Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu penyakit
asma. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik Negara maju
maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga
berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi.
Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai penelitian asma
merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis
asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-
jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini
kadang kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan
pengobatan tidak adekuat.
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit
ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia
dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi
laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,
hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan
ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai
penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi
asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik
11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk.
Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat
disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak
yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak

1
terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat
tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota.
Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara
kita Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma
yang terjadi pada anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana
pencegahan dan penatalaksanaan bagi anak yang terserang asma.
B. Tujuan
1). Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua terutama orang
tua dan perawat dapat memahami mengenai serangan asma pada anak anak dan
mengetahui tatacara pelaksanaan penanganan asma yang terjdi pada anak. Selin
itu juga untuk memenuhi tugas yang di berikan dosen pembimbing.
2). Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang Definisi Asma
b. Mengetahui Etiologi dari Asma
c. Mengetahui Manifestasi Klinis dari Asma pada Anak
d. Menjelaskan Patofisiologi Asma pada Anak
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori dari penyakit asma?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit asma?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kondisi yang berulang dimana
rangsangan tertentu mencetuskan saluran
pernafasan menyempit untuk sementara
waktu sehingga empersulit jalan pernafasan.
Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer
2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 :
48).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne : 2001).
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel,
ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas.

B. Etiologi

3
1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi
penyempitan jalan nafas.
2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma
Bronkhial.
Faktor Predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor Presipitasi
1) Alergen
Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang,
bakteri dan polusi.
2. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti :
perhiasan, logam,dan jam tangan.

2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah
angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress.

4
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan Kerja.
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktivitas yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-
faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi.

2. Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang

5
menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari


wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah,
duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu
:

1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan
fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat
alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak
dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila
obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV

6
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi
wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-
tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.

E. Patofisiologi

Spasme otot bronkus Inflamasi dinding bronchus Edema Sumbatan mukus

Tidak efektif Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


bersihan jalan nafas
(bronkhospasme)

Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan Penurunan masukan oral


oksigen

Hiperventilasi Perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan
7
Retensi CO2

Asidosis respiratorik

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
mengancam pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas,
pneumonia, bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema.

G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sputum
a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen
b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
b) Pemeriksaan darah
Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit,
2) Pemeriksaan Scanning Paru

Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak


cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi.

3) Pemeriksaan Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

H. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas.

8
2) Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan
asma.
3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara
pengobatan maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :


a. Pengobatan dengan obat-obatan. Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)

b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :


1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam.
Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose
5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam.
4) sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

9
ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA
I. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara
dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik Dada
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi :
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :

10
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri.
c) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya
hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak
dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test
provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua
destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik
dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.
d. Pola Kesehatan Gordon
1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan
Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi.
2. Pola Aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri, skor:
0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu dibantu orang lain
3 = perlu dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung
3. Pola istirahat dan tidur
Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat
tidur (tenang, gelisah), kebiasaan tidur.
4. Pola nutrisi dan metabolik

11
Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan
(sering/jarang/teratur), antropometri, kesulitan menelan.
5. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan.
6. Pola kognitif-perseptual
Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara
(normal/gagap)
7. Pola konsep diri
Pemahaman akan diri sendiri.
8. Pola koping
Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi.
10. Pola peran-hubungan
Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran
dalam keluarga dan masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk
RS.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit
dengan spiritual.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi
III. Rencana Keperawatan

12
Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit.
Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan
sputum, wheezing berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan umum
baik.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas
(asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat
dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan


ekspansi paru.
Tujuan: Pola nafas kembali efektif selama 1x24 jam.

13
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam
batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi selama 2x24 jam.
Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,
tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus
6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.

14
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien
dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya
nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara
mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

15
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan
meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.

Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan


dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah setelah
mendapat penjelasan dari perawat.
Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi:
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan
harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas
dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

16
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk
kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan
kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah
meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,
misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada
patogen.

DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC:
Jakarta.
Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
EGC: Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

17
Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai