Anda di halaman 1dari 1

Keberadaaan mahasiswa/i dengan jenis kelamin yang bebeda dalam satu gedung

sebagai wadah eksistensi diri mengharuskan civitas akademik ini untuk dapat berkomunikasi
membangun peradaban sesuai karakter masing-masing. Namun peradaban tersebut
seharusnya tetap ada dalam naungan univesitas islam sesuai label terdepannya. Alangkah
elok jika peradaban tersebut disesuaikan dengan perangai dan kondisi yang nyata. Miris
rasanya jika melihat apa yang terjadi di kampus ini, dengan kondisi fasilitas yang jauh dari
kata layak membuat muncul pertanyaan. Pantaskah?

Kondisi yang terjadi di gedung SC tepatnya lt. 3 seakan jauh dari kata layak. Ada
fasilitas yang cukup sensitif dan berbau seksual terhadap dua jenis kelamin dan itu dipakai
untuk keduanya. Toilet sebagai ruangan yang cukup pribadi bagi sebagian orang terutama
untuk perempuan selayaknya dibatasi sesuai jenis kelamin. Merasa terganggu saat bertemu
lawan jenis di kamar mandi, merasa khawatir sekedar hanya untuk merapikan kerudung,
harus saling menunggu saat masih ada lawan jenis padahal dalam etika berhubungan pun ada
batasan antara keduanya. Alangkah lebih bebas jika dipisahkan, mungkin memang benar
tidak ada yang menginginkan demikian fasilitas baru dan tak lama rusak. Namun yang
kemudian menjadi sebuah pertanyaan mengapa tidak membaik atau mungkin tidak di
perbaiki? Padahal hal ini menjadi sesuatu yang urgen, menjadi fasilitas yang penting di
hampir semua tempat. Paling tidak cobalah gimana caranya untuk diperbaiki tidak di biarkan
begitu saja.

Devi Yulianti Wafiah


Aktivis Women Studies Centre (WSC)
UIN Bandung

Anda mungkin juga menyukai