Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian True-experimental pasca-tes dengan

kelompok eksperimen dan kontrol. Pada rancangan ini baik kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol diberi perlakuan. Pengukuran hanya

dilakukan setelah pemberian perlakuan selesai (Nursalam, 2008). Pada

rancangan ini terdapat 5 kelompok yang terdiri dari 4 kelompok eksperimen

dan 1 kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan yaitu dengan

kompres luka dengan betain polihexanide dengan kelembaban adalah 50%,

60%, 70%, 80%. Berdasarkan studi pendahuluan betaine polihexanide 0,1%

dengan kosentrasi 2g/ml tidak menghambat keratinosit dan mempercepat

penyembuhan luka (wilkin et al, 2012). Pada penelitian yang lain, luka yang

dibersihkan dengan betaine polihexanide 0,1% waktu penyembuhan luka 22

hari dan 24 hari dengan normal salin 0,9% (Kramer et al, 2004).

4.2 Sampel

Penelitian ini menggunakan 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol.

4.2.1 Kriteria Sampel

Sampel yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan ekkslusi sebagai berikut :

55
Kriteria inklusi :

Galur wistar

Jenis kelamin jantan

Umur 2,5 3 bulan ( usia pertumbuhan ) karena proliferasi sel

pada usia pertumbuhan ini cepat sehingga dapat mendukung

penyembuhan luka.

Berat badan 150-250 gram

Mendapatkan nutrisi yang sama

Kondisi sehat, yang ditandai dengan kerontokan bulu, tidak ada

peradangan dan atau pus pada mata, telinga, badan, dan ekor

Tikus aktif

Tikus tidak mendapatkan pengobatan/perlakuan sebelumnya.

Kriteria eksklusi :

Tikus yang tidak mau makan selama penelitian

Tikus yang mengalami penurunan keadaan fisik atau mati.

Cara perlakuan sampel :

Tikus pada penelitian ini tidak dilakukan pengekangan (restrain).

Tikus diberi makan dan air minum yang sama di laboratorium Faal

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Makan tikus

sebanyak 30gr/hari terbuat dari makanan ayam buras (campuran

jagung, katul, pollard, repeseed, copra meal, biji batu , vitamin dan

mineral) dan tepung terigu dengan perbandingan 2:1. Minuman

56
tikus adalah air biasa ( air kran ) dalam botol sebanyak 20-45

ml/hari

Tikus diberikan anastesi dengan lidokain non adrenalin 0,5cc

dalam 1cc aquades sebelum dilakukan pembuatan luka bakar

derajat IIA untuk menghindari nyeri

Tikus diberi perlakuan yang sama yaitu dilakukan pembuatan luka

bakar derajat IIA menggunakan steroform yang dibungkus dan

dilapisi kassa steril berukuran 2x2 cm yang dicelupkan air

mendidih suhu 98oC selama 3 menit dan ditempelkan dengan

pinset anatomis selama 30 detik pada area pembuatan luka bakar

sampai terbentuk bula kemudian diberi perawatan luka bakar

derajat IIA sesuai kelompok.

Ukuran kandang 900 cm2 dilapisi sekam yang diganti 3 hari sekali

agar tetap kering dan tidak lembab.

Masing masing tikus menempati satu kandang untuk

menghindari perkelahian antar hewan coba dan memperburuk

kondisi luka hewan coba.

4.2.2 Cara Penghitungan Jumlah Sampel

Sampel diambil secara acak (simple random sampling) dengan

menggunakan bilangan random yang selanjutnya dikelompokkan

dalam masing-masing kelompok kontrol atau kelompok perlakuan.

Besar sample dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan prosedur

buku dalam penetapan jumlah sampel yang menggunakan hewan

coba (tikus putih) sebagai sampel percobaan. Selanjutnya untuk

57
menentukan jumlah pengulangan digunakan rumus menurut Hidayat

(2009)

(t-1)(r-1) 15

Keterangan :

t = banyaknya perlakuan

r = banyak sampel pada tiap kelompok

Pada penelitian ini besar t adalah 5 (1 kelompok kontrol dan 4 kelompok

perlakuan) sehingga didapatkan r sebagai berikut :

(t-1)(r-1) 15

(5-1)(r-1) 15

4(r-1) 15

r-1 15/4

r-1 4

r 5

Jadi jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 5 ekor tikus pada

setiap kelompok dan total sampel berjumlah 25 tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar.

58
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas

Brawijaya Malang yang dilaksanakan selama 10 hari pada bulan

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Bebas

Betaine polihexanide dengan kelembaban 50%, 60%, 70%, dan 80%

4.4.2 Variabel Terikat

Jumlah Neutrofil

4.5 Alat dan Bahan

4.5.1. Alat dan bahan untuk eksplorasi tingkat kelembaban dressing luka

Betaine Polyhexanide

Sarung tangan steril, spuit 5 cc, cairan betaine polyhexanide, kassa steril,

alat ukur kelembaban Moisture Meter MD010, pinset anatomis.

4.5.2. Alat dan bahan untuk sterilisasi

Autoclaf dan korentang

4.5.3. Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Luka Bakar Derajat IIA

Sarung tangan steril, sarung tangan disposable, jas laboratorium, kom,

korentang, bengkok, gunting kassa, gunting plester, cairan normal saline

(NS) 0,9%, pinset anatomis, heater, air bersih, spuit, bahan anastesi,

kassa gulung yang sudah dipotong, steroform berukuran 2x2 cm

(Patmawati, 2010)

59
4.5.4. Alat dan Bahan Untuk Perawatan Luka Bakar Derajat IIA

Sarung tangan, jas laboratorium, bak instrument, pinset anatomis, kom,

korentang dan tempatnya, kassa steril, kassa + NS 0,9%, bengkok, perlak,

plester, gunting plester, gunting kassa, cotton bud, gunting jaringan

nekrotik, spuit 3 cc, 10cc, cairan normal saline 0,9%, cairan betaine

polihexanide kelembaban 50%,60%, 70%, 80%.

4.5.5. Alat dan Bahan Untuk Pembuatan Preparat Histologi Jaringan Kulit

Larutan formalin 10%, air kran/air mengalir, aceton, xylol, paraffin cair,

balok es, kuas kecil, water bath, object glass, alcohol 96%, alcohol 70%,

alcohol 100%, alcohol asam, aquades, litium carbonat, H2O2 3%, entellan,

cover glass, microtome rotary.

4.6 Prosedur Penelitian.

4.6.1 Prosedur eksplorasi tingkat kelembaban balutan luka

Adapun prosedur eksplorasi tingkat kelembaban balutan luka dengan

cairan betaine polyhexanide adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan.

b. Penentuan kelembaban 50%, 60%, 70%, dan 80%.

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat

kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum

teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering

dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993).

60
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan

basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar

air berat basah. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan

persamaan berikut :

% kadar basis basah (m) = Wm


X100%
Wm + Wd

Keterangan:

m : Kadar air basis basah (%bb) (persen kelembaban)

Wm : Berat air dalam bahan (gr) (betaine polyhexanide)

Wd : Berat padatan (gr) = kassa (ukuran 30 cm x 10 cm memiliki berat

1 gram

1) 50% = wm
X100%
Wm + Wd

50 Wm + (50 x 1 gram) = 100 Wm

50 Wm = 50 gram

Wm = 1 gram

2) 60% = Wm
X100%
Wm + Wd

60 Wm + (60 x 1 gram) = 100 Wm

40 Wm = 60 gram

Wm = 1,5 gram

61
3). 70% = Wm
X100%
Wm + Wd

70 Wm + (70 x 1 gram) = 100 Wm

30 Wm = 70 gram

Wm = 2,3 gram

4). 80% = Wm
X100%
Wm + Wd

80 Wm + (80 x 1 gram) = 100 Wm

20 Wm = 80 gram

Wm = 4 gram

Dari hasil perhitungan rumus tersebut didapatkan berat air dalam bahan betaine

polyhexanide. Diketahui bahwa kandungan padatan betaine polyhexanide

dalam cairan betaine polyhexanide adalah 0,1 %. Sehingga untuk perhitungan

jumlah cairan total betaine polyhexanide yang dibutuhkan adalah sebagai

berikut:

1. Untuk kelembapan 50% dibutuhkan 1 gram berat air dalam bahan betaine

polyhexanide.

Berat padatan = (0,1 %)


x 1 gram = 0,001 gram
(99,9 %)

Berat cairan betaine polyhexanide = berat air + berat padatan

Berat cairan betaine polyhexanide= 1 gram + 0,001 gram = 1,001 gram.

62
2. Untuk kelembapan 60% dibutuhkan 1,5 gram berat air dalam bahan betaine

polyhexanide.

Berat padatan = (0,1 %)


x 1,5 gram = 0,0015 gram
(99,9 %)

Berat cairan betaine polyhexanide= berat air + berat padatan

Berat cairan betaine polyhexanide= 1,5 gram + 0,0015 gram = 1,5015 gram.

3. untuk kelembapan 70% dibutuhkan 2,3 gram berat air dalam bahan betaine

polyhexanide.

Berat padatan = (0,1 %) x 2,3 gram = 0,0023 gram


(99,9 %)

Berat cairan betaine polyhexanide= berat air + berat padatan

Berat cairan betaine polyhexanide= 2,3 gram + 0,0023 gram = 2,3023 gram.

4. Untuk kelembapan 50% dibutuhkan 4,0 gram berat air dalam bahan betaine

polyhexanide.

Berat padatan = (0,1 %


X 4 gram = 0,004 gram
(99,9 %)

Berat cairan betaine polyhexanide= berat air + berat padatan

Berat cairan betaine polyhexanide= 4,0 gram + 0,004 gram = 4,004 gram.

Dari hasil perhitungan rumus tersebut didapatkan hasil cairan betaine

polyhexanide dalam satuan gram. Volume betaine polyhexanide sendiri dapat

63
dihitung dengan menggunakan data masa jenis betaine polyhexanide. Dari

percobaan diperoleh data sebagai berikut.

1 g = 1 mL

Dengan demikian diketahui massa jenis betaine polyhexanide 0,1% sebesar 1

g/ml. Sehingga didapatkan hasil bahwa kelembaban 50% membutuhkan

1,001 mL cairan betaine polyhexanide, 60% sebanyak 1,5015 mL, 70%

sebanyak 2,3023 ml dan 80% sebanyak 4,004mL.

c. Gunakan sarung tangan steril

d. Eksplorasi dengan menggunakan spuit 5 cc yang berisi cairan betaine

polyhexanide dengan menggunakan volume tertentu yang telah didapatkan

dengan rumus pada kassa steril dan kemudian validasi dengan menggunakan

alat Moisture Meter MD-010 pada tingkat kelembaban yaitu 50%, 60%, 70%,

dan 80%.

4.6.2. Prosedur Sterilisasi

Metode sterilisasi alat rawat luka menggunakan autoclaf elektrik (UV) dengan

penyetelan timer otomatis. Berikut ini adalah prosedur sterilisasi peralatan

penelitian : Siapkan alat-alat yang akan disterilkan yang sudah dicuci dan

direndam menggunakan cairan desinfektan selama 30 menit. Siapkan

sterilisator. Masukkan alat-alat berbahan logam yang telah kering setelah

direndam desifektan dan alat-alat berbahan non logam sesuai tempatnya dalam

sterilisator. Tekan tombol on pada sterilisator. Tunggu hingga lampu penanda

64
proses sterilisasi padam. Keluarkan alat-alat dengan menggunakan korentang

dengan prinsip steril.

4.6.3. Pembuatan Luka Bakar Derajat IIA

Menurut Laksono (2009), tindakan yang harus dilakukan untuk membuat luka

bakar pada hewan coba adalah sebagai berikut :

Daerah yang akan dibuat luka bakar ditentukan terlebih dahulu yaitu di

punggung kanan sebelah atas. Area dicukur dan dibersihkan dari bulu sampai

jarak 3cm dari area yang akan dibuat luka bakar. Bak instrument steril dibuka,

cuci tangan dan memakai sarung tangan steril. Area kulit yang akan dibuat luka

bakar desinfeksi, tunggu sampai alkohol kering. Anastesi dilakukan pada area

kulit yang akan dibuat luka bakar menggunakan lidokain non adrenalin dengan

kosentrasi 0,5cc dilarutkan dalam aquades 1 cc. kapas dilipat sesuai dengan

luas luka bakar dan dibentuk sesuai cetakan. Kassa dipasang dan

dibungkuskan pada balok (steroform) berukuran 2x2 cm. Balok yang sudah

dilapisi dan dibungkus kassa dicelupkan dengan air panas (suhu 98oC)

selama 3 menit. Balok yang terbungkus kassa ditempelkan pada hewan coba

selama 30 detik. Kassa diangkat lalu luka dikompres dengan aquades selama 1

menit untuk mencegah luka bakar menyebar atau bertambah parah. Area luka

bakar yang terbentuk diberikan perawatan sesuai prosedur rawat luka

dikeringkan dan ditutup. Sarung tangan dilepas dan kemudian peralatan

dirapikan dan tangan dicuci (Gayline et al, 2000).

65
4.6.4. Prosedur Perawatan Luka Bakar Derajat IIA

1. Persiapan alat

a. Semua peralatan yang diperlukan disiapkan

b. Tangan dicuci

2. Perawatan luka

a. sarung tangan dipakai

b. balutan luka dibuka

c. Perawatan

Kelompok 1 (Kelompok perlakuan dengan perawatan menggunakan

cairan betaine polihexanide kosentrasi 50%)

Luka diirigasi dengan dengan cairan normal salin 0,9% dengan

menggunakan spuit 10cc tanpa jarum, kemudian cairan Ns

0,9% dalam spuit disemprot dengan kekuatan sedang pada

area luka bakar.

Luka dikompres dengan kassa yang sudah dicelup dengan

betain polihexanide 0,1% yang kelembaban 50% 1x/hari.

Luka ditutup dengan menggunakan kassa yang sudah

dilembabkan dengan betain polihexanide 0,1% dengan

kelembaban 50% dan secondary dressing dengan kassa steril.

Plester dressing luka dengan Hipafix

Kelompok 2 (kelompok perlakuan dengan perawatan menggunakan

cairan betaine polihexanide kelembaban 60%).

Luka diirigasi dengan dengan cairan normal salin 0,9% dengan

menggunakan spuit 10cc tanpa jarum, kemudian cairan Ns 0,9%

66
dalam spuit disemprot dengan kekuatan sedang pada area luka

bakar.

Luka dikompres dengan kassa yang sudah dicelup betain

polihexanide 0,1% dengan kelembaban 60% 1x/hari.

Luka ditutup dengan menggunakan kassa yang sudah

dilembabkan dengan kelembaban 60% dengan cairan betain

polihexanide 60% dan secondary dressing dengan kassa steril.

Luka diplester dengan hipafix.

Kelompok 3 (kelompok perlakuan dengan perawatan menggunakan

cairan betaine polihexanide kelembaban 70%).

Luka diirigasi dengan dengan cairan normal salin 0,9% dengan

menggunakan spuit 10cc tanpa jarum, kemudian cairan Ns 0,9%

dalam spuit disemprot dengan kekuatan sedang pada area luka

bakar.

Luka dikompres dengan kassa yang sudah dicelup cairan betain

polihexanide 0,1% dengan kelembaban 70% 1x/hari.

Luka ditutup dengan menggunakan kassa yang sudah

dilembabkan dengan betain polihexanide 70% dan secondary

dressing dengan kassa steril.

Luka diplester dengan hipafix.

Kelompok 4 (kelompok perlakuan dengan perawatan menggunakan

cairan betaine polihexanide kelembaban 80%).

Luka diirigasi dengan dengan cairan normal salin 0,9% dengan

menggunakan spuit 10cc tanpa jarum, kemudian cairan Ns 0,9%

67
dalam spuit disemprot dengan kekuatan sedang pada area luka

bakar.

Luka dikompres dengan kassa yang sudah dicelup cairan betain

polihexanide 0,1% dengan kelembaban 80% 1x/hari.

Luka ditutup dengan menggunakan kassa yang sudah

dilembabkan dengan betain polihexanide 80% dan secondary

dressing dengan kassa steril.

Luka diplester dengan hipafix.

Kelompok 5 (kelompok kontrol dengan perawatan menggunakan

cairan normal salin 0,9%)

Luka diirigasi dengan dengan cairan normal salin 0,9% dengan

menggunakan spuit 10cc tanpa jarum, kemudian cairan Ns 0,9%

dalam spuit disemprot dengan kekuatan sedang pada area luka

bakar.

Kassa steril direndam dalam cairan normal salin 0,9%, diperas,

kemudian ditempelkan pada daerah luka (perawatan dilakukan

1x/hari)

Luka diplester dengan hipafix

d. Peralatan dibereskan

e. Sarung tangan dilepas

f. Tangan dicuci.

68
4.7 Definisi Operasional

Table 4.1 Definisi Operasional

Variabel
Definisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur
penelitian

Lepuhan yang terjadi akibat termal yang sebelumnya di Cm2 Rasio

anastesi menggunakan lidokain non adrenalin dan

Luka Bakar dibuat pada punggung kanan tikus dengan menempelkan

derajat IIA steroform berbungkus kassa steril berukuran 2x2 cm

yang dicelupkan air mendidih 98oC selama 3 menit dan

ditempelkan pada kulit hewan coba selama 30 detik.

Proses membersihkan area cidera termal terlebih dahulu % Rasio

dengan cara diirigasi dengan cairan normal salin 0,9%,

kemudian kompres luka dengan cairan betaine


Perawatan Luka
polihexadine 0,1% dengan kelembaban 50%, 60%, 70%
Bakar derajat
dan 80% (1ml, 1,5ml, 2,3ml. 4ml) dalam kassa steril
IIA dengan
ukuran 30x10 cm yang dilipat membentuk ukuran 3x3 cm
Betaine
dan luka di tutup dengan kassa yang dilembabkan
polihexanide
dengan betaine polihexanide 0,1% di dan kemudian
0,1%
ditutup dengan secondari dressing kemudian diplester,

perawatan luka dilakukan 1x/hari selama 10 hari di

Laboratorium Faal Fakultas Universitas Brawijaya.

Neutrofil Ukuran Sel 1-12 mikrometer, bentuk Sel bulat % Numerik


Jumlah Neutrofil
bernukleus banyak, warna nukleus violet, sitoplasma

69
bergranula banyak. Pengamatan menggunakan

mikroskop OLYMPUS seri XC10 dengan pembesaran

800 kali pada 5 lapang pandang, pengamatan dilakukan

pada hari ke 10. lokasi pengamatan neutrofil di daerah

bekas luka bakar (jaringan kulit) selanjutnya jumlahnya

neutrofil diinterpretasikan secara kuantitatif dengan grid

of line.

Proses membersihkan area cedera karena termal pada CC Rasio

kelompok kontrol negatif dengan NS 0,9%, sebelumnya

luka diirigasi dengan normal salin 0,9% lalu ditutup

Perawatan Luka dengan kassa steril yang berukuran 30x10cm (dilipat

Bakar derajat hingga berukuran 3x3 cm) yang sudah dikompres

IIA dengan dengan cairan normal salin 0,9% yang diberi kelembaban

cairan normal 50%, 60%, 70%, dan 80% (1ml, 1,5ml, 2,3ml, 4ml)

salin 0,9% kemudian ditempelkan pada area luka, dan ditutup

dengan secondary dressing lalu diplester. Perawatan

dilakukan 1x/hari selama 10 hari di ruang laboratorium

Faal Universitas Brawijaya Malang.

4.8 Prosedur Pengumpulan data

4.8.1 Tehnik pengumpulan data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian adalah observasi

eksperimen, dimana sampel dibagi menjadi 5 kelompok, 4 kelompok

perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Perawatan dilakukan setiap hari

sampai dengan batas waktu penelitian selama 10 hari perawatan luka

70
bakar derajat IIA. Pengamatan dan pengukuran jumlah neutrofil di

lakukan sesudah pemberian perlakuan

4.8.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dengan menghitung jumlah neutrofil

menggunakan scanning dot slide mikroskop OLYMPUS seri XC10

dan dilakukan pengamatan memakai software OlyVIA (Viewer for

imaging Application) dengan pembesaran 800 kali tiap lapang

pandang setiap sediaan diperiksa pada luas pandang 5 area

kemudian dirata-rata. Penghitungan juga menggunakan metode

double blind yaitu penghitungan yang dilakukan oleh dua orang

peneliti kemudian hasilnya dirata-rata dimana peneliti lain tidak

mengetahui perlakuan mana yang diberikan pada suatu sampel data

(tidak teridentifikasi). Metode ini dilakukan untuk menghindari

kebiasan data.

4.8.3 Identifikasi Jumlah Neutrofil

Proses identifikasi jumlah neutrofil luka diukur mulai hari ke 10

setelah perawatan luka. Neutrofil merupakan leukosit yang paling

umum dalam darah dan menfagosit bakteri dalam jumlah besar

(Playfair & Chain, 2009). Sebelum membuat preparat histologis

jaringan kulit, hewan coba dimatikan terlebih dahulu dengan cara

memasukkan hewan coba dalam stoples berisi larutan Chlorin selama

1 menit. Setelah itu dilakukan pengambilan jaringan kulit dan diproses

untuk pembuatan preparat histologi jaringan kulit. Pembuatan

preparat histologi jaringan kulit melalui beberapa tahap yaitu fiksasi,

71
embedding, slicing dan staning. Pada tahap fiksasi dilakukan

perendaman jaringan kulit pada larutan formalin 10% selama 18-24

jam kemudian jaringan kulit dicuci dengan air mengalir selama 15

menit. Pada tahap embedding, jaringan kulit dimasukan pada

beberapa cairan yaitu aceton selama 1 jam x4, Xylol selama jam x

4, paraffin cair selama 1 jam x 3, dan penanaman jaringan kulit pada

paraffin blok. Selanjutnya pada tahap slicing, blok yang sudah

tertananm jaringan kulit diletakkan pada balok es selama 15 menit

kemudian blok ditempelkan pada cakram microtome rotary kemudian

sayat jaringan kulit secara vertical dengan ukuran 4 mikron. Sayatan

jaringan kulit yang berbentuk poita diambil dengan menggunakan

kuas kecil kemudian letakkan pada water bath yang mengandung

gelatin dengan suhu 36C. Setelah sayatan jaringan kulit merentang,

sayatan diambil dengan menggunakan object glass dimasukkan pada

Xylol selama 15 menit x 3 alkohol 96 % selama 15 menit x 3,

kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit,setelah itu

object glass dimasukkan pada perwarna Hematoxylin selama 15

menit dan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit. Object glass

dimasuukan pada Lithium carbonat selama 20 detik dan cuci dengan

air mengalir selama 15 menit. Selanjutnya object glass dimasukkan

pada perwarna Eosin selama 15 menit, alkohol 96% selama serta 15

menit x 3 dan xylol selama 15 menit x 3. Tahap terakhir adalah

preparat ditutup dengan menggunakan deck glass Entellan.

72
Preparat histologi yang sudah jadi kemudian diserahkan ke

laboratorium Patologi Anatomi untuk dibuatkan scan fotonya, setelah

scan foto jadi, jumlah neutrofil diamati menggunakan software OLYVIA

(Viewer for Imaging Aplication).

Gambar 4.1 Histopatologi dari spesimen jaringan kulit ( Neutrofil pada


sampel kulit tanpa peradangan aktif).( Dikutip dari Erol Benlier et al.
2011. Journal Burn)

Gambar 4.2. Histopatologi dari specimen jaringan kulit (Infiltrasi neutrofil


pada saat terjadi inflamasi, limfosit dan sel mast tersebar). (Dikutip dari
Erol Benlier et al. 2011. Journal Burn)

73
Gambar 4.3. Histopatologi dari specimen jaringan kulit (Infiltrasi neutrofil
menurun). (Dikutip dari Erol Benlier et al. 2011. Journal Burn)

74
4.9 Alur Penelitian

Populasi :25 tikus (Rattus norvegicus) Galur Wistar

Pengambilan sampel dengan random (Simple Random Sampling)

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


kontrol negative eksperimen 1 eksperimen 2 eksperimen 3 eksperimen

5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor 5 ekor

Induksi luka bakar derajat II dengan air panas 98oC menggunakan balok steroform
berlapis kassa dengan luas 2x2 cm selama 30 detik pada punggung tikus

Perawatan luka Perawatan luka Perawatan luka Perawatan luka


Perawatan luka yang di tutup yang di tutup yang di tutup yang di tutup
tertutup dengan dengan balutan dengan balutan dengan balutan dengan balutan
balutan yang yang dikompres yang dikompres yang dikompres yang dikompres
dikompres NS betaine betaine betaine betaine
0,9% polihexanide 0,1% polihexanide 0,1% polihexanide 0,1% polihexanide 0,1%
dgn kelembaban dgn kelembaban dgn kelembaban dgn kelembaban
50% 60% 70% 80%

Analisa data dengan One Way Anova


Penilaian jumlah neutrofil diukur pada hari
ke 10 setelah perawatan luka
Penyajian Data

Hasil jumlah neutrofil


Kesimpulan

75
4.10 Analisa Data

4.10.1 Uji Normalitas Data

Dari hasil analisa data terhadap jumlah neutrofil luka bakar derajat IIA

pada masing -masing sampel pada tiap perlakuan kemudian

dilakukan uji asumsi statistic SPSS version 17 for windows dengan

cara uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan

statistic uji Kolmogorov-Smirnov dengan = 0,05. Jika didapatkan

data menunjukkan p value > 0,05, maka data terdistribusi normal.

Sehingga dapat dilakukan uji parametric lebih lanjut menggunakan

One Way ANOVA.

Kemudian pada uji homogenitas/ keragaman data menggunakan uji

Test di Homogenity of Varience. digunakan untuk memperlihatkan

bahwa data jumlah neutrofil pada kelompok yang diberikan betaine

polihexanide 0,1% dan kelompok kontrol cairan normal salin 0,9%

memiliki varians yang sama atau homogeny. Hipotesis ditegakkan

dengan Ho dan H1. Ho ditolak apabila signifikansi yang diperoleh

> =0,05, Ho diartikan bahwa jumlah neutrofil pada semua kelompok

perlakuan memiliki variansi yang sama (homogeny), sedangkan H1

diartikan bahwa jumlah neutrofil pada semua kelompok perlakuan

memiliki variansi yang tidak sama (tidak homogen)

4.10.2 Uji One Way ANOVA

Uji One Way ANOVA digunakan untuk menguji perbedaan antar

kelompok perlakuan

76
dengan menggunakan perbandingan rata-rata antar kelompok yaitu

kelompok yang diberikan batine polihexanide dan kelompok kontrol

dengan cairan normal salin 0,9%. Hipotesis ditegakkan dengan Ho

dan H1. Ho ditolak apabila signifikansi yang diperoleh > =0,05

sedangkan Ho diterima apabila signifikansi yang diperoleh < =0,05.

Ho diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

jumlah neutrofil pada semua kelompok perlakuan, sedangkan H1

diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap

jumlah neutrofil pada semua kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol.

4.10.3 Uji Perbandingan Berganda (Post Hoc Test)

Post Hoc Test digunakan sebagai uji perbandingan berganda

(multiple comparisons) untuk data yang berskala rasio dalam

penelitian ini yaitu data kuantitatif jumlah neutrofil. Dengan metode ini

dapat diketahui kelompok perlakuan mana yang paling signifikan

diantara kelompok kelompok uji coba. Nilai signifikansi antar

kelompok dilihat dari table Multiple Comparison dan nilai signifikan

< 0,05 adalah kelompok yang memiliki perbedaan paling signifikan.

77
78

Anda mungkin juga menyukai