PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign
prostatic hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang
mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen
kelenjar, stroma dan muskuler. Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang
progresif dari kelenjar prostat yang berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung
kemih dan peningkatan kesulitan berkemih. Pertumbuhan prostat yang sangat
tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di dalam jaringan yang
berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam. Sebagai
akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap
kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh,
maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai
penelitian digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit.
Berdasarkan data National Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari
50% pria berumur lebih dari 60 tahun dan sebanyak 90% pada pria berumur 70
tahun. BPH umumnya tumor jinak yang ditemukan pada laki- laki dan
kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira 20% BPH ditemukan pada
umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60% dan lebih 90% pada umur lebih dari
80%. Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas.
Beberapa studi menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik,
dan yang lainnya mengatakan adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50%
pria berumur kurang dari 60 tahun yang menjalani operasi untuk BPH memeiliki
bentuk penyakit yang diwariskan. Bentuk ini merupakan bentuk autosomal
dominant, dan keturunan pertama dari pasien BPH membawa resiko relatif yang
meningkat hampir 4 kali lipat (Purnomo & Basuki B, 2003).
Risiko BPH meningkat seiring dengan pertambahan usia, naik dari 8
persen pada usia tiga puluhan menjadi 40 sampai 50 persen pada usia lima puluh
tahunan, hingga lebih besar dari 90 persen pada usia sembilan puluh tahun. BPH
melibatkan banyak faktor, termasuk testosteron, estrogen, dan hormon lainnya,
namun penyebab spesifik belum sepenuhnya jelas (Purnomo & Basuki B, 2003).
Gejala yang paling umum adalah tersumbatnya aliran urin, yang dapat
mengakibatkan air seni keluar tidak lancar atau menetes, merasa harus buang air
kecil terus-menerus, dan kebutuhan untuk buang air kecil beberapa kali saat
malam hari (Purnomo & Basuki B, 2003).
Mengingat tingginya angka kejadian BPH, maka dari itu penulis tertarik
untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Benign prostat hiperplasia adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat
memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun. Istilah Benign Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah
tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat tetapi
kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hyperplasia (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benign hiperplasia
of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum
dipakai (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
3
gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran
ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini
terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan
oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan
dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk
ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya
mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari
silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan
butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli
biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil (Purnomo & Basuki B, 2003).
4
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus
5
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus
tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten
terhadap inflamasi.
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu
kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma
fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperplasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar
abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
6
dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang
berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti
jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus
vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai
sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan
mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka
interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat
mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin.
Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di
kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis,
tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama
seperti dinding pembuluh darah.
7
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol(Umbas R, 19995).
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
8
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
c. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis
suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu
sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel
epitel maupun stroma.
9
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan
yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel sel prostat
yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan
massa prostat.
5. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah (Suboston &
David, 2010):
a. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan
peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang
lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang
memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.
b. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada
buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena
pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam
mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi
10
karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala.10 Testis
menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan
dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar
dikonversikan oleh enzim 5-alfa-reduktase menjadi dihidrotestosteron
yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur
fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan
otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan
usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun
dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko
terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin
banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar
risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu
anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali
bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-
5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-
10,2).
d. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan
seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk
tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti
buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual,
sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu
deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada
obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap
androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola
obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
11
e. Pola Diet
Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko
BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang
kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk
memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika
estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat
menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang
lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia
yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu
genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme
testosteron.
12
h. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan
vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting
untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat
dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi
kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran
hormon testosteron kepada DHT.
i. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang
lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif
olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat
memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan
mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap
stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan
dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.13
6. PATOFISIOLOGI
13
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi
uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk
mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan
berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi (Umbas R, 1995).
14
7. MANIFESTASI KLINIS
15
Volume kelenjar periuretral
Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
Kekuatan kontraksi otot detrusor
16
Gambar 6. Skor Madsen-Iversen
17
Gambar 7. International Prostate Symptom Score (IPSS)
18
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal.
8. PEMERIKSAAN FISIK
Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-
buli penuh (ditemukan massa kistus supra pubis) yang nyeri dan pekak pada
perkusi. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa (Rahardjo J, 1999).
19
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan
gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Keadaan prostat
yang ditemukan pada BPH antara lain : Kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan batas prostat. Pada
colok dubur pembesaran prostat benign menunjukan konsistensi prostat
kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan
tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g.
Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi
(TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan
(prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara
lobus prostat tidak simetris.
20
Derajat berat obstruksi
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui
dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin
lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi
melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau
inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit,
bakteri, protein atau glukosa.
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan
Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna
untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat
ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan
pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan
insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami
komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH.
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli
neurogenik).
Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
21
Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar
PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b)
keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih
mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada
prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut,
kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
B. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen (BNO)
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai
penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau
divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya
metastasis ke tulang dari carsinoma prostat (Hamm B dkk, 2008).
Gambar 10. Fish Hook (J-ing), ureter yang membentuk seperti kail
22
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat
pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas
berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli
buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin (Sution D,
2003).
Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah
solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang.
Tabung, disebut sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya
yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran
kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi (Hamm B
dkk, 2008).
23
Gambar 12. Gambaran TRUS prostat tampak memperlihatkan batas antara
zona transisi dan perifer (bidang cross-sectional)
24
Gambar 13. TransRectal Ultrasound
Gambar 14. Gambar TRUS bidang axial, pada pasien berumur 64 tahun. Pada kelenjar
sentral, nampak dua nodul besar hyperplasia prostat (panah putih).
25
USG Transabdominal
Gambaran sonografi benign hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic
dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan
zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia
dengan zona perifer adalah surgical capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama (Hamm B
dkk, 2008)..
Sistografi Buli
CT- SCAN
Dengan CT, BPH nampa seperti area homogen yang luas dengan batas tegas. CT
tidak memiliki peran penting dalam mengevaluasi BPH, sebab resolusi jaringan
26
interprostat rendah, yang berakibat tidak dapat mengevaluasi rasio glandular ke
jaringan stroma dalam prostat. Volume prostat dapat diukur dengan modalitas
pencitraan ini (Hamm B dkk, 2008).
Gambar 18. Bidang Axial CT setelah kontrasn intravena memperlihatkan area homogen
pada nodul pembesaran prostat jinak pada kelenjar sentral prostat (panah putih).
MRI
- Zona anatomi tergambar jelas pada T2
- Pembesaran Zoana Transisional terlihat jelas
- Biasanya inhomogen dengan intensitas tinggi derta rendah
- Penampakan halus zona periferal
27
Gambar 19. T2-W bidang transversal prostat pada pria 63 tahun. Pada kelenjar
prostat sentral, tampak dua nodul besar benign prostatic hyperplasia dengan
intensitas sinyal rendah ke tinggi (panah putih). Catatan; intensitas sinyal
rendah pada area sebelah kiri zona perifer menunjukkan karsinoma prostat
(panah hitam).
Gambar 20. Serial T2-W MRI visualisasi zona anatomi prostat baik. Zona
transisional ditandai dengan pembesaran dan penonjolan ke bagian dasar
vesika urinaria.
28
Gambar 21. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benign Prostat Hiperplasia
29
11. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan
medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh
sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja.
Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya semakin parah (Mulyono A, 1945).
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini
dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi
yang kurang invasif (Mulyono A, 1945).
a. Watchful Waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-
hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan
malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi
buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
30
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab
obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa
(adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
1. Penghambat reseptor adrenergik .
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh
pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit
kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker
BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-
obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan
mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak
berpengaruh pada ukuran prostat.
2. Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim
5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT
menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran
prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan. Contoh obat penghambat 5 -
reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
31
3. Fikofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data
farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung
mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin
(SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal
growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek
anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah:
Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica
dan masih banyak lainnya.
32
Gambar 26. Microwave Transurethral
33
sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang
jarang digunakan (Kozar Rosemany A dkk, 2005).
34
Gambar 28. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
35
Gambar 29. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Operasi Laser
36
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih
sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak
menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih
rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat
menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan
energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan
jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan (Kozar Rosemany A dkk,
2005).
37
Gambar 31. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)
12. KOMPLIKASI
Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.
Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak
mampu menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat
timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat jika terjadi infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk
batu endapan dalam buli buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan
bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus
mengedan shingga lama kelamaan dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid
(Sabiston & David, 2010).
38
13. PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada
tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang
tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat
merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru.
BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup
merugikan bagi penderita (Sabiston & David, 2010).
39
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Benign prostat hiperplasia adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat
yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat
memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun.
Hiperplasia kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Dengan bertambah usia, ukuran kelenjar dapat
bertambah karena terjadi hiperplasia jaringan fibromuskuler dan struktur
epitel kelenjar (jaringan dalam kelenjar prostat). Gejala dari pembesaran
prostat ini terdiri dari gejala obstruksidan gejala iritatif.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah
konvensional, dan terapi minimal invasif.
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera dilakukan ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
40
DAFTAR PUSTAKA
41