopik : leukosit, sel epitel, 80% pasien dengan gejala terlihat : ragi (yeast) mycelia
atau pseudomycelia

Saran: kultur jamur untuk menegakkan diagnosis. (kultur merupakan jenis pemeriksaan yang
paling sensitif untuk mendeteksi adanya candida)

Pengobatan
Klotrimazol 500 mg intravagina dosis tunggal atau 200 mg intravagina selama 3 hari atau
Nistatin 100.000 unit intravagina selama 14 hari atau
Fluconazole 150 mg peroral dosis tunggal atau
Itraconazole 200 mg 2 x 1 tablet selama 1 hari atau
Imidazole vagina krem, 1 tablet setiap hari selama3-7 hari
Wanita hamil sebaiknya hanya menggunakan penggunaan topikal dengan tablet vagina

b. Infeksi Protozoa: Trichomoniasis


Trichomoniasis adalah infeksi traktus urogenitalis yang disebabkan oleh protozoa yaitu T.
vaginalis. Masa inkubasi berkisar antara 5-28 hari. Pada wanita T. vaginalis paling sering
menyebabkan infeksi pada epitel vagina, selain pada uretra, serviks, kelenjar Bartholini dan
kelenjar skene. Trichomoniasis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa
menggunakan pelindung (kondom) dengan seseorang yang mengidap trichomoniasis atau dapat
juga ditularkan melalui perlengkapan mandi (handuk).

Adalah organisme oral berflagel.Trikomonad mengikat dan akhirnya mematikan sel-sel pejamu,
memicu respon imun humoral dan selular yang tidak bersifat protektif terhadap infeksi
berikutnya.Agar dapat bertahan hidup trikomonad harus berkontak langsung dengan eritrosit, dan
dalam hal ini dapat menjelaskan mengapa perempuan lebih rentan terhadap infeksi dari pada
laki-laki.
T.vaginalis paling subur pada pH antara 4,9-7,5. Keadaan yang meningkatkan pH vagina,
misalnya haid, kehamilan, pemakaina kontrasepsi oral, dan tindakan sering mencuci vagina
merupakan predisposisi timbulnya trikomoniasis.
Bayi perempuan yang lahir dari ibu yang terinfeksi dapat menularkan infeksinya.Bayi
perempuan rentan karena pengaruh hormone ibu pada epitel vagina bayi.
Infeksi T.vaginalis di tularkan hampir secara eksklusif melalui hubungan kelamin. Walaupun
trikomonad di ketahui dapat hidup sampai 45 menit pada fomite, namun cara penularan melalui
fomite ini sangat jarang terjadi.
Walaupun jarang dapat ditularkan melalui perlengkapan mandi seperti hsnduk dan bibir kloset.
Flour albus tidak selalu gatal, tetapi vagina tampak kemerahan dan nyeri ditekan, dan perih
berkemih. Cairan vagina biasanya banyak, berbuih, menyerupai air sabun dan berbau.
Gejala klinis
Asimtomatis pada sebagian wanita penderita trichomoniasis
Bila ada keluhan, biasanya berupa cairan vagina yang banyak, sekitar 50% penderita
mengeluh bau yang tidak enak disertai gatal pada vulva dan dispareunia.
Pada pemeriksaan, sekitar 75% penderita dapat ditemukan kelainan pada vulva dan vagina.
Vulva tampak eritem, lecet dan sembab. Pada pemasangan spekulum terasa nyeri, dan
dinding vagina tampak eritem
Sekitar 2-5% serviks penderita tampak gambaran khas untuk trichomoniasis, yaitu berwarna
kuning, bergelumbung, biasanya banyak dan berbau tidak enak
Pemeriksaan pH vagina >4,5
Diagnosis

Jumlah leukorrhea banyak, sering disertai bau yang tidak enak,


pruritus vulva, external dysuria dan iritasi genital sering ada
Warna sekret : putih, kuning atau purulen
Konsistensi : homogen, basah, sering frothy atau berbusa
(foamy)
Tanda-tanda inflamasi: eritem pada mukosa vagina dan
itrocoitus vagina, kadang-kadang petechie pad serviks, dermatitis vulva
Sekitar 2-5% serviks penderita tampak strawberry serviks
Laboratorium : pH vagina 5,0, whiff test biasanya (+)
Mikroskopik : dengan pembesaran 400 kali dapat terlihat pergerakan trichomonas.
Bentuknya ovoid, ukuran lebih besar dari sel PMN dan mempunyai flagel. Pada 80-90%
penderita symtomatic leucocyte (+), clue cell dapat (+)
Pengobatan
o Metronidazole 2 gram peroral dosis tunggal atau 2x500 mg peroral selama 7 hari
o Pada wanita hamil trimester pertama dapat diberikan pengobatan topikal klotrimazol 100 mg
intravagina selama 6 hari
o Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama namun dapat
diberikan pada trimester kedua dan ketiga
Penanganan pada partner Seksual
Partner tetap atau sumber kontak : pemeriksaan rutin traktus genitourinarius, pengobatan dengan
tablet metronidazole 2 gram peroral dosis tunggal
c. Infeksi Bakteri: Vaginosis Bakterial (VB)
Vaginosis bakterial merupakan sindroma atau kumpulan gejala klinis akibat pergeseran
lactobacilli yang merupakan flora normal vagina yang dominan oleh bakteri lain, seperti
Gardnerella vaginalis, Prevotella spp, Mobilancus spp, Mycoplasma spp dan Bacteroides spp.
Vaginosis bakterial merupakan penyebab vaginitis yang sering ditemukan terutama pada wanita

yang masih aktif secara seksual, namun demikian Vaginosis bakterial tidak ditularkan melalui
hubungan seksual.
Gejala klinis
Asimtomatik pada sebagian penderita vaginosis bakterialis
Bila ada keluhan umumnya berupa cariran yang berbau amis seperti ikan terutama setelah
melakukan hubungan seksual
Pada pemeriksaan didapatkan jumlah duh tubuh vagina tidak banyak, berwarna putih, keabuabuan, homogen, cair, dan biasanya melekat pada dinding vagina

Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi


Pemeriksaan pH vagina >4,5 , penambahan KOH 10% pada duh tubuh vagina tercium bau
amis (whiff test)
Pada sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram ditemkan sel epitel vagina
yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel menjadi kabur (clue cells)
Diagnosis vaginosis bakterial dapat ditegakkan bila ditemukan tiga dari empat gejala berikut
(Kriteria Amsell) :
Cairan vagina homogen, putih keabu-abuan, melekat pada dinding vagina
pH vagina > 4,5
Whiff test (+)
Ditemukan clue cell pada pemeriksaan mikroskopik
Diagnosis
Keputihan yang berbau tidak enak/bau seperti ikan, terutama setelah berhubungan seksual

Sekret berlebihan, banyaknya sedang sampai banyak, warna sekret : putih atau abu-abu dan
melekat pada dinding vagina terutama forniks posterior
Tanda-tanda inflamasi tidak ada
Laboraorium : whiff test (+), pH 4,5 (biasanya 4,7-5,7)
Mikroskopik : clue cell (+), jarang lekukosit, banyaknya lactobacilli berlebihan karena
bercampur dengan flora, meliputi coccus gram (+) dan coccobacilli
Pengobatan
o Metronidazole 2 gram, peroral dosis tunggal atau 500 mg peroral, 2x1 hari selama 7 hari atau
o Ampisilin 500 mg peroral 4x1 hari selama 7 hari
o Krim klindamisin vagina 2% intravagina selama 7 hari atau
o Gel metronidazole 0,75% intravagina sehari 2 kali selama 5 hari
o Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama
Penanganan pada partner seksual
Partner tetap atau sumber kontak : pemeriksaan rutin penyakit menular seksual (sexual
transmitted disease)
Biasanya tidak diindikasikan untuk pengobatan

2. INFEKSI PADA SERVIKS


Servisitis akut : paling sering dijumpai pada postpartum ditandai dengan adanya inflitrasi selsel akut netrofil di bawah mukosa dinding serviks.
Servisitis kronik : sering dijumpai, merefleksikan perubahan yang terjadi pada serviks selama
usia produktif sebagai respon terhadap milieu yang dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri dan
perubahan pH. Cirinya adalah metaplasia squamosa, inflamasi kronik, proliferasi sel-sel
kolumner. Sifatnya adalah jinak.
a. Servisitis Gonore

Gonore merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh N. gonnorrheae pada traktus genitalis dan
organ tubuh lainnya seperti konjungtiva, faring, rektum, kulit, persendian, serta organ dalam.
Ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, N. gonnorrhoeae pertama kali mengenai
kanalis servikalis. Selain itu dapat mengenai uretra, kelenjar skene, dan kelenjar bartholini. Masa
inkubasi bervariasi, umumnya 10 hari.
Gonorea disebabkan oleh invasi di bakteri diplokokus gram-negative, Neisseria gonorrhoeae.
Cairan yang keluar dari vagina pada infeksi berwarna kekuningan yang sebetulnya merupakan
nanah yang terdiri dari sel darah putih yang mengandung Neisseria gonorrhoeae berbentuk
pasangan dua-dua pada sitoplasma sel. Bakteri ini melekat dan menghancurkan membaran epitel
yang melapisi selaput lendir, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserfiks dan uretra. Infeksi
ekstragenetalial di faring, anus, rectum, dapat di jumpai pada wanita dan pria.
Untuk dapat menular harus ada kontak langsung mukosa ke mukosa. Namun tidak semua yang
terpajan gonorea terjadi penyakit. Resiko penularan dari pria ke wanita lebih tinggi kerena
luasnya selaput lendir yang terpajan dan cairan eksudat yang terdiam lama di vagina. Setelah
terinokulasi, infeksi dapat tersebar ke prostat, vas deferent, vesikula seminalis, epididymis dan
testis pada laki-laki dan ke uretra, kelenjar skene, kelenjar bartolin, endometrium, tuba fallopi,
merupakan penyebab penyakit radang panggul (PID) yang merupakan penyebab utama
infertilitas pada perempuan.
Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan bakterimia
gonokokus. Bakterimia lebih sering terjadi pada perempuan.Perempuan juga beresiko tinggi
mengalami penyebaran infeksi saat haid, penularan perinatal kepada bayi saat lahir melalui os
serviks yang terinfeksi, dapat mneyebabkan konjungtifitis dan akhirnya dan kebutaan pada bayi
apabila tidak di ketahui dan di obati.
Setelah infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae, tidak timbul imunitas alami, sehingga infeksi dapat
terjadi lebih dari satu kali. Angka infeksi tertinggi pada usia muda dengan teringgi wanita umur
15-19 tahun dan laki-laki berusia 20-24 tahun dan pada laki-laki yang berhubungan seks dengan
sesama jenis.
Gejala klinis
o Asimtomatik pada lebih dari sebagian penderita gonore

o Bila ada keluhan umunya cairan vagina jumlahnya meningkat, menoragi atau perdarahan
intermenstrual
o Pada penderita yang menunjukan gejala biasanya ditemukan duh tubuh serviks yang
mukopurulen. Serviks tampak eritem, edem, ektopi dan mudah berdarah saat pengambilan
bahan pemeriksaan
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan langsung sediaan apus
endoserviks dengan pengecatan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif yang tampak di
dalam sel PMN dan di luar sel PMN
Pengobatan
Siprofloksasin 500 mg peroral, dosis tunggal atau
Ofloksasin 400 mg peroral, dosis tunggal atau
Tiamfenikol 3,5 gr peroral, dosis tunggal atau
Seftriakson 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal atau
Spektinomisin 2 gr, intra muskuler, dosis tunggal
Siprofloksasin, Ofloksasin dan Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau
sedang menyusui dan anak-anak.
b. Servisitis Chlamidia trachomatis
Penyakit yang disebabkan oleh Chlamidia trachomatis sebagian besar serupa dengan gonore.
Pada wanita, traktus genitalis yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis adalah
endoserviks. Pada 60 % penderita biasanya asimtomatik (silent sexually transmitted disease).
Clamidia trachomatis adalah infeksi bakteri menular seksual yang paling banyak di jumpai di
amerika. Bakteri ini terdpat dalam 2 bentuk (dimorfik). Dalam bentuk infeksiosa C. trachomatis
merupakan sferoid berukuran kecil, tidak aktif secara metabolis dan mengandung DNA dan RNA
sehingga disebut badan elementer (EB). Sferoid-sferoid ini memperoleh akses ke sel penjamu
melalui endositosis dan setelah berada di dalam berubah menjadi organisme yang secara
metabolis aktif dan bersaing dengan sel pejamu memperebutkan nutrient. Organisme ini memicu

timbulnya siklus replikasi dan setelah kembali memadat menjadi EB untuk menginfeksi sel-sel di
sekitarnya.
C.trachomatis memiliki afinitas terhadap epitel uretra, servix dan konjungtiva mata. Pada lakilaki, urethritis, epididymis dan prostatitis adalah infeksi bakteri yang tersering.Pada perempuan
yang tersering adalah servisitis, diikuti oleh urethritis, bartolinitis dan akhirnya penyakit radang
panggul (PID).
C.trachomatisdapat menginfeksi faring, dan rectum orang yang melakukan hubungan seksual
oral atau anal-reseptif. Bayi dapat terinfeksi sewaktu dilahirkan dan mengalami konjungtivitis
dan pneumonia. Terinfeksi bakteri ini tidak menimbulkan imunitas terhadap infeksi di kemudian
hari.
Kaum muda yang berusia antara 15-19 tahun merupakan 40% kasus klamidia yang di laporkan.
Resiko tertinggi tertularnya bekteri ini adalah wanita karena konsentrasi ejakulat yang terinfeksi
tertahan di vagina sehingga pemajanan memanjang.
Bakteri ini dapat ditemukan pada cairan vagina dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai
pewarnaan Giemsa; sulit ditemukan pada pemeriksaan pap smear akibat siklus hidupnya yang
tak mudah dilacak.

Gejala klinis
Bila penderita yang mempunyai keluhan, biasanya tidak khas dan serupa dengan keluhan
servisitis gonore, yaitu adanya duh tubuh vagina
Pada pemeriksaan inspekulo sekitar 1/3 penderita dijumpai duh tubuh servks yang
mukopurulen, serviks tampak eritem, ektopi dan mudah berdarah pada saat pengambilan
bahan pemeriksaan dari mukosa endoserviks

Gambaran pemeriksaan spekulum pada infeksi Chlamidia trachomatis

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan sitologi,
identifikasi antigen C.trachomatis, PCR dan isolasi C.trachomatis pada biakan sel
Pengobatan
Doksisiklin 2x200 mg peroral, selama 7 hai atau
Azitromisisn 1 gr peroral, dosis tunggal atau
Eritromisin 4x500 mg peroral, selama 7 hari atau
Tetrasiklin 4x500 mg peroral, selama 7 hari
Doksisiklin, Tetrasiklin dan Azitromisin tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau sedang
menyusui dan anak-anak.

6. Jelaskan penatalaksanaan penyakit pada scenario dan jelaskan pencegahan penyakit


dengan gejala keputihan!
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik.
Secara topikal, dapat berupa :
Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hydrogen peroksida 1-2% dan larutan asamlaktat 4%,
bahan berupa supositoria yang bersifat trikomoniasidal misalnyametronidazol sediaan 500 mg
dan 1 gram, jel dan krim yang berisi zattrikomoniasidal.
Secara sistemik (oral) :
- Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg per hari selama 7 hari.Jika tidak hamil,
minum 2 gram per oral satu kali atau masing-masing 1 gram saat
pagi dan sore (dosis terbagi) pada hari yang sama. Efek samping hebat yang memerlukan
penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek samping
yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Efek
samping lain adalah pusing, vertigo, ataksia, parestesia padaekstremitas, urtikaria, pruritus,
disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, kering pada mulut, vagina dan vulva.
- Tinidazol : dosis tunggal 2 gram, memperlihatkan spektrum antimikroba yang sama dengan
metronidazol. Perbedaannya dengan metronidazol adalah masa paruhnya yang
lebih panjang sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal perhari, dan efek sampingnya lebih
ringan daripada metronidazol. Adapun obat lainnya adalah Nimorazol : dosis tunggal 2 gram dan
Omidazol : dosis tunggal1,5 gram.

Kontraindikasi pemberian metronidasol pada wanita hamil, terutama padatrimester pertama.

Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita, yaitu pemeriksaan dan
pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi bola pingpong,
jangan melakukan hubungan seksual
selama pengobatan dan sebelum dinyatakan sembuh, hindari pemakaian barang-barang yang
mudah menimbulkan transmisi, pasien harus diperingatkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol.
Karena flagyl dapat memperkuat efek antikoagulan oral,fenitoin, dan litium. Flagyl berlawanan
dengan fenobarbital, fenitoin, dan penginduksi
enzim hati, menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina,
hindari pemakaian handuk secara bersamaan, hindari pemakaian sabun untuk membersihkan
daerah vagina yang dapat menggeser jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH daerah
kewanitaan tersebut

Pencegahan penyakit dengan gejala keputihan

Mandilah secara teratur dengan menggunakan sabun yang sesuai dengan jenis kulit.
Bersihkan dengan intens daerah pangkal paha dan lajutkan dengan mencuci area genital arah
depan ke belakang.

Hindari penggunaan vaginal douche (cairan pembersih), karena dapat mengubah pH


vagina. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu kestabilan pH
disekitar vagina. Disarankan agar pembersih yang digunakan terbuat dari bahan susu. Karena
pembersih ini mampu menjaga keseimbangan pH, meningkatkan pertumbuhan flora normal,
serta menekan pertumbuhan bakteri.

Pakailah celana dalam yang berbahan katun dan ganti celana setiap hari.

Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya celana dalam basah atau lembab, maka
segeralah ganti dengan yang bersih dan belum dipakai.

Jangan mengenakan celana jeans yang ketat. Karena ini akan merapatkan pori-pori.
Sebaiknya mengenakan rok atau celana bahan non jeans yang mempermudahkan sirkulasi
udara disekitar organ intim.

Gunakan panty liner sewaktu bepergian dan lepaskan sepulang dirumah.


Jangan memakai sesuatu yang bisa mengiritasi vagina, seperti sabun berparfum, parfum,
deodorant, spray atau bedak pengarum.

Saat menstruasi, ganti pembalut sesering mungkin.

Konsumsi vitamin C 500 mg 2 x1 hari untuk meningkatkan asiditas vagina.

7. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!


Anamnesis.
Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah:
a. Usia. Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita atau pada
wanita dewasa, leukorea yang terjadi mungkin karena pengaruh estrogen yang tinggi dan
merupakan leukorea yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi lainnya. Pada
wanita dengan usia yang lebih tua harus dipikirkan kemungkinan terjadinya keganasan
terutama kanker serviks.
b. Metode kontrasepsi yang dipakai. Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat
meningkatkan sekresi kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya
infeksi jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks
yang meragsang sekresi kelenjar serviks menjadi meningkat.
c. Kontak seksual. Untuk mengantisipasi leukorea akibat PHS seperti gonorea, kondiloma
akuminata, herpes genitalis, dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan adalah kontak
seksual terakhir dan dengan siapa dilakukan.
d. Perilaku. Pasien yang tinggal di asrama atau bersama dengan teman-temannya
kemungkinan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya leukorea cukup
besar. Contoh kebiasaan yang kurang baik adalah tukar menukar peralatan mandi atau
handuk.
e. Sifat leukorea. Hal yang harus ditanyakan adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya,
keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan telah berapa lama kejadian tersebut
berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan mengetahui hal hal
tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya.
f. Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi. Pada kedua keadaan ini
leukorea yang terjadi biasanya merupakan hal yang fisiologis.
g. Masa inkubasi. Bila leukorea timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau pengaruh
zat kimia ataupun pengaruh rangsangan fisik.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan
penyakit kronis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya yang mungkin berkaitan
dengan leukorea. Pemeriksaan yang kusus harus dilakukan adalah pemeriksaan genitalia yang
meliputi: inspeksi dan palpasi genitalia eksterna; pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina
dan serviks; pemeriksaan pelvis bimanual. Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari
kontaminasi dengan lendir serviks.
Pada infeksi karena gonokokkus, kelainan yang dapat ditemui adalah orifisium uretra
eksternum merah, edema dan sekret yang mukopurulen, labio mayora dapat bengkak, merah, dan
nyeri tekan. Kadang-kadang kelenjar Bartolini ikut meradang dan terasa nyeri waktu berjalan
atau duduk. Pada pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen.
Pada trikomonas vaginalis dinding vagina tampak merah dan sembab. Kadang terbentuk
abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan
dikenal sebagai strawberry appearance. Bila sekret banyak dikeluarkan dapat menimbulkan
iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna.
Infeksi Gardnerella vaginalis memberikan gambaran vulva dan vagina yang berwarna
hiperemis, sekret yang melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
berkilau. Pada pemeriksaan serviks dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur darah
yang keluar dari ostium uteri internum.
Pada kandidiasis vagina dapat ditemukan peradangan pada vulva dan vagina, pada
dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil berwarna putih, yang jika diangkat
meninggalkan bekas yang agak berdarah.
Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna merah dengan permukaan yang
tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi granuler, berbenjol-benjol dan ulseratif
disertai adanya jaringan nekrotik. Disamping itu tampak sekret yang kental berwarna coklat dan
berbau busuk. Pada kanker serviks lanjut, serviks menjadi nekrosis, berbenjol-benjol, ulseratif
dan permukaannya bergranuler, memberikan gambaran seperti bunga kol.
Adanya benda asing dapat dilihat dengan adanya benda yang mengiritasi seperti IUD,
tampon vagina, pesarium, kondom yang tertinggal dan sebagainya.
Pemeriksaan laboratorium.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
a. Penentuan pH. Penentuan pH dengan indikator pH (3,0 4,5)
b. Penilaian sediaan basah. Penilaian diambil untuk pemeriksaan sediaan basah dengan
KOH 10%, dan pemeriksaan sediaan basah dengan garam fisiologis. Trikomonas

vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai parasit berbentuk lonjong
dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat. Sedangkan kandida albikans dapat dilihat
jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora) atau hifa semu. Vaginitis
nonspesifik yang disebabkan gardnerella vaginalis pada sediaan dapat ditemukan
beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak sel-sel epitel
yang sebagian besar permukaannya berbintik-bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yang
merupakan ciri khas infeksi gardnerella vaginalis.
c. Pewarnaan gram. Neisseria gonorrhea memberikan gambaran adanya gonokokkus intra
dan ekstraseluler. Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran
kecil gram negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan
kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.
d. Kultur. Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi
seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.
e. Pemeriksaan serologis. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes
genitalis dan human papiloma virus dengan pemeriksaan ELISA.
f. Tes Pap Smear. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada
serviks

8.

Mengapa pada skenario keputihan berbuih, kekuningan, dan disertai gatal dan
panas, dan bintik kemerahan pada serviks?

Trikomoniasis sering kali menyebabkan vaginitis dan cervicitis. Keluhan pada skenario yaitu
keputihan yang banyak, berbuih dan berwarna kekuningan disebabkan oleh infeksi pada serviks
dan vagina pasien yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Keputihan yang banyak ini lah
yang menimbulkan keluhan gatal dan panas pada vulva atau kulit sekitarnya. Sedangkan pada
pemeriksaan inspekulo terlihat erosi pada vulva dan terlihat gambaran bintik kemerahan pada
portio serviks (mouth eaten appearance) disebabkan oleh terbentuknya abses kecil pada dinding

vagina dan serviks yang menyebabkan ulserasi pada bagian tersebut dan dikenal dengan mouth
eaten appearance.

9. Jelaskan DD pada skenario?


A. Definisi
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkanTrichomonas
vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus
urogenitalis bagian bawah pada wanita maupun pria, namun pada pria perannya sebagai
penyebab penyakit masih diragukan.
B. Etiologi
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang merupakan satu-satunya
spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus
urogenital. Pertama kali ditemukan oleh Donne pada tahun 1836, dan untuk waktu yang lama
sejak ditemukannya dianggap sebagai komensal.
Trichomonas vaginalis merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18
mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang. Mempunyai membran
undulans yang pendek, tidak mencapai dari setengah badannya. Pada sediaan basah mudah
terlihat karena gerakan yang terhentak-hentak. Membentuk koloni trofozoit pada permukaan
sel epitel vagina dan uretra pada wanita; uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis pada
pria.
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam
suasana pH 5-7,5. Pada suhu 50C akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0C
dapat bertahan sampai 5 hari. Cepat mati bila mengering, terkena sinar matahari, dan terpapar
air selama 35-40 menit.
Ada dua spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaituTrichomonas
tenax yang hidup di rongga mulut dan Pentatrichomonas hominis yang hidup dalam kolon,
yang pada umumnya tidak menimbulkan penyakit.

C. Patogenesis

Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran


urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel. Masa tunas
rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian dengan
jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar
sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel,
kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret.
D. Gejala Klinis
1. Trikomoniasis Pada Wanita
Gejala klinis trikomoniasis pada wanita tidak merupakan parameter diagnostik
yang dapat dipercaya. Masa tunas sulit untuk dipastikan, tetapi diperkirakan berkisar
antara 3-28 hari.
Pada wanita sering tidak menunjukkan keluhan maupun gejala sama sekali. Bila
ada keluhan biasanya berupa duh tubuh vaginal yang banyak dan berbau. Biasanya
penderita datang dengan keluhan gatal pada daerah kemaluan dan gejala keputihan. Dari
data-data yang dikumpulkan oleh Wolner-Hanssen (1989) dan Rein (1989) yang terdapat
pada tabel 1, ternyata hanya 50-70% penderita yang mengeluh adanya duh tubuh vaginal,
sehingga pernyataan bahwa trikomoniasis pada wanita harus selalu disertai duh tubuh
vaginal merupakan hal yang tidak benar.
Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronis. Pada
kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau,
berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. Duh tubuh yang banyak sering
menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vulva serta kulit sekitarnya. Dinding vagina
dan labium tampak kemerahan dan sembab serta terasa nyeri. Sedangkan pada vulva dan
paha bagian atas kadang-kadang ditemukan abses-abses kecil dan maserasi yang
disebabkan oleh fermen proteolitik dalam duh tubuh. Kadang-kadang juga terbentuk
abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak granulasi berwarna merah dan
dikenal sebagai strawberry appearance, yang menurut Fouts et al, hal ini hanya
ditemukan pada 2% kasus trikomoniasis. Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah
dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak
yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain
vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis, skenitis, dan sistitis yang pada
umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang kronik gejalanya lebih ringan dan sekret
vagina biasanya tidak berbusa.

Kadang-kadang reaksi radang sangat minimal sehingga duh tubuh sangat minimal
pula, bahkan dapat tidak tampak sama sekali. Polakisuria dan disuria biasanya merupakan
keluhan pertama pada infeksi traktus urinarius bagian bawah yang simptomatik. Dua
puluh lima persen penderita mengalami infeksi pada uretra.
2. Trikomoniasis Pada Pria
Seperti pada wanita spektrum klinik trikomoniasis pada pria sangat luas, mulai
dari tanpa gejala sampai pada uretritis yang hebat dengan komplikasi prostatitis. Masa
inkubasi biasanya tidak melebihi 10 hari.
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-kadang
preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya gambaran klinis lebih
ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut gejalanya mirip uretritis nongonore,
misalnya disuria, poliuria, dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya
jernih, tetapi kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya
tidak khas; gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari.
E. Diagnosis
Diagnosis kurang tepat bila hanya berdasarkan gambaran klinis, karena Trichomonas
vaginalis dalam saluran urogenital tidak selalu menimbulkan gejala atau keluhan. Uretritis
dan vaginitis dapat disebabkan bermacam-macam sebab, karena itu perlu diagnosis etiologik
untuk menentukan penyebabnya.
Diagnosis trikomoniasis ditegakkan setelah ditemukannya T. vaginalis pada sediaan
langsung (sediaan basah) atau pada biakan duh tubuh penderita.
Diagnosis pada pria menjadi lebih sulit lagi, karena infeksi ditandai oleh jumlah
kuman yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan wanita. Uretritis non gonore (UNG) yang
disebabkan oleh T. vaginalis tidak dapat dibedakan secara klinis dari UNG oleh penyebab
yang lain.
Respon terhadap pengobatan dapat menunjang diagnosis. UNG yang gagal diobati
dengan rejimen yang efektif terhadap C. trachomatis dan U. urealyticum, namun respon
terhadap pengobatan dengan metronidazol, menunjang diagnosis trikomoniasis.
Untuk mendiagnosis trikomoniasis dapat dipakai beberapa cara, misalnya
pemeriksaan mikroskopik sediaan basah, sediaan hapus, dan pembiakan. Sediaan basah
dicampur dengan garam faal dan dapat dilihat pergerakan aktif parasit. Pada pembiakan dapat
digunakan bermacam-macam pembenihan yang mengandung serum.

F. Pemeriksaan Laboratorium
Cara pengambilan spesimen pada wanita, yaitu spesimen berupa hapusan forniks
posterior dan anterior yang diambil dengan lidi kapas atau sengkelit steril. Hendaknya
spekulum yang dipakai jangan memakai pelumas. Pada pria, spesimen yang diambil dengan
mengerok (scraping) dinding uretra secara hari-hati dengan menggunakan sengkelit steril.
Pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan sebelum kencing pertama.
Bila parasit tidak ditemukan, maka dilakukan pengambilan spesimen berupa sedimen
dari 20 cc pertama urin pertama pagi-pagi. Spesimen tersebut, terutama yang diambil setelah
masase prostat dapat menghasilkan 15% hasil positif pada kasus-kasus yang tidak
terdiagnosis dengan pemeriksaan spesimen uretra. Pada spesimen tersebut dilakukan
pemeriksaan :
1. Sediaan Langsung (Sediaan Basah)
Lidi kapas dicelupkan ke dalam 1 cc garam fisiologis, dikocok. Satu tetes larutan
tersebut diteteskan pada gelas objek, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Spesimen
pada ujung sengkelit dimasukkan pada satu tetes garam fisiologis yang telah diletakkan
pada kaca objek.
Sebelum diamati sediaan dipanaskan sebentar dengan hati-hati, untuk
meningkatkan pergerakan T. vaginalis. Pada pemeriksaan diperhatikan pula jumlah
leukosit.
2. Sediaan Tidak Langsung
Bila pada sediaan langsung tidak ditemukan kuman penyebab, maka dilakukan
biakan pada media Feinberg atau Kupferberg. Biakan diperlukan pada pemeriksaan
kasus-kasus asimtomatik. Enam puluh persen spesimen yang diambil dari uretra pria
dengan trikomoniasis akan menghasilkan biakan positif.
Dikemukan bahwa hasil positif pada pemeriksaan sediaan basah pada wanita berkisar
antara 40-80%, sedangkan biakan berkisar antara 95%. Biakan 10-15% lebih sensitif dari
sediaan basah. Berdasarkan hal tersebut biakan masih tetap merupakan pemeriksaan yang
dianjurkan untuk menunjang diagnosis trikomoniasis.(4)
G. Penatalaksanaan
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. (1)Pengobatan trikomoniasis
harus diberikan kepada penderita yang menunjukkan gejala maupun yang tidak.(4)
1. Topikal

a. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrogen peroksida 1-2% dan larutan asam
laktat 4%.
b. Bahan berupa supositoria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal.
c. Jel dan krim, yang berisi zat trikomoniasidal.
2. Sistemik (oral)
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti:
a. Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg/hari, selama 7 hari.
b. Nimorazol : dosis tunggal 2 gram.
c. Tinidazol : dosis tunggal 2 gram.
d. Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram.
Penderita dinyatakan sembuh bila keluhan dan gejala telah menghilang, serta
parasit tidak ditemukan lagi pada pemeriksaan sediaan langsung.
Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita:
a. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah jangan
terjadi infeksi pingpong.
b. Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum dinyatakan
sembuh.
c. Hindari pemakaian barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi.
3. Pengobatan Pada Kehamilan
Kehamilan pada trimester pertama merupakan kontra indikasi pemberian
metronidazol. Sehubungan telah banyak bukti-bukti yang menunjukkan adanya kaitan
antara infeksi T. vaginalis dengan pecahnya ketuban sebelum waktunya, maka
metronidazol dapat diberikan dengan dosis efektif yang paling rendah pada trimester
kedua dan ketiga.
4. Infeksi Pada Neonatus
Bayi dengan trikomoniasis simtomatik atau dengan kolonisasi T.
vaginalis melewati umur 4 bulan, harus diobati dengan metronidazol 5 mg/kgBB/oral, 3 x
sehari selama 5 hari.

I. Prognosis
Umumnya baik, Sembilan puluh lima persen penderita yang diobati sembuh.

10. jelaskan mengapa pasangan pasien merasa gatal dan pedih pada penis pasca
senggama?
Pada pasangan pasien terjadi penularan. Yang dimana cara penularan penyakit ini
sebagian besar melalui hubungan seksual. Pada keadaan lingkungan kebersihan yang kurang
baik, dengan hidup bersama dalam satu rumah, penularan secara tidak langsung melalui alat
mandi, seperti handuk atau tempat duduk kloset, walaupun hal ini jarang terjadi.
Pada pria penyakit Trikomonas, merupakan reservoar dari parasit selama bertahun-tahun
dengan tanpa gejala. Tetapi terkadang gejala pada pria berupa iritasi dalam penis, gatal, cairan
minimal atau rasa pedih ringan pasca buang air kecil atau pada saat ejakulasi.

11. Jelaskan penyebab peristiwa pertama kali keputihan tidak normal!


Keputihan dapat dipicu akibat adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
adalah faktor-faktor yang datang dari tubuh orang itu sendiri sedangkan faktor eksogen adalah
faktor dari luar tubuh dan dari lingkungan.
A. Faktor endogen (berasal dari dalam tubuh) yaitu:
(1) Kelainan pada lubang vagina. Kadang-kadang pada wanita ditemukan cairan dari liang
senggama yang bercampur dengan air seni atau kotoran dari usus (feses). Hal ini dapat
terjadi karena akibat adanya lubang kecil (fistul) dari kandung kemih atau usus keliang
senggama akibat adanya cacat bawaan dan cedera persalinan.
Kelainan kongenital atau bawaan dimana tidak adanya sama sekali vagina atau sebagian
(agenesis vagina/disgenesis vagina) tentu akan menimbulkan masalah bagi penderita
terutama tidak dapat melakukan hubungan seksual dan jalan keluar darah haid. Penderita
yang mengalami agenesis vagina frekuensinya tidak begitu banyak hanya 1:4000
kelahiran.
(2) Imunitas. Ketika daya tahan tubuh seseorang menurun, maka akan mempengaruhi
metabolisme tubuhnya juga. Pada keadaan normal mungkin tidak akan menimbulkan

gangguan apapun namun karena imunitas hospes sedang tidak optimal maka akan
menimbulkan reaksi tertentu. Organ reproduksi cenderung mudah terinfeksi kuman, yang
berakibat pada timbulnya keputihan.
B. Faktor eksogen (berasal dari luar tubuh):
(1) Infeksi. Berbagai mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi seperti jamur, bakteri,
parasit dan virus. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri
lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan penyakit).
Dalam keadaan vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran 3,84,2, dengan tingkat keasaman tersebu lactobacillus akan subur dan bakteri patogen tidak
akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah untuk menjaga
derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Pada kondisi tertentu kadar pH bisa
berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi
lebih tinggi dari 4,2 (kurang asam/basa), maka mikroorganisme akan tumbuh dan
berkembang dengan baik. Akibatnya flora normal vagina akan kalah oleh bakteri patogen
dan menimbulkan gejala infeksi.
(2) Non-infeksi. Meliputi masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun tidak,
membersihkan kelamin yang kurang tepat dan tidak bersih, daerah sekitar kemaluan yang
lembab, stres dan kelainan endokrin atau hormon.
(a)

Benda Asing
Vagina bagaikan lorong terbuka yang memungkinkan masuknya benda asing ke
dalam tubuh. Sisa pembalut, kapas atau mungkin kondom adalah benda-benda
asing yang bisa tertinggal di dalam vagina dan menyebabkan terjadinya keputihan.
Pada anak perempuan mungkin bisa kemasukkan benda asing seperti biji kacang
atau kancing yang setelah lama tertanam di dalam vagina kemudian membusuk dan
menyebabkan keputihan. Benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak
sengaja ke dalam vagina seperti tampon, obat atau alat kontrasepsi, gumpalan
benang yang berasal dari pakaian dalam dan lainnya dapat menyebabkan keputihan.
Masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun tidak yang dapat melukai
epitel vagina seperti tampon, kondom dan benang AKDR.

(b)

Cara Membersihkan Vagina yang Kurang Tepat


Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau bakteri yang dapat menyebabkan
rasa gatal atau perih/tidak nyaman apabila tidak dirawat kebersihannya. Gerakan
cara membersihkan alat kelamin adalah dari daerah vagina ke arah anus untuk
mencegah kotoran dari anus masuk ke vagina. Membersihkan vagina perlu
menggunakan trik yang khusus agar kuman yang ada di bagian belakang dekat anus
tidak pindah ke bagian depan. Akan lebih baik jika membersihkan vagina dari
bagian depan ke bagian belakang. Jangan melakukan berulang-ulang, karena tetap
saja kuman dapat berpindah. Untuk membersihkan vagina dengan air, sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan shower toilet. Cara membersihkan vagina dengan
shower toilet adalah dengan menyemprot permukaan luar vagina pelan-pelan dan
menggosoknya secara halus dengan tangan kiri. Membilas vagina dengan cairan
khusus boleh saja, tapi tidak dianjurkan, asal jangan terlalu sering dan pilih yang
tanpa parfum dengan pH-nya netral agar tidak mempengaruhi pH vagina.

(c)

Area Vagina yang Lembab


Kondisi vagina yang lembab dapat terjadi ketika setelah buang air kecil, daerah
kemaluan tidak dikeringkan sehingga celana dalamnya basah dan menimbulkan
kelembaban di sekitarnya. Lingkungan sekitar vagina yang lembab bisa
menyebabkan bakteri dan jamur yang ada tumbuh dengan pesat, karena kondisi ini
merupakan lingkungan yang ideal bagi jamur dan bakteri untuk berkembang biak.
jika hal ini terus menerus dibiarkan, bisa menyebabkan infeksi.
Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini
membuat tubuh kita lembab, terutama organ seksual dan reproduksi yang tertutup
dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan ekosistem di vagina
terganggu sehingga menimbulkan bau tak sedap serta infeksi.
Celana dalam ikut menentukan kesehatan organ intim. Bahan yang paling baik dari
katun, karena dapat menyerap keringat dengan sempurna. Celana dari bahan satin
ataupun bahan sintetik lainnya, justru menyebabkan organ intim menjadi panas dan
lembab. Bahan pakaian luar pun perlu diperhatikan seorang wanita. Bahan dari

jeans memiliki pori-pori yang sangat rapat, sehingga tidak memungkinkan udara
untuk mengalir secara leluasa. Kondisi yang lembab dan basah bisa menjadi tempat
pertumbuhan jamur dan kuman yang dapat menimbulkan keputihan. Jamur tumbuh
subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon
tidak dapat menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran
keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai bertimbun, sehingga membuat
selangkangan terasa panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang cocok
untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain yang merugikan.
(d)

Kondisi Stres
Kondisi tubuh yang selalu tegang, cemas, kelelahan dan kurang istirahat dapat
menimbulkan keputihan. Semua organ tubuh kinerjanya dipengaruhi dan dikontrol
oleh otak, maka ketika reseptor otak mengalami kondisi stres, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dan keseimbangan hormon-hormon dalam
tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya keputihan.
Stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh
yang terganggu dan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan seharihari dan tidak dapat dihindari. Setiap orang mengalaminya dan stres memberi
dampak secara total pada individu yang meliputi fisik, psikologis, intelektual, sosial
dan spiritual. Stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stres dapat
berpengaruh terhadap dinamika regulasi hormonal yang berdampak terhadap
perubahan fungsi fisiologis sistem tubuh. Salah satunya adalah sistem reproduksi.
Tanda-tanda dan gejala stres diantaranya adalah adanya peningkatan denyut jantung
atau berdebar-debar, kekakuan otot terutama dibagian leher dan bahu, sulit tidur
(insomnia), menurunnya konsentrasi atau suka lupa, makan terlalu banyak atau
sedikit, mudah tersinggung dan marah, bertindak agresif dan defensive, otot-otot
tegang, selalu merasa lelah, sakit kepala, perut, dan diare.

(e)

Gangguan hormonal
Keputihan terjadi akibat perubahan hormon estrogen. Biasanya terjadi pada masa
peralihan antara masa pubertas dan menjelang menopause (setelah masa

subur/reproduktif). Keputihan yang fisiologis dapat timbul saat terjadi perubahan


siklus hormonal, seperti sebelum pubertas, stres psikologis, sebelum dan setelah haid,
kehamilan, saat menggunakan kontrasepsi hormonal, atau saat menopause.

Referensi :

Goldman & Ausiello. Lower Genital Tract Infections in Women: Cecil Textbook of Medicine.
22nd Ed. USA. Saunders; 2004; 1916
Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Pp:103-6
Daili SF. Trikomoniasis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit DanKelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI; 2009. p. 384-385.
Amir Syarif E. Kemoterapi Parasit. In: Gunawan SG, editor. Farmakologidan Terapi. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI; 2009. p. 552-553.
Dr. Rohan Hasan Hasdianah. 2013. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Harrison (2000), Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai