Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

BLOK REPRODUKSI SKENARIO 3


“MENGAPA SAYA KELUAR CAIRAN KUNING?”

KELOMPOK XVI
ADIMAS PUTERO NEGORO G0016004
PRIMA ANUGRAH MUNANDAR G0016174
MUHAMMAD REYHAN PRATAMA G0016156
FARRAS GHANIKAGI SUTEDI G0016074
AINOR ROHMAH G0016012
ALIFFIRA AYUNDA PUTRI G0016020
NABILAH BULAN SALSABILA G0016160
SASKIA NANDATARI G0016198
RIZKI ANNISA G0016240
ULFIANA NAFIZA ZAHRA G0016218
WULANDHARI G0016230
ZUMROTUL AYU NINGTYAS G0016238
TUTI RATNASARI G0014232

Tutor : Eric Edwin, dr., SpOG

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3

MENGAPA SAYA KELUAR CAIRAN KUNING ?

Seorang perempuan, 30 tahun, P2A0, datang ke puskesmas mengeluh


keluar cairan warna kuning kental, berbau sejak 10 hari ynag lalu, sudaha berobat
ke bidan, tapi tidak ada perubahan. Pasien juga mengeluh terasa nyeri perut
sebelah kiri dan nyeri saat buang air kecil, kadang disertai demam. Suami pasien
juga mengalami keluhan yang sama.
Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien tampak baik. Pada pemeriksaan
abdomen, teraba supel, nyeri tekan di region inguinal kiri dan tidak teraba masa.
Pada pemeriksaan inspekulo, portio utuh, erosi (-), darah (-), tampak discharge
warna kuning kental. Pada pemeriksaan bimanual, didapatkan dinding vagina
dalam batas normal, portio utuh, corpus uteri sebesar telur ayam, adneksa kiri
nyeri tekan, tidak teraba masa, adneksa kanan dalam batas normal, discharge
warna kuning kental dan berbau, darah (-).
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter menjelaskan
kondisi pasien dan menyarankan untuk pemeriksaan swab vagina dan pemberian
terapi awal. Dokter juga menyerahkan konseling lebih dalam terkait perilaku
seksual pasangan suami istri.
.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1 : Klarifikasi istilah dan konsep


1. Supel : Dinding perut lemas
2. Inspekulo : Inspeksi dengan speculum
3. Adneksa : Struktur tambahan pada jaringan sekitar uterus

B. Langkah 2 : Menetapkan/mendefinisikan masalah


1. Bagaiman interpretasi dari pemeriksaan fisik pada skenario ?
2. Mengapa pasien demam ? apa hubungannya dengan keluar cairan dan
nyeri miksi ?
3. Mengapa suami pasien mengalami keluhan yang serupa ?
4. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan swab vagina ?
5. Apa konseling terkait perilaku seksual pasangan suami istri ?
6. Apakah discharge pada skenario normal ?
7. Mengapa keluar discharge berwarna kuning ?
8. Apa diagnosis banding dari skenario ?
9. Bagaimana tatalaksana yang diberikan ?
10. Bagaimana cara pemeriksaan swab vagina ?
11. Apakah ada hubungan keluhan dengan riwayat partus ?

C. Langkah 3 : Analisis masalah


1. Bagaiman interpretasi dari pemeriksaan fisik pada scenario ?
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- Pada pemeriksaan abdomen: teraba supel (normal), tidak teraba masa
(normal)
- Pada pemeriksaan inspekulo: portio utuh (normal), erosi (-) (normal),
darah (-) (normal), tampak discharge warna kuning kental (abnormal).
Normalnya discharge vagina berwarna jernih atau putih seperti susu,
tidak berbau, licin dan basah, tebal dan lengket.
- Pada pemeriksaan bimanual, didapatkan dinding vagina dalam batas
normal, portio utuh (normal), corpus uteri sebesar telur ayam
(normal), adneksa kiri nyeri tekan (abnormal) normalnya tidak
terdapat nyeri tekan, tidak teraba masa (normal), adneksa kanan dalam
batas normal, discharge warna kuning kental dan berbau (abnormal),
darah (-) (normal).

2. Mengapa pasien demam ? apa hubungannya dengan keluar cairan dan


nyeri miksi ?
Penyebab pasien demam kemungkinan karena terdapat infeksi bakteri
dalam tubuh yang masuk ke peredaran darah
Penyebab rasa nyeri kemungkinan disebabkan oleh bakteri didalam
vagina. bakteri yang secara normal ada pada vagina mengalami
peningkatan jumlah/perkembang biakan yang abnormal. Hal ini juga
dikenal sebagai vagina colonized, dalam keadaan normal terdapat banyak
spesies bakteri yang menghuni vagina. Yang paling umum jenis bakteri
ini adalah dari genus Lactobacillus. Genera bakteri lain yang ditemukan
dalam vagina adalah Staphylococcus, Streptococcus, Proteus,
Corynebacterium, dan beberapa orang lainnya. Ketika bakteri penyebab
penyakit meningkat jumlahnya, mereka menyebabkan manifestasi
ketidaknyamanan, nyeri dan tidak nyaman lain

3. Mengapa suami pasien mengalami keluhan yang serupa ?


Diduga suami pasien tertular saat berhubungan seksual yang tidak aman

4. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan swab vagina ?


INDIKASI: swab vagina dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami
bakterial vaginosis, vaginitis akibat infeksi Trichomonas vaginalis atau
vulvovaginitis.
5. Apa konseling terkait perilaku seksual pasangan suami istri ?
Menjelaskan pilihan perilaku seksual yang aman
a. Cara ABCD
A = Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara
waktu)
B = Be faithful (setia pada pasangan)
C = Condom (gunakan kondom bila tidak mau melaksanakan A dan
B, termasuk menggunakan kondom sebelum IMS yang
dideritanya sembuh)
D = no Drugs (Tidak menggunakan obat psikotropik atau zat adiktif
lainnya)
b. Ada juga cara lain yaitu dengan mengganti hubungan seksual
penetratif berisiko tinggi (hubungan seksual anal maupun vaginal
yang tidak terlindung) dengan hubungan seksual non-penetratif
berisiko rendah).
Perilaku berisiko tinggi adalah perilaku yang menyebabkan seseorang
terpapar dengan darah, semen, cairan vagina yang tercemar kuman
penyebab IMS atau HIV. Yakinkan pasien bahwa mereka telah
terinfeksi melalui hubungan seksual tak terlindung dengan pasangan
yang terinfeksi, dan bahwa tidak ada penyebab lainnya.

6. Apakah discharge pada skenario normal ?


Jenis keputihan
Discharge atau keputihan dapat dibedakan menjadi dua jenis
keputihan yaitu: keputihan normal (fisiologis) dan keputihan
abnormal.
Keputihan normal
Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang menstruasi, pada
sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi. Keputihan yang
fisiologis terjadi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron
yang dihasilkan selama proses ovulasi. Setelah ovulasi, terjadi
peningkatan vaskularisasi dari endometrium yang menyebabkan
endometrium menjadi sembab. Kelenjar endometrium menjadi
berkelok-kelok dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron
dari korpus luteum sehingga mensekresikan cairan jernih yang dikenal
dengan keputihan 8. Hormon estrogen dan progesteron juga
menyebabkan lendir servik menjadi lebih encer sehingga timbul
keputihan selama proses ovulasi. Pada servik estrogen menyebabkan
mukus menipis dan basa sehingga dapat meningkatkan hidup serta
gerak sperma, sedangkan progesteron menyebabkan mukus menjadi
tebal, kental, dan pada saat ovulasi menjadi elastis. Keputihan
fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-ciri dari
keputihan fisiologis adalah cairan berwarna bening, kadang-kadang
putih kental, tidak berbau, dan tanpa disertai dengan keluhan, seperti
rasa gatal, nyeri, dan terbakar serta jumlahnya sedikit (Wiknjosastro
H, 2007).
Keputihan abnormal
Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin
(infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan
penyangga, dan pada infeksi karena penyakit menular seksual). Ciri-
ciri keputihan patologik adalah terdapat banyak leukosit, jumlahnya
banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (biasanya kuning,
hijau, abu-abu, dan menyerupai susu), disertai dengan keluhan (gatal,
panas, dan nyeri) serta berbau (apek, amis, dan busuk) (Daili dkk,
2009).
Faktor-faktor yang memicu keputihan abnormal adalah :
1. Kelelahan fisik
2. Ketegangan psikis
3. Kebersihan diri
Discharge pada skenario merupakan abnormal karena normalnya
discharge vagina tidak berbau, berwarna putih atau jernih dan
konsistensi licin dan kental. Jika discharge berwarna kuning
merupakan salah satu gejala dari trikomoniasai dan gonore.
7. Mengapa keluar discharge berwarna kuning ?
Penyebab keputihan sangat bervariasi. Berikut ini adalah penyebab-
penyebab keputihan (Dalimartha, 2002, p.3)

A. Infeksi
Keputihan karena infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis jasad
renik yaitu : bakteri, jamur, parasit, dan virus.
1) Bakteri (kuman)
a) Gonococcus Ada beberapa macam bakteri golongan
coccus. Salah satunya Neisseria gonorrhea, suatu
bakteri yang bila dilihat dengan mikroskop diplopok
(berbentuk biji kopi) intraseluler dan ekstraseluler,
bersifat tahan asam, dan bersifat “gram negatif”
(Dalimartha, 2002, p.4).
b) Chlamydia trachomatis
Bakteri sudah lebih dahulu dikenal sebagai penyebab
penyakit mata yang disebut trakoma, namun ternyata
bisa juga ditemukan dalam cairan vagina dan
menyebabkan penyakit uretritis non – spesifik (non –
gonore).Keputihan yang ditimbulkan oleh bakteri ini
tidak begitu banyak dan lebih encer bila dibandingkan
dengan
penyakit gonorea.(Dalimartha, 2002, p.4)
c) Gardnerella vaginali
Bakteri ini sering ditemukan dalam vagina, maka kerap
dianggap sebagai bagian dari jasad renik
normal.peradangan yang ditimbulkan oleh bakteri ini
disebut vaginosis bacterial. Keputihan yang timbul
warnanya putih keruh keabu-abuan, agak lengket dan
berbau amis seperti ikan, disertai rasa gatal dan panas
pada vagina. Sering kali infeksi ini tanpa gejala
(Dalimartha, 2002,p.5)
2) Jamur
Candida merupakan penghuni normal rongga mulut, usus
besar, dan vagina.Bila jamur candida di vagina terdapat dalam
jumlah banyak, dapat menyebabkan keputihan yang
dinamakan kandidosis vaginalis.Kirakira 40% keputihan
disebabkan oleh jamur spesies albicans. Jamur ini bisa
menyerang semua umur, mulai dari bayi, dewasa, sampai usia
lanjut. Namun, perempuan di usia subur lebih sering terkena
infeksi jamur ini. Suasana asam di vagina yang berubah
menjadi bisa memudahkan terjadinya infeksi dengan jamur
candida (Dalimartha, 2002, p.5).
3) Parasit
Banyak parasit yang bisa hidup di tubuh manusia. Satu
diantaranya protozoa dari kelas Mastigophora yang bernama
Trichomonas vaginalis.Parasit ini hidup dalam vagina dan
uretra baik pada laki-laki maupun perempuan.Parasit ini
menimbulkan penyakit yang dinamakan Trikomoniasis.Kira-
kira 15% keluhan keputihan disebabkan oleh parasit
ini.Penularannya sebagian besar melalui senggama.Infeksi
akut akibat parasit ini menyebabkan keputihan yang ditandai
oleh banyaknya keluar cairan yang encer, berwarna kuning
kehijauan, berbuih menyerupai air sabun, dan bauya
apek.Keputihan akibat parasit ini tidak begitu gatal, namun
vagina tampak merah, nyeri bila kencing. Kadang-kadang
terlihat bintik-bintik perdarahan seperti buah strawberi.
4) Virus Keputihan akibat infeksi virus sering disebabkan oleh
Virus Herpes Simplex (VHS) tipe-2 dan Human Papilloma
Virus (HPV).Infeksi HPV telah terbukti dapat meningkatkan
timbulnya kanker serviks, penis dan vulva.Sedangkan Virus
Herpes Simplex tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
(Dalimartha, 2002, p.7)
B. Penyakit menahun atau kelelahan kronis

Kelelahan, kurang darah (anemia), sakit yang telah berlangsung


lama, perasaan cemas, kurang gizi, usia lanjut, terlalu lama berdiri
di 11 lingkungan yang panas, peranakan turun (prolaps uteri), dan
dorongan seks yang tidak terpuaskan dapat juga menimbulkan
keputihan. Keputihan juga berhubungan dengan keadaan lain
seperti penyakit kencing manis(diabetes mellitus), kehamilan,
memakai kontrasepsi yang mengandung esterogenprogesteron
seperti pil KB atau memakai obat steroid jangka panjang.
(Dalimartha, 2002, p.9).

C. Pola hidup tidak sehat

Pola hidup tertentu seperti penggunaan busana kerja, seperti


korset, stoking atau pakaian olahraga yang ketat dan terbuat dari
bahan yang tidak menyerap keringat juga bisa menimbulkan
keputihan.Kebiasaan mengkonsumsi gula atau karbohidrat dalam
jumlah tinggi juga dapat menimbulkan keputihan karena tidak
semua gula yang masuk kedalam tubuh menjadi asam laktat oleh
laktobasilus. Sisa gula yang beredar dalam tubuh menjadi
makanan jamur candida penyebab keputihan pada perempuan
(Wikipedia, 2008)

D. Stres

Gaya hidup tertentu seperti stress, merasa cemas dan kurang


istirahat dapat menimbulkan keputihan. Keadaan tersebut dapat
menimbulkan bendungan pada pembuluh darah di daerah panggul,
sehingga pengeluaran cairan oleh kelenjar di panggul meningkat
dan menimbulkan keputihan (Wikipedia, 2008).

8. Apa diagnosis banding dari skenario ?


a. Trikomoniasis
Gejala :
 Abnormal vaginal discharge (hijau sampai kuning, berbau)
 Gatal
 Tidak nyaman saat berkemih dan hubungan seksual
b. Gonore
Gejala :
 Keluar cairan kekuningan
 Nyeri perut bawah
 Nyeri saat berkemih
 asimtomatis
c. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Gejala:
 Nyeri di perut bagian bawah dan panggul
 Vaginal discharge dengan bau tak sedap
 Perdarahan uterus tidak normal, terutama selama atau setelah
hubungan intim, atau antara siklus menstruasi
 Nyeri atau perdarahan saat bersenggama
 Demam, terkadang dengan menggigil
 Menyakitkan atau sulit buang air kecil
9. Bagaimana tatalaksana yang diberikan ?
Trikomoniasis : Metronidazol 2 x 500 mg/hari, per oral, selama 7
hari
Gonore : Levofloksasin 500 mg, dosis tunggal, per oral
10. Bagaimana cara pemeriksaan swab vagina ?
Pasien perempuan dengan status sudah menikah, dilakukan pemeriksaan
dengan spekulum serta pengambilan specimen
a. Beri penjelasan lebih dulu mengenai pemeriksaan yang akan
dilakukan agar pasien tidak merasa takut
b. Bersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi
larutan NaCl
c. Setiap pengambilan bahan harus menggunakan spekulum steril
(sesuaikan ukuran spekulum dengan riwayat kelahiran per
vaginam), swab atau sengkelit steril
d. Masukkan daun spekulum steril dalam keadaan tertutup dengan
posisi tegak/vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya
masuk kemudian putar pelan-pelan sampai daun spekulum dalam
posisi datar/horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan
lampu sorot vagina cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu
sehingga serviks terfiksasi.
e. Setelah itu dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan
pengambilan specimen
- Dari serviks: bersihkan daerah endoserviks dengan kasa
steril, kemudian ambil spesimen duh tubuh serviks dengan
sengkelit/ swab DacronTM steril untuk pembuatan sediaan
hapus, dengan swab DacronTM yang lain dibuat sediaan
biakan,
- Dari forniks posterior: dengan sengkelit/ swab DacronTM
steril untuk pembuatan sediaan basah, dan lakukan tes amin
- Dari dinding vagina: dengan kapas lidi/ sengkelit steril untuk
sediaan hapus,
- Dari uretra: dengan sengkelit steril untuk sediaan hapus
Cara mengambil specimen
 Buka pembungkus kapas lidi steril
 Cara memegang: jepit lidi diantara ibu jari dan jari telunjuk
 Masukkan ke dalam vagina, putar 360∘, pastikan kapas
menyentuh dinding vagina hingga spesimen meresap
 Keluarkan kapas lidi tanpa menyentuh vulva dan kulit
Cara melepaskan speculum
kunci spekulum dilepaskan, sehingga spekulum dalam
posisi tertutup, putar spekulum 90o sehingga daun spekulum
dalam posisi tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.

11. Apakah ada hubungan keluhan dengan riwayat partus ?


Dari berbagai sumber yang telah dibaca tidak ada yang mengkaitkan
antara riwayat telah melahirkan dengan peningkata resiko mendapat
penyakit yang dikeluhkan pasien, tetapi sebagian besar pasien yang
menderita keluhan seperti pada scenario adalah wanita yang sudah
melahirkan.
D. Langkah 4 : Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan
yang didapatkan pada langkah 3

Discharge

Normal Abnormal

Karakteristik Etiologi Pemeriksaan Faktor risiko Diagnosis

Swab Vagina Tatalaksana

Edukatif Medika Mentosa Profentif


E. Langkah 5 : Merumuskan sasaran pembelajaran
Mahasiswa mengetahui, memahami dan menjelaskan mengenai:
1. Karakteristik discharge normal dan abnormal
2. Etiologi discharge abnormal
3. Pemeriksaan terkait skenario
4. Faktor risiko
5. Diagnosis banding
6. Tatalaksana

F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi


kelompok
Pengumpulan informasi tambahan dilakukan secara mandiri oleh masing-
masing mahasiswa dengan menggunakan sumber yang EBM (Evidence Based
Medicine) seperti buku, jurnal maupun website.

G. Langkah 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi-informasi yang


terkumpul
1. Karakteristik discharge normal dan abnormal
DUH TUBUH VAGINA (Vaginal discharge)
 umum dan sering ditemukan
 ada yang fisiologis dan patologis
 duh tubuh abnormal merupakan skrining adanya suatu penyakit

Duh tubuh vagina abnormal

Merupakan gejala dari :

 kandidiasis vulvovaginal : 27%


 vaginosis bakterialis : 21%
 trikomoniasis: 8%
 Chlamydia trachomatis: 2%
 Neisseria gonorrhea: 1%
 penyebab non-infeksi: 34% kasus

Berdasarkan etiologi: Fisiologis (normal) dan Patologis (abnormal)

a. DUH TUBUH FISIOLOGIS


Discharge FISIOLOGIS
 Flora vagina normal : laktobasilus
 Sistem pertahanan tubuh
 pH normal vagina berkisar 3,8 – 4,4
 Kualitas dan kuantitas berubah-ubah
 Setiap wanita mempunyai batas normal

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

 Usia
- Prapubertas
- Reproduksi
- Pascamenopause
 Hormon
- Kontrasepsi hormonal
- Perubahan hormon
- Kehamilan
 Faktor-faktor lokal
- Menstruasi
- Pascasalin
- Keganasan
- Semen
- higiene perorangan
b. DUH TUBUH PATOLOGIS
Etiologi duh tubuh vagina patologis :
 Infeksi
Umum
Mikroorganisme: Candida, Trichomonas , Chlamydia, N.
gonorrhoeae Kondisi : Vaginosis bakterialis, PID, infeksi
panggul, sepsis
2. Etiologi discharge abnormal
a. Infeksi
- Umum
Mikroorganisme: Candida, Trichomonas , Chlamydia, N.
gonorrhoeae
Kondisi: Vaginosis bakterialis, PID, infeksi panggul, sepsis
- Jarang
HPV, sifilis, mycoplasma, ureaplasma, E. coli
b. Penyebab lainnya
- Umum
Tampon,kondom, kimia, dll
- Jarang
Trauma fisik, jaringan granulasi, fistula, neoplasia
Klasifikasi Discharge
- Belum ada klasifikasi khusus
- Berhubungan dengan kondisi tertentu:
 infeksi Chlamydia
 vaginosis bakterialis
 kandidiasis vulvovaginalis
 trikomoniasis
 vaginitis aerob
 vaginitis non-infeksi
Faktor Risiko Discharge
- Vaginosis bakterialis:
 pasangan seksual, bilas vagina
 ras Afrika, wanita lesbian, dan perokok
 infeksi panggul pasca-abortus
- Kandidiasis vulvovaginalis:
 kondom,diafragma, spermisida, seks oral
 antibiotik, kontrasepsi oral, diabetes, AIDS
 kehamilan  kontroversial
- Trikomoniasis
 kemiskinan
 aktivitas seksual
- Usia kurang dari 25 tahun
- Tidak menggunakan kondom
- Berganti pasangan seksual dalam 3 bulan terakhir
- Sering berganti pasangan atau kontak multipel
- Gejala positif pada pasangan
- Penyakit menular seksual sebelumnya
- Komplikasi penyakit menular seksual
- Perilaku pasangan seksual yang berisiko.

3. Pemeriksaan terkait scenario


Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan dua cara, yaitu: secara
makroskopis dan secara mikroskopis.
Pemeriksaan laboratorium secara makroskopis, yaitu:
a. Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur dilakukan untuk identifikasi jenis bakteriaerob dan
jamur yang terdapat pada sekret vagina yang ditanam pada media MRS
agar (deMann Rogosa Sharpe agar), BAP (Blood Agar Plate), MC
(Mac Conkey agar) dan SDA (Sabouraud Dextrose agar).
b. Uji Reaksi Biokimia
Pemeriksaan dengan TSIA, katalase koagulase dan gula-gula.
Pemeriksaan laboratorium mikroskopis:
- Pengecatan KOH 10%
Pemeriksaan ini untuk identifikasi adanya Candida secara langsung.
Pada obyek gelas steril dioleskan bahan pemeriksaan dari sekret
vagina yang diambil secara aseptik dengan menggunakan cytobrush
kemudian ditetesi dengan KOH 10%, tutup dengan deck glass dan lihat
di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Hasil positif Candida
jika ditemukan yeast dan pseudohifa. 2. Pengecatan Gram
Dengan menggunakan cytobrush diambil sekret vagina, oleskan pada
obyek gelas, keringkan, kemudian fiksasi dengan lampu spiritus.
Material digenangi dengan larutan karbol Gentian Violet selama 1
menit, sisa cat dibuang, genangi dengan lugol selama 1 menit, cuci
dengan air mengalir, lalu ditetesi dengan alkohol absolut, cuci dengan
air mengalir kemudian genangi dengan Air Fuchsin selama 30–60
detik. Cuci dengan air mengalir dan biarkan kering. Periksa dengan
mikroskop pada pembesaran 1000x dengan menggunakan minyak
imersi. Pemeriksaan ini untuk identifikasi bentuk dan sifat bakteri
terhadap pengecatan Gram apakah bakteri Gram positif atau Gram
negatif serta identifikasi ada tidaknya clue cells.

4. Faktor Rsiko
a. Penyebab penyakit
Penyakit menular seksual sangat bervariasi, penyebabnya dapat berpa
virus, parasit, bakteri, protozoa
b. Host
Beberapa factor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan
insiden penyakit menular adalah
 Umur
Umur merupakan salah satu variable yang penting dalam
mempengaruhi aktifitas seksual seseorang pada orang yang lebih
dewasa memiliki pertimbangan lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang belum dewasa
 Jenis kelamin
 Pilihan dalam hubungan seksual
Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu factor
predisposisi, factor-faktor pendukung dan factor pendorong
 Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial
Pekerjaan seseorang berkaitan erat dengan kemungkinan
terjadinya PMS
 Status perkawinan
Status IMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai
arau orang yang terpisah dari keluarganya dibandingkan dengan
yang sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya
terpenuhi
 Pemakaian kondom
Orang yang tidak menggunakan kondom beresiko terkena IMS
bila dibandingkan dengan orang yang menggunakan kondom

5. Diagnosis banding
a. Sindrom duh genital
Duh tubuh vagina atau biasa disebut vaginal discharge merupakan
sekret yang dikeluarkan oleh vagina, bisa normal (fisiologis) atau
abnormal (patologis). Discharge abnormal bisa disebabkan oleh:
- Kandidiasis vulvovaginal 27%
- Vaginosis bakterialis 21%
- Trikomoniasis 8%
- Chlamydia trachomatis 2%
- Neisseria gonorrhea 1%
- Non infeksi 34%
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya sindrom duh antara lain:
- Hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman (kondom)
- Berganti-ganti pasangan seksual
- Perilaku hubungan seksual berisiko tinggi (oral atau anal)
b. Pelvic inflammatory disease (PID)
Etiologi:
Organisme yang paling sering diisolasi pada kasus PID akut adalah
N. gonorrhoeae dan C. trachomatis. C. trachomatis adalah patogen
bakteri intraselular dan organisme menular seksual yang dominan yang
menyebabkan PID.
Patofisiologi :
Sebagian besar kasus PID diperkirakan terjadi dalam 2 tahap.
Tahap pertama adalah akuisisi infeksi vagina atau serviks. Infeksi ini
sering ditularkan secara seksual dan mungkin tidak bergejala. Tahap
kedua adalah pendarahan langsung mikroorganisme dari vagina atau
leher rahim ke saluran genital atas, dengan infeksi dan pembengkakan
struktur ini.
Mekanisme (atau mekanisme) yang digunakan mikroorganisme
dari saluran genital bawah tidak jelas. Studi menunjukkan bahwa
beberapa faktor mungkin terlibat. Meskipun lendir serviks memberikan
penghalang fungsional melawan penyebaran ke atas, khasiat
penghalang ini dapat dikurangi dengan peradangan vagina dan oleh
perubahan hormonal yang terjadi selama ovulasi dan menstruasi.
Selain itu, pengobatan antibiotik terhadap infeksi menular seksual
dapat mengganggu keseimbangan flora endogen di saluran genital
bawah, yang menyebabkan organisme nonpathogenic cenderung
tumbuh dan naik. Pembukaan serviks saat menstruasi, bersamaan
dengan aliran menstruasi yang retrograde, juga dapat memfasilitasi
pendarahan mikroorganisme.
Hubungan intim dapat menyebabkan pendakian infeksi melalui
kontraksi uterus berirama yang terjadi selama orgasme. Bakteri juga
bisa dibawa bersamaan dengan sperma ke dalam rahim dan saluran
tuba.
Pada saluran atas, sejumlah faktor mikroba dan inang tampaknya
mempengaruhi tingkat peradangan yang terjadi dan, dengan demikian,
jumlah jaringan parut berikutnya yang berkembang. Infeksi tuba
fallopi pada awalnya mempengaruhi mukosa, namun pembengkakan
dapat dengan cepat menjadi transmural. Peradangan ini, yang
tampaknya dimediasi oleh pelengkap, dapat meningkat intensitasnya
dengan infeksi berikutnya.
Peradangan dapat meluas ke struktur parametrium yang tidak
terinfeksi, termasuk usus. Infeksi dapat berlanjut melalui tumpahan
bahan purulen dari tuba falopi atau melalui penyebaran limfatik di luar
panggul untuk menghasilkan peritonitis akut dan perihepatitis akut.
Gejala:
 Nyeri di perut bagian bawah dan panggul
 Vaginal discharge dengan bau tak sedap
 Perdarahan uterus tidak normal, terutama selama atau setelah
hubungan intim, atau antara siklus menstruasi
 Nyeri atau perdarahan saat bersenggama
 Demam, terkadang dengan menggigil
 Menyakitkan atau sulit buang air kecil
Komplikasi:
Penyakit radang panggul yang tidak diobati dapat menyebabkan
jaringan parut. Anda mungkin juga mengembangkan koleksi cairan
yang terinfeksi (abses) di saluran tuba Anda, yang dapat merusak
organ reproduksi Anda.
6. Tatalaksana
 Pengobatan Duh Tubuh Vagina
 Pengobatan Duh Tubuh Urethra

 Pengobatan Vaginitis
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Discharge atau keputihan dapat dibedakan menjadi dua jenis keputihan
yaitu: keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal. Keputihan
normal tidak berbau, tidak berwarna dan tidak gatal. Sedangkan keputihan
patologis biasanya disebabkan karena Kelelahan fisik, ketegangan psikis
dan kurangnya kebersihan diri
2. Penyakit yang ditandai dengan discharge patalogis adalah gonore,
trikomoniasis dan Pelvic Inflammatory Disease (PID). Penyebab tersering
terjadinya discharge adalah infeksi. Perlu penanganan yang tepat untuk
penyakit ini agar tidak menular.

B. Saran
Apabila ada kurang lebihnya dari penulis dalam berdiskusi dan membuat
laporan, kami mohon maaf dan mohon bimbingan lebih lanjut agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan diskusi tutorial.
Diskusi tutorial skenario ini sudah berjalan dengan cukup baik karena
masing-masing peserta sudah mengemukakan pendapatnya pada pertanyaan-
pertanyaan yang ditetapkan, namun perlu ditingkatkan pemikiran kritis
peserta dalam diskusi. Dalam skenario selanjutnya diharapkan peserta bisa
lebih aktif dan kritis dalam melakukan diskusi.
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention: Sexualitg Transmited Diseases


Treatment Guidelines 2015. Available at :
http://www.cdc.gov/std/tg2015/default.html

Daili, Fahmi S, Indriatmi B. Penyakit Menukar Seksual. Jakarta: Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009.

DEPKES RI. (2011) . Pedoman Nasional Penanggulangan Infeksi Menular


Seksual. Available at : http://www.spiritia.or.id/dokumen/pedoman-
ims2011.pdf

DEPKES RI. (2015) . Pedoman Nasional Penanggulangan Infeksi Menular


Seksual. Available at :
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Nasional_Tatalaksana_IMS_2
015.pdf

FK Universitas Hasanuddin. 2015. Buku Panduan Keterampilan Klinik: Vaginal


Discharge. Makassar: FK Universitas Hasanuddin

Girerd, P.H. (2017). Bacterial Vaginosis. Available at :


https://emedicine.medscape.com/article/254342-overview

Junizaf, Santoso B. I. 2008. Duh Tubuh Vagina (Vaginal Discharge). Depok:


Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI

Sheperd, M. 2017. Pelvic Inflammatory Disease. Available at :


https://emedicine.medscape.com/article/256448-overview#a2

Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo; 2007

Anda mungkin juga menyukai