Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perubahan proses pikir : waham
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan
seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua
dan aniaya.
Tanda dan Gejala :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan, Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), Takut, sangat waspada, Tidak tepat menilai
lingkungan/ realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung
b. Penyebab dari Waham
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi), rasa bersalah terhadap diri sendiri
(mengkritik/menyalahkan diri sendiri), gangguan hubungan sosial (menarik diri),
percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan), mencederai diri (akibat dari harga
diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya.
c. Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan, mendekati orang lain dengan ancaman,
memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai, menyentuh orang lain
dengan cara yang menakutkan, mempunyai rencana untuk melukai

III. A. POHON MASALAH


Perubahan proses pikir: Waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan:Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
2) Perubahan proses pikir : waham
3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
 Data yang perlu dikaji:
Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
 Data subjektif:
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, dan
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
 Data objektif :
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
C. Perubahan proses pikir : waham
 Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.
 Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
D. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
 Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
 Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative
tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

V. RENCANA KEPERAWATAN
I. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan
dengan waham....
A. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
B. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
a. Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya
b. Tindakan:
 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan
isi waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi :
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
a. Rasional :
Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat
bagi klien dari pada hanya memikirkannya
b. Tindakan:
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
a. Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan
kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman
b. Tindakan:
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
a. Rasional :
Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih
benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat
menghilangkan waham yang ada
b. Tindakan:
 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
a. Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi
proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat
b. Tindakan:
 Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
a. Rasional :
Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu
proses penyembuhan klien
b. Tindakan:
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang :
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow
up obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
II. Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri
rendah
A. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat
harga dirinya.
B. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Tindakan :
a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
 Tindakan :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
 Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
 Tindakan :
a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
 Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta
hubungannya dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungannya
dengan yang lain (Maramis, 1980). Sedangkan gangguan orientasi realita adalah
ketidakmampuan klien menilai dan merespon terhadap realita. Gangguan ini
disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu berupa fungsi kognitif dan proses pikir,
emosi, motorik, dan persepsi (Stuart dan Sundeen, 1995). Halusinasi merupakan salah
satu bentuk dari perubahan dan gangguan persepsi.
Persepsi adalah diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti sehingga merupakan tanggapan terhadap rangsangan yang dateng dari luar
hingga rangsang penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, dan rabaan.
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi, somatic
dengan impulsif dan stimulus eksternal persepsi mengacu pada respon reseptor sensori
terhadap stimulus eksternal sehingga gangguan persepsi dapat terjadi pada proses
sensasi dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Gangguan ini bersifat ringan, berat, atau sementara/lama (Harsir, Nudis 1987).
Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu obyek gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan
pengecapan) (Cook & Fontane, 1987).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsang dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat individu itu penuh dan baik. Dengan kata lain klien berspon terhadap rangsang
yang tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat ditentukan oleh orang
lain (Wilson, 1983).
Jadi halusinasi adalah keadaan dimana panca indra tidak dapat membedakan
rangsangan interna dan eksterna yang menimbulkan respon yang idak sesuai dengan
jumlah, pola interpretasi yang datang.

II. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor predisposisi
Pada pasien dengan halusinasi (Stuart & Lumala, 1998) adalah faktor
perkembangan yaitu jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal yang terganggu maka individu mengalami stres dan kecemasan.
Kedua, yaitu faktor sosio kultural yaitu berbagai berbagai faktor di masyarakat
seperti kemiskinan, ketidakharmonisan, sosial budaya, hidup terisolasi . Ketiga,
faktor biokomia yaitu terhadap respon stres menyyebabkan pelepasan zat-zat
halusinogen (bupatin dan simotil transerase) yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam proses informasi dan penurunan kemampuan menanggapi
rangsangan. Keempat, yaitu harmonis pola asuh yang tidak akurat, konflik
perkawinan, koping dalam menghadapi stres. Faktor genetic yang meliputi
kesehatan identik monozigot sebagai 95% dan salah satu orang tua sebanyak 15%.
Diketahui faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi menurut Stuart and Sundeen (1998) adalah
stressor sosial dimana stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dari orang sangat penting atau
diasingkan oleh kelompok masyarakat. Faktor kimia dapat disebabkan karena
partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana terisolasi (sepi)
sehingga dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat-zat halusinogenik.
Masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi antara
lain adalah harga diri rendah dan isolasi sosial. Akibat kurangnya keterampilan
berhubungan sosial. Klien menjadi menarik diri dan lingkunga. Dampak
selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus eksternal
menjadi lebih dominan dibandingkan dengan stimulus eksternal.
c. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalh langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart and Sundeen, 1998). Mekanisme
koping merupakan upaya langsung dalam mengatasi stres yang berorientasi pada
tugas yang meliputi upaya pencegahan langsung, mengurangi ancaman yang ada.
Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh klien dengan halusinasi adalah
regresi yaitu berhubungan dengan masalah proses informasi dan dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, klien jadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi yaitu
sebagai upaya untuk menyelesaikan kehancuran persepsi dan mencoba
menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau suatu benda. Denail yaitu menghidari kenyataan yang tidak
diinginkan dengan mengabaikan atau mengakui adanya kenyataan ini.
d. Rentang respon

Rentang respon neurobiological

Adaptif respon Mal adaptif


- Pemikiran logis - Ilusi - Kelainan pikiran
- Persepsi akurat - Reaksi emosional - Halusinasi
berkurang atau lebih
- Emosi konsisten - Perilakunya ganjil - Ketidak mampuan emosi
dengan pengalaman
- Perilakunya sesuai - Menarik diri - Ketidak teraturan
- Hubungan sosial - Isolasi sosial
e. Fase-fase (halusinasi)
Menurut Stuart and Laraia (1998) halusinasi dibagi menjadi empat fase yang
terdiri dari :
 Fase pertama
Individu mengalami stres, cemas, perasaan terpisah kecuali kesepian klien
mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stres. Hal ini menolong sementara integrasi
pemikirannnya meningkat tapi masih bisa mengontrol kesadaran dan mengenal
pikirannya.
 Fase kedua
Ketakutan meningkat dipengaruhi oleh pengalaman berada pada tingkat
pendengaran halusinasi pikiran internal menjadi menonjol. Halusinasi berupa
sensori dapat berupa bisikan yang tidak jelas dan suara aneh tapi klien takut
bila orang lain mendengar atau memperhatikannya perasaan klien tidak efektif
untuk mengontrol dirinya dan halusiasi dengan memproyeksikan pengalaman
sehingga seolah-olah halusinasi datangnya dari tempat lain.
 Faktor ketiga
Halusinasi makin menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya kadang halusinasinya tersebut
memberi kemungkinan dan rasa aman sementara.
 Faktor keempat
Klien merasa tidak berdaya dan terpaku untuk melepaskamn dirinya dan
kontrol yang sebelumnya menyenangkan menjadi memerintah, memarahi,
mengancam dirinya, klien tidak berhubungan dengan orang lain karena terlalu
sibuk dengan halusiansinya. Mungkin klien berada dalam dunia yang
menakutkan. Bila tidak dilakukan intervensi secepatnya proses tersebut bisa
menjadi kronik.
f. Klasifikasi jenis dan sifat masalah
Adapun jenis dan halusinasi menurit Wilson & Kneils (1998) sebagai berikut :
a. Halusinasi dengar (Auditorik atau akustik) yaitu suara atau ucapan yang
didengar oleh klien tapi tidak ada objek realita, secara merupakan proyeksi
ketidakmampuan klien menerima persepsi dari dirinya yang kemudian
dihubungkan dengan ketakutan luar kadang suara tersebut memaki-maki,
menghina orang lain, menertawakan dan mengancam.
b. Halusinasi lihat (Visual) yaitu bayangan visual atau sensasi yang dialami
olek klien tanpa adanya stimulus klien mungkin melihat bayangan dari
figure objek atau kejadian yang orang lain tidak melihat objek tersebut.
c. Halusinasi hirup atau bau (Olfaktori) yaitu klien mengalami atau
mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, kemenyan atau bau-
bauan yang lain, yang sebenarnya tidak ada sumbernya
d. Halusinasi kecap (Eustatorik) yaitu biasanya halusinasi rasa terjadi
bersama dengan halusinasi bau, klien merasa mengecap sesuatu bau atau
rasa didalam mulutnya
e. Halusinasi raba (Taktil) yaitu klien merasa ada seseorang yang memegang,
meraba, memukul klien, halusinasi septic yaitu bila klien merasakan
rabaan yang merupakan rangsangan seksual.
Dan dari semua tipe halusinasi tersebut dapat terjadi sendiri
atau secara kombinasi halusinasi dapat menimbulkan perubahan yang
jelas pada perubahan lingkungan yang nyata, sehingga klien dapat sulit
diajak bicara, komunikasi mengenai diri dan lingkungannya serta
mengukur efek yang terdapat pada klien tersebut.

III. A. POHON MASALAH

Resiko Prilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial

B. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

DS:

 Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan di telinga


 Klien mengatakan sering melihat sesuatu
DO:

 Klien tampak ketakutan


 Klien kadang tertawa sendiri
 Klien tampak bicara sendiri
 Klien tampak marah tanpa sebab
 Klien sering menyendiri
 Klien tampak mondar-mandir

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


- Halusinasi

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

- Terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC

Kelliat Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan dan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan
ketergantungan dengan orang lain (Stuard and Sundeen, 1998).
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu kerusakan interpersonal yang terjadi
akibat kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif
yang mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Faktor predisposisi
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisiterjadi perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada diri orang
lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan
merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih
menyukai berdiam diri sendiri dan menyendiri.
b. Faktor presipitasi
Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasanyang
ekstrim dan memanjang disertai keterbatasannya kemampuan individu
untuk mengatasi masalah diyakini menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan (menarik diri). Stressor social budaya.
c. Rentang Respon Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari,
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan
lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan
sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu.

Respon adaptif Respon maladaptif

- Solitude - Merasa sendiri - Manipulasi


- Bekerjasama
- Saling tergantung - Menarik diri - Impulsif
- Kebebasan
- Mutuality - Tergantung - Narkisisme

Rentan respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan
maladaptif.

1. Respon Adaptif
Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan kebudayaan meliputi:
a. Solitude (Merenung)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah dilakukannya di lingkungan sosialnya, dan merupakansuatu
cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Autonomi (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran
dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling
memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan
hubungan interpersonal.
2. Respon Antara Adaptif dan Maladaptif
a. Aloness (Merasa sendiri)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan
dari lingkunagan.
b. Withdrawl (Menarik diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam
membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, diman individu
sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan
lingkungannya.
c. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada yang lain dan mulai tidak
memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respon maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk
mencari ketenangan waktu sementara.
b. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan berpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu
cenderung nerorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain.
c. Narkisisme
Rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan
d. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respon sosial maladaptive menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme koping
yang disajikan disisni berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-
masalah berhubungan.
1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial
a) Proyeksi
b) Pemisahan
c) Merendahkan orang lain
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian borderline
a) Pemisahan
b) Reaksi formasi
c) Proyeksi
d) Isolasi
e) Idealisasi orang lain
f) Merendahkan orang lain
g) Identifikasi proyeksi

III. A. POHON MASALAH

Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi (Akibat)

Isolasi Sosial (Core Problem)

Harga Diri Rendah (Penyebab)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu Dikaji

Masalah keperawatan: Isolasi Sosial

 Data Subyektif:
1. Mengatakan malas berinteraksi
2. Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
 Data Obyektif:
1. Mematung
2. Mondar mandir tanpa arah
3. Menyendiri
4. Mengurung diri
5. Tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain
6. Tidak berinisiatif berhubungan sosial

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Isolasi Sosial

V. REFERENSI
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PRILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Perilaku kekerasan adalah suatu emosi yang merupakan campuran


perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosional
yang dapat di proyeksikan kelingkungan, kedalam diri atau secara distruktif
( yoseph lyrs, 2007).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri
maupun orang lain (Towsend, 1998).

Marah merupakan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap


kecemasan/kebutuhan yang tidak dipenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart dan Sundeen, 1995).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Faktor predisposisi
 Kerusakan pada system limbic, khususnya yang sebagai
penengah antara amuk dan rasa takut. Lobus frontal sebagai
penengah antara emosi dan pemikiran rasional, menyebabkan
tidak mampu membuat keputusan, perubahan, kepribadian,
prilaku, tidak sesuai dan ledakan agresif. Hypotalamus
merupakan system alami otak. Neurotransmitter merupakan
kimiawi otak yang dapat menghambat dan memicu perilaku
kekerasan, seperti : stratonin, dopamine, neuropirupin,
arsikolon, dan gama aminobiotyric acid ( Gaba ) dan gangguan
otak organik, seperti :gangguan bipolar, syndrome otak organic
dan trauma otak.
 Faktor psikologis
kegagalan berulang prestasi korban perilaku kekerasan
terpapar. Perilaku kekerasan gangguan proses pilar san persepsi
masa kanak-kanak tidak menyenangkan.
 Faktor sosial budaya
Tertutup pendendam, kontrol sosial tidak pasti. Lingkungan
dan budaya mempengaruhi cara dan sikap individu
mengungkapkan rasa marahnya. Biasanya yang mendukung
ungkapan marah dengan kekerasan disertai adanya riwayat
sebagai korban kekerasan, maka kekerasan dianggap sebagai
suatu cara yang diterima.

 Faktor perilaku
Reinforcement perilaku kekerasan terpapar perilaku kekerasan.
B. Faktor presipitasi
1. Klien
- Kelemahan fisik
- Keputus asaan
- Ketidak berdayaan
- Percaya diri kurang
2. Interkasi
- Kritikan, penghinaan
- Kekerasan orang lain
- Kehilangan orang yang dicintai
- Provokatif dan konflik
3. Lingkungan
- Padat
- Ribut
C. Mekanisme koping
 Refresi yaitu penekanan di alam bawah sadar dan berusaha
melupakan masalah
 Supresi yaitu penekanan alam sadar sesaat yang lama kelamaan
akan menyelesaikan masalahnya sendiri
 Denial (penyangkalan) yaitu memblokir hal0hal yang
menyakitkan atau menimbulkan kecemasan.
 Disosiasi yaitu respon yang tidak sesuai dengan stimulus
Sumber koping :
- Status sosial ekonomi
- Keluarga
- Jaringan interpersonal
D. Rentang Respon
Respon adaftif respon maladaptive

Asirtif Frustasi Pasif Agresif Amuk / violent


violent

1) Asirtif yaitu kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakitkan


orang lain.
2) Frustasi yaitu kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis
atau terlambat.
3) Pasif yaitu respon lanjutan dimana klien mampu mengumgkapkan
perasaannya.
4) Agresif yaitu perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
5) Amuk / violent yaitu prilaku destruktif yang tak terkontrol
Tanda tanda marah
 Emosi : tidak adekuat, tidak nyaman, rasa terganggu marah
(dendam), jengkel
 Fisik : muka marah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat ,
peningkatan tekanan darah, penyalah gunaan zat
 Soaial : menarik diri, pendekatan, pengasingan, kekerasan
ejekan , humor.
 Spiritual : kemahakerasan, kekurangan, tidak bermoral,
kebejatan, kereatifitas terhambat.
 Intelektual : mendominasi, bawah, sarkusme, berdebat,
meremehkan.
III. POHON MASALAH

Resiko peilaku kekerasan

Ganguan sensoro persepsi : halusinasi

Isolasi sosial

HDR

Koping
keluarga tidak
efektif Berduka disfungsional
masalah keperawatan

resiko PK

DS : - klien mengatakan ingin membunuh orang

- Klien mengatakan ingin memukul orang


- Klien mengatkan kata-kata kasar

DO: - klien terlihat meninju tembok


- Klien terlihat membanting gelas dan piring
- Tangan mengepal
- Pandangan tajam

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Resiko perilaku kekerasan

V. RENCANA KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA

Copernito Lyndha Juall (2000), buku saku diagnosa keperawatan, jakarta: EGC

Kualtrat Budi Anna (2006) Proses Keperawatan dan Kesehatan Jiwa. Jakarta EGC

Prodona Dr, (1998), Pedoman Teknik Penerapan Proses keperawatan Jiwa di RS Jiwa .
jakarta, EGC

Yosep iyus (2007), Keperawatan Jiwa Bandung :Refika Aditama.


LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KONSEP DIRI (HARGA DIRI RENDAH)

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan
kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Karakteristik
a. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus
b. Mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah
c. Kontak mata kurang atau tidak ada
d. Selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu
e. Bergantung pada orang lain
f. Tidak asertif
g. Pasif dan hipoaktif
h. Bimbang dan ragu-ragu
i. Menolak umpan balikpositif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai
dirinya
2. Faktor yang berhubungan
a. Sikap keluarga yang tidak mendukung
b. Penolakan
c. Kegagalan
3. Untuk menegakkan diagnosa perlu didapatkan data umum
a. Kontak mata kurang/tidak ada
b. Mengungkapkan secara verbal rasa minder/malu/bersalah
c. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri
d. Sering mengatakan ketidak mampuan melakukan sesuatu
III. INTERVENSI GENERALIS
1. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi
a. Klien mengenali kemampuan positif yang dimiliki
b. Klien dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki
c. Klien mengikuti program pengonbatan secara optimal
2) Tindakan keperawatan
a. Membantu klien mengenali kemampuan positif.
Dapat melakukan dengan berdiskusi dengan klien tentang kemampuan dan
aspek positif serta kemampuan yang masih bisa digunakan.
b. Melatih klien meningkatkan kemampuan yang dimiliki
c. TAK: stimulasi persepsi HDR, stimulasi sensoris.

2. Tindakan keperawatan keluarga


1) Tujuan untuk keluarga
Keluarga dapat merawat pasien dirumah dan menjadi sistem pendukung yang
efektif untuk klien.
2) Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
b. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga meliputi: pengertian harga diri
rendah, tanda dan gejala harga diri rendah, dan proses terjadinya harga diri
rendah
c. Berikan kesempatan pada keluarga untuk memperagakan cara merawat klien
dengan harga diri rendah
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita kita mengenal
tiga macam prilaku bunuh diri, yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “ segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertaidengan ancaman dan percobaan bunuh diri.
Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus
asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini
pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimamfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai untuk melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
III. INTERVENSI GENERALIS
Tindakan keperawatan untuk pasien percobaaan bunuh diri
1. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
2. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka
saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang
aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keingina bunuh diri
IV. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga dengtan Pasien Percobaan Bunuh diri
a. Tujuan : keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
b. Tindakan :
a) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendiri
b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya sekitar pasien.
c) Mendiskusikan dengan keluarga untuk sering melamun sendiri
d) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
LAPORAN PENDAHULUAN
KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Kerusakan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau ketiadaan
kemampuan untuk menerima, memproses pesan (stimulus) yang diterima dan tidak
mampu memberi respon yang sesuai karena kerusakan sistem di otak.
Pasien memperlihatkan cara berkomunikasi yang tidak sesuai dengan stimulus dari luar,
jawaban tidak sesuai dengan realitas. Kerusakan komunikasi verbal pada umumnya
terdapat pada pasien denganb gangguan jiwa yang mengalami gangguan proses pikir
(waham dan halusinasi).

II. KARAKTERISTIK.
a. Bicara pasien tidak ada hubungan ide yang satu dengan ide yang lainnya
(inkoheren)
b. Menggunakan kata-kata yang berarti simbolik untuk individu tersebut
(neologisme)
c. Menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti dan tidak ada hubungan
(bahasa gado-gado)
d. Menggunakan kata-kata bersajak dengan bentuk tidak umum (assosiasi gema)
e. Mengulang kata-kata yang didengar (ekolalia)
f. Menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan orang lain
g. Ketidak mampuan berrpikir abstrak (mengungkapkan refleksi pikiran konkret)
h. Berbicara berbelit-belit tanpa tujuan
i. Tidak ada kontak mata dengan lawan bicara (tidak mu menatap langsung lawan
bicara)
j. Saat berbicara, secara tiba-tiba berhenti dan meneruskan kembali berbicara tapi
tidak ada hubungannya dengan pembicaraan awal (blocking).
k. Tidak mau berbicara sama sekali (mutism).

III. INTERVENSI GENERALIS.


A. Tindakan keperawatan untuk pasien.
1. Tujuan
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b. Pasien memahami ketidak mampuannya berkomunikasi secara efektif
c. Pasien mampu menerima dan menginterpretasikan pesan orang lain secara
efektif
d. Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat melalui
komunikasi verbal
e. Pasien mampu mengeksperikan pikiran dan perasaan melalui komunikasi
non verbal.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
 Selalu mengucapkan salam pada pasien
 Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan saudara, serta sampaikan
bahwa saudara akan merawat pasien.
 Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya
 Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan
dilakuakan
 Jelaskan pula kapan aktivitas itu akan dilaksanakan dan berapa lam
aktivitas tersebut dilakukan
 Bersikap empati dengan pasien.

B. Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga


1. Tujuan
a) Keluarga mampu mengenal masalah kerusakan komunikasi yang dialami
pasien
b) Keluarga mengetahui proses terjadinya kerusakan komunikasi verbal
c) Keluarga mampu merawat pasien dirumah
d) Keluarga mampu memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
2. Tindakan
a) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dirasakan keluarga
b) Diskusikan dengan keluarga tentang proses terjadinya kerusakan
komunikasi yang dialami pasien
c) Diskusikan bersama keluarga tentang”
 Cara berkomunikasi dengan pasien dengan kerusakan komunikasi
dirumah
 Teknik komunikasi yang bisa diterapkan oleh keluarga
3. Latih keluarga menerapkan teknik komunikasi
a) Menyatakan ulang untuk situasi blocking
b) Memfokuskan untuk ide berloncatan
c) Mengklarifikasi untuk tangensial
d) Memvalidasi untuk komunikasi yang tidak jelas
STRATEGI PELAKSANAN
TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan/ SP : I/I
Hari / Tanggal : 24 Desember 2012
Nama Klien :
Ruang :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan mendengar suara-suara. Klien mengatakan mendengar suara yang
tidak jelas, klien mengatakan suara itu datang setiap saat, klien mengatakan suara itu
muncul sekitar 5-10 menit, klien mengatakan bila suara itu muncul saya gelisah tidak
bisa tidur, saya biasanya saya lakukan adalah berdo’a, klien terlihat tersenyum
sendiri, klien tampak senang berbicara sendiri klien tampak mondar-mandir.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasi
c. Klien dapat mengendalikan halusinasi
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mendiskusikan jenis halusinasi klien
c. Mendiskusikan isi halusinasi
d. Mendiskusikan waktu halusinasi
e. Mendiskusikan frekuensi halusinasi
f. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi
g. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
h. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
i. Mengajarkan klien memesukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan Tindakan.
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya Pak Imam, sering dipanggil pak
mantri. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu N saya adalah
mahasiswa S1 Keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya praktek disini
selama 1 minggu dari tanggal 24 Desember sampai dengan 28 Desember
2012. Saya praktek pada pagi hari dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00 WIB”.
“Hobby ibu apa?”
b. Evaluasi Validasi
“Bagaimana perasaan ibu N pagi ini?” Bagaimana tidurnya semalam?”
c. Kontrak
Topik :“Ibu N pagi ini kita bertemu untuk berkenalan dan berbincang
bincang mengenai permasalahan yang ibu N hadapi.”
Waktu : “Berapa lama kita berbincang-bincang?” 10 atau 15 menit?”
Bagaimana kalau 10 menit, dari jam 10.00-10.10 WIB.”
Tempat : “Tn mau berbincang-bincang dimna?” bagaimana kalau diruang
makan?”
Tujuan : “ Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal lebih dekat
satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang Ibu N hadapi.”
2. Fase Kerja
“Tn sudah berapa lama Ibu N disini?”
“Coba Ibu N ceritakan, apa yang menyebabkan Ibu N dibawa kesini?”
“Sekarang ini permasalahan apa yang Ibu N hadapi?”
“Apa Ibu N mendengar suara-suara atau sesuatu yang mengganggu Ibu N?”
“Bapak percaya dengan apa yang Ibu N dengar, tetapi bapak tidak mendengarkan,
berati suara-suara yang Ibu N dengar itu adalah halusinasi.”
“Tn suara apa yang Ibu N dengar?”
“Apa yang dikatakan oleh suara-suara tersebut?”
“Oh begitu ya Ibu.....”
“Biasanya jam berapa suara-suara itu muncul? Kira-kira berapa lama suara-suara
itu muncul?”
“Tn dalam satu hari, berapa kali suara-suara itu muncul?”
“Mmmmmmm........”
“Pada saat ngapain suara-suara itu muncul?”
“Apa yang Ibu N rasakan?”
“Apakah Ibu N merasa tenang atau merasa tidak nyaman?”
“Terus apa yang Ibu N lakukan saat suara-suara itu muncul? Apa Ibu N marah-
marah, memukul-mukul sesuatu atau Ibu N diam saja?”
“Oh...... jadi begitu ya Ibu N.........!”
“Sekarang bapak akanmengajarkan Ibu N cara mengusir suara-suara tersebut
dengan menghardik bila suara-suara itu muncul.
Caranya: Tn tutup telinga dengan menggunakan kedua tangan, kemudian
katakanlah : pergi-pergi, saya tidak maumendengarkanmu, suaramu
palsu.”
“Apakah Ibu N sudah mengerti?”
“Nah coba sekarang Tn lakukan cara menghardik halusinasi seperti yang saya
ajarkan tadi.”
“Benar sekali Ibu N, Ibu N sudah bisa memperagakan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik.”
“Sekarang mari kita masukkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
kedalam jadwal kegiatan harian Ibu N.”
“Apakah Tn tau cara mengisi jadwal kegiatan?” caranya yaitu: Apabila Ibu N bisa
mempraktekkannya sendiri Ibu N tuliskan dalam jadwal M, bila Ibu N
melakukannya dengan bantuan orang lain Ibu N tulis B dan bila Ibu N tergantung
sepenuhnya pada orang lain Ibu tulis T.”
“Ibu N sudah mengerti?”
“Bagus........”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
 Evaluasi Subjektif
“Bagaimana persaan Ibu N setelah berkenalan dengan pak mantri dan
berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik?”
 Evaluasi Objektif
“Coba Ibu N sebutkan lagi siapa nama Pak mantri”
“Tadikan kita sudah mempelajari cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, sekarang coba Ibu N peragakan kepada bapak caranya seperti
yang bapak ajarkan.”
“Bagus Ibu N sudah dapat memperagakannya.”
b. Rencana tindak lanjut
“Ibu N, bapak harap bila Ibu N mendengar suara-suara ibu dapat mengusirnya
dengan menghardik dan jangan lupa memeasukkannya kedalam jawal kegiatan
harian Ibu N.”
c. Kontrak yang akan datang.
Topik : “Ibu N besok kita akan bertemu lagi dan berbincang-bincang
tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.”
Waktu : “Besok kita bertemu jam berapa? Jam 10.00 WIB, berapa lama Ibu
N mau berbincang-bincang?” 10 atau 15 menit?”
Tempat : “Ibu N mau berbincang-bincang dimana?” di ruang makan atau di
taman?”
Baiklah Ibu N pak mantri pamit dulu samapai bertemu lagi besok pagi.
Selamat pagi..............
STRATEGI PELAKSANAN
TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Ruang :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan malas bila harus bergaul dengan orang lain, klien
mengatakan lebih senang menyendiri, klien mengatakan tidak pernah mengikuti
kegiatan apapun di lingkungan, klien tampak senang menyendiri, klien tampak duduk
disudut ruangan, klien tampak tidak mau memulai suatu pembicaraan.
2. Diagnosa Keperawatan : Iolasi Sosial
3. Tujuan khusus
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
5. Klien dapat menghubungkan perasaannnya setelah berhubungan dengan orang
lain
4. Tindakan keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
3. Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
5. Mengajarkan pasein cara berkenalan dengan 1 orang
6. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian
B. Proses Pelaksanaan Tindakan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi Ibu, apakah Ibu masih ingat dengan saya, betul nama saya pak
imam saya bertugas di ruangan ini nselama 2 minggu, mulai hari senin sampai
jum’at dari jam 08.00 – 14.00 WIB.
b. Evaluasi Validasi
“ Bagaimana perasaan Ibu N pagi ini?”
c. Kontrak
1) Topik : “ Ibu N pagi ini kita akan berbincang-bincang masalah yang
Ibu N hadapi?
2) Waktu : “Ibu N berapa lama Ibu N mau berbincang-bincang dengan
bapak? Bagaimana kalau 10 menit? Dari jam 09.40 – 09.50 WIB
3) Tempat : “ Ibu N mau berbincang-bincang dimana? Disisni atau dimeja
makan? “ bagaimana kalau disisni saja.
4) Tujuan : Ibu N, tujuan kita berbincang-bincang untuk saling mengenal
dan mengetahui kenapa ibu menarik diri.
2. Kerja
Bapak lihat Ibu N duduk dan menyendiri apa yang membuat ibu meneynsiei?”
selama disini sudah berapa teman yang ibu N kenal?’ apakah ibu mengetahui
keuntungan kita berinteraksi?” ya bagus ibu dapat menyebutkan keuntungan
berinteraksi.
Selanjutnya apakah ibu N tau kerugian kita bila tidak berinteraksi?” betul Ibu
N, Ibu dapat meneyebutkan kerugian dan keuntungan berinteraksi. Sekarang mari
kita belajar berkenalan uya Ibu N?’
Nama :
Hobby :
Alamat :
“Bagus Ibu”
3. Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi Subjektif
“ Bagaimana perasaan Ibu N setelah kita berbincang-bincang dan belajar
berkenalan.”
b. Evaluasi Objektif
“ Ibu N masih ingat nama Bapak?” sekarang coba Ibu N lakukan kembali
cara berkenalan yang bapak ajarkan tadi!” bagus, Ibu N masih ingat”
2. Rencana tindak lanjut
“ Ibu N, bapak harap setelah ini Ibu N dapat latihan berkenalan. “ bapak harap
Ibu K mencatatnya dalam jadwal kegiatan harian.
3. Kontrak yang akan datang
1. Topik : “ Ibu N besok kita akan berbincang-bincang lagi dan berlatih
berkenalan dengan 1 orang
2. Waktu : “ Ibu N mau berbincang-bincang jam berapa? Jam 09.00 atau
jam 10.00 WIB? Dan berapa lama? 10 atau 15 menit?
3. Tempat : “ Ibu N mau berbincang-bincang dimana? Diruang makan?

Baiklah Ibu N kalau begitu silakan beristirahat sampai ketemu besok


ya Ibu N

Anda mungkin juga menyukai