Anda di halaman 1dari 6

Apa itu Akun Kesehatan Kabupaten (DHA)?

Akun Kesehatan (Health Account/HA) merupakan cara yang sistematis, komprehensif


dan konsisten untuk mengukur jumlah pengeluaran kesehatan (di dalamnya termasuk sektor
pemerintah/publik, swasta dan lembaga donor/mitra pembangunan) di setiap tingkat
pemerintahan. Di Indonesia, pengembangan Akun Kesehatan Nasional (National Health
Account/NHA) berawal secara sederhana berupa pengumpulan data pengeluaran kesehatan yang
sistematis untuk periode 1984-1995. Kegiatan ini mengalami masa vakum yang cukup lama
sebelum dimulai kembali pada tahun 2007. Semenjak Indonesia berubah dari negara dengan
sistem yang sangat terpusat menjadi negara dengan sistem yang sangat terdesentralisasi di awal
tahun 2000, kompleksitas aliran dana menjadi semakin rumit, sehingga pengembangan akun
kesehatan menjadi suatu keharusan yang lebih penting lagi. Sejalan dengan NHA, beberapa
provinsi dan kabupaten di Indonesia mengembangkan Akun Kesehatan Provinsi (Provincial
Health Account/PHA) dan Akun Kesehatan Kabupaten (District Health Account/DHA), yang
merupakan proyek yang disponsori oleh lembaga donor sehingga sering tidak
berkelanjutan. Sementara itu, konsep bahwa pembiayaan kesehatan yang memiliki sasaran dan
alokasi yang efektif merupakan komponen yang signifikan dari sistem kesehatan yang berfungsi
dengan baik telah menjadi konsep yang diterima secara umum. Berkaitan dengan itu, manfaat
dari memiliki akun kesehatan adalah kemampuan untuk mengembangkan strategi pembiayaan
kesehatan yang efektif dan mengidentifikasi perlunya dana tambahan untuk kesehatan, apabila
dibutuhkan dan di bidang mana yang diperlukan.

Akun Kesehatan Kabupaten (selanjutnya: DHA) memberikan informasi terperinci tentang


sumber dana kesehatan dan seberapa banyak dana tersebut diserap oleh kegiatan pelayanan
kesehatan, oleh pihak penyedia yang berbeda, untuk setiap kelompok populasi di kabupaten
tertentu. Dalam rangka mengembangkan DHA, kabupaten perlu secara konsisten dan sistematis
mengumpulkan dan memilah data berdasarkan sumber pembiayaan, pihak yang membiayai,
pihak penyedia, fungsi pembiayaan, penerima manfaat (berdasarkan faktor demografi, ekonomi
sosial, status kesehatan) serta biaya sumber daya. DHA bertujuan untuk memberikan informasi
tentang siapa yang membiayai pelayanan kesehatan di kabupaten, berapa banyak dana itu
diserap, oleh jenis layanan yang mana, dan siapa yang diuntungkan dari pengeluaran kesehatan
tersebut. Tujuannya adalah guna memberikan dasar untuk perencanaan dan pengambilan
keputusan yang berbasis bukti.

Mengapa DHA penting untuk memperkuat sistem kesehatan?


Arti penting memiliki akun kesehatan menjadi semakin besar karena Indonesia
menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sejak tahun 2014 dan tengah bergerak maju
untuk memenuhi target kesehatan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals/MDGs). Selain itu, dalam sistem kesehatan yang terdesentralisasi, DHA
merupakan dasar perencanaan dan pembiayaan kesehatan berbasis bukti dan, pada gilirannya,
dapat meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas pemerintahan lokal.

Struktur desentralisasi di Indonesia dan kompleksitas pola pembiayaan kesehatan sektor


publik semakin meningkatkan pentingnya kompilasi data yang handal dan komprehensif tentang
pengeluaran kesehatan. Dari perspektif hukum, menurut UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, 10
persen dari anggaran kabupaten harus dialokasikan untuk kesehatan. DHA dapat digunakan
untuk mengevaluasi apakah kewajiban tersebut telah terpenuhi. Jika kewajiban tersebut telah
terpenuhi, DHA dapat digunakan untuk menunjukkan apakah dana tersebut dialokasikan sesuai
kebutuhan kesehatan dan prioritas daerah. Di sisi lain, jika persentase wajib tersebut belum
terpenuhi, DHA dapat digunakan untuk menunjukkan dimana kesenjangannya dan seberapa
besar kesenjangan tersebut. Dari perspektif ekuitas, DHA dapat digunakan untuk menunjukkan
siapa yang diuntungkan dari pengeluaran kesehatan, dan apakah pembiayaan kesehatan telah
memenuhi tujuannya, yaitu tersedianya pendanaan yang cukup untuk melindungi orang
miskin. Selain itu, DHA juga dapat menunjukkan siapa yang menanggung pengeluaran
kesehatan lebih banyak, apakah sektor publik atau swasta.

Semua informasi yang dihasilkan dari DHA ini dapat digunakan untuk advokasi apabila
dibutuhkan dana kesehatan tambahan dan di bidang mana dana tambahan tersebut diperlukan,
serta untuk advokasi mengenai pengalokasian pembiayaan kesehatan yang lebih baik, yang pada
gilirannya akan menyumbang pada penguatan sistem kesehatan di kabupaten sesuai kebutuhan
spesifik kabupaten.

Apakah manfaat DHA cukup nyata?


Ada banyak bukti dari lapangan yang menunjukkan bahwa DHA bermanfaat untuk
mengkaji ulang ruang fiskal (fiscal space) kabupaten. DHA digunakan untuk mengidentifikasi
masalah, dan berfungsi sebagai katalis untuk perubahan dengan menyajikan data sedemikian
rupa sehingga menyoroti besarnya permasalahan, dan bertindak sebagai alat advokasi untuk
menstimuli tindakan. Di kabupaten Ngada, DHA menghasilkan dorongan untuk memperkuat
kebijakan pembiayaan kesehatan pemerintah daerah melalui pajak tembakau 1 khususnya untuk
mendanai penyediaan layanan kesehatan yang utama dan berkelanjutan bagi kelompok
masyarakat yang paling rentan.
Di kabupaten lain, DHA digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk memperkuat
komitmen memenuhi kewajiban 10% anggaran untuk kesehatan sebagaimana diamanatkan
oleh UU. Selama ini sudah banyak anekdot tentang kurangnya pendanaan kesehatan, dan/atau
ketidaksesuaian alokasi dana untuk program prioritas. Namun DHA menyediakan bukti kuat
berdasarkan data yang nyata. Di Sumba Barat Daya, misalnya, hasil DHA menunjukkan bahwa
tidak hanya target persentase 10% belum terpenuhi tetapi juga bahwa beberapa program prioritas
mengalami kekurangan dana, dan serapan dana selama ini lebih banyak untuk biaya tidak
langsung. Informasi dari DHA mengidentifikasi kebutuhan investasi yang lebih besar untuk
program prioritas seperti Kesehatan Ibu dan Anak, gizi, pencegahan malaria, dan TBC. Informasi
dari DHA mendorong fokus ulang investasi ke bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
promosi kesehatan. Informasi dari DHA juga mengedepankan potensi dana sektor swasta untuk
kesehatan yang belum sepenuhnya tergali. Temuan serupa juga ditunjukkan di Bangkalan,
Sampang, Situbondo, Bondowoso, Flores Timur, dan Timor Tengah Utara. Bahkan ketika
kabupaten kekurangan sumber tambahan pendanaan, mereka dapat berpikir ulang tentang
penggunaan sumber dana yang ada. Setelah hasil DHA didiseminasikan, pemerintah daerah
memperbaharui komitmen mereka untuk menggunakan Bantuan Operasional Khusus (BOK)
secara lebih baik. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa DHA adalah alat yang relevan dan
efektif untuk advokasi di kabupaten.
Apa yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan DHA?
Agar dapat bermanfaat sepenuhnya, data untuk DHA harus dikumpulkan setiap
tahun. DHA seharusnya menjadi bagian dari perencanaan dan pembiayaan berdasarkan bukti
kesehatan serta proses evaluasi, karena pemerintah tidak bisa mengelola apa yang mereka tidak
ukur. Informasi dari DHA dapat digunakan untuk membuat proyeksi keuangan sistem kesehatan
dan membandingkan dengan masa lalu, atau dengan kabupaten lain, dan yang lebih penting,
membuat penyesuaian yang diperlukan.

Kunci untuk menjaga keberlangsungan DHA adalah komitmen jangka panjang dari para
pengambil kebijakan di berbagai sektor. Komitmen ini harus diwujudkan secara politis, misalnya
dalam bentuk advokasi untuk penerapan DHA di kabupaten. Lebih penting lagi, komitmen ini
harus secara nyata diwujudkan dalam bentuk alokasi sumber daya keuangan dan sumber daya
manusia untuk DHA, dan dalam bentuk payung hukum untuk DHA. Dengan kata lain, tim DHA
di kabupaten harus dilembagakan oleh regulasi. Sebuah keputusan atau peraturan daerah harus
dibuat untuk mengamanatkan tugas pengumpulan data dan analisis yang dilakukan oleh tim yang
terdiri dari perwakilan lintas sektor, dan memberi mereka wewenang untuk mengakses data dari
berbagai instansi (pemerintah dan swasta) di tingkat kabupaten secara tahunan, dan dengan
menyediakan pendanaan yang memadai dari APBD untuk menunjang kegiatan ini.

Selain itu, keberlanjutan DHA akan lebih dipertegas jika DHA dimasukkan ke dalam
sistem kesehatan. Jika akun kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan kabupaten,
sistem kesehatan provinsi dan sistem kesehatan nasional, maka mau tidak mau akan ada payung
hukum dan pengaturan kelembagaan yang memastikan kegiatan penyusunan akun kesehatan di
semua tingkat pemerintahan. Setiap pemerintah kabupaten dan provinsi akan menugaskan tim
akun kesehatan sebagai bagian dari sistem kesehatan dan kegiatan inti sektor kesehatan.
Sementara di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan dapat membagi tanggung jawab antara Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes). Balitbangkes dapat berperan dalam pengumpulan data dan analisis,
sedangkan PPJK mengambil peran sebagai koordinator dan agen advokasi.

Keberlanjutan DHA membutuhkan interaksi antara pembuat kebijakan dan tim teknis
DHA. Interaksi ini memungkinkan tim untuk merespon kebutuhan kebijakan tertentu, misalnya,
melalui analisis sub-sektor yang lebih mendalam tergantung pada kebutuhan. Berkaitan dengan
ini, anggota tim DHA harus terlatih dan dapat diandalkan untuk menunjukkan keterampilan
dalam mengumpulkan data, mendefinisikan batasan pengeluaran, menganalisis data, dan
menafsirkan temuan dengan cara yang mudah dimengerti oleh pembuat kebijakan dan
menyajikan temuan yang relevan untuk perumusan kebijakan. Selain itu, keterampilan tersebut
harus dapat diwariskan jika ada pertukaran anggota tim.

Apa tantangan pelaksanaan DHA?


Kegiatan DHA bukannya tanpa tantangan. Tantangan utama dan terpenting adalah ketersediaan
data. Sebagai contoh, beberapa data dari sumber pendanaan provinsi tidak tersedia, atau tidak
sepenuhnya tercatat. Data keuangan lainnya tercatat sebagai anggaran global sehingga
dibutuhkan penggunaan asumsi untuk menginterpretasikannya. Aksesibilitas data di sektor
swasta sangat terbatas sehingga DHA sangat condong pada pengeluaran publik saja.

Tantangan lain adalah kapasitas tim. Anggota tim tidak selalu dapat diandalkan untuk melakukan
analisis dan interpretasi data, apalagi mengembangkan rekomendasi yang berdasarkan temuan
DHA. Atau, anggota tim yang sudah dilatih DHA tiba-tiba dipindahkan ke bagian/kantor/daerah
lain dan harus meninggalkan tim. Selain itu ada tantangan manajemen logistik dan manajemen
waktu. Tim ini tidak dilengkapi dengan komputer tersendiri untuk memasukkan (entry) data,
membersihkan (cleaning) data, dan menganalisis data. Selain itu, karena kegiatan DHA
merupakan tugas tambahan, anggota tim cenderung memprioritaskan tugas-tugas dan tanggung
jawab harian mereka terlebih dahulu.

Program Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) melalui
PPJK menyediakan dukungan teknis dan pelatihan ulang setiap kali dibutuhkan. Namun,
masalah logistik, tanggung jawab manajerial, transparansi dan kemauan untuk berbagi data
membutuhkan kemauan politik (political will) dan kebijakan tegas dari pemerintah. Kolaborasi
dan transparansi antara berbagai instansi pemerintah sangat penting. Selain itu, perlu dijalin
kerjasama yang lebih baik dengan sektor swasta.

Apa potensi di masa depan?


Ada harapan yang lebih besar untuk pengambilan keputusan dan perencanaan yang lebih
terinformasi di masa depan. Beberapa kabupaten telah berhasil mengeluarkan surat keputusan
Bupati mengenai DHA dan tim DHA, sehingga kelihatannya ada prospek untuk keberlanjutan
DHA. Implementasi DHA yang terus menerus dapat membantu pemerintah daerah melakukan
evaluasi investasi mereka dalam program kesehatan prioritas lokal, misalnya Kesehatan Ibu dan
Anak, pencegahan penyakit, gizi, atau malaria, dan menyesuaikannya berdasarkan kebutuhan.

Pada akhirnya, pemahaman yang lebih baik tentang pengeluaran kesehatan berpotensi membantu
pemerintah daerah untuk pemperkuat sistem kesehatan lokal dan mempercepat upaya mereka
untuk mencapai mencapai standar pelayanan minimal (SPM) pada tahun 2015 dan sasaran
MDGs terkait kesehatan. Seiring waktu, setelah data yang dipilah berdasarkan gender tersedia
secara rutin dan menunjukkan tren yang dapat diamati, pemerintah dapat membuat penyesuaian
untuk penganggaran berbasis gender. Pemerintah daerah bisa meningkatkan status kesehatan
perempuan dan laki-laki dengan cara lebih memahami perspektif mereka yang berbeda akan
kebutuhan kesehatan, seraya secara komprehensif dan adil mengatasi perbedaan yang ada.

Kegiatan DHA telah memperkuat kerjasama antara AIPHSS, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, khususnya tim teknis DHA lokal, dengan cara melakukan alih keterampilan dan
pengetahuan. Kemitraan ini perlu berkembang menjadi hubungan yang lebih memberdayakan
kabupaten untuk mengambil pimpinan dalam proses ini, sehingga tidak lagi menjadi kegiatan
yang didorong oleh pihak donor.

Rekomendasi
Hal pertama yang harus dilakukan pengambil kebijakan lokal adalah mengambil langkah-
langkah untuk menjamin keberlangsungan DHA berupa pengumpulan data dan analisis secara
teratur. Mengingat beberapa tantangan yang disebutkan sebelumnya, pemerintah daerah perlu
membangun sebuah sistem informasi kesehatan berbasis komputer yang terintegrasi untuk
menjamin mulusnya pengumpulan data dari berbagai sektor untuk kepentingan DHA. Hal ini
memerlukan penguatan kerjasama antar berbagai instansi pemerintah. Setelah DHA dilakukan
itu secara teratur, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah menggunakan informasi dari DHA
untuk melakukan perbaikan sistem kesehatan secara bermakna dan efektif. Informasi DHA
sedapat mungkin harus dibuat user-friendly agar para pembuat kebijakan mudah
menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, penganggaran dan
evaluasi.

Untuk meningkatkan kapasitas tim DHA, harus ada sebuah tim DHA yang permanen, resmi dan
terlatih, yang merupakan bagian dari jajaran pemerintah di tingkat lokal, misalnya
di Bappeda. Hal ini akan mengurangi resiko pergantian anggota sehingga dibutuhkan rekrut
ulang dan pelatihan lagi. Seiring berjalannya waktu, data DHA akan memungkinkan adanya
analisis tren dan pemantauan dampak intervensi dari setiap reformasi keuangan. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, salah satu strategi untuk melakukan hal ini adalah dengan memasukkan
kegiatan DHA ke dalam sistem kesehatan di setiap tingkat pemerintahan. Dengan cara ini, semua
DHA dan PHA di Indonesia akan terhubung ke NHA dan sistem kesehatan nasional. Ini
mungkin memerlukan evaluasi ulang dan penguatan peran dan fungsi dari PPJK. Perlu pula
adanya regulasi (Permenkes) yang memperkuat penerapan NHA, PHA dan DHA di seluruh
Indonesia. Selain itu, karena NHA, PHA dan DHA membutuhkan pendekatan lintas sektor dan
kerjasama antar instansi pemerintah serta sektor swasta, sebuah Surat Keputusan Bersama antara
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri mungkin dapat menjadi kerangka kerja
yang lebih ampuh untuk menghasilkan dampak yang lebih besar dan meningkatkan
kemungkinan akan keberlanjutan DHA.

Para pembuat kebijakan di tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan pemerintah pusat juga harus
berpikir tentang kebutuhan untuk mengembangkan infrastruktur informasi yang transparan dan
terintegrasi antara nasional, provinsi, kabupaten, dan antara sektor publik dan swasta. Mereka
harus mempertimbangkan tentang ketersediaan, aksesibilitas dan kualitas data yang dimasukkan
ke dalam sistem itu, dan seberapa akurat dan tepat waktu data tersebut tersedia. Mengingat
pentingnya DHA untuk perencanaan pembangunan daerah dan alokasi sumber daya, pemerintah
daerah harus memperhatikan bagaimana mereka bisa mempererat kerjasama lintas sektor dalam
menjaga keberlangsungan DHA. Pembuat kebijakan di semua tingkat pemerintah
harus melibatkan sektor swasta dalam kegiatan DHA dengan cara membuat informasi DHA
lebih menarik dan menunjukkan bahwa DHA juga melayani kepentingan sektor swasta.

Terakhir, kemauan untuk berbagi informasi harus didorong dan dipelihara, tidak hanya antar
instansi pemerintah tetapi juga dengan sektor swasta dan lembaga non pemerintah. Temuan
DHA harus bisa diakses oleh universitas dan pusat penelitian untuk kepentingan penelitian dan
pemantauan independen. Dengan adanya mekanisme pengawasan eksternal ini, DHA
berkontribusi terhadap penguatan tata kelola dan akuntabilitas pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai