Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Selama berabad-abad, pigmentasi pada kulit menempati posisi penting dalam


menentukan peran sosial dan kelainan pigmentasi pada kulit sering kali menimbulkan
pertanyaan bagi para ahli. Variasi pada pigmentasi kulit merupakan karakteristik
manusia yang paling jelas.

Terdapat hubungan antara kadar pigmen kulit dengan asal dan tempat tinggal
seseorang. Individu yang tinggal di dataran rendah dan terekspos radiasi ultraviolet
yang lebih tinggi memiliki kadar pigmen yang lebih tinggi. Hal ini bermanfaat untuk
melindungi kulit dari kerusakan kulit yang diinduksi oleh sinar radiasi ultra violet.
Populasi manusia yang bertempat tinggal di daerah dengan kadar radiasi ultraviolet
yang durasi dan intensitasnya terbatas beradaptasi dengan memiliki pigmentasi yang
lebih sedikit, sehingga dapat memfasilitasi produksi vitamin D yang diinduksi oleh
sinar ultraviolet.1

Terdapat beberapa jenis pigmen yang dipresentasikan di kulit yakni pigmen


melanin, oksihemoglobin dan hemoglobin terdeoksigenasi. Pigmen melanin pada
epidermis memberikan warna kecokelatan, sedangkan pada bagian dermis
memberikan warna kebiruan. Pigmen oksihemoglobin akan memberikan warna
merah dan hemoglobin terdeoksigenasi akan memberikan warna kebiruan. Dari
pigmen-pigmen tersebut, pigmen melanin memegang peranan paling penting dalam
penentuan warna kulit, sehingga kelainan pada proses biosintesis melanin dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada warna kulit.2
Warna kulit manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pigmen yang
terdapat pada kulit dan aliran darah pada kulit. Warna kulit bergantung pada adanya
presentasi chromosphores. Melanin, yang disintesis dari melanosit merupakan
pigment yang memiliki peran paling besar.

1
Tabel 1. Pigmen yang terdapat pada kulit.2

Melanosit terdapat pada lapisan basal epidermis. Melanosit dan keratinosit


bergabung membentuk epidermal melanin unit. Sintesis melanin dipengaruhi oleh
warna kulit dimana pada individu dengan kulit berwarna gelap melanosit akan
memproduksi melanosom yang lebih banyak, lebih besar dan tidak dipecah secepat
pada ras Kaukasia. Selain itu, sintesis melanin juga dipengaruhi oleh sinar radiasi
ultraviolet (UV). Sinar UV akan menstimulasi melanogenesis.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hipopigmentasi pasca inflamasi adalah hipopigmentasi yang terjadi setelah


atau berhubungan dengan dermatosis yang disertai inflamasi. Keadaan ini biasanya
terjadi pada dermatitis atopik, dermatitis eksematosa, dan psoriasis. Selain itu dapat
juga terjadi pada parapsoriasis, pitiriasis likenoides kronik, alopesia musinosa,
mikosis fungoides, lupus eritematosus diskoid, liken planus, liken striatus, dan
dermatitis seboroik.3

B. ETIOLOGI

Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan


hipopigmentasi misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis,
parapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan
hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi primernya. Hal ini khas pada kelainan
hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis.4

Tabel1. Penyebab Hipopigmentasi Post Inflamasi

Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis Atopik
Graft Kronis vs Reaksi Host
Diskoid Lupus Eritematosus
1 Penyakit Kulit Inflamasi
Reaksi Serangga Gigitan
Lichen Planus
Lichen Striatus
Lymphomatoid Papulosis

3
Pitiriasis Lichenoides Kronika
Psorias is
Sarkoidosis
Scleroderma
Sindrom Stevens-Johnson
Chickenpox
Herpes Zoster
Impetigo
2 Infeksi Onchocerciasis
Pinta
Pityriasis Versicolor
Sipilis
Chemical Peeling
Cryotherapy
3 Terkait prosedur
Dermabrasi
Laser
4 Lain-lain Luka Bakar

C. EPIDEMIOLOGI

Hipopigmentasi post-inflamasi dapat terjadi pada seluruh jenis kulit, namun


lebih sering ditemukan pada orang-orang yang berkulit gelap. Tidak ada perbedaan
antara laki-laki maupun perempuan dalam jumlah insidensi hipopigmentasi post-
inflamasi.

4
Tabel 2. Insiden hipopigmentasi post-inflamasi5

Terdapat berbagai inflamasi pada kulit yang dapat menyebabkan terjadinya


hipopigmentasi post-inflamasi. Beberapa penyakit seperti pityriasis lichenoides
chronica (PLC) dan lichen striatus (LS) lebih cenderung menyebabkan
hipopigmentasi daripada hiperpigmentasi. Trauma pada kulit seperti luka bakar,
trauma akibat iritan ataupun prosedur dermatologika, seperti peeling dengan zat
kimiawi, dermabrasi, krioterapi dan terapi laser, dapat menyebabkan terjadinya
hipopigmentasi.

LS merupakan salah satu penyebab hipopigmentasi post-inflamasi yang


cukup sering, dengan insiden mencapai 59%. Dermatosis akan menghilang secara
spontan dalam 2 tahun dan meninggalkan bekas hipopigmentasi, terutama pada
orang-orang yang berkulit gelap. Selain itu, masa-masa inflamasi sering kali tidak
terdeteksi dan hanya bermanifestasi sebagai hipopigmentasi. Pada pasien yang
memiliki warna kulit gelap, PLC dapat muncul dengan tanda hipopigmentasi yang
disertai pula dengan lesi papul-papul berskuama.
Perubahan pigmentasi juga sering terjadi setelah trauma akibat luka bakar
ataupun dingin. Pada luka bakar superfisial, hiperpigmentasi post-inflamasi sering
kali terjadi sedangkan pada luka bakar yang dalam sering menyebabkan
hipopigmentasi post-inflamasi. Melanosit sangat sensitif terhadap suhu dingin dan
kerusakan yang ireversibel dapat terjadi pada suhu -4 hingga -7 oC. Suhu dingin
menyebabkan terhambatnya transfer melanin dari melanosit menuju keratinosit. Hal
tersebut mengakibatkan melanosit berpindah menuju lesi, sehingga muncul daerah

5
hipopigmentasi dengan tepi hiperpigmentasi. Perubahan pigmentasi dapat
berlangsung selama sekitar 6 bulan akibat tidak terdapatnya melanosom pada
keratinosit, yang kemungkinan disebabkan karena berkurangnya jumlah melanosit,
reduksi sintesis melanosom atau terhambatnya perpindahan melanosom.

Hipopigmentasi juga dapat menjadi salah satu komplikasi yang mungkin


terjadi setelah dilakukaan peeling dengan menggunakan zat kimia. Kemungkinan
terjadinya hipopigmentasi juga terkait dengan fototipe kulit, dengan fototipe
Fitzpatrick I memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami hipopigmentasi.6
Penelitian yang dilakukan oleh Savant melaporkan bahwa dari 65 pasien yang
menjalani proses dermabrasi, 41 pasien mengalami hipopigmentasi permanen.

Terapi dermatologi dengan menggunakan laser sering kali menyebabkan


terjadi hipopigmentasi dan lesi tersebut dapat menjadi permanen. Lesi muncul
biasanya sekitar tiga hingga enam bulan setelah dilakukannya tindakan terapi.

Literatur yang menjelaskan mekanisme dan patogenesis pasti dari


hipopigmentasi post-inflamasi masih sangat terbatas jumlahnya. Adanya variasi
respon masing-masing individual terhadap suatu inflamasi pada kulit ataupun
terhadap trauma masih belum dapat dijelaskan dengan pasti. Melanosit dapat
memberikan reaksi berupa peningkatan ataupun penurunan produksi melanin jika
terjadi inflamasi pada kulit ataupun trauma pada kulit.

6
Gambar 1. (a) Lesi hipopigmentasi yang disebabkan oleh LS ; (b) lesi hipopigmentasi
yang disebabkan oleh psoriasis ; (c) lesi depigmentasi pada pasien SLE ; (d) lesi
hipopigmentasi dan depigmentas yang disebabkan oleh terapi laser untuk melasma.

D. PATOFISIOLOGI

Melanosit dapat bereaksi dengan normal, meningkat atau menurun dalam


produksi melanin ketika menanggapi peradangan kulit atau trauma. Kecenderungan
kromatik ini ditentukan secara genetik, dan diwariskan secara autosomal dominan.
Orang dengan melanosit yang lemah, yang memiliki kerentanan tinggi terhadap
kerusakan, lebih mungkin untuk menderita hipopigmentasi, sedangkan mereka
dengan melanosit yang kuat cenderung untuk menderita hiperpigmentasi.
Namun,orang berkulit gelap tidak selalu memiliki melanosit yang kuat,dan begitu
juga sebaliknya.4
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai
menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang
terpapar matahari. Patogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan
transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi

7
mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis mungkin akibat
meningkatnya epidermal turnover.4
Melanogenesis adalah proses yang kompleks, yang mencakup sintesis
melanin, transportasi dan pelepasan ke keratinosit. Hal ini dikendalikan oleh
beberapa mediator (misalnya, faktor pertumbuhan, sitokin) yang bekerja pada
melanosit, keratinosit dan fibroblast. Melalui pelepasan mediator ini, peradangan
kulit dapat menyebabkan penyimpangan melanogenesis. Sebuah studi dikatakan
bahwa hipopigmentasi lebih diakibatkan oleh penghambatan melanogenesis daripada
kehancuran melanosit.4

Namun, peradangan parah dapat menyebabkan hilangnya melanosit atau


bahkan kematian melanosit, dan mengakibatkan perubahan pigmen permanen.3,4

E. DIAGNOSIS

Diagnosis umumnya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Ukuran dan bentuk lesi hipopigmentasi biasanya berkorelasi dengan distribusi dan
konfigurasi dermatosis inflamasi asli, dan warna berkisar dari hipopigmentasi ke
depigmentasi. Namun, dalam beberapa kondisi, inflamasi pasien yang mengalami
perubahan pigmen yang sama, digambarkan sebagai cincin hiperpigmentasi , diikuti
oleh kerak seperti wafer, hipopigmentasi dan akhirnya resolusi dalam waktu 2
minggu sampai 6 bulan. Hipomelanosis biasanya berdampingan dengan lesi
inflamasi, tetapi kadang-kadang hanya lesi hipopigmentasi yang terlihat, misalnya
pada sarkoidosis atau mikosis fungoides. Depigmentasi lengkap paling sering terlihat
setelah pasien menderita dermatitis atopik parah dan diskoid lupus eritematosus. 3,4
Pemeriksaan Wood dapat membantu membedakan antara hipopigmentasi dan
lesi depigmented. Selain itu, mungkin membantu untuk menyingkirkan beberapa
diagnose lain. Histopatologi dari hipopigmentasi post inflamasi menunjukkan temuan
yang nonspesifik seperti penurunan epidermal melanin, derajat infiltrasi variabel
lymfositikyang dangkal, dan adanyamelanophages pada dermis atas. Selain itu,

8
mungkin adabeberapa bukti histopatologi yang dapat membantu untukmenegakkan
diagnosis penyebab hipopigmentasi post inflamasi, seperti pada lupus eritematosus.4

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Vitiligo

Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit,


disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan
kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dari epidermis.7 Tipe vitiligo
dapat dibedakan berdasarkan penyebaran lesi penyakit tersebut. Satu atau
lebih lesi yang sifatnya kuasidermatomal (unilateral dan asimetris) merupakan
karakteristik dari vitiligo segmental. Vitiligo nonsegmental (generalisata)
memiliki ciri lesi yang multipel dengan penyebaran yang simetris. Perjalanan
penyakit vitiligo sering kali tidak dapat diprediksi namun sering kali bersifat
progresif.8

Gambar 2. Segmental Vitiligo

9
Gambar 3. Nonsegmental Vitiligo

2. Pitiriasis Versicolor

Pityriasis Versicolor (PV) adalah penyakit jamur superfisial yang

kronik, biasanya asimtomatik, disebabkan oleh Malassezia furfur dengan

manifestasi klinis bercak dengan pigmentasi yang bervariasi. Bercak ber+arna

putih sampai coklat kehitaman. "terutama meliputi badan dan kadang-kadang

dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan

kulit.9

Gambar 4. Pityriasis Versicolor hipopigmentasi

10
3. Pitiriasis Alba

Pitiriasis Alba (PA) merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya

terdapat pada anak-anak dan dewasa muda. Ditandai dengan adanya gambaran

hipopigmentasi bulat sampai oval, makula halus. Bercak dalam berbagai

ukuran biasanya diameternya beberapa centimeter, berwarna putih (tetapi

bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya bercak tampak jelas,

tetapi mungkin sedikit meninggi diluar area hipopigmentasi.3,10

Gambar 5. Makula hipopigmentasi pada daerah pipi.

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan melibatkan identifikasi dan mengobati penyebab yang
mendasarinya. Selama peradangan masih berlanjut, repigmentation tidak mungkin
terjadi. Setelah penyebab yang mendasari secara efektif diobati, hipopigmentasi yang
biasanya membaik seiring waktu.3,4
Aplikasi dua kali sehari dari steroid topikal potensi sedang dalam kombinasi
dengan preparat berbasis tar. Steroid dapat mempengaruhi sel inflamasi yang
bertanggung jawab untuk peradangan, sementara terdapat menyebabkan

11
melanogenesis. Aplikasi dua kali sehari 1 % pimecrolimus krim selama 16 minggu.
Tingkat perbaikan selama 2 minggu pertama setelah penggunaan pertama. Aplikasi
topikal dari 0,1 % 8 - methoxypsoralen , 0,5-1 % tar batubara atau anthralin diikuti
oleh paparan sinar matahari dapat membantu dalam memulihkan pigmen.11
Berbagai regimen photochemotherapy topikal (topikal psoralen UVA, PUVA)
seperti aplikasi topikal dari 0,001- 0,5% 8-methoxypsoralen di aquaphor atau salep
hidrofilikke daerah yang sakit selama 20-30 menit, diikuti oleh UVA 1-3 kali per
minggu pada dosis awal 0,2 - 0,5 J / cm2 , ditingkatkan 0,2-0,5 J / cm2 perminggu.
Excimer laser 308 nm dapat digunakan untuk merangsang pigmentasi lesi
hipopigmentasi, dan memiliki tingkat respon 60-70 % setelah sembilan perawatan
dua kali seminggu. Namun, pengobatan selanjutnya teratur diperlukan setiap 1-4
bulan untuk menjaga hasil. Untuk lesi yang luas, narrow-band UVB fototerapi atau
oral PUVA dapat digunakan 2-3 kali seminggu. 11
Dalam lesi depigmented dengan kerusakan total melanosit, cangkok epidermal
atau melanosit dapat dipertimbangkan. Berbagai metode kamuflase termasuk make-
up, produk penyamakan dan tato mungkin menjadi alternatif pilihan.3,4,11

H. PROGNOSIS

Hipopigmentasi minimal biasanya sembuh dalam beberapa minggu, tapi


hipopigmentasi parah dan depigmentasi terkait dengan lupus eritematosus,
scleroderma atau luka bakar mungkin memerlukan beberapa tahun untuk
menjadi repigmented, dan tidak menutup kemungkinan untuk permanen.11

12
BAB III

PENUTUP

Hipopigmentasi pasca inflamasi adalah hipopigmentasi yang terjadi setelah atau


berhubungan dengan dermatosis yang disertai inflamasi. Keadaan ini biasanya terjadi
pada dermatitis atopik, dermatitis eksematosa, dan psoriasis. Selain itu dapat juga
terjadi pada parapsoriasis, pitiriasis likenoides kronik, alopesia musinosa, mikosis
fungoides, lupus eritematosus diskoid, liken planus, liken striatus, dan dermatitis
seboroik.
Penegakan diagnosis umumnya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Ukuran dan bentuk lesi hipopigmentasi biasanya berkorelasi dengan distribusi dan
konfigurasi dermatosis inflamasi asli, dan warna berkisar dari hipopigmentasi ke
depigmentasi.
Prognosis untuk pasien dengan hipopigmentasi minimal biasanya sembuh
dalam beberapa minggu, tapi hipopigmentasi parah dan depigmentasi terkait dengan
lupus eritematosus, scleroderma atau luka bakar mungkin memerlukan beberapa
tahun untuk menjadi repigmented, dan tidak menutup kemungkinan untuk permanen

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Dov Hershkovitz ES. Monogenic pigmentary skin disorders: genetics and


patho-physiology. Isr Med Assoc J Imaj. 2008;10(10):713–7.
2. Khanna N. Illustrated Synopsis of Dermatology and Sexually Transmitted
Diseases. 4th ed.
3. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis and Hypermelanosis. Dalam:
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 836-862.
4. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. FKUI. Jakarta.
2005:289-300.
5. Taïeb A, Picardo M. Vitiligo. N Engl J Med. 2009 Jan 8;360(2):160–9.
6. Ongenae K, Van Geel N, Naeyaert J-M. Evidence for an Autoimmune
Pathogenesis of Vitiligo. Pigment Cell Res. 2003 Apr 1;16(2):90–100.
7. Wolff K, Johnson R, Saavedra A. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 7th ed.
8. Monaidi SLS, Bramono K, Indtriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 7th ed. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
352 p.
9. Budimulja U, 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga : Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta.
10. Arnold HL, Odom RB, James WD. Parapsoriasis, pityriasis rosea, pityriasis
rubra pilaris. In: Arnold HL, Odom RB, James WD, eds. Andrews disease of
the skin. 8th ed. Philadelphia : WB Saunders Company;1990. p. 227, 230-1
11. Vachiramon V, Thadanipon K. Postinflammatory hypopigmentation. Clin
Exp Dermatol. 2011 Oct 1;36(7):708–14.

14

Anda mungkin juga menyukai