Anda di halaman 1dari 36

BAB II

PEMBAHASAN
A. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah penyakit yang ditandai oleh rendahnya kadar
hemoglobin (HB) dalam darah sehingga mengakibatkan fungsi dari HB
untuk membawa oksigen keseluruh tubuh tidak berjalan dengan baik.
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai anemia gizi besi.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya supan zat besi dalam makanan karena
gangguan resorpsi . gangguan penggunaan atau pendarahan. Persoalan zat
besi masih menjadi persoalan serius bagi indonesia karena kekurangan zat
besi memainkan andil besar terhadap rendahnya kualitas sumber daya
manusia indonesia ( sutaryo. 2006 )
Kebutuhan zat besi pada wanita juga meningkat saat hamil terutama
dalam tm III dan melahirkan. Darah bertambah banyak dalam kehamilan
(hipervolemia) akan tetapi bertambahnya sel darah masih kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran
darah. Akibatnya pada waktu persalinan banyaknya unsur besi yang hilang
, sehingga unsur besi lebih sedikit dibandingkan bila dara ibu kental.
Karena alasan tersebut, setiap ibu hamil disarankan untuk mengkonsumsi
suplemen zatt besi (hanifa wiknjosastro 1999).
2. Etiologi
a. Anemia defisiensi besi
Salah satu penyebab tersering pada anemia kehamilan adalah
karena defisiensi zat besi (iron deficiency). Sejumlah penyakit kronik
selama kehamilan juga dapat menyebabkan anemia, sebagian di
antaranya adalah penyakit ginjal kronik, penyakit radang usus, lupus
eritematosus sistemik, infeksi granulomatosa, neoplasma ganas, dan
rheumatoid arthritis.
b. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai dengan
adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang.8Anemia megaloblastik

1
dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi asam folat
(pteroylglutamic acid). Kelainan ini biasanya dijumpai pada wanita
yang tidak menkonsumsi sayuran berdaun hijau segar, kacang-
kacangan, atau protein hewani.
c. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia
hipoplastik dalam kehamilan. Darah tepi menunjukkan gambaran
normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi,
asam folik, atau vitamin B12.Sumsum tulang bersifat normoblastik
dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata.
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolotik disebabkan karena penghancuran sel darah
merah berlangsung lebih cepat pembuatannya.Wanita dengan anemia
hemolitik sukar menjadi hamil, arena anemianya biasanya menjadi
lebih berat. Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi,
terbanyak anemia ditemukan pada wanita negro yang menderita
anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin C, sel sabitthalasemia,
atau penyakit hemoglobin C.
3. Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu
dibandingkan produksi sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb
dan hematokrit pada trimester I dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi
pada pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester
III kehamilan (Cheryl 1996 diacu dalam Darlina 2003).
Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus.
Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Darah akan bertambah banyak

2
dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi,
bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan
tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan
hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk
membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga pengenceran darah.
Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah merah 18,00%
dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang
terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau
anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa
kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk
meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah.
Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua
perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih
sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap kental. Tetapi
pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang
seimbang dapat menyebabkan anemia.
Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan
36 minggu (Setiawan Y, 2006).
a. Stadium 1
Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan
dalam tubuh terutama disumsum tulang.

3
b. Stadium 2
Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi
kebutuhan membentuk sel darah merah yang memproduksi lebih
sedikit.
c. Stadium 3
Mulai terjadi anemia kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.
d. Stadium 4
Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah
merah baru yang sangat kecil (Mikrositik).
e. Stadium 5
Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka
timbul gejala - gejala karena anemia semakin memburuk (Anonim,
2004). Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah
merah, janin dan plasenta. Kenaikan volume darah selama
kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi (Zulhaida
Lubis, 2003).
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah
oleh karena perubahan sirkulasiyang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke
II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 danmeningkatnya sekitar
1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal
3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yangmenyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Darah akan
bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma30%, sel darah 18%
dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk
membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.

4
4. Tanda dan Gejala
Anemia menunjukkan gejala umum seperti lemah dan kelelahan tetapi
tidak dapat diketahui gejala anemia dalam kehamilan berdasarkan kadar
hemoglobin tertentu. 2 Wanita hamil dengan anemia defisiensi besi
mungkin tidak terlihat gejala, namun akan lebih mudah capai, lebih mudah
terinfeksi dan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan post partum,
akan sulit teratasi meskipun darah yang keluar hanya sedikit,
penyembuhan luka episiotomi juga terlambat, jika anemia berat mungkin
dapat terjadi kegagalan jantung.
5. Komplikasi
a. Pada saat hamil

5
Ibu hamil yang mengalami anemia difisiensi besi sangat rentan atau
beresiko untuk terjadi abortus. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan zat besi berperan sebagai hematopoiesis (pembentukan
darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb). Seorang ibu yang dalam
masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat besi tidak dapat
memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup
untuk beberapa bulan pertama. Kekurangan zat besi pada wanita hamil
dapat menyebabkan gangguan ataupun hambatan pada pertumbuhan
janin, baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat
mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan.Hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan bahwa
seorang ibu hamil yang mengalami anemia pada usia kehamilan <20
minggu dapat menyebakan abortus. Ibu hamil yang menderita anemia
berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan
bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih
besar (Lubis, 2003).
Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk,
baik pada ibu atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat
mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena
dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar
oksigen dalam darah. Keadaan ini jika berlangsung lama dapat
menyebabkan nekrosis pada jaringan, sehingga hasil konsepsi tidak
bisa bertahan lama pada ovarium. Gejala awal yang di timbulkan
terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga bagian yang terlepas ini merupakan benda
asing dalam uterus.Ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut oleh karena adanya kontraksi
uterus maka akan memberi gejala umum berupa nyeri perut karena

6
kontraksi disertai perdarahan dan pengeluaran seluruh atau sebagian
hasil konsepsi (Proverawati dan Wati, 2011).
Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, lahir
mati, kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan
sebelum atau sewaktu melahirkan, dan kematian ibu (Kodyat 1995
diacu dalam Khomsan 1997).
b. Pada persalinan
Pada anemia jumlah efektif sel darah merah berkurang. Hal ini
mempengaruhi jumlah haemoglobin dalam darah. Berkurangnya
jumlah haemoglobin menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dalam
darah juga sedikit, sehingga mengurangi jumlah pengiriman oksigen ke
organ - organ vital (Anderson, 1994).
Anemia dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hemorargi
dan infeksi dalam kehamilan. Anemia dalam kehamilan juga sering
dihubungkan dengan terjadinya retardasi pertumbuhan dalam rahim
dan persalinan preterm.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat
kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi
berakibat negatif seperti:1) Gangguan dan hambatan pada
pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb
dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer
ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek buruk
pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Manuaba,
2001).
Pada saat hamil, bila terjadi anemia dan tidak tertangani hingga
akhir kehamilan maka akan berpengaruh pada saat postpartum. Pada
ibu dengan anemia, saat postpartum akan mengalami atonia uteri. Hal
ini disebabkan karena oksigen yang dikirim ke uterus kurang.
Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot - otot
uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri
yang mengakibatkan perdarahan banyak .

7
c. Pada bayi
1) Pengaruh anemia ibu hamil trimester I
Kurangnya nutrisi pada trimester I terutama adanya anemia
akan menyebabkan terjadinya kegagalan organogenesis sehingga
akan mengganggu perkembangan janin pada tahap selanjutnya.
Penelitian di California menunjukkan bahwa risiko kelahiran
BBLR dua kali lipat pada ibu hamil triwulan II tetapi tidak
berisiko pada kehamilan
2) Pengaruh anemia ibu hamil trimester II

8
Pada trimester II, terjadi kecepatan yang meningkat pada
pertumbuhan dan pembentukan janin, sehingga membentuk
manusia dengan organorgan tubuh yang mulai berfungsi. Pada
masa ini zat besi yang diperlukan paling besar karena mulai
terjadi hemodilusi pada darah. Kebutuhan zat besi pada
keadaan ini adalah 5 mg/hr dengan kebutuhan basal 0,8
mg/hari.
Akibat anemia akan dapat menimbulkan hipoksia dan
bekurangnya aliran darah ke uterus yang akan menyebabkan
aliran oksigen dan nutrisi ke janin terganggu sehingga dapat
menimbulkan asfiksia sehingga pertumbuhan dan perkembangan
janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan lahir rendah
dan prematur.
d. Pada saat Nifas
Anemia pada ibu nifas bisa saja terjadi. Menurut
Prawirohardjo (2005), faktor yang mempengaruhi anemia pada
masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan
anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri. Anemia
dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang
diderita saat kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi
ibu dan mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah
sehari-hari maupun dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010).
Pengaruh anemia pada ibu nifas adalah terjadinya subvolusi
uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan
mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik ASI
tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian
anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008).
Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya dekompensasi kordis
mendadak setelah persalinan dan mudah terjadi infeksi mamae. Di
masa nifas anemia bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi,

9
ini dikarenakan darah tidak cukup untuk memberikan oksigen ke
rahim.
6. Penatalaksanaan
a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi
Makan makanan yang banyakmengandung zat besi dari bahan
makanan hewani (daging , ikan , ayam , hati , telur ) dan bahan
makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua , kacang kacangan ,
tempe ). Makan sayur sayuran dan buah buahan yang banyak
mengandung vitamin C (daun katu , daun singkong , bayam , jambu ,
tomat , jeruk dan nanas ) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dalam usus.
b. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan minum
Tablet Tambah Darah (TTD)
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet
mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg Besi Elemental dan 0.25
mg Asam Folat. Wanita mengalami mengalami menstruasi sehingga
memerlukan zat besi untuk mengganti darah yang hilang . Wanita yang
sedang hamil atau menyusui , kebutuhan zat besinya sangat tinggi
sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja.
Minumlah 1 tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan
minum 1 tablet setiap hari selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1
tablet tambah darah setiar hari paling sedikit 90 hari masa
kehamilannya dan 40 hari setelat melahirkan.
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyaka terdapat
didalam tubuh manusia , yaitu sebanyak 3 5 gram. Pada tubuh, zat
besi merupakan bagian dari hemoglobin yang berfungsi sebagai alat
angkut oksigen dari paru paru ke jaringan tubuh. Dengan
berkurangnya Fe, sintesis hemoglobin berkurang dan akhirnya kadar
hemoglobin berkurang dan akhirnya kadar hemoglobin akan menurun.
c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau mempererat anemia
seperti kecacingan , malaria , dan penyakit TBC.

10
d. Transfusi darah dapat dilakukan untuk setiap anemia jika gejala
yang dialami cukup parah (misalnya, sakit kepala ringan ,
kelemahan , kelelahan) atau terdapat gejala atau tanda tanda
gangguan kardiopulmonal (misalnya dyspnea, takhikardi ,
tachypnea) maka keputusan tidak didasarkan pada kadar Hct
tersebut.
e. Memaksimalkan penyerapan Zat Besi dengan memperhatikan apa
yang dikonsumsi bersamaan dengan zat besi , (misalnya makanan
yang kaya Vitamin C), dan hindari makanan seperti susu, protein,
kedelai , kuning telur, kopi dan teh , makanan inidapat
menghalangi peneyrapan zat besi .

Penganganan anemia dalam kehamilan menurut tingkat pelayanan


( Saifuddin,2002)
a. Polindes :
1) Membuat diagnosis klinik dan rujukan pemeriksaan
laboratorium
2) Memberikan terapi oral : tablet besi 90 mg/ hari
3) Penyuluhan gizi ibu hamil
b. Puskesmas :
1) Membuat diagnosis dan terapi
2) Menentukan penyakit kronik ( malaria, TBC) dan
penanganannya.
c. Rumah Sakit :
1) Membuat diagnosis dan terapi
2) Diagnosis thalasemia dengan elektroforesis Hb, bila ibu
ternyata pembawa sifat, perlu tes pada suami untuk
menentukan risiko pada bayi.

B. Ca Cervix
1. Pengertian Ca Cervix

11
Pengertian Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi
pada leher rahim, sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat
melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut biasanya
disertai dengan adanya perdarahan dan pengeluaran cairan vagina yang
abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang (Prayetni, 2007).
Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari sel leher
rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa
terkendali. Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi
tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas yang akan
mengarah ke kanker dan dapat menyebar (Rasjidi. I, 2007). Dari dua
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kanker
yang terjadi pada leher rahim dengan hiperplasi sel jaringan sekitar sampai
menjadi sel yang membesar, menjadi borok/luka yang mengeluarkan
cairan yang berbau busuk.
2. Etiologi
Sekarang telah ditemukan bukti terdapat hubungan yang kuat antara
kejadian kanker servik dengan adanya infeksi HPV, sehingga diyakini
infeksi HPV merupakan faktor utama penyebab kanker servik. Sedangkan
faktor resiko antara lain aktifitas seksual pertama terlalu dini dibawah 16
tahun, higienis seksual buruk, pasangan seksual yang berganti ganti,
paritas tinggi dan perokok.
Kanker servik memberikan pengaruh buruk pada kehamilan,
persalinan dan nifas. Kanker servik dapat berakibat sulit hamil, infeksi,
perdarahan dan abortus. Apabila tidak diobati dua pertiga diantara
penderita kehamilannya dapat berlanjut sampai cukup bulan. Pada saat
persalinan servik kaku sehingga memperlambat fase awal persalinan, tapi
ada kalanya tumor melunak sehingga servik dapat membuka sampai
lengkap. Kehamilan ternyata tidak mempengaruhi keparahan kanker
servik.
3. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel membentuk membentuk jaringan
jaringan itu menbentuk organ-organ tubuh . Sel-sel normal tumbuh dan

12
membelah membentuk sel-sel baru ketika tubuh membutuhkan mereka,
ketika sel normal menjadi sel tua atau rusak, mereka mati, dan sel-sel baru
menggantikan mereka .
Kadang-kadang proses itu berjalan salah. Sel-sel berbentuk ketika
tubuh tidak membutuhkanya , sel- sel tua atau rusak tidak mati seperti
seharusnya penumpukan sel ekstra sering membentuk sutu massa dari
jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor .
Tumor pada leher bisa jinak atau ganas . tumor yang jinak
bukankanker meraka tidak berbahaya pertumbuhsn ganas (kanker) . tumor
yang jinak antara lain polip, kista , atau kutil kelamin. mereka tidak
menyerang jaringan sekitar dan jarang menjadi ancaman terhadap
kehidupan. Tumor yang ganas contohnya adalah kanker serviks. Ia dapat
menyernag jaringan dan organ didekatnya , dapat menyebar ke bebagian
lain dari tubuh , kadang-kadang menrupakan ancaman terhadap kehidupan.
Kanker serviks dimulai dalam sel pada permukaan serviks atau leher
rahim dengan berjalannya waktu , kanker serviks dapat menyerang lebih
jauh ledalam serviks dan jaringan disekatnya , sel-sel kanker dapat
menyebar melepaskan diri dari tumor aslinya, merka memasuki pembuluh
darah atau pembuluh getah bening , yang mempunyai cabang keseluruh
jaringan tubuh. Sel-sel kanker dapat menempel dan tunbuh pada jaringan
lain utnuk membentuk tumir baru yang dapat merusak jaringan tersebut.
Penyebaran kanker disebut metastasis .
Pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-
kanker ini timbul ketika servik terinfeksi oleh HPV ( Hman
popillomavirus ) gana selama waktu tertenu, kebanykan pra-kanker lenyap
dengan sendirinya , tetapi jika ia bertahan dan tidak diobati, ia dapat
menjadi kanker.
4. Tanda dan Gejala
Kanker serviks merupakan salah satu jenis penyakit berbahaya yang
bisa menyerang kaum wanita, bahkan penyakit ini juga kerap menyerang
ibu-ibu yang tengah mengalami masa kehamilan. Penyebab utama
terjadinya kanker servik atau kanker leher rahim yaitu adanya human

13
papilloma virus (HPV) atau disebut juga dengan virus papilloma manusia.
Dan gejala kanker servik yang kerap di alami oleh ibu hamil sama saja
dengan gejala yang di alami oleh kaum wanita yang tidak hamil.
Di Negara Indonesia sendiri, kanker serviks telah menjadi satu
ancaman yang besar bagi kaum wanita, mengapa? Karena jika dilihat
sesuai data yang telah di temukan, bahwa ada 40 wanita yang dinyatakan
terkena kanker serviks setiap harinya, dan 20 diantaranya dinyatakan
meninggal dunia. Bahkan, di dunia kaum wanita didiagnosa terkena
penyakit yang mematikan ini setiap dua menit sekali.
a. Keputihan patogonis
Keputihan atau flour albus ini merupakan cairan yang keluar dari
organ intim wanita dalam jumlah yang banyak selain darah. Walaupun
tidak semua jenis keputihan itu berbahaya, namun ibu hamil harus
tetap berhati-hati ketika keluarnya keputihan dengan ciri-ciri sebagai
berikut: keluarnya cairan keputihan dalam jumlah yang tidak sedikit,
cairan yang berubah menjadi kental, memiliki aroma bau yang tidak
sedap, memiliki warna yang tidak normal, munculnya rasa gatal juga
panas pada bagian vagina. Nah, ketika ibu hamil mengalami beberapa
gejala seperti itu, maka sebaiknya cepatlah periksakan ke dokter.

b. Sakit pada area kewanitaan


Ketika virus HPV mulai menyerang, biasanya akan timbul rasa
sakit di bagian kewanitaan, hal ini disebabkan oleh HPV yang memang
telah berkembang serta mengganggu imunitas tubuh sehingga bisa
menimbulkan sakit di bagian bawah perut, munculnya sakit atau ngilu
pada bagian paha, merasakan sakit ketika tengah buang air besar,
bahkan akan merasakan sakit ketika melakukan hubungan intim.
c. Pendarahan
Pada wanita normal atau wanita yang tidak tengah hamil, gejala
terjadinya kanker servik yaitu keluarnya darah. Namun banyak
diantaranya kaum wanita yang beranggapan bahwa pendaharan
tersebut muncul dikarenakan siklus menstruasi yang tidaklah normal,

14
namun kalian tetap harus mewaspadainya ketika darah yang keluar
dari area vagina sering bahkan berangsur rutin, maka segeralah
periksakan hal tersebut ke dokter.
d. Nyeri buang air kecil
Kantung kemih yang memang terkena infeksi firus HPV akan
mengakibatkan penderitanya mengalami rasa sakit atau bahkan nyeri
ketika mereka buang air kecil, dan hal ini merupakan gejala kanker
serviks yang harus di waspadai, karena telah memasuki stadium lanjut.
Bagian kantung kemih yang terinfeksi dengan virus HVP akan
bereaksi dan mengakibatkan ibu hamil yang menderita kanker serviks
akan mengalami rasa sakit atau bahkan perasaan nyeri yang tak
tertahankan pada saat mereka buang air kecil. Hal ini pun menjadi
tanda dari adanya kanker serviks yang berbahaya.
e. Timbul rasa sakit dan pendarahan saat berhubungan seks
Ketika ibu hamil tengah melakukan hubungan intim dengan suami,
maka ibu hamil akan merasakan sakit sampai mengeluarkan darah, dan
hal ini disebabkan oleh adanya infeksi yang terjadi pada leher rahim
yang sudah parah.
f. Penurunan Nafsu Makan
Turunnya nafsu makan juga bisa menyebabkan imunitas menurun,
sehingga resiko terjadinya stress akan meningkat, cemas yang
berlebihan, serta bisa mengganggu energy. Bukan hanya itu, hal ini
juga bisa merupakan salah satu pertanda awal terjadinya gejala kanker
servik.
Turunnya nafsu makan pun bisa menyebabkan imunitas tubuh
menjadi menurun. Maka demikian kondisi ini akan dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami rasa sakit sampai dengan
mengeluarkan darah. Hal ini disebabkan oleh adanya infeksi yang
terjadi pada bagian leher rahim yang sudah parah. Kondisi ini tidak
dapat disepelekan begitu saja atau dianggap remeh. Anda perlu segera
mengkonsultasikan masalah ini dengan dokter untuk menjaga
kehamilan anda dari kemungkinan terburuk masalah ini.

15
g. Bengkak pada kaki
Jika Anda mengalami bengkak pada kaki secara tiba-tiba tanpa
adanya alasan yang jelas, mungkin saja hal ini merupakan serangkaian
pertanda kalau virus yang menyebabkan kanker serviks mulau
menyerang tubuh Anda. Bengkak pada bagian kaki adalah gejala
kehamilan yang umum. Kondisi seperti ini pada umumya terjadi sebab
adanya gejolak hormon yang terjadi pada ibu hamil. Dan biasanya
kondisi ini akan mulai dirasakan pada saat usia kehamilan tua. Hanya
saja, kondisi bengkak pada kaki pun bisa timbul akibat dari kankers
serviks. Virus yang berkembang biak dalam tubuh dapat menyebabkan
bagian kaki ibu hamil mengalami pembengkakan dengan penyebab
yang kurang jelas.
h. Cepat Lelah
Sama halnya dengan masalah bengkak pada kaki, cepat lelah pun
biasanya terjadi sebagai bagian dari keluhan kehamilan. Akan tetapi,
ketika kondisi cepat lelah terjadi secara kontras dan intensitasnya terus
menerus maka mungkin ini bisa dipicu akibat adanya kanker serviks
yang menyerang tubuh.
Kondisi ini akan mungkin membuat ibu hamil merasa lesu dengan
kondisi ini. Sehingga tidak mungkin perlahan hal ini akan
melumpuhkan aktiviats ibu hamil. Oleh karenanya segera
konsultasikan masalah ini dengan dokter dengan baik
5. Komplikasi
a. Pada saat hamil
1) Keguguran
Resiko paling menakutkan dari kanker serviks yang dialami
pada masa kehamilan adalah keguguran pada bayi. Hal ini
dikarenakan pada beberapa kondisi tertentu adanya kanker
membuat janin dalam kandungan perlu diangkat dengan alasan
keamanan dan keselamatan. Bahkan penelitan menunjukan bahwa
seorang wanita yang menderita kanker serviks bahkan tidak
memiliki kemungkinan untuk hamil. Hal ini tentu menjadi hal yang

16
sangat menakutkan. Akibat dari tahapan tertentu perawatan dan
penanganan kanker serviks akan memungkinkan pengangkatan
rahim harus dilakukan.
2) Hambatan Proses Perkembangan Janin
Adanya infeksi virus yang terjadi pada bagian rahim akan
mungkin mempengaruhi perkembangan janin didalamnya. Dimana
kondisi ini akan mengakibatkan adanya hambatan proses
perkembangan janin dalam kandungan. Kondisi ini pada umumnya
disebabkan adanya neoplasma yang berbahaya. Dampaknya janin
anda tidak akan bertumbuh dan berkembang dengan normal seperti
bayi pada umumnya. Hal ini bisa memicu resiko bayi cacat pada
saat dilahirkan.
b. Pada saat Persalinan
Selain mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan.
Adanya kanker serviks pun bisa menyebabkan gangguan pada proses
persalinan. Akibat adanya jaringan sel kanker serviks proses persalinan
yang normal akan dapat terkendala. Masalah ini tentu akan menjadi
ancaman yang mengerikan untuk anda. Jadi demikian masalah kanker
serviks yang terjadi tidak dapat disepelekan begitu saja. Diperlukan
penanganan yang efektif dengan berkonsultasi dengan dokter. Agar
demikian masalah ini bisa segera diatasi dengan baik.
c. Pada Bayi
Resiko pertama yang mungkin dialami dari kondisi kanker serviks
yang terjadi pada masa kehamilan adalah kelahiran bayi prematur.
Kondisi ini tentu menjadi hal yang menyeramkan terjadi pada buah hati
anda. Bagaimanapun setiap orangtua tentunya menginginkan yang
terbaik untuk buah hatinya. Resiko kelahiran bayi prematur akan
mungkin membuat impian memiliki bayi yang lahir dengan sehat
menjadi hancur. Untuk itu, sebaiknya segera konsultasikan masalah
kanker serviks anda ke dokter. Bila perlu lakukan pemeriksaan secara
rutin untuk mendeteksi masalah gangguan pada organ kewanitaan sejak
dini.

17
6. Penatalaksanaan
Pada saat diagnosis kanker serviks pada kehamilan telah ditegakkan,
perlu dibentuk tim kerja yang melibatkan dokter ahli obstetri, onkologi
ginekologi, bedah, onkologi radiasi, neonatologi dan patologi untuk
melakukan evaluasi multidisiplin. Pilihan modalitas penatalaksanaan
kanker serviks pada kehamilan yang dipilih harus didasarkan pada 2
pertanyaan, yaitu :
a. apakah terdapat perbedaan prognosis kanker serviks bila disertai
kehamilan
b. pada kondisi yang bagaimana suatu persalinan dapat ditunda untuk
mencapai viabilitas fetus. Pada akhirnya pilihan modalitas yang dipilih
harus sepengetahuan dari ibu (penderita), terutama mengenai risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin.
Secara umum, penatalaksanaan dari kanker serviks pada kehamilan
bergantung pada stadium kanker serviks dan usia kehamilan. Untuk
penderita yang didiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu, maka
direkomendasikan untuk segera memulai pengobatan, sedangkan jika
diagnosis ditegakkan setelah kehamilan 30 minggu, maka penatalaksanaan
harus melihat viabilitas fetus.

Tabel 3. Pilihan penatalaksaan kanker serviks pada kehamilan

Stage 0-12 Weeks Gestation 13-24 Weeks Gestation 25-40 Weeks Gestation

0 - Follow till - Follow till term/delivery - Follow till term/delivery.


term/delivery. - Colposcopy + Pap - Colposcopy + Pap smear
- Colposcopy + Pap smear every 2-3 months.
smear every trimester. - Vaginal delivery.*
every trimester. - Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post
- Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post partum.
- Evaluate 6 weeks post partum. - Treatment options post
partum. - Treatment options post partum: conization,

18
- Treatment options post partum: conization, LEEP,
partum: conization, LEEP, simple hysterectomy.
LEEP, simple hysterectomy.
simple hysterectomy

IA1 - Follow till - Follow till - Follow till term/delivery.


term/delivery. term/delivery. - Cervical evaluation
- Cervical evaluation - Cervical evaluation every
every every 1- 1-2 months.
1-2 months. 2 months. - Vaginal delivery.*
- Vaginal delivery.* - Vaginal delivery.* - Evaluate 6 weeks post
- Evaluate 6 weeks post - Evaluate 6 weeks post partum.
partum. partum. - Treatment options post
- Treatment options post - Treatment options post partum: simple
partum: Simple partum: simple hysterectomy,
hysterectomy, hysterectomy, conization.
conization. conization.

IA2 - Favor RH + PLND - RH + PLND - Delay therapy till fetal


- Option: Delay therapy - Option: Delay therapy maturity.
till till - C-section + RH + PLND
fetal maturity. fetal maturity.
- Cervical evaluation - Cervical evaluation
every every
month. month.

IB1 - Favor RH + PLND - RH + PLND - Delay therapy till fetal


- Delay therapy till fetal maturity.
maturity - C-section + RH + PLND
- Cervical evaluation
every
month.

IB2 - - Favor RH + PLND or - RH + PLND or RT - Delay therapy till fetal

19
IIA RT - Delay therapy till fetal maturity.
maturity. - C-section** + RH +
- Cervical evaluation PLND
every vs delivery + postpartum
month. RT

IIB - - Favor RT - Favor RT - Delay therapy till fetal


IVB - Delay therapy till fetal maturity.
maturity. - Deliver by C-section.
- Cervical evaluation - Postpartum RT
every
month.

Pilihan penatalaksanaan kankerserviks pada kehamilan

1. Seksio sesar hanya berdasarkan indikasi obstetric

2. Konisasi berulang atau trachelectomy dapat menjadi pilihan pada


beberapa pasien yang tetap ingin mempertahankan kemampuan
reproduksi

3. Jika abortus spontan tidak terjadi setelah selesainya radioterapi eksterna,


dapat dilakukan histerektomi radikal tanpa limfadenektomi pelvis atau
evakuasi bedah dari produk konsepsi dengan brachytherapy.

4. Magnetic resonance imaging (MRI) pelvis dapat membantu pada


beberapa penderita

5. Insisi klasik

6. LEEP = Loop electrocautery excision procedure, RH+PLND = Radical


hysterectomy + pelvic lymphadenectomy, C-section = Cesarean section,
RT = Radiotherapy

20
Dikutip dari Abu-Rustum NR, Jones WB. Cervical carcinoma in pregnancy:
assessing the diagnostic and therapeutic options. In:; 1999:1-15.

a. Stadium dini
Stadium dini pada kanker serviks meliputi stadium I dan IIA. Pada
keadaan ini penatalaksanaan dapat ditunda hingga tercapai maturasi
fetus. Jika terjadi invasi < 3 mm dan tidak terdapat keterlibatan ruang
limfatik vaskular maka kehamilan dapat diteruskan hingga aterm dan
dapat dilakukan antisipasi persalinan per vaginam.
Jika terjadi invasi 3 5 mm dan terdapat keterlibatan ruang
limfatik vaskular maka ibu hamil tersebut tetap dapat diobservasi
hingga aterm dan selanjutnya dilakukan persalinan dengan seksio sesar
yang diikuti histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis. Tindakan
operasi pada stadium ini biasanya berkaitan dengan angka morbiditas
yang rendah, dengan angka kesintasan mencapai 80-95% serta fungsi
ovarium dapat dipertahankan.
Jika ditemukan invasi > 5 mm, maka tumor tersebut harus diterapi
sebagai kanker serviks invasif dengan senantiasa tetap
mempertimbangkan usia kehamilan serta keinginan dari ibu hamil. Jika
diagnosis ditegakkan pada trimester I kehamilan, umumnya sangat sulit
untuk mempertahankan keberadaan fetus selama pemberian terapi,
sedangkan pada sisi lain penundaan terapi akan meningkatkan risiko
maternal sehingga dianjurkan penderita untuk mengorbankan
kehamilannya dan selanjutnya memulai dengan terapi definitif.
b. Stadium lanjut
Stadium lanjut kanker serviks meliputi stadium IIB hingga stadium
IVA.2 Pada penderita kanker serviks stadium lanjut pada kehamilan
maka radioterapi merupakan modalitas pilihan. Pada keadaan belum
tercapai viabilitas fetus, maka radioterapi yang dilakukan adalah terapi
external beam.
Pada trimester I , umumnya terjadi aborsi spontan pada hari 35 45
setelah dilakukannya external beam. Jika tidak terjadi aborsi spontan

21
maka dapat dilakukan histerektomi radikal atau evakuasi uterus yang
diikuti dengan brachytherapy.
Jika seorang ibu dengan kanker serviks tahap lanjut menolak untuk
mengorbankan kehamilannya, pilihan terapi yang dapat digunakan
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan tujuan mencegah progresi
penyakit sementara menunggu viabilitas fetus.
Metode persalinan harus dipilih dengan sangat hati-hati pada
perempuan hamil yang disertai kanker serviks. Hal ini terutama
berkaitan dengan kemungkina infeksi, perdarahan, persalinan macet,
penyebaran dari sel-sel tumor akibat melebarnya serviks dengan
kanker.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sood dkk ditemukan bahwa
tindakan seksio sesar merupakan pilihan metode persalinan pada
perempuan hamil dengan kanker serviks. Namun pada beberapa
penelitian lain ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
antara persalinan per vaginam maupun per abdominal.

C. Mioma Uteri
1. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari rahim (miometrium)
atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atas di dalam rahim (
mardiana 2009).
Mioma uteri adalah bungkus otot yang berubah menjadi tumor jinak.
Istilah sebenarnya adalah daging tumbuh di rahim mioma uteri penyakit
yang berbentuk tumor berbeda dengan kanker . mioma uteri tidak
mmepunyai kemampuan meyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat
dan sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali
ditemukan pada wwanita umur 35-45 tahun .
2. Etiologi
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui
pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor faktor

22
yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human Growth
Hormone.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali
terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi
estrogeneksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause
dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya
yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomiosis (16,5 %), dan
hiperplasia endometrium(9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasiovarium dan wanita dengan sterilitas.
Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu:
mengaktifkan 17Bhidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Human Growth Hormone
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa
yaitu Human Placental Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL
dan Estrogen.
3. Patofisiologi

23
Secara miroskopik pertumbuhan mioma uteri berlapis lapis , kapsul
dibagian luarnya, seperti lapisan berambang atau konfigurasi gulungan (
whoeled Configuration).
Patofisiologi mioma dapat diikuti sebagai berikut :
a. Setiap konfigurasi mulai satu sel monoklonal , yang menunjukkan
kelainan kromosom multiple
b. Setiap sel mengandung reseptor estrogen dan progesteron
c. Secara teoritis terdapat kemungkinan pertumbuhan mioma
berdasarkan dua teori :
1) Teori sel nest yang bersifat embrional
Snoo dan Mayor menyebutkan : sel nest embrional
2) Teori mioma uteri dari otot polos yang terdapat pada pembuluh
darah
d. Transformasi neoplasma sel otot polos uterus dipengaruhi :
1) Komposisi estrogen dan progesteron
2) Faktor pertumbuhan lokal :
a) Epidermal growth faktor
b) Insulin like growth factor-1
c) Platelet derived growth factor
e. Mioma uteri tidak dapat dijumpai sebelum menarh dan mengecil
setelah menopause.
1) Minum obat antagonis terhadap estrogen
2) OC dengan estrogen yang rendah
3) Mioma uteri dapat membesar saat kehamilan
f. Rangsangan estrogen dan progesteron teratur mengakibatkan
pertumbuhan mioma uteri dari immature sel nest bersifat :
1) Berlapis seperti berambang atau konfigurasi gulungan
g. Diantara gabungan lapisan otot polos terdapat berbagai variasi
jaringan ikat. Jaringan ikat menimbulkan variasi konsistensi mioma
uteri

24
Skema Patofisiologi Mioma Uteri

25
Penyebab terjadinya myoma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin
berasal dari sel otot yangn normal, dan otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau dari sel embrional pada dinding darah uteri. Apapun
asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan
tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh
estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk
tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang
karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika
tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika
estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka myoma
cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjiol diatas
miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu

26
keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-
lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot
tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang
mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium
normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke
dalam myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot
berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-
bebrkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah myoma berasal
dari beberapa pembuluh darah yang masuk dari pseudokapsul, berarti
pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini
menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-
mula terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh
ahli ginekologi pada abad ke-19 disebuut sebagai batu rahim. Pada
kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang (degenerasi merah). Ini diikuti
ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan gambaran seperti
daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi
sarcoma.
Jika myoma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan
menorhagia. Jika perdarahan yang hebat menetap, mungki akan
mengalami anemia.saat uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma
sub endometrium yang bertangkai dapat menyebabkan persisten dari
uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat
menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan
konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan
rectum.
4. Tanda dan Gejala
Gejala mioma uteri yang dialami oleh seorang wanita memiliki
karakteristik dan juga ciri khusus. Penyakit mioma uteri tidak terlihat sama
sekali jika hanya dilihat oleh kasat mata. Ada metode khusus yang harus
dilakukan oleh seorang wanita jika dirinya benar mengalami penyakit

27
mioma atau tidak, tidak perlu peralatan yang canggih untuk mendeteksi
seseorang terkena penyakit mioma atau tidak. Cukup memperhatikan
perkembangan rasa sakit pada area di sekitar rahim, maka seseorang bisa
langsung dengan mudah untuk mendapatkan hasil dari tanda penyakit
mioma uteri tersebut.
Ada beberapa tanda pada seorang wanita yang mengalami penyakit
mioma uteri, tanda utamanya adalah adanya benjolan pada area di sekitar
dinding rahim. Adapun tanda-tanda lain seperti :
a. Pendarahan yang banyak dan lama selama masa haid atau pun
diluar masa haid
b. Nyeri perut saat haid
c. Haid tidak teratur
d. Nyeri panggul
e. Pada mioma yang sudah membesar dapat terjadi penekanan pada
organ disekitarnya, yang ditandai dengan, gangguan buang air
besar (sembelit), gangguan buang aur kecil (sering berkemih), nyeri
saat berhubungan seksual
f. Pada bagian perut dekat rahim terasa penuh dan membesar
g. Keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri yang
sangat hebat, luka dan infeksi
h. Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai
i. Penimbunan cairan di rongga perut
j. Gejala anemia karena kehilangan banyak darah
5. Komplikasi
a. Pada saat Hamil
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan
kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 - 40% wanita
dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan
dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi

28
reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan
mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi
karena kompresi massa tumor (Stoval, 2001). Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut,maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi (Strewart, 2001).
Pada wanita hamil yang memiliki Mioma Uteri mengembangkan
janin dan menghambat saluran makanan, itu akan mengganggu
perkembangan janin bahkan dapat menyebabkan kematian janin
karena kekurangan makanan dan oksigen.
Ketika kehamilan masih bertahan hingga menginjak masa
menjelang persalinan,mioma yang terdapat di dalam rahim juga dapat
menimbulkan resiko pendarahan saat persalinan. Selain itu, proses
persalinan juga akan menjadi semakin bermasalah karena kontraksi
yang terganggu mioma.
Perkembangan pesat tumor mioma pada usia kehamilan yang baru
menginjak trimester pertama bisa memungkinkan gugurnya janin pada
rahim ibu. Hal ini karena janin muda yang terus terdesak oleh
pertumbuhan mioma. Selain itu, nutrisi yang seharusnyamengalir ke
janin menjadi beralih ke tumor yang sedang tumbuh sehingga janin
kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan untuk berkemabang. Janin
berhenti berkembang dan akhirnya mati.
Pengaruh penyakit mioma pada kehamilan yang sudah cukup tua
atau pada trimester ketiga akan menyebabkan tidak normalnya posisi
bayi di dalam rahim. Keberadaan mioma yang terus membesar
membuat bayi harus berbagai tempat atau bergeser sehingga posisinya
menjadi sunsang atau melintang.
b. Pada saat Persalinan
1) Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II
2) Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak,
biasanya padamioma yang letaknya di dalam dinding rahim.
3) Kelainan letak plasenta

29
4) Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma
submukosadan intramural yang mengakibatkan perdarahan
aktif.
5) Persalinan prematuritas
c. Pada bayi
Akan terjadi BBLR , hal ini dikarenakan nutrisi untuk bayi akan
diserap oleh miom, sehingga bayi yang dilahirkan akan lahir dengan
BBLR
d. Pada saat Nifas
Mioma dapat terinfeksi apabila terjadi abortus septik atau metritis
masa nifas.Hal ini paling sering terjadi apabila miomanya terletak
dekat dengan tempat implantasi plasenta atau terjadi perforasi mioma
oleh instrumen, misalnya sonde atau kuret. Apabila mioma mengalami
infark, resiko infeksi meningkat dan kemungkinan penyembuhan
infeksi berkurang, kecuali apabila dilakukan histerektomi
6. Penatalaksanaan
Dalam faktanya jarang terjadi mioma uteri bersamaan dengan
kehamilan sehingga tidak memerlukan tindakan mendadak. Sebagian besar
mioma uteri mengalami infertilitas. Pada kasus mioma uteri yang
bertangkai dapat menimbulkan obstruksi saat persalinan berlangsung,
karena berada di sekitar serviks. Di samping itu mioma serviks
menghalangi persalinan sehingga diperlukan seksio sesaria. Beberapa
tindakan yang dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri yaitu:
a. Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma
uteri.
b. Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone
(GnRH) agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, dan
NSAIDs, Dalam decade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus
dengan GnRH agonist (GnRHa). Pemberian GnHRa (buseriline
acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri rnenghasil degenerasi
hialin di miometrium hingga uterus, menjadi lebih kecil. Akan tetapi
bila dihentikan dapat tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen

30
karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam
konsentrasi tinggi.
c. Konservatif dengan pemeriksaaan periodic yaitu tidak semua mioma
uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri
tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6
bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau
mengecil. Apabila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu
apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi,
walaupun tidak ada keluhan
d. Radioterapi hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi,
Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan, Bukan jenis
submucosa, tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada
rectum, tidak dilakukan pada wanita muda(dapat menyebabkan
menopause), Jenis radioterapi(Radium dalam cavum uteri, X trai
pada ovum/castrasi), radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila
tidak ada keganasan pada uterus.
e. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus sehingga pasien masih bisa hamil. Miomektomi
ada tiga macam yaitu miomektomi abdominal, miomektomi
laparoskopi, dan miomektomi histeroskopi. Jika menyebabkan
infertilitas dikerjakan myomektomi sebelum kehamilan. Boleh
dikerjakan pada kehamilan bila terpaksa yaitu karena menyebabkan
komplikasi. Akan tetapi dapat menyebabkan kerugian antara lain
melemahkan dinding uterusrupture uteri pada waktu hamil,
menyebabkan perlekatan, residif. Jika pasien ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dapat di pilih miomektomi. Pasien harus
menerima jika timbul masalah sewaktu melakukan miomektomi, ahli
bedah dapat melanjutkan dengan histerektomi. Setelah miomektomi,
40% wanita yang berkesempatan hamil akan hamil. Yang
bertentangan dengan fakta ini adalah pada 5% pasien. Mioma timbul

31
kembali dan jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia
sehingga memerlukan penggunaan hormone, reseksi histeroskopik
atau histerektomi. Dipertimbangkan apabila seorang wanita masih
berusia muda atau masih ingin memiliki anak lagi. Setelah
miomektomi, pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama 4-
6 bulan karena rahim masih dalam keadaan rapuh setelah dioperasi.
Komplikasi dari miomektomi berupa risiko perdarahan harus
dipertimbangkan. Kemungkinan untuk pertumbuhan mioma lagi
setelah miomektomi berkisar 20-25% pasien
f. Prognosis baik jika ditemukan mioma berukuran kecil, tidak
cenderung membesar dan tidak memicu keluhan yang berarti, cukup
dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali termasuk
pemeriksaan USG, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan
suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Menopause dapat
menghentikan pertumbuhan mioma uteri. Pengecilan tumor
sementara menggunakan obat-obatan GnRH analog dapat dilakukan,
akan tetapi pada wanita dengan hormon yang masih cukup
(premenopause), mioma ini dapat membesar kembali setelah obat-
obatan ini dihentikan. Jika tumor membesar, timbul gejala
penekanan, nyeri hebat, dan perdarahan dari kemaluan yang terus
menerus, tindakan operasi sebaiknya dilakukan.
g. Hysterektomi yaitu operasi pengangkatan uterus. Dapat dilaksanakan
perabdomen atau pervaginam, dilakukan pada mioma yang
besar/multipel. Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien. Pada wanita muda
sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium maksudnya menjaga
jangan terjadi menopause sebelum waktunya, menjaga gangguan
coronair atau aeroteroselerosis umum. Indikasinya anak sudah

32
cukup, anak sudah tua, ada keluhan penekanan yaitu retensi urine
dan penekanan saraf.
h. Laparoskopi, dengan bekembangnya teknik dan alat kedokteran maka
tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan laparoskopi. Prosedur
operasi dengan laparaskopi dapat berupa miolisis. Miolisis adalah
prosedur operasi yang minimal dengan jalan menghantarkan sumber
energi yang berasal dari laser berupa neodymium ke jaringan mioma,
dimana akan menimbulkan koagulasi dan kematian sel di dalam
mioma. Dengan laparoskopi, sebuah teleskop tipis dan panjang yang
dilengkapi lampu dan kamera video dimasukkan melalui tusukan kecil
di bawah pusar digunakan untuk melihat dan menghilangkan mioma.
Dengan teknik ini luka operasi akan cepat pulih dan hanya
meninggalkan sedikit luka parut bekas operasi. Namun teknik ini
merupakan pilihan bilamana ukuran mioma masih kecil (5-6 cm).
Bilamana mioma cukup besar, terlebih dulu digunakan pengobatan
hormone dengan agonis GnRH untuk mengecilkan ukuran mioma.
Setelah ukuran mioma mengecil baru dilakukan tindakan laparoskopi.
i. Enukleasi Mioma dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.

Ada pula pilihan terapi untuk mioma uteri yaitu:

33
a. Pemeriksaan berkala dengan menggunakan USG Tidak ada ukuran
standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa gejala dan
tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan fisik
dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi
pertumbuhan baik ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan
stabil maka pasien diobservasi setiap 3-4 bulan.
b. Terapi hormonal Dapat menggunakan progestin atau Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) yang memberikan efek mengurangi
produksi estrogen dari indung telur. Terapi ini memiliki hasil
memuaskan untuk mengurangi ukuran mioma. Efek terapi baru
terlihat setelah 3 bulan. Namun terapi ini menyebabkan gejala
menopause seperti rasa panas di sekitar leher, perubahan emosi serta
vagina menjadi kering. Terapi Obat Pil KB yang rendah estrogen
dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan haid yang berat
akibat mioma.
c. Tindakan operasi bila terjadi perdarahan rahim yang berlanjut
walaupun sudah di terapi dengan obat konservatif, curiga adanya
keganasan, pertumbuhan mioma pada masa menopause, gangguan
kesuburan, nyeri dan penekanan yang sangat menganggu, gangguan
berkemih dan anemia akibat perdarahan yang terus menerus.

Intervensi radiologi berupa tindakan embolisasi mioma/ embolisasi


arteri uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke
jaringan mioma, sehingga mioma mengecil. Tindakan tanpa
pembedahan ini merupakan pilihan lain bagi beberapa wanita yang
ingin menghindari pembedahan. Tindakan ini dirancang untuk
mengecilkan mioma dengan memotong aliran darah yang ke arah
mioma. Pada tindakan ini, dokter radiologis menggunakan gambar
sinar-X untuk mengarahkan pipa tipis(kateter) pada mioma dan
kemudian memasukkan partikel kecil atau gelatin melalui kateter
untuk menyumbat aliran darah di dalam mioma. Tanpa aliran darah,
diharapkan mioma akan mengecil dan hilang.

34
35
DAFTAR PUSTAKA
Aziz M.Farid, Andrijono, dkk. 2006. Onkologi Ginekologi. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirrohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Onkologi Ginekologi, Jakrta : Tridasa Printer.

Risnawati, Indah dkk. Dampak Anemia Terhadap Perdarahan Postpartum . Jurnal


diakses pada 3 Agustus 2015

Handayani W, haribowo AS, editors. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta Salemba Medika; 2008.

36

Anda mungkin juga menyukai