Anda di halaman 1dari 22

Dunia Pendidikanku

Education
E D U C T IO N U N C A T E G OR I ZE D

10 MASALAH DALAM BIDANG ATAU


MANAJEMEN PENDIDIKAN
March 18, 2016Biru Kuning Hidupku

1. Filosofi Tujuan Pendidikan masih semu

Filosofi pendidikan yang ada pada Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas terkonsentrasi pada aktivitas guru,
dosen atau pendidik. Filosofi pendidikan yang demikian akan menelikung kemampuan kreativitas peserta didik dan
pedagoginya cenderung bersifat naratif dan indoktrinatif.

Filosofi Tujuan Pendidikan Nasional seharusnya : mendampingi dan mengantar peserta didik kepada kemandirian,
kedewasaan, kecerdasan, agar menjadi manusia profesional (artinya memiliki keterampilan (skill), komitmen pada nilai-
nilai dan semangat dasar pengabdian/pengorbanan) yang beriman dan bertanggung jawab akan kesejahteraan dan
kemakmuran warga masyarakat, nusa dan bangsa Indonesia

2. Pola Fikir pendidik dan tenaga kependidikan cenderung financial oriented


Anggaran Pendidikan 20 % belum tentu menjamin kualitas pendidikan ini lebih baik, selama pendidik dan tenaga
kependidikan bekerja untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Yang terjadi sekarang dengan
melimpahnya materi untuk jabatan pendidik terkesan justru meninabobokan mereka. Mereka berfikir bagaimana
supaya gaji besar dan jarang yang berfikir bagaimana memperbaiki kualitasnya sebagai bentuk feedback dari
semua fasilitasnya sebagai pendidik. Adanya sertifikasi guru belum tentu menjamin guru itu terpanggil untuk
memperbaiki kualitasnya.

3. Paradigma Tujuan pendidikan dimasyarakat masih banyak yang salah.

Masyarakat terutama di pedesaan masih berparadigma bahwa pertama, tujuan pendidikan adalah untuk mendapatkan
pekerjaan semata bukan untuk mendewasakan peserta didik, kedua, masih banyak masyarakat yang berpandangan
bahwa ukuran kesuksesan dari pendidikan adalah menjadi PNS, jadi meskipun ia berhasil dalam bidang materi namun
tidak menjadi PNS/ berseragam dinas mereka menganggap bahwa pendidikannya telah gagal. Paradigma tujuan
pendidikan yang masih memprihatinkan meskipun terkesan sepele namun cukup fatal karena akan membentuk pola
fikir anak didik yang salah pula.

4. Paradigma peserta didik yang sertificate oriented

Paradigma ini masih melekat dalam benak kebanyakan peserta didik, mereka masih berfikir bahwa sekolah ini
hanyalah untuk mendapatkan pekerjaan yang bersifat formal semata. Masalah lebih serius lagi ketika mereka
beranggapan bahwa pekerjaan itu bisa mudah dengan selembar ijazah, Implikasinya adalah mereka
menganggap bahwa ijazah kelulusan adalah segala-galanya, konsekwensinya adalah mereka tidak belajar serius
selama proses pendidikannya dan tidak memilki kualitas, apalagi untuk belajar seumur hidup. sehingga mereka berfikir
bagaimana saya supaya lulus ujian bukan bagaimana supaya memilki kompetensi dan skill.

5. Manajemen pendidikan di Indonesia Tidak berbasis kompetensi yang sebenarnya

Kalimat kompetensi yang saat ini banyak tersurat dalam sistem pendidikan dan dalam proses kegiatan belajar mengajar
(KBM), dipandang masih bersifat bias, tidak mengena dan tampak hanya tekstual semata tidak pada essensi yang
sebenarnya. Hal ini sangat tampak terlihat jika melihat kasus-kasus seperti ini, jangankan lulusan SMA/SMK orang
yang sarjana pun bingung sebenarnya dia bisa apa, punya kompetensi apa, apakah kompeten dalam bidangnya
atau tidak, ditambah lagi ketika mereka melanjutkan ke perguruan tinggi tanpa mempertimbangkan potensi diri
dan kompetensi yang sudah ia miliki. Satu refleksi kegagalan pendidikan yang sangat fatal, dimana pendidikan
sebnarnya tidak berbasis kompetensi yang sebenarnya.

6. Implementasi manajemen pendidikan kan dalam Simbolisme verbal dan tekstual.

Ini berkaitan dengan maslah kultur dimana pendidik dan tenaga kependidikan menganggap bahwa ia hanyalah
melakukan tugas secara formal dan rutinitas dan berkaitan pula dengan masalah SDM nya yang kurang
berkualitas. Jangankan dalam melaksanakan inovasi pendidikan, dalam mengimplementasikan manajemen yang
ada pun mereka masih berprinsip asal melaksanakan. Sehingga ia mengimplementasikannya itu hanyalah sebatas
simbolisme verbal dan tekstual semata yang penting melaksanakan tuntutan aturan yang ada namun bekerja seperti
biasa saja seadanya.
7. Pendidikan tidak berbasis Cita-Cita peserta didik

Masalah yang paling fatal dalam pendidikan kita adalah sampai saat ini pendidikan kita sama sekali tidak dengan
sesungguhnya ingin mencerdaskan dan ingin mendidik supaya generasi muda mendapatkan masa depan yang jelas.
Manajemen pendidikan kita belum memperhatikan dan belum menganggap penting untuk mengembangkan anak
sesuai dengan potensinya. Harus diakui bahwa peserta didik kita mayoritas sama sekali tidak memiliki cita-cita
untuk menjadi apa kelak, meskipun ada yang yang punya mungkin itu bersifat semu dan hanya pengakuan
verbal semata. Yang terjadi adalah mereka belajar secara ngambang dan tidak memiliki arah yang jelas yang
penting berangkat sekolah. Satu hal lagi yang lebih penting adalah manajemen pendidikan kita tidak
mengarahkan anak untuk mewujudkan cita-citanya namun bagaimana anak supaya bisa menghapal semua
materi pelajaran tanpa terkecuali.

8. Sistem Kurikulum yang gemuk dan tidak berbasis potensi.

Masalah yang tidak kalah pelik dalam sistem pendidikan kita adalah kurikulum bersifat gemuk dan tidak berbasis
potensi peserta didik, manajemen kita memaksakan anak untuk menguasasi seluruh materi yang
dikurikulumkan, tidak pernah mempertimbangkan apakah materi tersebut sesuai dengan potensinya atau
tidak.Sehingga yang terjadi adalah peserta didik hanya dijadikan objek penderita yang seperti robot. Konsekwensinya
adalah peserta didik berkembang bukan berdasarkan potensinya namun seolah-olah karena keterpaksaan.

9. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif.

Ketika Pendidik dan tenaga kependidikan masih berpolafikir bahwa tugasnya adalah mengajar, bekerja hanya
melaksanakan tugas dan rutinitas semata, maka akan sulit lingkungan pendidikan itu berubah menjadi lebih baik.
Mereka justru tidak merasa berkewajiban untuk melakukan inovasi manajemen pendidikan supaya hasil pendidikannya
jauh lebih baik.

10. Sistem seleksi CPNS tidak berbasis kompetensi bidang studi

Disinilah mungkin awal mula keterpurukan dunia pendidikan kita, seleksi CPNS keguruan sampai saat ini tidak
berbasis kompetensi bidang studi, namun dengan sistem generalisasi, semua disamakan. Akibatnya peluang
CPNS Keguruan yang lolos bukan berdasarkan kompetensinya sangat terbuka.

Masalah pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kurangnya seorang
pengajar ataupun orang tua dalam mengenali, dan menggali potensi sorang anak. Seringkali para pendidik dan orang
tua memaksakan kehendak tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa / anak
sehingga membuat sorang anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. proses yang baik adalah memberikan
kesempatan pada anak untuk kreatif. itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kemajuan suatu negara, seperti ada dibuku yang pernah saya baca
berjudul Why Asians Are Less Creative than Western karangan seorang profesor dari University of Queensland
bernama Prof. Aik Kwang. dalam buku tersebut memang tidak dituliskan negara tertentu tetapi menurut saya ada
beberapa point yang dapat mencerminkan kondisi pendidikan di Indonesia, seperti

Di Indonesia, pendidikan identik dengan hafalan berbasi kunci jawaban, bukan pada pengertian. Ujian Nasional,
tes masuk perguruan tinggi, dll, semua berbasis hafalan. sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal
rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya, bukan diarahkan untuk memahami dan bagaimana menggunakan
rumus rumus tersebut. Karena berbasis hafalan, murid murid disekolah di Indonesia dijejali sebanyak
mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi Jack of all trades, but master of none (tahu sedikit-sedikit tentang
banyak hal tapi tidak menguasai apapun).

Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Indonesia bisa menjadi juara dalam Olympiade Fisika dan
MAtematika tapi hampir tidak pernah ada orang Indonesia yang memenangkan Nobel atau hadiah Internasional
lainnya yang berbasis inovasi dan kreatifitas.

A. Beberapa Maslah lain yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain :

1. Mahalnya Biaya pendidikan

Walaupun dibeberapa daerah sudah ada bantuan pendidikan bahkan sampai membebaskan biaya pendidikan tapi
program tersebut belum dapat dirasakan oleh seluruh warga negara di Indonesia sehingga banyak anak atau calon
siswa yang kurang beruntung dapat menikmati pendidikan. masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan memberikan
anggaran lebih dalam bidang pendidikan sehingga biaya pendidikan bisa murah atau bahkan gratis.

2. Rendahnya pemerataan pendidikan


Mungkin bagi saya yang hidup dikota besar merasa beruntung begitu banyaknya fasilitas pendidikan dan tenaga
pengajar, tapi bagi warga lain yang hidup jauh dari pusat kemajuan seperti kita ambil contoh dipedalaman papua, masih
sedikit fasilitas dan tenaga pengajar sehingga pemerataan pendidikan tidak bisa maksimal. untuk mengatasi masalah
ini adalah sama dengan point pertama yaitu menambah anggaran dibidang pendidikan sehingga dapat membangun
fasilitas pendidikan dan mengirimkan guru kedaerah yang masih sedikit atau bahkan belum terjangkau fasilitas
pendidikan.

3. Rendahnya Kualitas Guru


Bukan bermaksud untuk menghina atau mencela profesi seorang guru, tapi dijaman yang akses Informasi dan
Teknologi yang berkembang pesat ini Guru dituntut untuk mengikuti perkembangan dan tren pendidikan, sekarang
sumber informasi tidak hanya bisa didapat dari buku, atau berita, tapi sumber lain seperti Internet dan Media sosial
mempunyai pengaruh besar dalam menyebarkan Informasi dan berita baru tentang pendidikan sehingga sering terjadi
seorang siswa lebih pintar daripada Gurunya. hal ini dapat diselesaikan dengan memberikan pengenalan, pelatihan
untuk dapat menggunakan media-media Informasi dan teknologi yang sedang berkembang sekarang.

1. Siapakah seharusnya yang paling berperan untuk melakukan perbaikan dalam dunia pendidikan adalah
Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, Guru / tenaga pengajar sebagai pengarah dan pendorong bakat dan
minat siswa dan orang tua yang berperan untuk mengenali bakat, minat dari seorang anak.
Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya

Hingga saat ini masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan
Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia
berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang
dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat
peringkat dari Malaysia (65).

Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus
sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama
(SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15
tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap
menit ada empat anak yang putus sekolah.

Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek.
Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya
infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih
rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.

Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan
karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas.
Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh
kualitas guru yang bersangkutan.

Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi
kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih
sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar
70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.

Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah
terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru
sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar
300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin
kelancaran proses belajar.

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia
hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang
akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional
untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok
pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena
fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti
kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses
pembelajaran yang cukup lama.
Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses
perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung
selesai.

Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak
293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas
namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di
Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415,
Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur
17.972, dan Sulawesi Barat 898.

Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi
yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia.

Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan
untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan
kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan
pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi,
pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah
dan pihak terkait.

Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya
kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif
untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat
untuk kebijakan yang dibuat.

Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut
melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi,
lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan
mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.

Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut
juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.

Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman
pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk
meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers.
Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya

Hingga saat ini masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan
Pendidikan Untuk Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya. Tahun 2011 Indonesia
berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang
dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat
peringkat dari Malaysia (65).

Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus
sekolah. Sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah menengah pertama
(SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15
tahun terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa setiap
menit ada empat anak yang putus sekolah.

Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan, Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek.
Selain angka putus sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari buruknya
infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih
rendah, kualitas kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.

Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan
karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas.
Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh
kualitas guru yang bersangkutan.

Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi
kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih
sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar
70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.

Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah
terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru
sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar
300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin
kelancaran proses belajar.

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia
hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun 2013 yang
akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional
untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok
pada Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena
fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti
kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses
pembelajaran yang cukup lama.
Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses
perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung
selesai.

Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak
293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas
namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di
Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415,
Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur
17.972, dan Sulawesi Barat 898.

Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi
yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia.

Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan
untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan
kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan
pemberian apresiasi lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi,
pelatihan dan praktek. Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah
dan pihak terkait.

Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya
kepada pemerintah dalam memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide kreatif
untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah dapat mempertimbangkan ide masyarakat
untuk kebijakan yang dibuat.

Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut
melakukan pendampingan guna mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa konsultasi,
lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan
mampu membawa sekolah yang dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.

Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya itu, lembaga tersebut
juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.

Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman
pentingnya pendidikan melalui penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk
meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak masyarakat, lembaga sosial, dan pers.
Dengan demikian informasi seputar perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
PERMASALAHAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DI INDONESIA

PERMASALAHAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Berbicara mengenai pendidikan di Negara kita, tentu tidak terlepas dari berbagai macam persoalan yang selalu
menderanya mulai dari Negara ini diproklamirkan hingga di penghujung hari jadinya yang ke 65 tahun. Masalah klasik
yang timbul diantaranya harga buku mata pelajaran yang mahal, gedung sekolah yang hampir ambruk, mahalnya biaya
pendidikan baik biaya masuk maupuan SPP, terutama di sekolah swasta., penyimpangan dana Bantuan Operasional
Sekolah ( BOS ) oleh oknum pejabat sekolah, pembebanan biaya pendidikan kepada siswa baru walaupun sekolah
mendapatkan dana BOS dari pemerintah.

Apabila dicermati, semua permasalahan diatas timbul karena tidak berjalannya fungsi manajemen baik di tingkat
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional maupun lembaga penyelenggara pendidikan, yakni sekolah
baik negeri maupun swasta.

Indonesia merupkan Negara yang menganut sistem sratifikasi ( pelapisan ) lembaga penyelenggara pendidikan, yakni
sekolah negeri dan swasta. Kebijakan ini tentu saja menimbulkan permasalahan yang berbeda dan akan menciptakan
jurang pemisah ( gap ) antara sekolah negeri dan sekolah swasta yang menerapkan standar International dengan tarif
Internasional. Hal ini secara langsung atau tidak langsung menciptakan pelapisan ( Stratifikasi ) sosial masyarakat
berdasarkan hak memperoleh pendidikan. Tidak ayalnya, praktek penyelenggaraan pendidikan pada zaman kolonial.
Saat itu kita kita mengenal sekolah khusus diperuntukkan bagi orang belanda, eropa dan bangsawan Indonesia. Seperti
HBS, HIS, MULO. Tetapi sekolah khusus bagi rakyat biasa ( jelata ) yang menempati strata terendah adalah SR (
Sekolah Rakyat ).

Mengenai masalah ini, penulis akan mengkaji dan menguraikan permasalahan yang timbul di lembaga penyelenggara
pendidikan ( Sekolah ) baik negeri maupun swasta, terkait pelaksanaan ( implementasi ) fungsi manajemen di masing
masing lembaga dan bagaimana cara meyelesaikan masalahnya.

Permasalahan manajemen pendidikan di sekolah negeri :

1.Garis komando, pengendali, pengawasan diterapkan sistem hierarki ( bertingkat ). Mulai dari pemerintah melalui
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal, Sekretariat Jenderal, Dinas Pedidikan daerah dan kepala
sekolah sebagai pemangku jabatan Top Management di tingkat penyelenggara pendidikan ( sekolah ) yang
bersinggungan langsung dengan pekerja ( guru ). Dalam hal ini, kepala sekolah tidak memiliki wewenang untuk
memberikan sanksi langsung kepada guru yang tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik. Kewenangan
memberikan sanksi tegas kepada guru yang indisipliner dilakukan oleh BKD ( Badan Kepegawaian Daerah ). Yang
notabene secara struktur organisasi tidak berda langsung di bawah Kementrian Pendidikan Nasional. Hal ini tidak
relevans sebab BKD berada di bawah kewenangan pemerintah daerah.

2. Setiap lembaga penyelenggara pendidikan dari tingkat SD dan SMP, mendapatkan dana BOS untuk
menyelenggarakan proses pendidikan bagi seluruh siswa.jadi, seluruh siswa di sekolah sekolah nusantara
berhak mendpatkan pendidikan cuma cuma ( gratis ), baik biaya pendidikan masuk dan SPP dan buku mata
pelajaran. Ironisnya, banyak sekolah sekolah negeri tetap memungut biaya awal pendidikan dengan
mengatasnamakan Biaya Sukarela .Disinyalir pula, sekolah sekolah berperan sebagai Book Dealer Store
,yang berfungsi sebagai pendistribusi buku buku LKS ( Lembar Kerja Siswa ) penerbit kepada siswa dengan
mematok harga diluar harga resmi penerbit, hal ini ditenggarai sebagai praktek komersialisasi sekolah yang
berorientasi pada keuntungan ( profit ).
3. Dikotomi kewenangan manajemen di sekolah sekolah negeri berbasis prinsip keagamaan, yaitu Madrasah
Ibtidaiyah ( MI ), Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) dan Madrasah aliyah ( MA ). Hendaknya dihilangkan dan
dikembalikan kepada fungsi manajemen yang sebenarnya.

Permasalahan manajemen pendidikan di sekolah swasta :

1. Kepala sekolah sebagi pemangku jabatan Top Management di sekolah langsung bertanggung jawab kepada
pemilik sekolah ( Yayasan ). Ketika kepala sekolah mendapatkan guru tidak disiplin di dalam melaksanakan tugas
dan kewajibanya, maka kepala sekolah memiliki wewenag untuk meberikan sanksi tanpa meminta keputusan
kepada atasannya ( Yayasan ).
2. Dengan menerapkan klasifikasi swasta pada lembaga penyelenggara pendidikan ( sekolah ). Membuat sekolah
sekolah swasta menolak menerima dana BOS, dengan alas an mereka dapat mandiri dan mampu untuk
menyelenggarakan proses pendidikan dari pungutan ( Uang pangkal dan SPP ) kepada siswa. Sehingga banyak
sekolah swasta, dengan dalih mengklaim sebagai Market Label mereka. Menjadi sekolah Intenational, sekolah
National plus, sekolah National, sekolah Terpadu ( Integrated School ), dengan seenaknya membandrol biaya
pendidikan ( biaya masuk, SPP dan Buku Pelajaran ) dengan tarif mahal. Dan untuk sekolah sekolah yang
bertarif mahal ini hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah ke atas ( middle-up society ). Hal ini
tentu saja akan menimbulkan kesenjangan sosial dan akan menimbulkan istilah sekolah kaya ( swasta ) dan
sekolah miskin ( negeri ).
3. Peneyelenggaraan pendidikan sekolah MI, MTs dan MA dengan kualifikasi sekolah swasta, menurut penilaian
masyarakat merupakan lembaga penyelenggara pendidikan yang berada pada stratifikasi ( lapisan ) terendah,
karena rendahnya kualitas SDM ( guru ) dan peserta didik yang mayoritas berasal dari golongan masyarakat kelas
bawah.

Terlepas dari output ( jebolan lulusan ) yang dihasilkan oleh penyelenggara pendidikan ( sekolah ) negeri atau swasta,
apakah berkualitas atau memiliki daya guna dan saing untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi ini. Seyogyanya
pemerintah dengan tegas melalui Departemen Pendidikan Nasional mengembalikan dan menjalankan fungsi
manajemen kependidikan yang berbasis kualitas yang optimal ( TQM = Total Quality Management ) dan harus
diejawantahkan ( implementasikan )

Pada lembaga penyelenggara tingkat pendidikan ( sekolah ) baik negeri, swasta maupun berbasis keagamaan. Berpijak
dari keharusan bahwa seluruh masyarakat Indonesia berhak mengenyam pendidikan dasar dan hingga sekolah
lanjutan tingkat atas ( SMA, SMK dan MA ), sebagaimana termaktub dalam pasal 31 UUD 1945, Setiap warga Negara
berhak mendapatkan pengajaran ( pendidikan ) . Sehingga tujuan dan cita cita mulia untuk menciptakan masyarakat
Indonesia yang memiliki sumber daya yang unggul dan tangguh dengan berlandaskan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi akan terwujud.

Adapun langkah langkah kongkret yang harus diimplementasikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, selaku
lembaga pemegang kewenangan dalam proses penyelenggaraan pendidikan adalah, sbb :

1. Mengambil alih tugas dan wewenang penyelenggaraan pendidikan di sekolah sekolah berbasis keagamaan ( MI,
MTs dan MA ) dari Departemen Agama. Agar terciptanya sinkronisasi dan relevansi tugas dan kewenangan yang
berasal dari satu lembaga penyelenggara pendidikan. Sehingga tidak terjadi benturan kepentingan dan konflik
yang berpotensi menimbulkan kerancuan dan keraguan dalam hal penerapan kebijakan.
2. Menghilangkan Stratifikasi ( Pelapisan ) istilah sekolah swasta dan negeri. Dengan mengganti istilah dengan
sekolah berprestasi,unggulan dan rintisan unggulan. Agar penempatan siswa pada sekolah sekolah berdasarkan
prestasi akademik maupun non- akademik ( bakat dan minat ) akan tepat sasaran ( match and link ). Sehingga
langkah ini akan menghilangkan istilah sekolah kaya dan miskin. Karena dengan kebijakan ini, berpotensi akan
menempatkan siswa siswa dari berbagai latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda, berkumpul dalam
satu sekolah yang sama.
3. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional harus berani dan tegas untuk memaksakan sekolah
sekolah swasta yang berbasis International, National Plus, National dan Terpadu untuk menerima dana Bantuan
Operasional Sekolah ( BOS ) tanpa terkecuali. Dan apabila sekolah sekolah tersebut tidak mau menerima dana
BOS tersebut, maka pemerintah melalui Kementrian Depdiknas berhak memberikan sanksi dengan mencabut ijin
operasional sekolah tersebut.
4. Pemerintah harus memberlakukan pendidikan gratis untuk seluruh sekolah dan tingkatan serta berbasis apapun,
hingga tingkat SMA, SMK dan MA. Seluruh biaya penyelenggaraan pendidikan, seperti biaya masuk ( uang
pangkal ), SPP, buku pelajaran dan lembar kerja siswa ( LKS ), seragam harus bebas biaya tanpa dipungut
sepeserpun dan tanpa dalih apapun. Apabila pihak sekolah yang melanggar kebijakan ini. Maka, Departemen
Pendidikan Nasional melalui Badan Kepegawaian Penegakkan Kebijakan dan Displin yang bertanggunjawab
langsung dibawah Kementrian DEPDIKNAS, berhak memberikan sanksi berat dan tegas kepada pelaku ( oknum )
pelanggar.
5. Memberikan wewenang yang luas kepada Kepala Sekolah, sebagai Top Management di sekolah. Untuk
memberikan sanksi berat dan tegas kepada guru dan pegawai yang melanggar aturan ( indispliner ).

Demikian segelintir harapan ini, semoga dapat memberikan pencerahan dan bahan kontemplasi ( perenungan ) untuk
dapat dipertimbangkan sebagai langkah terbaik di dalam meniti cita cita para pendiri bangsa ( Founder Nation ), untuk
menjadikan Negara ini mandiri dan memiliki martabat di kancah Internasional.

Analisi Masalah Manajemen Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan setiap peserta didik. Sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan
adanya perencanaan serta manajemen yang baik. Perencanaan yang dimaksud adalah kurikulum pendidikan atau
sekolah. Sedangkan manajemen dibutuhkan agar semua kegiatan yang berhubungan dengan belajar mengajar dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Tetapi dalam pelaksanaan banyak ditemui kendala dalam proses
belajar mengajar ini. Banyaknya kendala yang dihadapi juga menurunkan kualitas pendidikan.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah
pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan yang sering terjadi dalam dunia pendidikan yaitu
rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan,
relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Seperti yang dialami oleh sebuah yayasan yang terdiri dari jenjang RA sampai MA. Dengan berbagai permasalahan
yang dialami, sekolah ini tetap berjalan meskipun dengan kondisi yang memprihatinkan.
Beberapa masalah yang muncul adalah jumlah murid baru di MTs yayasan tersebut sangat kurang, bahkan jumlah
siswa baru yang hanya 16 siswa. Masalah kedua tentang seorang anak pemilik yayasan yang ingin mengajar dalam
yayasan tersebut, tetapi ia tidak memiliki ijazah S1 maupun akta 4, karena ia lulusan dari pondok pesantren. Kemudian
masalah yang ketiga adalah tentang usulan para guru yang menginginkan pergantian kurikulum, karena merasa bahwa
siswa-siswa di yayasan tersebut tidak mampu mengikuti kurikulum yang berlaku saat ini.

Ketiga masalah tersebut adalah masalah yang banyak terjadi dalam dunia pendidikan di negri ini. Maka sebagai
seorang pendidik, kita harus mengetahui mengapa sampai muncul masalah-masalah seperti yang telah disebutkan di
atas. Sehingga para pendidik dapat mencari solusi dan dapat mengantisipasinya.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kurangnya jumlah siswa

Seringkali sekolah mendapatkan masalah tentang jumlah siswa yang tidak memenuhi standar. Sehingga sekolah
tersebut tidak dapat melaksanakan UN sendiri. Bahkan jika hal ini terjadi dalam beberapa tahun penerimaan siswa
baru, maka sekolah terancam ditutup.

Demikian yang dialami oleh MTs sebuah yayasan tersebut. Kepala sekolah MTs telah menggunakan berbagai upaya
untuk mempromosikan sekolahnya kepada MI dari yayasan itu. Mungkin ada beberapa hal yang membuat masyarakat
tidak percaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka di MTs tersebut, diantaranya:

1) Rendahnya tingkat prestasi siswa dan sekolah

2) Kurangnya fasilitas penunjang yang memadai

3) Kurangnya manajemen yang baik dalam sekolah maupun yayasan

4) Sistem perekrutan siswa baru yang kurang maksimal

5) Kurangnya dana

6) Kurangnya kerja sama dengan sekolah lain

7) Kurangnya sosialisasi dengan masyarakat setempat

8) Lokasi sekolah tidak sesuai, mungkin lokasi yang kebanyakan masyarakatnya tidak mempunyai anak usia
sekolah, lokasi yang terlalu berdekatan dengan jalan utama sehinga menciptakan suasana yang tidak kondusif, serta
lain sebagainya.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MTs tentunya tidak mudah. Apalagi image MTs yang yang
tidak lebih baik dengan SMP. Sehingga MTs harus meningkatkan daya saing terhadap MTs-MTs lain, bahkan SMP.
Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa upaya, diantaranya:

1) Meningkatkan promosi semenarik mungkin, bukan hanya di lingkungan yayasan, tetapi juga masyarakat sekitar.
Seperti pemberian seragam gratis, keringanan uang gedung atau perawatan sekolah, dll.

2) Meningkatkan kualitas peserta didik dan sekolah

3) Meningkatkan fasilitas penunjang, seperti perpustakaan, labolatorium, lapangan, dll

4) Mencoba menggalang dana baik dari negri maupun swasta

5) Memberi beasiswa penuh kepada anak-anak kurang mampu dan juga anak-anak berprestasi untuk ditingkatkan
akademisnya

6) Membentuk kerja sama dengan sekolah-sekolah lain

7) Melakukan sosialisasi terhadap wali murid di yayasan tersebut serta masyarakat setempat

8) Memberi imbalan kepada siswa atau pun umum yang bisa mendaftarkan siswa baru kesekolah tersebut

9) Relokasi sekolah jika diperlukan

Semua upaya tidak terlepas dari pemaksimalan fungsi administrasi atau manajemen pendidikan. Agar dalam pecapaian
tujuan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya proses administrasi pendidikan yang meliputi fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, komunikasi, supervise, kepegawaian, pembiayaan, dan evaluasi. Semua
fungsi tersebut saling berkaitan, sehingga jika ada salah satu fungsi yang lemah, maka kegiatan tidak akan berjalan
maksimal.

Dengan mengembalikan lagi kepercayaan masyarakat, sekolah tidak akan lagi kesulitan mendapatkan siswa. Bahkan
para orangtua dan calon siswa yang akan mencari serta berlomba-lomba untuk masuk ke sekolah tersebut.

1. Masalah Penerimaan Guru Baru

Guru adalah sebuah profesi yang memiliki citra mulia dalam pandangan masyarakat. Demikian juga pandangan salah
seorang anak pemilik yayasan sedang banyak masalah ini. Dia sangat berkeinginan untuk menjadi satu dari sekian
guru yang mengajar dalam yayasan. Semboyan guru tanpa tanda jasa menjadikannya ingin merelakan sisa hidupnya
untuk mengabdi dalam dunia pendidikan. Bahkan dia sempat mengatakan kepada ayahnya, yang merupakan pemilik
yayasan, bahwa dia bersedia mengajar tanpa digaji, semuanya lillahi taala. Sehingga pemilik yayasan ini terus
membujuk kepada kepala-kepala sekolah di yayasan tersebut untuk mau menerima anaknya menjadi salah satu
pengajar. Tetapi hal yang memberatkan para kepala sekolah adalah bahwa dia tidak mempunyai basic pendidikan di
bidang keguruan. Dia merupakan alumni pondok pesantren yang notabennya tidak memiliki ijazah S1 atau pun akta IV.

Guru adalah sebuah profesi, sedangkan profesi itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan
persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relative lama di perguruan tinggi,baik dalam bidang sosial,
eksakta,maupun seni dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual,yang dalam mekanisme
kerjanya di bawah naungan kode etik (Sirkum pribadi).

Berdasar definisi tersebut, maka jika ingin menjadi seorang guru, maka diperlukan adanya pendidikan berlanjut ke
jenjang S1.Hal tersebut juga sesuai dengan ketetapan pemerintah saat ini, yang mensyaratkan pendidikan guru
minimal S1. Selain itu, syarat untuk menjadi seorang guru, antara lain:

1) Komitmen tinggi

2) Memiliki kepribadian yang mantab dan berkembang

3) Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat belajar siswa

4) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat

5) Sikap profesionalannya berkembang secara berkesinambungan

Untuk itu, kepala sekolah juga harus memperhatikan syarat-syarat untuk menjadi guru yang lainnya. Bukan hanya
masalah ijazah. Tanpa ijazah bukan berarti tanpa kemampuan. Kemampuan disini lebihdi tekankan dari pada ijazah,
tetapi tetap saja ijazah menjadi hal yang wajib untuk menunjang kematangannya menjadi seorang guru. Dia bisa
diterima dengan syarat mau melanjutkan pendidikan formal jurusan pendidikan ke tingkat sarjana.

Tanpa basic pendidikan, maka kepala sekolah juga harus membimbing, mengawasi dan mengarahkannya dalam
proses mengajarnya secara intensif pada masa awal pengajarannya. Kepala sekolah juga harus bijak untuk
menentukan mata pelajaran yang sesuai dengan kemampuannya yang basic pendidikannya adalah pesantren, maka
mata pelajaran yang cocok untuk diajarkannya adalah mata pelajaran agama islam, seperti nahwu dan shorof, tauhid,
hadist, dan sejenisnya. Selain itu, untuk menunjang kemampuannya, maka perlu untuknya diikutkan ke seminar-
seminar atau pelatihan-pelatihan pendidikan, karena tugas guru bukan hanya mengajar materi di kelas, tetapi juga
membimbing siswa-siswanya untuk menjadi manusia yang guna. Selain itu, juga harus memiliki keterampilan guru,
yaitu sebagai administrator pendidikan, yang membuat proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Seperti
membuat silabus, RPP, media pembelajaran, dll.

1. Masalah Guru terhadap Kurikulum

Para guru mengeluhkan tentang ketidak mampuan siswa dalam mengikuti materi yang disampaikan, atau siswa
dianggap terlalu bodoh untuk mencerna materi yang diajarkan mengikuti kurikulum yang ada. Sehinga para guru
mengusulkan kepada kepala sekolah untuk mengganti kurikulum yang ada sekarang sesuai dengan kemampuan siswa.

Kurikulum yang dipakai saat ini adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Yang dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, social budaya masyarakat setempat
dan karakteristik peserta didik. kurikulum di indonesia sendiri bersifat sentralisasi, yaitu kurikulum yang disusun oleh tim
atau komisi khusus yang terdiri atas para ahli. Disini dalam pendidikan telah ditetapkan standar-standar pelajaran dan
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa dengan kelas dan jenjang masing-masing. sedangkan yang dimaksud
kebebasan dalam sekolah, masih terbatas untuk mengembangkan masing-masing potensi yang dimiliki Sehingga, tidak
bisa begitu saja diubah. Kalau yayasan tersebut menggunakan kurikulum yang berbeda, maka akan ada ketidak
seragaman, tidak adanya standar penilaian yang sama, adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah lain
dan mungkin kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di Indonesia sendiri setiap tahunnya
mengadakan UN (Ujian Nasional) bagi tingkat akhir masing-masing jenjang pendidikan. Hal ini ditujukan sebagai
standarisasi pendidikan. Kalau kurikulum di ubah, maka siswa pun tidak dapat mengikuti UN.

Beberapa penyebab yang mungkin terjadi karena siswa tidak dapat mencerna pelajaran dengan baik, selain dari faktor
kurikulum yang tidak sesuai adalah:

1) Kualitas staf pengajar yang rendah

2) Suasana kelas yang tidak kondusif dalam proses belajar mengajar

3) Minimnya media pembelajaran

4) Metode pengajaran yang tidak sesuai

5) Banyaknya tindakan indisipliner baik dari staf pengajar maupun dari siswa

Melihat dari beberapa faktor yang dapat menimbulkan siswa tidak mampu menyerap pelajaran dengan baik, maka
dapat dilakukan beberapa upaya, selain mengganti kurikulum yang ada. Antara lain:

1) Meningkatkan kualitas staf pengajar yang ada

2) Menciptakan suasana yang kondusif di kelas

3) Menggunakan berbagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar

4) Karena setiap anak mempunyai cara belajar yang berbeda, maka perlu digunakan berbagai metode
pembelajaran.

5) Meningkatkan kedisiplinan di lingkungan sekolah

6) Menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah lainnya dalam pengadaan tenaga pengajar yang profesional

7) Kepala sekolah atau orang lain yang di datangkan untuk menjadi supervisor kegiatan belajar mengajar di kelas

8) Melakukan evaluasi rutin terhadap guru-guru

9) Menyebar rata murid-murid yang dianggap pintar dalam pembagian kelas

10) Mengadakan les gratis khusus atau les selain les rutin bagi anak-anak yang tidak mampu mengikuti pelajaran

11) Mengadakan studi banding serta seminar tentang kurikulum bagi guru-guru

12) Meningkatkan pendidikan para guru

13) Memberi motivasi agar siswa rajin belajar, dsb.


Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akademik siswa. Tidak mungkin semua siswa dalam sekolah iti
yang bodoh. Ketidak mampuan siswa tidak dapat disalahkan. Tetapi kemampuan para gurulah yang harus ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim.2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

http://chumhienk-mhienk.blogspot.com/2011/01/masalah-pendidikan-di-indonesia.html

http://chrisna.blogdetik.com/page/179/

http://www.gudangmateri.com/2010/06/hubungan-pendidikan-dan-intelegensi.html

http://mulok.library.um.ac.id/artikel/00396KI11-BAB%20I.pdf

http://www.slideshare.net/IRMAHERDIANTI/makalah-kurikulum-dan-pembelajaran-kelompok-4-3600128

Sistem informasi manajemen pendidikan (SIMDIK) sebenarnya adalah hasil penerapan konsep sistem informasi
manajemen (SIM) dalam organisasi pendidikan. Dengan demikian, perbedaan pendapat terhadap definisi konsep SIM
juga berimplikasi pada definisi SIMDIK. Untuk memahami konsep SIM, diperlukan juga pemahaman terhadap
perkembangan konsep itu sendiri dari waktu ke waktu, enis dukungan yang ditawarkan teknologi kepada SIM, serta
aplikasi yang ada di dalamnya bervariasi antara satu sistem dengan sistem yang lain dan terus berubah.

Perancangan atau pembuatan SIM Pendidikan bermula dari masalah yang muncul dari lembaga pendidikan. Sebutkan
masalah apa saja yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM. Uraikan dengan
menggunakan kerangka pemecahan masalah (problem solving), yang terdiri dari: masalah pendidikan, standart, yang
telah terjadi, alternatif pemecahan masalah, dan solusi.
Masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan sehingga membutuhkan SIM diantaranya adalah data
pendaftaran siswa baru, data alumni atau lulusan, data siswa pindahan, pengelolaan keuangan, kegiatan proses
pembelajaran, pengelolaan perpustakaan, administrasi kepegawaian yang meliputi data guru dan karyawan maupun
data mutasi guru, kegiatan ekstra dan intra kurikuler siswa, hubungan dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan
Dinas Pendidikan Provinsi serta hubungan kemitraan dengan dunia usaha dan industri. Dengan adanya SIM (Sistem
Informasi Manajemen) maka manajemen pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan lebih mudah terkontrol. Hal ini
akan lebih baik jika SIM dirancang sesuai dengan standar Jardiknas.

Penggunanan SIM dalam dunia pendidikan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pesatnya pekembangan tekologi.
E-Commerce, E-Government, E-Education, E-Library dll yang berbasis elektronika. Sehingga SIM Pendidikan menjadi
faktor penting untuk meningkatkan pelayanan sekaligus penghematan bagi pendidikan dan kini telah menjadi salah satu
standar mutu sebuah pendidikan. Otomatisasi/komputerisasi sistem pelayanan dan sistem informasi manajemen
merupakan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah ini. Dengan cara sebagai berikut:

Perencaan Strategik :

Penetapan tujuan organisasi


Pendefinisian sasaran, kebijakan dan pedoman umum yang mengarahkan alur untuk organisasi.

Pengendalian Manajemen :

Teknik perolehan, lokasi pabrik, produk baru


Pemakaian anggaran, laporan, perbedaan

Pengendalian Operasional :

Pendayagunaan fasilitas dan sumber daya yang ada untuk menyelenggarakankegiatan.

tetapi semua itu tidak dapat berjalan sebagaimana yang kita inginkan jika system manajemen pada suatu pendidikan
tidak diperhatikan lebih. Dalam konteks ini kita membutuhkan SIM untuk menghasilkan manajemen yang baik, karena
dengan komputerisasi dapat mempermudah kita dalam mencari data yang kita butuhkan, sebenarnya kita sudah
dimanjakan untuk mendapatkan data-data yang begitu mudah. tapi terkadang kurangnya informasi yang dimiliki suatu
institusi tentang beberapa Sistem, seperti:SIM. padahal jika kita menggunakan SIM manajemen kita jadi lebih tercontrol
dengan baik karena di dalam SIM
terdapat: Reading (membaca),Input Imasukan), Output (keluaran), Sorting (menyortir), Transmiting(memindahkan),
Calculating (menghitung), Comparing(membandingkan), dan Storing (menyimpan, Yang akhirnya membuat
manajemen pada suatu lembaga pendidikan dapat berjalan secara harmoni jika kita mengimplementasikan hal-hal
diatas.

Banyak lembaga pendidikan dan pendidikan itu sendiri telah mendapat manfaat dari perkembangan teknologi ini.
Dengan kemajuan perkembangan pendidikan di Indonesia, baik dari aspek administrasif atau teknologi, maka proses
pelayanan pendidikan di Indonesia dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Untuk mengembangkan mutu
pendidikan dibutuhkan beberapa fasilitas pendukung. Salah satu fasilitas pendukung tersebut adalah aplikasi teknologi
informasi dalam bidang sistem informasi manajemen pendidikan. Oleh karenanya lembaga pendidikan dituntut untuk
cepat tanggap merespon costumer(peserta didik dan masyarakat) dengan memberikan informasi yang mudah diakses,
cepat serta transparan.

Solusi sederhananya adalah dengan membuat web blog. Web blog adalah website pribadi yang menampilkan
informasi, ide, dokumen maupun link intenet yang gratis, seperti:blogspot,tumblrn dan wordpress. Pada
perkembangannya blog juga dapat dijadikan sarana promosi barang atau jasa, karena blog mempunyai sifat open
source jadi siapaun boleh mengembakannya dan bebas mengubah feature serta contentnya sesuai dengan yang kita
inginkan hingga menghasilkan sesuatu yang menarik. Kelebihannya antara lain satu posting blog dapat dibaca oleh
pengunjung blog yang tak terbatas dan dapat memberikan respon terhadap posting blog melalui koment yang dapat
dituliskan pada blog tersebut, yang akhirnya dapat membangun wawasan kita pribadi sesuai dengan yang kita
harapkan. Lembaga pendidikan dapat menekan biaya pembuatan website, aplikasi web serta hal-hal yang rumit
tentang HTML yang kurang dipahami oleh stafflembaga pendidikan. Tidak akan ada lagi brosur yang terbuang percuma
serta tidak perlu keahlian khusus untuk memposting artikel atau membuat blog. Bila lembaga pendidikan mempunyai
modal yang cukup besar bisa ditambah dengan pembuatan website sekaligus aplikasi E-Learning bagi peserta
didiknya, karena dengan Electronic Learning kita dapat mengaksesnya dengan mudah melalui internet dan siswapun
lebih mudah untuk belajar karena guru cukup menguploud materi atau tugasnya melalui Internet. Dengan demikian
maka informasi yang ditampilkan akan lebih cepat, akurat, efisien serta ekonomis sehingga anggaran dapat digunakan
untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat.

Buat satu contoh kasus Pendekatan Sistem pada perusahaan yang memerlukan solusi untuk pengembangan sistem,
kondisi sistem ke sistem yang diinginkan(mengacu pada SIM):
Manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah, dan informasi di gunakan dalam membuat keputusan.
Informasi di sajikan dalam bentuk lisan maupun tertulis oleh suatu pengolah informasi. Porsi komputer untuk mengolah
informasi terdiri dari area aplikasi berbasis komputer-SIA,SIM,DSS, kantor virtual dan sistem berbasis pengetahuan.
Kita menggunakan istilah sistem informasi Manajemen(SIM) untuk menggambarkan hal apa saja yang harus kita
lakukan untuk mengatur manajemen yang baik pada suatu system dengan cara sebagai berikut:

1. Planning.

Manager merencanakan (plan) apa yang akan mereka lakukan.

2. Organizing.

Kemudian, mengorganisasikan (organize) untuk mencapai rencana tersebut.

3. Staffing.

Selanjutnya, mereka menyusun staf (staff) organisasi mereka dengan sumber daya yang diperlukan.

4. Directing.

Dengan sumber daya yang ada mereka mengarahkan (direct) untuk melaksanakan rencana.

5. Controlling.

Akhirnya mereka mengendalikan (control) sumber daya, menjaganya agar tetap beroperasi secara optimal.

Setelah kita melakukan hal diatas kita dapat menentukan hal apa yg lebih diprioritaskan untuk dimulai terlebih dahulu
agar system manajemen pada suatu perusahaan berjalan secara seimbang, dengan cara menyeleksi tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, maka akan menghasilkan manajemen yang baik. jika sudah diseleksi
maka kita dapat melakukan langkah pertama yang akan kita lakukan dengan cara menyusunnya secara sistematis
tetapi berdasarkan dari 5 cara tersebut.

Sumber:http://kurniawanharman.blogspot.com/2011/11/tugas-sistem-informasi-manajemen-2.html

MASALAH POKOK PENDIDIKAN


Masalah pokok pendidikan yang dialami di Indonesia adalah:
1. Kualitas pendidikan
Misalnya: Mutu guru yang masih rendah terdapat di semua jenjang pendidikan.
Alat bantu proses belajar mengajar belum memadai.
Tidak meratanya lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
Untuk mengatasinya: Meningkatkan anggaran untuk pendidikan.
Meningkatkan efisiensi pendidikan.
2. Relevansi pendidikan
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan dengan perkembangan di masyarakat.
Misalnya: Lembaga pendidikan tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai.
Tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi.
Untuk mengatasinya: Membuat kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dunia usaha
Mengganti kurikulum yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Elitisme
Adalah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah yang menguntungkan kelompok minoritas yang
justru mampu ditinjau secara ekonomi.
Misalnya: Kepincangan pemberian subsidi.
Mahalnya pendidikan yang mengakibatkan hanya bisa dienyam oleh orang yang kaya.
Untuk mengatasinya: Subsidi silang.
Pemberian beasiswa kepada yang tidak mampu.
4. Manajemen pendidikan
Misalnya: Masalah pengelolaan sekolah.
Lembaga pendidikan dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang sudah ketinggalan jaman.
Untuk mengatasinya: Sistem pendidikan nasional (Sisdikanas) perlu ditata kembali.
5. Pemerataan pendidikan
Misalnya: Biaya pendidikan yang mahal membuat siswa putus sekolah atau tidak melanjutkan.
Untuk mengatasinya: Menggratiskan sekolah dalam wajib belajar 9 tahun.
Menekankan pentingnya sekolah.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pada awal Repelita I terdapat ketidakseimbangan yang antara lain meliputi:
Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah fasilitasnya.
Ketidakseimbangan antara bidang pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja.
Ketidakseimbangan antara jumlah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Selain ketidakseimbangan itu masih ada masalah lain seperti:
Banyaknya buta aksara dan angka
Banyaknya siswa yang drop out.
Rendahnya kualitas hasil pendidikan.
Kurangnya tenaga pengajar.
Dalam administrasi pendidikan masih terjadi kecurangan.
Dalam Repelita II, masalah yang timbul antara lain:
Masalah yang berkaitan dengan pengembangan sistem pendidikan.
Pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan.
Perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat.
Perluasan kesempatan belajar.
Pengembangan sistem penyajian.
Pendidikan non-formal (di luar sekolah).
Pembinaan generasi muda.
Pengembangan sistem informasi.
Pengarahan penggunaan sumber pembiayaan.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada Repelita I meliputi:
Repelita I: Program pendidikan secara horisontal lebih diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan
latihan untuk sektor-sektor pembangunan yang diprioritaskan.
Program pendidikan secara vertikal diarahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitikberatkan kepada
tingkat pendidikan menengah.
Program-progam tersebut meliputi:
Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
Program Penambahan Pendidikan Kejuruan pada Sekolah Lanjutan Umum
Program Peningkatan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Program Peningkatan Pendidikan Guru
Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa
Program Pengembangan Pendidikan
Program Pembinaan Kebudayaan dan Olahraga
Program Pendidikan Latihan Institusional
Program Peningkatan Penelitian
Repelita II: Pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan.
Repelita III: Menyediakan fasilitas belajar pada pendidikan dasar bagi anak berumur 7-12 tahun
Menampung lulusan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Repelita IV: Memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan nasional yang
meliputi: pendidikan seumur hidup, pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu serta kebijaksanaan untuk membina
kemajuan adat, budaya dan persatuan
Repelita V: Memperbaiki sistem dan multi pendidikan dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur, dan jenjangnya.
Meningkatan mutu kurikulum, silabus, tenaga pengajar, pelatih, metode dan sarana pengajaran.
Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Meningkatkan mutu pendidikan.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
Menata kembali sistem pendidikan guru dan tenaga pendidikan lainnya.
Melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat menghasilkan gagasan-
gagasan baru yang berorientasi pada penyempurnaan sistem pendidikan yang efisien.
Penyeragaman mutu pendidikan melalui pengembangan institusi dan sistem pengujian untuk semua jenis dan
jenjang pendidikan, agar dapat diupayakan standarisasi mutu pendidikan baik secara regional maupun nasional.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2000-2004
Masalah pendidikan yang menonjol saat ini yaitu:
Masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan.
Masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan.
Masih lemahnya manajemen pendidikan
Belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan Iptek di kalangan akademisi.
Kebijakan yang diamanatkan GBHN 1999-2004 antara lain:
Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas dengan peningkatan anggaran yang berarti.
Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga
kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi peserta didik.
Kurikulum yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis
pendidikan secara profesional.
Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap
dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh semua sarana dan
prasarana yang memadai.
Mendukung pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip disentralisasi, otonomi
keilmuan, dan manajemen.
Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui
berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lingkungan sesuai dengan potensinya.
Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri
dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang
berbasis sumber daya lokal.
Solusi dari Permasalahan Pendidikan di Indonesia

By chintia on April 8, 2012

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan
melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma Islam. Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas
sekularisme diubah menjadi asas memadukan ( terintegrasi ) Imtaq siswa.

Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara
menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan yang terintegrasi. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya
adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam
sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut ada beberapa solusi yaitu:

1. Meningkatkan Input Proses dan output

Untuk meningkatkan Input, Proses dan output pendidikan. Solusinya adalah:

1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang terkait langsung dengan pendidikan. Misalnya
untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa
3. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah

Adapun fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi:1)
pengelolaan proses belajar mengajar, 2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, 3) pengelolaan kurikulum, 4)
pengelolaan ketenagaan, 5) pengelolaan fasilitas (peralatan dan perlengkapan), 6) pengelolaan keuangan, 7)
pelayanan siswa, 8) hubungan sekolah-masyarakat, dan 9) pengelolaan iklim sekolah.

1. Partisipasi masyarakat

UUSPN pasal 54 ayat 2 menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Peran serta tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
pendidikan berbasis masyarakat sehingga pendidikan tetap memiliki keterkaitan dengan kondidi dan tuntutan
masyarakat. Sementara untuk mewadahi peran serta masyarakat dibentuklah satu institusi yang bersifat independen
dengan dewan pendidikan ditingkat kabupaten/kota, sementara untuk tingkat persekolahan dikenal dengan istilah
komite sekolah.

Peningkatan mutu pendidikan melalui MBS ini berlandaskan pada asumsi bahwa sekolah/madarasah akan meningkat
mutunya jika kepala sekolah bersama guru, orangtua siswa dan masyarakat setempat diberi kewenangan yang cukup
besar untuk mengelola kegiatannya sendiri. Oleh karena itu sudah saatnya sekolah diberi kewenangan bersama
seluruh komponen masyarakat yang ada disekolah untuk merencanakan, melaksanakan, mengorganisir kegiatan yang
berkaitan dengan peningkatan pembelajaran disekolah masing-masing

Diposkan oleh Diana Trilestari di 21.16


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: TUGAS KULIAH SEMESTER 1

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

search in this site

Top of Form

Bottom of Form

Daftar Blog Saya

Tyomulyawans Blog

Sertifikasi Keahlian Di Bidang IT Banyak alasan untuk mendapatkan sertifikasi IT (Information Technology). Hal
utama adalah sertifikasi di bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi memb

1 tahun yang lalu

Blog Pendidikan

Cara Membuat Teks

Anda mungkin juga menyukai