Dha
Dha
Semua informasi yang dihasilkan dari DHA ini dapat digunakan untuk advokasi apabila
dibutuhkan dana kesehatan tambahan dan di bidang mana dana tambahan tersebut diperlukan,
serta untuk advokasi mengenai pengalokasian pembiayaan kesehatan yang lebih baik, yang pada
gilirannya akan menyumbang pada penguatan sistem kesehatan di kabupaten sesuai kebutuhan
spesifik kabupaten.
Kunci untuk menjaga keberlangsungan DHA adalah komitmen jangka panjang dari para
pengambil kebijakan di berbagai sektor. Komitmen ini harus diwujudkan secara politis, misalnya
dalam bentuk advokasi untuk penerapan DHA di kabupaten. Lebih penting lagi, komitmen ini
harus secara nyata diwujudkan dalam bentuk alokasi sumber daya keuangan dan sumber daya
manusia untuk DHA, dan dalam bentuk payung hukum untuk DHA. Dengan kata lain, tim DHA
di kabupaten harus dilembagakan oleh regulasi. Sebuah keputusan atau peraturan daerah harus
dibuat untuk mengamanatkan tugas pengumpulan data dan analisis yang dilakukan oleh tim yang
terdiri dari perwakilan lintas sektor, dan memberi mereka wewenang untuk mengakses data dari
berbagai instansi (pemerintah dan swasta) di tingkat kabupaten secara tahunan, dan dengan
menyediakan pendanaan yang memadai dari APBD untuk menunjang kegiatan ini.
Selain itu, keberlanjutan DHA akan lebih dipertegas jika DHA dimasukkan ke dalam
sistem kesehatan. Jika akun kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan kabupaten,
sistem kesehatan provinsi dan sistem kesehatan nasional, maka mau tidak mau akan ada payung
hukum dan pengaturan kelembagaan yang memastikan kegiatan penyusunan akun kesehatan di
semua tingkat pemerintahan. Setiap pemerintah kabupaten dan provinsi akan menugaskan tim
akun kesehatan sebagai bagian dari sistem kesehatan dan kegiatan inti sektor kesehatan.
Sementara di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan dapat membagi tanggung jawab antara Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) dengan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes). Balitbangkes dapat berperan dalam pengumpulan data dan analisis,
sedangkan PPJK mengambil peran sebagai koordinator dan agen advokasi.
Keberlanjutan DHA membutuhkan interaksi antara pembuat kebijakan dan tim teknis
DHA. Interaksi ini memungkinkan tim untuk merespon kebutuhan kebijakan tertentu, misalnya,
melalui analisis sub-sektor yang lebih mendalam tergantung pada kebutuhan. Berkaitan dengan
ini, anggota tim DHA harus terlatih dan dapat diandalkan untuk menunjukkan keterampilan
dalam mengumpulkan data, mendefinisikan batasan pengeluaran, menganalisis data, dan
menafsirkan temuan dengan cara yang mudah dimengerti oleh pembuat kebijakan dan
menyajikan temuan yang relevan untuk perumusan kebijakan. Selain itu, keterampilan tersebut
harus dapat diwariskan jika ada pertukaran anggota tim.
Tantangan lain adalah kapasitas tim. Anggota tim tidak selalu dapat diandalkan untuk melakukan
analisis dan interpretasi data, apalagi mengembangkan rekomendasi yang berdasarkan temuan
DHA. Atau, anggota tim yang sudah dilatih DHA tiba-tiba dipindahkan ke bagian/kantor/daerah
lain dan harus meninggalkan tim. Selain itu ada tantangan manajemen logistik dan manajemen
waktu. Tim ini tidak dilengkapi dengan komputer tersendiri untuk memasukkan (entry) data,
membersihkan (cleaning) data, dan menganalisis data. Selain itu, karena kegiatan DHA
merupakan tugas tambahan, anggota tim cenderung memprioritaskan tugas-tugas dan tanggung
jawab harian mereka terlebih dahulu.
Program Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) melalui
PPJK menyediakan dukungan teknis dan pelatihan ulang setiap kali dibutuhkan. Namun,
masalah logistik, tanggung jawab manajerial, transparansi dan kemauan untuk berbagi data
membutuhkan kemauan politik (political will) dan kebijakan tegas dari pemerintah. Kolaborasi
dan transparansi antara berbagai instansi pemerintah sangat penting. Selain itu, perlu dijalin
kerjasama yang lebih baik dengan sektor swasta.
Pada akhirnya, pemahaman yang lebih baik tentang pengeluaran kesehatan berpotensi membantu
pemerintah daerah untuk pemperkuat sistem kesehatan lokal dan mempercepat upaya mereka
untuk mencapai mencapai standar pelayanan minimal (SPM) pada tahun 2015 dan sasaran
MDGs terkait kesehatan. Seiring waktu, setelah data yang dipilah berdasarkan gender tersedia
secara rutin dan menunjukkan tren yang dapat diamati, pemerintah dapat membuat penyesuaian
untuk penganggaran berbasis gender. Pemerintah daerah bisa meningkatkan status kesehatan
perempuan dan laki-laki dengan cara lebih memahami perspektif mereka yang berbeda akan
kebutuhan kesehatan, seraya secara komprehensif dan adil mengatasi perbedaan yang ada.
Kegiatan DHA telah memperkuat kerjasama antara AIPHSS, pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, khususnya tim teknis DHA lokal, dengan cara melakukan alih keterampilan dan
pengetahuan. Kemitraan ini perlu berkembang menjadi hubungan yang lebih memberdayakan
kabupaten untuk mengambil pimpinan dalam proses ini, sehingga tidak lagi menjadi kegiatan
yang didorong oleh pihak donor.
Rekomendasi
Hal pertama yang harus dilakukan pengambil kebijakan lokal adalah mengambil langkah-
langkah untuk menjamin keberlangsungan DHA berupa pengumpulan data dan analisis secara
teratur. Mengingat beberapa tantangan yang disebutkan sebelumnya, pemerintah daerah perlu
membangun sebuah sistem informasi kesehatan berbasis komputer yang terintegrasi untuk
menjamin mulusnya pengumpulan data dari berbagai sektor untuk kepentingan DHA. Hal ini
memerlukan penguatan kerjasama antar berbagai instansi pemerintah. Setelah DHA dilakukan
itu secara teratur, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah menggunakan informasi dari DHA
untuk melakukan perbaikan sistem kesehatan secara bermakna dan efektif. Informasi DHA
sedapat mungkin harus dibuat user-friendly agar para pembuat kebijakan mudah
menggunakannya dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, penganggaran dan
evaluasi.
Untuk meningkatkan kapasitas tim DHA, harus ada sebuah tim DHA yang permanen, resmi dan
terlatih, yang merupakan bagian dari jajaran pemerintah di tingkat lokal, misalnya
di Bappeda. Hal ini akan mengurangi resiko pergantian anggota sehingga dibutuhkan rekrut
ulang dan pelatihan lagi. Seiring berjalannya waktu, data DHA akan memungkinkan adanya
analisis tren dan pemantauan dampak intervensi dari setiap reformasi keuangan. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, salah satu strategi untuk melakukan hal ini adalah dengan memasukkan
kegiatan DHA ke dalam sistem kesehatan di setiap tingkat pemerintahan. Dengan cara ini, semua
DHA dan PHA di Indonesia akan terhubung ke NHA dan sistem kesehatan nasional. Ini
mungkin memerlukan evaluasi ulang dan penguatan peran dan fungsi dari PPJK. Perlu pula
adanya regulasi (Permenkes) yang memperkuat penerapan NHA, PHA dan DHA di seluruh
Indonesia. Selain itu, karena NHA, PHA dan DHA membutuhkan pendekatan lintas sektor dan
kerjasama antar instansi pemerintah serta sektor swasta, sebuah Surat Keputusan Bersama antara
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri mungkin dapat menjadi kerangka kerja
yang lebih ampuh untuk menghasilkan dampak yang lebih besar dan meningkatkan
kemungkinan akan keberlanjutan DHA.
Para pembuat kebijakan di tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan pemerintah pusat juga harus
berpikir tentang kebutuhan untuk mengembangkan infrastruktur informasi yang transparan dan
terintegrasi antara nasional, provinsi, kabupaten, dan antara sektor publik dan swasta. Mereka
harus mempertimbangkan tentang ketersediaan, aksesibilitas dan kualitas data yang dimasukkan
ke dalam sistem itu, dan seberapa akurat dan tepat waktu data tersebut tersedia. Mengingat
pentingnya DHA untuk perencanaan pembangunan daerah dan alokasi sumber daya, pemerintah
daerah harus memperhatikan bagaimana mereka bisa mempererat kerjasama lintas sektor dalam
menjaga keberlangsungan DHA. Pembuat kebijakan di semua tingkat pemerintah
harus melibatkan sektor swasta dalam kegiatan DHA dengan cara membuat informasi DHA
lebih menarik dan menunjukkan bahwa DHA juga melayani kepentingan sektor swasta.
Terakhir, kemauan untuk berbagi informasi harus didorong dan dipelihara, tidak hanya antar
instansi pemerintah tetapi juga dengan sektor swasta dan lembaga non pemerintah. Temuan
DHA harus bisa diakses oleh universitas dan pusat penelitian untuk kepentingan penelitian dan
pemantauan independen. Dengan adanya mekanisme pengawasan eksternal ini, DHA
berkontribusi terhadap penguatan tata kelola dan akuntabilitas pemerintah.