Anda di halaman 1dari 14

Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN)

Menuju Realisasi
Swasembada dan
Ketahanan
Pangan Nusantara
Integrated Farming System Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN)

Pendahuluan

Gemah ripah loh jinawi, ungkapan kata yang sering disematkan


pada Indonesia, kata tersebut memiliki arti yakni kekayaan
dasar alam yang berlimpah. Sebagai negara agraris dan dikenal
sebagai negara maritim mengajak kita untuk kembali ke alam
sebagai dasar untuk ketahanan pangan yang lahir dan besar
dari alam diri sendiri.

Kita sadari bersama bahwa wilayah NKRI Republik Indonesia


adalah negara Agraris dengan iklim tropis yang dapat dijadikan
sumber daya hayati baik pertanian maupun pertanian serta
terkenal sebagai wilayah maritim dengan hasil ikan yang
melimpah sepanjang masa yang dapat dijadikan sebagai
sumabert mata pencaharian dan komuditi secara utuh baik
untuk kebutuhan nasional maupun luar negri.

Terjadinya urban penduduk dari desa ke kota untuk mencari


kerja di sektor industri telah melahirkan meningkatnya
kebutauhan dasar pangan di wilayah perkotaan yang tidak
dapat diimbangi oleh suplay kebutuhan pangan dari wilayah
pedesaan yang berbasis dari sumberdaya alam sehingga telah
memaksa pemerintah untuk melakukan import pangan yang
semakin hari semakin meningkat. Pada Februari 2016, Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat 31,74 persen angkatan kerja di
Indonesia atau 38,29 juta bekerja di sektor pertanian. Dengan
1
angka tersebut, telah terjadi hampir dua juta pekerja sektor
pertanian beralih ke sektor lain hanya dalam setahun.

Data yang konkrit semakin terkikisnya lahan pertanian,


peternakan dan perikanan yang beralih fungsi sebagai
bangunan hunian dan industri serta tata kelola pertanian,
peternakan dan perikanan yang masih menerapkan sistim
tradisional telah ikut andil dalam recovery pengadaan pangan
semakin tertinggal jauh dan hasil pokok produksi yang semakin
mahal.

Langkah pemerintah dalam penambahan lahan baru dan


subsidi terhadap kebutuhan pemberdayaan pertanian (benih,
pupuk dan pestisida) telah berefek meningkatnya hasil produksi
terutama untuk komoditi beras dan jagung.

Pemerintah dalam visi dan misinya mempunyai program


pembenahan pengelolaan laut Indonesia, juga pengembangan
industri perikanan dengan membangun kekuatan maritim. Itu
semua digunakan
sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.

Sarana dan prasarana pertanian belum ditingkatkan sehingga


pertumbuhan produksi pangan masih tergantung dengan iklim
(tadah hujan) dan belum menggunakan saran perairan yang
terintegrasi dengan perluasan lahan untuk kebutuhan pertanian
yang terpadu.

Jaminan pasca panen untuk hasil produksi pangan baik hasil


produksi pertanian, pertenakan dan pertanian masih sangat
rendah di level petani, peternak dan nelayan sehingga
semangat di level produksi tidak seiring dengan meningkatnya
kebutuhan pangan nasional.

Permasalahan
1. Pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan sumber daya
alam tersebut di atas (pemerintah, perusahaan, akademisi
dan masyarakat) yang yang mempunyai tugas dalam
2
swadaya dan ketahanan pangan hingga saat ini
pelaksanaannya masih sendiri-sendiri dan belum
terintegrasi satu dengan yang lainnya.

2. Sumber daya manusia yang berperan dalam produksi


(pertanian, peternakan dan perikanan) masih menggunakan
pola tradisional yang bersifat turun menurun sehingga lama
daka proses produksi dengan hasil yang kurang maksimal.
Peneraan sistim on-farm degan mekanisasi belum bisa
diterapkan dan masih bersifat spoting di areal tertentu
sehingga harga hasil produksi menjadi tinggi.

3. Begitu pula pengerjaan dibidang perikanan, peternakan dan


perikanan belum mengguakan pola produksi yang dipola
dengan sistim yang saling sinergi manajemen terpadu
sihingga menimbulkan unsur whase yang tinngi dan
menimbulkan biaya produksi yang tinggi.

4. Oleh karena itu pertanian terpadu dan terintegrasi dengan


peternakan dan perikanan (sistim integrated farming)
merupakan pilar utama kebangkitan bangsa Indonesia
karena akan mampu menyediakan pangan yang aktual bagi
bangsa ini secara berkelanjutan.

Pembahasan/Action Plan
Apakah Pertanian Terpadu (Integrated Farming)

1. Integrated farming adalah pola pertanian dalam satu


kawasan (stage) yang berintegrasi dengan pertanian dengan
komudity tertentu dengan budidaya peternakan dan
perikanan yang saling simbiosis mutualistis yang pada
akhirnya antara ketiganya menjadi saling ketergantungan
dalam pengembangan dan kehidupannya.
2. Adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan
mendaurulang, menggunakan tanaman dan hewan sebagai
mitra, menciptakan suatuekosistem yang tailor-made,
meniru cara alam bekerja.
3. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang
beragam dimana "micro output" dari satu budidaya menjadi
input kultur lainnya, sehingga meningkatkan kesuburan
3
tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua
unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan
untuk pertanian organik ramah lingkungandan
berkelanjutan.
4. Pertanian terpadu pada hakekatnya merupakan pertanian
yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di
dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi
terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan
produksi yang terjaga secara efektif dan efisien dan
menghilangkan unsur kimiawi dalam ekosistim pertanian
dan peternakan.

Rancangan IFS Dengan Analisis SWOT


Strengths (kekuatan) Weaknesses (kelemahan) Opportunities
(peluang) dan Threats (ancaman) merupakan cara sistematis
untuk mengidentifiksikan faktorfaktor ini dan strategi yang
menggambarkan kecocokan paling baik di antaramereka.
Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi
yangefektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang dan
meminimalkankelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara
akurat, asumsi sederhana ini mempunyai dampak yang sangat
besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.

Secara umum, ruang garap konsep pertanian terpadu


melingkupi persiapan, pengadaan dan penyaluran sampai pada
kegiatan distribusi dan pemasaran produk, baik primer maupun
olahan. Dengan demikian konsep pertanian terpadu dalam
pengertian umum merupakan suatu sistem yang
menggabungkan peternakan konvensional, budidaya perairan,
hortikultura, agroindustri dan segala aktivitas pertanian. Karena
konsep ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir, maka
keberhasilan pengembangannya sangat tergantung pada
keseimbangan pengembangan dan pertumbuhan yang dicapai
pada setiap simpul yang menjadi subsistemnya.

Sistem pertanian terpadu sangat terkait dengan program


swasembada, pengembangan sistem pertanian terpadu
tanaman ternak dapat meningkatkan daya dukung pakan,
4
sehingga mampu meningkatkan populasi dan produksi daging
sapi. Di Indonesia, Badan Litbang Pertanian sangat gencar
mengintroduksi inovasi teknologi sistem integrasi tanaman-
ternak. Pola yang telah banyak diterapkan adalah Sistem
Integrasi Tanaman Pangan-Ternak, Sistem Integrasi Sapi Kelapa
Sawit (SISKA) atau Sapi-Sawit (SASA), Sistem Integrasi Sapi-
Tebu (SATE). Selain itu masih ada beberapa potensi integrasi
tanaman- ternaik lainnya,seperti ternak dan kakao.

Kekuatan (Strengths)

1. Potensi Ketersediaan Pakan melalui Integrasi Tanaman-


Ternak Pada integrasi sapi-sawit (SASA) bahan pakan dapat
diperoleh dari pelepah sawit, bungkil inti sawit, lumpur
sawit, serabut perasan buah sawit, tandan kosong dan
cangkang serta tanaman hijauan di lahan perkebunan sawit.
Limbah perkebunan sawit mempunyai potensi yang cukup
besar untuk menyediakan sumber pakan dengan daya
tampung 1-3 ekor per ha kebun kelapa sawit dengan
dibarengi penghijauan yang terpola untuk jenis rumput
pakan ternak khusus

2. Pada integrasi sapi-tebu (SATE) dapat berupa daun pucuk


tebu dan daun rogesan, ampas tebu (bagas), dan molasses,
termasuk anakan tebu. Pada perkebunan tebu, limbah
tanaman berupa pucuk tebu mencapai 30,8 ton/ha dan
diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu
menghasilkan 100 ton bagas. Komposisi dari tanaman tebu
dapat dihasilkan batang tebu sebagai produk utama
sebanyak 60 persen dan sisanya limbah berupa pucuk tebu
30 persen dan daun rogesan 10 persen. Batang tebu hanya
dapat menghasilkan 5 persen gula, sisanya 75 persen air
yang bercampur dengan komponen gula, bagas 15 persen,
molasses 3 persen dan sisanya yang tidak bisa
dimanfaatkan (filter mud) 2 persen. Komponen bagas
mencapai 24-36 persen. Berdasarkan komposisi itu, limbah
tanaman tebu sangat potensial untuk dimanfaatkan, antara
lain untuk pakan ternak. Dengan hamparan 100 ha kebun
tebu diperkirakan dapat menghasilkan pucuk tebu sebanyak
380 ton bahan kering, yang dapat memelihara tidak kurang
dari 347 520 ekor sapi dengan bobot hidup 200 kg
5
sepanjang tahun bila sapi mampu mengkonsumsi bahan
kering 1 1,5% dari bobot hidup. Bila bagas diproses dan
ditambahkan dalam pakan, maka tambahan sekitar 20 ekor
sapi lagi dapat dibesarkan. Demikian seterusnya, dengan
memanfaatkan limbah lain seperti ampas, pith dan tetes,
maka jumlah pemilikan dapat ditingkatkan dengan catatan,
suplementasi bahan dari luar kawasan harus diadakan. Pada
tanaman pangan, data 2010-2015 menunjukkan
perkembangan luas panen padi meningkat 1,01 persen
pertahun dari 11,79 juta hektar menjadi 12,88 hektar.
Perkembangan luas panen komoditas palawija khususnya
jagung meningkat 2,16 persen pertahun. Sumber data dari
(Kementerian Pertanian, 2016).

3. Tanaman padi gogo per hektar dapat menyediakan pakan


sebanyak 18,9 hari, dari jumlah sapi 29 ekor. (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2015). Pada
integrasi sapi-padi/jagung dapat berupa jerami, dedak padi,
dan tongkol jagung. Pemberian jerami fermentasi sebagai
pakan basal dengan ditambah konsentrat, nyata (P<0,05)
dapat memberikan kinerja pertumbuhan sapi lebih baik dan
secara ekonomi layak, serta mempercepat tanda-tanda
estrus (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ,
2015).

4. Potensi Wilayah Pengembangan Pertanian Terintegrasi


Tanaman Ternak.
Berdasarkan konsep sistem integrasi, usaha ini dapat
dilakukan pada lingkup usaha dan lingkup kawasan.
Berdasarkan hal itu maka usaha tanaman-ternak yang
terintegrasi tidak harus dilakukan dalam satu kesatuan
usaha, tetapi masih dalam satu kesatuan kawasan. Pada
pola integrasi ternak sapi dan tanaman padi, bisa saja
jerami padi atau batang jagung kering yang dihasilkan di
kawasan tersebut dimanfaatkan sebagai pakan ternak pada
usaha ternak sapi di kawasan sekitarnya. Demikian juga
dengan integrasi tanaman sawit atau tebu dengan usaha
ternak sapi di sekitar perkebunan. Lebih luas lagi integrasi
tersebut dapat juga dilakukan pada dua kawasan yang lebih
jauh namun antar kedua usaha itu ada keterkaitan usaha
untuk saling terintegrasi dengan tetap memperhatikan biaya

6
transportasi yang harus dikeluarkan. Berdasarkan lokasi
sumber pakannya, maka integrasi sapi-sawit akan mengikuti
lokasi perkebunan sawit di Indonesia. Oleh karena itu
potensi pengembangan integrasi tanaman ini banyak
dilakukan di Sumatera dan Kalimantan. Sebagai contoh di
Provinsi Bengkulu, Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Utara,
Kalteng dan Kaltim sudah banyak peternak yang
mnggembalakan sapinya di lahan perkebunan sawit dan ada
beberapa yang sudah diintegrasikan secara khusus.
Usaha integrasi tanaman pangan seperti padi dan sapi
dapat dilakukan hampir di semua provinsi, terutama pada
daerah sentra produksi padi.

5. Kelayakan Usaha pada Sistem Pertanian Terintegrasi


Tanaman-Ternak
Untuk memberikan keuntungan yang lebih, pengembangan
sistem usahatani terintegrasi tanaman-ternak perlu
diimbangi dengan peningkatan manajemen dengan upaya
pemanfaatan semua produk tani sehingga tercapai pola zero
waste atau tidak ada bagian yang terbuang dan tersedianya
sumber pakan dengan biaya minim (zero cost). Pemanfaatan
limbah untuk pakan ternak dengan ketersediaan yang cukup
(in-situ situation) akan menghidupi ternak tanpa perlu
mendatangkan dari luar (ex-situ situation). Pada usaha tani
integrasi sapi-tebu, pupuk kandang yang dihasilkan dari tiga
ekor sapi dewasa selama setahun dapat menghemat 50
persen aplikasi pupuk organik pada tanaman tebu.

Kelemahan (Weakness)

1. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak di


Indonesia ditemukan di berbagai agroekosistem dalam skala
usaha yang beragam mulai dari petani yang berpemilikan
lahan , 0.5 ha sampai pada perkebunan kelapa sawit yang
luasnya ribuan hektar. Walaupun demikian belum semua
sumber daya khususnya lahan, modal dan tenaga kerja
dimanfaatkan secara optimal, disamping masih adanya
kendala teknologi, informasi dan kelembagaan.

7
2. Kendala pemanfaatan bagas untuk pakan ternak adalah
sifatnya yang kamba (bulky), sehingga memerlukan biaya
transportasi dan penggudangan yang mahal. Pada saat
penggudangan bagas mudah terserang jamur dan serangga
karena kandungan gula yang tersisa.

Kesempatan (Opportunities)

1. Proses pengolahan limbah perlu dilakukan untuk


meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan limbah
tebu. Pengolahan ampas tebu dengan cara fermentasi
menggunakan Phanerochaete chrysosporium (jamur
pelapuk) 15 gram/Kg ampas tebu berpengaruh nyata (P>
0,05) meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan
pakan organik.
2. Usaha integrasi sapi-kakao, memanfaatkan daun hasil
pemangkasan tanaman kakao dan kulit biji kakao untuk
pakan sapi, Pengolaha limbah kakao dapat meningkatkan
nilai ekonomis limbah, namun membutuhkan decomposer
dan jumlah limbah yang banyak sehingga pengolahannya
menjadi efisien.
3. Pengolahan limbah kakao dapat meningkatkan nilai
ekonomis limbah, namun membutuhkan decomposer dan
jumlah limbah yang banyak sehingga pengolahannya
menjadi efisien.

Ancaman (Threats)

Integrasi tanaman ternak sebenarnya telah mengakar pada


pola pertanian rakyat sejak lama dan menjadi bagian dari
budaya bertani yang dilakukan petani. Dalam sistem usaha tani
konvensional, ternak merupakan unsur penunjang yang
diperlakukan sebagai tabungan. Distorsi terhadap sistem
konvensional mulai terjadi seiring dengan meningkatnya
populasi penduduk dan menyempitnya lahan pertanian, serta
meningkatnya budaya bisnis. Banyak lahan persawahan
dewasa ini dikategorikan sebagai lahan sakit yang antara lain
dicirikan oleh hasil tanaman yang melandai dan tidak dapat lagi
meningkat walaupun upaya intensifikasi dilakukan secara
8
maksimal. Satu-satunya cara terbaik untuk memperbaiki
kondisi tersebut adalah dengan menggalakkan kembali
penggunaan bahan-bahan organik termasuk pupuk kandang
dan mengintensifkan integrasi ternak dalam sistem usaha tani.

Target

Terciptanya kondisi sektor pertanian yang terintegrasi dengan


peternakan dan perikanan yang tertata secara sinkron dan
terpadu dalam setiap kawasan di Indonesia sesuai dengan jenis
dan katagori yang relevan dengan iklim dan kontur areal yang
berkesinambungan, antara lain :

I. Jangka Pendek

Melakukan penerapan sistim pertanian yang


terintegrasi dengan peternakan dan perikanan dalam
suatu kawasan baik milik perusahaan swasta
ataupun lahan milik pemerintah dengan pola bagi
hasil yang saling menguntungkan dengan pola
manajement terpadu.
Melakukan pengelolan (manajemen) dalam sistim
integrated farming melalui kelompok pengelola
(profesional management) yang melibatkan tenaga
ahli di bidang pertanian, peternakan dan perikanan
serta manajemen industri yang melibatkan
masyarakat dan akademisi di sekitar kawasan untuk
pembinanan dan pengembangan ingreted farming.
Melakukan training dan pendidikan terhadap kader
manajemen dan masyarakat selaku sumber daya inti
dengan lembaga dan tim ahli baik dalam maupun
luar negri yang berkompenten di bidang yang terkait.
Melakukan perencanaan pola integrated farming
dengan tahapan tahapan yang rasional dangan
filosofi komersial terukur dan terstruktur dari
tahapan:
Pengadaan lahan di dalam satu kawasan
minimal 5000-10.000 ha
9
Membuat rencana pengadaan perkebunan tebu
sebagai sumber bahan baku pabrik gula dan
pakan ternak dengan ratio di 3000 TDS untuk
skala 5,000 ha sebagai perkebunan inti
ditambah 3.000 ha pada petanian tebu plasma
oleh masyarakat di sekitar wilayan inti.
Membuat pola tanam perkebunan tebu dengan
pola tanam 8.000 ha dibanding (240 hari)
sehingga akan mengalami panen tebu sejumlah
33,33 ha/hari atau rata-rata produksi tebu
sekitar 266,3 ton tebu per hari untuk masa
panen tebu per 8 bulan.
Membangun pabrik tebu dengan kapasitas
produksi sebesar 300 ton per hari dengan
output produk sebagai berikut:
Molasis
Gula pasir
Etanol
Listrik
Daun tebu dan limbah ampas batang tebu
sebagai pahan pakan ternak yang akan
dipergunakan dengan melaluiproses
permentasi dengan microba khusus untuk
menstimulasi NPK dan kebutuhan nutrisi
sapi/kerbau
Membuat kandang sapi/kerbau dengan
perbandingan 2 ha kebun tebu dengan 1 ekor
hewan sapi/kerbau sehingga dari perkebunan
tebu di atas dapat menopang ternak sapi/kerbau
berjumlah minimal 4.000 ekor sapi/kerbau.
Di samping itu juga harus disediakan minimal 2
waduk penampungan sederhana air artesis
untuk perairan kebun tebu dengan sistim
pemyemprotan hidrolik dan tersedianya air
bersih untuk minum ternak dan pembersihan
kandang hewan. Waduk penampungan
sederhana tersebut tersebut dapat digunakan
budidaya air tawar dan sejenisnya sebagai nilai
tambah bagi para petani dan peternak yang
mengelola lahan tersebut. Pakan utama
budidaya pakan ikan tersebut menggunakan
10
mikroba yang dihsilkan oleh tetes tebu dari
pabrik tebu tersebut dengan sistim
pengembangan laboratory.
Penyediaan industri pupuk kompos sederhana
untuk mengolah kotoran hewan (kohe) untuk
dapat digunakan pupuk kompos organik untuk
tanaman tebu dengan perbandingan skala
produksi (4000 x 5 x 30 = 600 ton/bulan hasil
pupuk organik kohe yang dapat digunakan
untuk pupuk kebun tebu.
Penyedian penampungan untuk air seni hewan
ternak yang akan difermentasi sebagai pupuk
organik pengganti urea dengan hasil
perbandingan (4000 x 2 x 30 = 240.000 liter air
seni sapi/kerbau atau sebanding dengan 4.800
ton urea yang dapat digunakan untuk pupuk
perkebunan bawang merah/putih dengan cara
organik.

II. Jangka Menengah

Mengoptimalkan pembentukan Kawasan Industri


Peternakan dan Perikanan dengan menguasai semua
kegiatan usaha mulai dari tingkat budidaya sampai
pemasaran hulu hingga hilir.
Menjalin kerjasama dengan rumah potong hewan
modern syariah dengan standard internasional
sebagai langkah pengembangan untuk sarana
penjualan hasil usaha ternak terpadu dengan hasil
daging murni.
Pengembangan usaha industri sederhana olahan
berbasis daging (baso, sosis dan nuget ataupun
kornet) dengan menggunakan daging secondary
ataupun industrial meat grede dari hasil ternak serta
pasar modern untuk penjualan daging premium.

III. Jangka Panjang

Merealisasikan konsep Integrated Farming terutama


yang berkaitan langsung dengan bidang pertanian,
11
peternakan, perikanan,dan unsur penunjang dalam
system pertanian terpadu, setelah terbentuknya
Kawasan Industri Berbasis Pertanian Terpadu dari
hulu ke hilir dari

IV. Tahapan Realisasi


A. Pra operational

Perkebunan Tebu
a. Ploting lahan tentative wilayah Oki seluas
10.000 ha HPL perusda wilayah Sumatera
Selatan atau di NTB HPL milik perusahaan PT
Maducom.
b. Perencanaan pembangunan sarana dan pra-
sarana perkebunan tebu seluas 4.950 ha untuk
perkebunan tebu dan 3.000 ha kerjasama
dengan masyarakat untuk perbebunan plasma
c. Persiapan pemaparan lahan tebu secara
bertahap
d. Persiapan pengadaan bibit dan penanaman
secara bertahap sesuai dengan persipan lahan

Peternakan sapi/kerbau
a. Pembanguan sarana dan pra sarana lahan
peternakan
b. Pembangunan kandang untuk penggemukan
c. Pembangunan sarana pupuk kompos dan sarana
air kencing hewan untuk pupuk hayati
d. Gudang pakan ternak dan standa perairan untuk
laboratory
e. Pembuatan kandang untuk karantina hewan
f. Pembangunan treatmen perairan untuk minum
dan sterilisasi kandang

Pengadaan waduk sederhana dan sarana amdal


a. Penampungan air untuk perairan perkebunan
tebu dan air untuk ternak
12
b. Pembuatan amdal untuk limbah ternak baik
untuk limbah kotoran ataupun limbah produksi
hasil ternak.
c. Treatment air dari limbah ternah hingga proses
penjernihan yang like sehat dan bisa digunakan
untuk budidaya ikan air tawar

Pengadaan sarana dan presarana pengelolaan


a. Kantor pengelola, klinik kesehatan dan dokter
hewan
b. Laboratorium kesehatan hewan
c. Masjid atau mushola
d. Kantin
e. Dll

B. Tahap Operasional
a. Realisasi bussines Plan yang meliputi
a. Fisibility study dan rencana tata kelola
integrated farming
b. Police & Procedures tata kelola
perkebunan, peternakan dan perikanan
yang terintegrasi
c. Standard Opersaional penleloaan dan
operasional
d. Anggaran dan pembiayaan
i. Perijinan dan legalitas
ii. Pra operational support
iii. Pengolahan lahan dan penataan lahan
iv. Realisasi sarana dan pra-sarana
perkebunan, peternakan dan
perikanan yang terintegrasi
v. Pembiayaan pengadaan material dan
bahan baku (sapi, benih dan
sejenisnya)
vi. Pembiayaan pemeliharaan

13
vii. Proyeksi cash flow
viii. Proyeksi profit & lost
ix. Standar Control dan Evaluasi.

14

Anda mungkin juga menyukai