PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan intelektual. Perlindungan atas
kekayaan intelektual diberikan dalam bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya
disingkat HKI). Karya intelektual, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau
teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Pengorbanan tersebut
menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat
ekonomi yang dapat dinikmat, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep properti
terhadap karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya intelektual dikatakan sebagai aset
perusahaan.1
Umat manusia dalam menjalankan kehidupannya melahirkan karya atau ciptaan ciptaan
baik dalam bidang seni maupun ilmu pengetahuan. Karya atau ciptaan-ciptaan tersebut
konkritnya dapat berbentuk tulisan seperti buku, makalah maupun artikel atau bentuk karya
seni seperti lagu, lukisan maupun film2, karya dan ciptaan tersebut dalam sistem hukum yang
dibawah sistem yang disebut hak cipta atau dalam bahasa inggrisnya di sebut copyright.3
Hak cipta merupakan bagian dari HKI yang dapat diartikan sebagai hak kebendaan, hak
atas suatu benda yang bersumber dari kerja otak. Jika ditelusuri lebih jauh hak cipta dapat
berbentuk benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Hal ini dapat dilihat batasan
benda berdasarkan Pasal 499 KUHperdata benda ialah tiap barang dan tipa tiap hak yang
1
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif, Alumni
Bandung: 2011, Hal. 151
2
Muhammad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Citra Aditya Bhakti Bandung: 2003, Hal.
48
3
Eddy Damain, Hukum Hak Cipta, Alumni Bandung: 2002, Hal. 1
dapat dikuasi oleh hak milik.Karena itu sendiri benda immateril itu sendiri dapat menjadi
objek dari suatu hak benda.Hak cipta sebagai benda tidak berwujud merupakan salah satu
bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas
karena mencakup ilmu pengetahuan, seni sastra yang didalamnya mencakup juga program
komputer.4
yang memiliki kemampuan menyampaikan ide dan cerita. Sinematografi merupakan bagian
dari hak cipta yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf (m) Undang
Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat UU HC).
Yang dimaksud dengan "karya sinematografi" adalah Ciptaan yang berupa gambar
bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film
cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat
dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang
memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media
lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.
Dengan demikian, film merupakan bagian dari karya sinematografi. Menurut Effendy,
Film adalah media komunikasi bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada
Proses pembuatan film sebagai unsur dari sinematografi yang dilindungi hak cipta
memerlukan peran penting dari produser film. Produser film diatur dalam Undang Undang
Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dalam Undang undang ini produser film sebagai
komponen dari insan perfilman diatur dalam Pasal 20 ayat (2) huruf (l) kemudian
4
R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Paramita Jakarta: 1986, Hal.
155
5
https://www.google.com/search?q=film+adalah&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b, diakses pada
tanggal 5 mei 2017
perlindungan hukum dan royalty sebagai hak produser film diatur dalam Pasal 47 huruf (d)
dan (i).
Hukum yang mengatur tentang hak cipta bertujuan untuk melindungi ciptaan-ciptaan
para pencipta yang terdiri dari pengarang, artis, musisi, dramawan, pemahat, programmer
computer, dan sebagainya.6 Di bawah perlindungan hak cipta, pencipta dan ciptaan
ciptaannya dilindungi dari pelanggaran hak cipta yang disebut juga sebagai (infringement).
Adapun bentuk pelanggaran (infringement), yang paling umum terjadi menurut Geofrey
Robertson, QC adalah copying atau melakukan reproduksi secara menyeluruh atau pada
pelanggaran hak cipta (infringemen of copyright) adalah suatu tindakan memperbanyak suatu
ciptaan tanpa memiliki kewengan dan tanpa izin dari pemegang hak cipta.8 Dalam blacks law
1. Literal copying adalah memperbanyak atau meniru secara langsung keseluruhan dari
suatu hasil karya tanpa melakukan perbedaan mutu dan nilai sebenarnya atas hasil
karya tersebut, meliputi kesamaan tampilan bentuk dan kesamaan materi suatu hasil
karya9.
2. Substansuial similarity adalah memperbanyak atau meniru secara sebagian dari suatu
hasil karya sehingga memiliki kemiripan dalam beberapa bagian yang menyangkut
Bangkitnya film nasional yang ditandai banyaknya jumlah produksi film lokal dan
peningkatan penjualan tiket bioskop disatu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran
6
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Alumni Bandung: 2002, Hal. 96
7
Geofferey Robertson QC, Media Law, Penguin Books Englan: 1992, Hal. 229
8
Hendry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, West Group St. Paul Minn: 1990, Hal. 781
9
Ibid, Hal. 15
10
Ibid
yang kontraproduktif bagi perkembangan kreativitas. Semua kasus pelanggaran hak cipta
karya sinematografi di bidang film saat ini berlangsung tanpa disadari dan tanpa ada
Beberapa pelanggaran terhadap hak cipta karya sinematografi dibidang film yang
melibatkan dan merugikan hak produser film antara lain sebagai berikut11 :
melibatkan banyak aspek. Mulai aspek produksi, distribusi, hingga konsumsi film.
hubungan simbiosis tersebut tercipta dalam ranah ilegalitas, baik dari segi etis
maupun yuridis.
a) Aspek produksi
alat produksi hasil temuan teknologi masa kini. Juga konteks sosial dan politik
yang berperan di dalamnya. Law enforcement serta regulasi produksi film yang
ada saat ini belum atau bahkan tidak maksimal sama sekali sehingga tindakan
pembajakan seolah tidak pernah tersentuh oleh peraturan normatif, dalam hal ini
sanksi hukum.
b) Aspek distribusi
11
https://bincangmedia.wordpress.com/tag/hak-cipta-film/Iwan Awaluddin Yusuf, (Dosen Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan
Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) Yogyakarta), Diakses pada tanggal 6 mei 2017
Setidaknya meliputi negosiasi antara Produser-Distributor menyangkut banyak hal
seperti penentuan wilayah edar, jangka waktu edar, pola pemasaran, karakteristik
audiens yang dituju, hak eksplotasi dan sebagainya. Aspek pemasaran juga
jalan.
c) Aspek konsumsi
dari segi kepuasan, atau berapa banyak mereka biasanya menghabisakan uang
untuk membeli VCD/DVD ilegal tersebut. Dari gejala ini muncul pola yang bisa
dilihat adalah banyaknya niat orang yang ingin membajak film berarti paralel
dengan sifat penasaran banyak orang yang ingin melihat film. Produsen juga
mekanisme pasar yang seimbang pula dengan ketersediaan banyak variasi dan
ragam VCD/DVD bajakan. Baik dari berbagai genre film, seperti kategorisasi
VCD/DVD bajakan untuk film anak, film seri, film box office, bahkan film seks
sekalipun.
Harga VCD/DVD bajakan bisa jauh lebih murah karena konsumen tidak perlu
membayar royalti, berbagai pajak serta biaya operasional lainnya. Produsen juga tidak perlu
menyebabkan HKI di bidang film masih belum bisa dimengerti secara penuh di Indonesia.
Tidak heran jika VCD/DVD bajakan masih sangat umum dan wajar di negara kita.Padahal
dilihat dari sisi objektif, pembajakan yang membudaya pada hakikatnya sangat menghambat
dari pencipta, mengingat disamping biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pencipta yang
tidak sedikit, perlindungan hak kekayaan intelektual juga ditujukan untuk mendorong inovasi
orang-orang kreatif dengan adanya perlindungan terhadap hak cipta, diharapkan dapat
2. Pelanggaran terhadap hak produser film akibat adanya download dan streaming film
gratis.
dengan cara download dari website film. Kegiatan download dari website film
diketahui ada yang berbayar dan yang tidak berbayar atau gratis. Perbedaanya bahwa
website film berbayar mempunyai ijin dari pemegang hak film asli untuk
berbayar atau gratis tidak mempunyai ijin dari pemegang hak film asli dalam
orang-orang dari menonton film di bioskop menjadi menonton film ditempat yang
dipilihnya sendiri yang tidak terbatas sifatnya. Kegiatan download film gratis di
internet dapat merugikan pemegang hak cipta karya sinematografi dan hak produser
film dikarenakan pengguna (user) dapat mendownload film tanpa harus meminta ijin
12
Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI di Negara-Negara ASEAN, Sinar Grafika Jakarta: 2007, Hal. 1
Sangat banyak layanan download film gratis di internet baik lewat blog ataupun
website. Salah satu kasus pelanggaran hak cipta terkait dengan pengunduhan
bioskop168.com, semua situs tersebut sangat diminati karena ribuan film dari yang
tempo dulu sampai yang belum tayang terkadang sudah dapat di saksikan dan di
mereka dalam bentuk imbalan berupa royalty sebagai tujuan dari perlindungan
hukum.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk memilih judul
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan studi pada
13
http://hakicybercrimeandlaw.blogspot.co.id/2014/05/hak-cipta-atas-download-filmgratis. html, diakses
pada tanggal 13 juni 2017
D. Manfaat Penelitian
2. Di harapkan dapat bermanfaat bagi praktisi dan peneliti dalam bidang HKI khususnya yang
E. Kerangka Konseptual
HKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Right (IPR),
yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses
berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang di atur dalam HKI adalah karya-karya yang
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
keterampilan atau keahlian yang di tuangkankan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi,
selanjutnya Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam
Produser film merupakan seseorang yang mengawasi dan menyalurkan sebuah proyek
film kepada seluruh pihak terlibat sambil mempertahankan integritas, suara dan visi film
14
Taryana Soenandar, Op Cit, Hal. 3
15
Ibid, Hal. 9
16
Ibid, Hal. 10
tersebut. Mereka juga akan mengambil risiko keuangan dengan mengeluarkan uang mereka
sendiri, khususnya selama periode pra-produksi, sebelum sebuah film dapat terdanai
sepenuhnya.
1. Hak atas harta tidak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,
2. Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu
Menurut Setiono perlindungan hukum adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari
perbuatan sewenang wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
martabatnya sebagi manusia.17 Lili Rasjidi dan N Arief Sidharta mengatakan bahwa fungsi
hukum dalam memberikan perlindungan adalah hukum itu dibutuhkan dan ditumbuhkan
justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan
memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang
yang dilakukan oleh hukum dalam menanggulangi pelanggaran, yang terdiri dari dua jenis
yaitu19 :
17
Setiono, Rule of Law (Supermasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta: 2005, Hal. 3
18
Lili Rasjidi dan N Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refeksi, Remaja Rosdakarya Bandung:
1994, Hal. 64
19
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu Surabaya: 1987, Hal. 2
1. Perlindungan hukum yang bersifat represif, yaitu perlindungan hukum yang dibuat
2. Perlindungan hukum yang bersifat preventif, yaitu perlindungan hukum yang dibuat
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Secara garis besar kita dapat
melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang dapat diharapkan dengan adanya
dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi
berupa pengakuan terhadap hasil karya dan karsa manusia melainkan secara
1. Reward Theory
20
Robert M Sherwood, Intellectual Property and Economic Delevopment : westview special studiesin
science technology and public policy, Westview Press Inc San Fransiscow: 1990, Hal. 65
penghargaan sebagai imbalan atas upaya kreatifnya dalam menemukan atau
2. Recovery theory
Penemu, pencipta, atau pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta
3. Incentive theory
penemu, pencipta atau pendesain tersebut. Berdasarkan teori ini, insentif perlu
F. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana dilakukan dengan metode
ilmiah bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum guna membuktikan kebenaran atau
mengemukakan bahwa penelitian hukum normative yaitu penelitian hukum yang dilakukan
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dihadapi. Pendekatan undang-undang ini
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dengan undang-undang atau antara Undang-undang
yang satu dengan yang lain. Pendekatan perundang-undangan dalam penulisan hukum
pandangan dan doktrin-doktrin serta konsep dari bahan hukum yang berkembang di dalam
hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan
dalam mengkaji dan melihat permasalahan hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
Pendekatan kasus (Case Approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan.
c. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah deskriptif, yaitu dengan
jalan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan
22
Baher Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju Bandung: 2008, Hal. 92
23
Johnny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penulisan Hukum Normatif, Banyumedia Publishing Malang:
2012, Hal. 56
yang di angkat dan bahan hukum yang diperoleh.
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan
antaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta serta peraturan-
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran internet,
3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
atas bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus dan ensiklopedia. Selain itu juga
buku mengenai metode penelitian dan penulisan hukum untuk memberi penjelasan
Semua bahan hukum, baik primer, sekunder maupun tersier dikumpulkan, diinvenstarisir
antara bagian yang satu dengan yang lainnya guna memperoleh gambaran taraf sinkronisasi
bahan hukum.
24
Soerjono Soekanto, Op Cit, Hal. 6
25
Sri Mamuji, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, UI Press Jakarta: 2006, Hal. 12
26
Soerjono Soekanto, Op Cit, Hal. 7
f. Analisis Bahan Hukum
Semua bahan hukum yang telah dihubung-hubungkan antara satu dengan yang lainnya
dikualifikasi dan disusun secara sistematis selanjutnya dikaji secara kualitatif guna