Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan intelektual. Perlindungan atas

kekayaan intelektual diberikan dalam bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya

disingkat HKI). Karya intelektual, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau

teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Pengorbanan tersebut

menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat

ekonomi yang dapat dinikmat, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep properti

terhadap karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya intelektual dikatakan sebagai aset

perusahaan.1

Umat manusia dalam menjalankan kehidupannya melahirkan karya atau ciptaan ciptaan

baik dalam bidang seni maupun ilmu pengetahuan. Karya atau ciptaan-ciptaan tersebut

konkritnya dapat berbentuk tulisan seperti buku, makalah maupun artikel atau bentuk karya

seni seperti lagu, lukisan maupun film2, karya dan ciptaan tersebut dalam sistem hukum yang

berlaku hampir diseluruh dunia mendapatkan perlindungan. Perlindungan dimaksud diatur

dibawah sistem yang disebut hak cipta atau dalam bahasa inggrisnya di sebut copyright.3

Hak cipta merupakan bagian dari HKI yang dapat diartikan sebagai hak kebendaan, hak

atas suatu benda yang bersumber dari kerja otak. Jika ditelusuri lebih jauh hak cipta dapat

berbentuk benda, yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Hal ini dapat dilihat batasan

benda berdasarkan Pasal 499 KUHperdata benda ialah tiap barang dan tipa tiap hak yang

1
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif, Alumni
Bandung: 2011, Hal. 151
2
Muhammad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Citra Aditya Bhakti Bandung: 2003, Hal.
48
3
Eddy Damain, Hukum Hak Cipta, Alumni Bandung: 2002, Hal. 1
dapat dikuasi oleh hak milik.Karena itu sendiri benda immateril itu sendiri dapat menjadi

objek dari suatu hak benda.Hak cipta sebagai benda tidak berwujud merupakan salah satu

bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas

karena mencakup ilmu pengetahuan, seni sastra yang didalamnya mencakup juga program

komputer.4

Sinematografi merupakan ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap

gambar dan sekaligus menggabung-gabungkan gambar sehingga menjadi rangkaian gambar

yang memiliki kemampuan menyampaikan ide dan cerita. Sinematografi merupakan bagian

dari hak cipta yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf (m) Undang

Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat UU HC).

Dalam penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf (m) UU HC menyebutkan :

Yang dimaksud dengan "karya sinematografi" adalah Ciptaan yang berupa gambar
bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film
cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat
dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang
memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media
lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.

Dengan demikian, film merupakan bagian dari karya sinematografi. Menurut Effendy,

Film adalah media komunikasi bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada

sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat tertentu.5

Proses pembuatan film sebagai unsur dari sinematografi yang dilindungi hak cipta

memerlukan peran penting dari produser film. Produser film diatur dalam Undang Undang

Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dalam Undang undang ini produser film sebagai

komponen dari insan perfilman diatur dalam Pasal 20 ayat (2) huruf (l) kemudian

4
R. Soebekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Paramita Jakarta: 1986, Hal.
155
5
https://www.google.com/search?q=film+adalah&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b, diakses pada
tanggal 5 mei 2017
perlindungan hukum dan royalty sebagai hak produser film diatur dalam Pasal 47 huruf (d)

dan (i).

Hukum yang mengatur tentang hak cipta bertujuan untuk melindungi ciptaan-ciptaan

para pencipta yang terdiri dari pengarang, artis, musisi, dramawan, pemahat, programmer

computer, dan sebagainya.6 Di bawah perlindungan hak cipta, pencipta dan ciptaan

ciptaannya dilindungi dari pelanggaran hak cipta yang disebut juga sebagai (infringement).

Adapun bentuk pelanggaran (infringement), yang paling umum terjadi menurut Geofrey

Robertson, QC adalah copying atau melakukan reproduksi secara menyeluruh atau pada

bagian bagian substansial dari suatu ciptaan.7Blacks law dictionary mendefenisiakan

pelanggaran hak cipta (infringemen of copyright) adalah suatu tindakan memperbanyak suatu

ciptaan tanpa memiliki kewengan dan tanpa izin dari pemegang hak cipta.8 Dalam blacks law

dictionary beberapa macam pelanggaran hak cipta yaitu :

1. Literal copying adalah memperbanyak atau meniru secara langsung keseluruhan dari

suatu hasil karya tanpa melakukan perbedaan mutu dan nilai sebenarnya atas hasil

karya tersebut, meliputi kesamaan tampilan bentuk dan kesamaan materi suatu hasil

karya9.

2. Substansuial similarity adalah memperbanyak atau meniru secara sebagian dari suatu

hasil karya sehingga memiliki kemiripan dalam beberapa bagian yang menyangkut

tampilan bentuk materi suatu hasil karya10.

Bangkitnya film nasional yang ditandai banyaknya jumlah produksi film lokal dan

peningkatan penjualan tiket bioskop disatu sisi diwarnai proses pengeroposan besar-besaran

6
Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Alumni Bandung: 2002, Hal. 96
7
Geofferey Robertson QC, Media Law, Penguin Books Englan: 1992, Hal. 229
8
Hendry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, West Group St. Paul Minn: 1990, Hal. 781
9
Ibid, Hal. 15
10
Ibid
yang kontraproduktif bagi perkembangan kreativitas. Semua kasus pelanggaran hak cipta

karya sinematografi di bidang film saat ini berlangsung tanpa disadari dan tanpa ada

penyelesain hukum yang berarti.

Beberapa pelanggaran terhadap hak cipta karya sinematografi dibidang film yang

melibatkan dan merugikan hak produser film antara lain sebagai berikut11 :

1. Pelanggaran terhadap hak produser film akibat adanya pembajakan VCD/DVD.

Dalam perspektif manajemen media, pembajakan film lewat VCD/DVD

melibatkan banyak aspek. Mulai aspek produksi, distribusi, hingga konsumsi film.

Proses pembajakan menciptakan jaring-jaring kehidupan antara produsen,

distributor, dan konsumen.Tindakan pembajak senantiasa bermotif ekonomi.Namun,

hubungan simbiosis tersebut tercipta dalam ranah ilegalitas, baik dari segi etis

maupun yuridis.

a) Aspek produksi

Menyangkut teknis penggandaan VCD/DVD dengan sarana material berupa alat-

alat produksi hasil temuan teknologi masa kini. Juga konteks sosial dan politik

yang berperan di dalamnya. Law enforcement serta regulasi produksi film yang

ada saat ini belum atau bahkan tidak maksimal sama sekali sehingga tindakan

pembajakan seolah tidak pernah tersentuh oleh peraturan normatif, dalam hal ini

sanksi hukum.

b) Aspek distribusi

Menyangkut bagaimana produsen berhubungan dengan distributor untuk

mengedarkan VCD/DVD bajakannya hingga sampai ke tangan konsumen.

11
https://bincangmedia.wordpress.com/tag/hak-cipta-film/Iwan Awaluddin Yusuf, (Dosen Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan
Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA) Yogyakarta), Diakses pada tanggal 6 mei 2017
Setidaknya meliputi negosiasi antara Produser-Distributor menyangkut banyak hal

seperti penentuan wilayah edar, jangka waktu edar, pola pemasaran, karakteristik

audiens yang dituju, hak eksplotasi dan sebagainya. Aspek pemasaran juga

melibatkan jaringan bisnis yang dibangun oleh pemasok kepada pengecer

VCD/DVD bajakan dari pusat hingga sampai ke pengecer di pinggir-pinggir

jalan.

c) Aspek konsumsi

Menyangkut bagaimana konsumen bisa menikmati VCD/DVD bajakan dilihat

dari segi kepuasan, atau berapa banyak mereka biasanya menghabisakan uang

untuk membeli VCD/DVD ilegal tersebut. Dari gejala ini muncul pola yang bisa

dilihat adalah banyaknya niat orang yang ingin membajak film berarti paralel

dengan sifat penasaran banyak orang yang ingin melihat film. Produsen juga

mampu menciptakan permintaan pasar melalui pembentukan hubungan yang

seimbang antara produsen dengan konsumen. Hubungan ini menimbulkan

mekanisme pasar yang seimbang pula dengan ketersediaan banyak variasi dan

ragam VCD/DVD bajakan. Baik dari berbagai genre film, seperti kategorisasi

VCD/DVD bajakan untuk film anak, film seri, film box office, bahkan film seks

sekalipun.

Harga VCD/DVD bajakan bisa jauh lebih murah karena konsumen tidak perlu

membayar royalti, berbagai pajak serta biaya operasional lainnya. Produsen juga tidak perlu

berpromosi untuk melariskan barang dagangannya, begitulah berbagai persoalan kompleks

menyebabkan HKI di bidang film masih belum bisa dimengerti secara penuh di Indonesia.

Tidak heran jika VCD/DVD bajakan masih sangat umum dan wajar di negara kita.Padahal
dilihat dari sisi objektif, pembajakan yang membudaya pada hakikatnya sangat menghambat

perkembangan kemajuan karya perfilman di tanah air.

Pembajakan jelas-jelas mengakibatkan kerugian baik secara materil maupun immaterial

dari pencipta, mengingat disamping biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pencipta yang

tidak sedikit, perlindungan hak kekayaan intelektual juga ditujukan untuk mendorong inovasi

orang-orang kreatif dengan adanya perlindungan terhadap hak cipta, diharapkan dapat

memicu persaingan ditengah masyarakat berbasis kreatifitas.12

2. Pelanggaran terhadap hak produser film akibat adanya download dan streaming film

gratis.

Pengumuman dan perbanyakan film melalui media internet biasanya dilakukan

dengan cara download dari website film. Kegiatan download dari website film

diketahui ada yang berbayar dan yang tidak berbayar atau gratis. Perbedaanya bahwa

website film berbayar mempunyai ijin dari pemegang hak film asli untuk

mengumumkan dan memperbanyak karya ciptanya. Sedangkan website film tidak

berbayar atau gratis tidak mempunyai ijin dari pemegang hak film asli dalam

mengumumkan dan memperbanyak karya film.

Kemudahan untuk mendownload film melalui internet telah merubah kebiasaan

orang-orang dari menonton film di bioskop menjadi menonton film ditempat yang

dipilihnya sendiri yang tidak terbatas sifatnya. Kegiatan download film gratis di

internet dapat merugikan pemegang hak cipta karya sinematografi dan hak produser

film dikarenakan pengguna (user) dapat mendownload film tanpa harus meminta ijin

dan membayar sebagaimana layaknya jika menonton film di bioskop.

12
Taryana Soenandar, Perlindungan HAKI di Negara-Negara ASEAN, Sinar Grafika Jakarta: 2007, Hal. 1
Sangat banyak layanan download film gratis di internet baik lewat blog ataupun

website. Salah satu kasus pelanggaran hak cipta terkait dengan pengunduhan

(download) karya sinematografi melaui internet adalah pengunduhan film melalui

beberapa situs terkenal seperti ganool.com, layarkaca21.com, bioskopkren.com,

bioskop168.com, semua situs tersebut sangat diminati karena ribuan film dari yang

tempo dulu sampai yang belum tayang terkadang sudah dapat di saksikan dan di

download disemua situs tersebut secara gratis.13

Perlindungan hukum patut diberikan kepada produser film guna menumbuhkan

rangsangan kreatifitas dan sekaligus memberikan pengakuan terhadap jerih payah

mereka dalam bentuk imbalan berupa royalty sebagai tujuan dari perlindungan

hukum.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk memilih judul

Perlindungan Hukum Terhadap Produser Film Atas Karya Simenatografi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana perlindungan hukum terhadap produser film atas karya sinematografi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana perlindungan hukum terhadap produser

film atas karya simenatografi.

2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan studi pada

fakultas hukum universitas pattimura.

13
http://hakicybercrimeandlaw.blogspot.co.id/2014/05/hak-cipta-atas-download-filmgratis. html, diakses
pada tanggal 13 juni 2017
D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya untuk

menambah wawasan bagi kalangan akademik tentang perlindungan hukum terhadap

produser film atas karya simenatografi.

2. Di harapkan dapat bermanfaat bagi praktisi dan peneliti dalam bidang HKI khususnya yang

berkaitan dengan hak cipta.

E. Kerangka Konseptual

HKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Right (IPR),

yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses

berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil

dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang di atur dalam HKI adalah karya-karya yang

timbul atau lahir karena kempuan intektual manusia.14

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan

atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.15

Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikran, imajinasi, kecekatan,

keterampilan atau keahlian yang di tuangkankan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi,

selanjutnya Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam

lapangan ilmu pengetahuan seni atau sastra.16

Produser film merupakan seseorang yang mengawasi dan menyalurkan sebuah proyek

film kepada seluruh pihak terlibat sambil mempertahankan integritas, suara dan visi film

14
Taryana Soenandar, Op Cit, Hal. 3
15
Ibid, Hal. 9
16
Ibid, Hal. 10
tersebut. Mereka juga akan mengambil risiko keuangan dengan mengeluarkan uang mereka

sendiri, khususnya selama periode pra-produksi, sebelum sebuah film dapat terdanai

sepenuhnya.

Pengertian royalti adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan :

1. Hak atas harta tidak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang,

formula, atau rahasia dagang.

2. Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu

pengetahuan. Yang di maksud dengan harta berwujud tersebut adalah setiap

peralatan yang mempunyai nilai intelektual.

Menurut Setiono perlindungan hukum adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari

perbuatan sewenang wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk

mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati

martabatnya sebagi manusia.17 Lili Rasjidi dan N Arief Sidharta mengatakan bahwa fungsi

hukum dalam memberikan perlindungan adalah hukum itu dibutuhkan dan ditumbuhkan

justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan

memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang

wajar sesuai dengan martbatnya.18

Phililipus M hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah suatu upaya

yang dilakukan oleh hukum dalam menanggulangi pelanggaran, yang terdiri dari dua jenis

yaitu19 :

17
Setiono, Rule of Law (Supermasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta: 2005, Hal. 3
18
Lili Rasjidi dan N Arief Sidharta, Filsafat Hukum Madzab dan Refeksi, Remaja Rosdakarya Bandung:
1994, Hal. 64
19
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu Surabaya: 1987, Hal. 2
1. Perlindungan hukum yang bersifat represif, yaitu perlindungan hukum yang dibuat

untuk menyelesaiakn suatu sengketa.

2. Perlindungan hukum yang bersifat preventif, yaitu perlindungan hukum yang dibuat

dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Secara garis besar kita dapat

melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang dapat diharapkan dengan adanya

perlindungan HKI, yaitu diantaranya :

1. Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat dapat memberikan dorongan

untuk meningkatkan landasan teknologi (technological base) guna memungkinkan

perkembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2. Pemberian perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual pada dasarnya

dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi

tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau menemukan sesuatu dibidang

ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3. Pemberian perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual bukan saja

berupa pengakuan terhadap hasil karya dan karsa manusia melainkan secara

ekonomi makro merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik

penanaman modal asing, serta memperlancar perdagangan internasional.

Perlindungan HKI menurut Robert M Sherwood, antara lain20 :

1. Reward Theory

Memiliki makna berupa pengakuan terhadap karya intelektual yang telah

dihasilkan seseorang sehingga penemu, pencipta dan pendesain harus diberikan

20
Robert M Sherwood, Intellectual Property and Economic Delevopment : westview special studiesin
science technology and public policy, Westview Press Inc San Fransiscow: 1990, Hal. 65
penghargaan sebagai imbalan atas upaya kreatifnya dalam menemukan atau

menciptakan karya intektual.

2. Recovery theory

Penemu, pencipta, atau pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta

tenaga dalam menhasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa

yang telah dikeluarkan tersebut.

3. Incentive theory

Mengaitkan pengembangan kreatifitas dengan meberikan insentif bagi para

penemu, pencipta atau pendesain tersebut. Berdasarkan teori ini, insentif perlu

diberikan untuk mengupayakan terpacunya kegiatan penelitian yang berguna.

F. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana dilakukan dengan metode

ilmiah bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum guna membuktikan kebenaran atau

ketidakbenaran dari suatu gejala yang ada.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Soerjono Soekanto

mengemukakan bahwa penelitian hukum normative yaitu penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.21

b. Pendekatan Yang Digunakan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue

Approach) pendekatan kasus (Case Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual


21
Soerjono Soekanto, Pengantar Metode Penelitian Hukum, UI Press Jakarta: 1984, Hal. 6
Approach) yakni penelitian terhadap konsep hukum seperti sumber hukum, fungsi hukum,

lembaga hukum dan sebagainya.22

Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) adalah pendekatan yang

dilakukan dengan menelaah semua peraturan Perundang-undangan dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dihadapi. Pendekatan undang-undang ini

misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi atau kesesuaian antara undang-undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dengan undang-undang atau antara Undang-undang

yang satu dengan yang lain. Pendekatan perundang-undangan dalam penulisan hukum

normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.23

Pada pendekatan konseptual (Conceptual Approach) beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin serta konsep dari bahan hukum yang berkembang di dalam

ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam

ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian

hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti

dalam mengkaji dan melihat permasalahan hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.

Pendekatan kasus (Case Approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap

kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan

pengadilan.

c. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah deskriptif, yaitu dengan

jalan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan

22
Baher Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju Bandung: 2008, Hal. 92
23
Johnny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penulisan Hukum Normatif, Banyumedia Publishing Malang:
2012, Hal. 56
yang di angkat dan bahan hukum yang diperoleh.

d. Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan. Bahan hukum primer

meliputi peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.24 Data dari

pemerintah yang berupa dokumen tertulis yang bersumber pada perundang-undangan , di

antaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta serta peraturan-

peraturan lain yang terkait.

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berupa buku, penelusuran internet,

jurnal, surat kabar, makalah, skripsi, maupun disertasi.25

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

atas bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus dan ensiklopedia. Selain itu juga

buku mengenai metode penelitian dan penulisan hukum untuk memberi penjelasan

mengenai teknik penulisan tesis.26

e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Semua bahan hukum, baik primer, sekunder maupun tersier dikumpulkan, diinvenstarisir

dan dikelompokan menurut bagiannya masing-masing selanjutnya dihubung-hubungkan

antara bagian yang satu dengan yang lainnya guna memperoleh gambaran taraf sinkronisasi

bahan hukum.

24
Soerjono Soekanto, Op Cit, Hal. 6
25
Sri Mamuji, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, UI Press Jakarta: 2006, Hal. 12
26
Soerjono Soekanto, Op Cit, Hal. 7
f. Analisis Bahan Hukum

Semua bahan hukum yang telah dihubung-hubungkan antara satu dengan yang lainnya

guna memperoleh gambaran taraf sinkronisasi data tersebut selanjutnya di seleksi,

dikualifikasi dan disusun secara sistematis selanjutnya dikaji secara kualitatif guna

menjawab permasalahan dalam penulisan.

Anda mungkin juga menyukai