Anda di halaman 1dari 18

2.

1 Bahan-bahan logam
Baja adalah paduan antara besi dengan karbon (Fe-C) yang mengandung
karbon maksimal 2,1 % dengan sedikit unsur silikon (Si), Mangan (Mn), Phospor (P),
dan Cuprum (Cu). Sifatnya tergantung pada kadar karbon karena itu baja ini
dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya.
Kandungan baja secara khusus memberikan pengaruh secara extrim terhadap
sifat-sifat mekaniknya dan mikrostrukturnya, sehingga secara konvensional dapat
diklasifikasikan menurut persentase kadar karbon yang terkandung yaitu :
1. Baja karbon rendah
Baja karbon rendah adalah baja karbon yang mengandung (0,02 – 0,3) %C
2. Baja karbon sedang
Baja karbon ini memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja
karbon rendah, dimana baja karbon sedang ini mengandung (0,3 – 0,6)
%C, memiliki ciri-ciri khas seperti berikut :
a. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah.
b. Tidak mudah dibentuk dengan mesin .
c. Lebih sulit dilakukan untuk pengelasan.
d. Dapat dikeraskan (Quencing) dengan baik.
3. Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon antara (0,6 – 1,7) %C,
memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
a. Kuat sekali.
b. Sangat keras dan getas.
c. Sulit dibentuk mesin.
d. Mengandung unsur sulfur dan phospor mengakibatkan berkurangnya
sifat liat.
e. Dapat dilakukan proses Heat Treatment dengan baik.

Kandungan – kandungan karbon tersebut memberikan pengaruh yang lebih


dominan terhadap sifat mekanis sehingga mempunyai beberapa klasifikasi sesuai
dengan kandungan karbonnya misalnya :
1. Baja lunak ekstra ekstrim dengan kandungan karbonnya kurang dari
0,1 % C
2. Baja lunak ekstrim dengan kandungan karbonnya antara ( 0,1 - 0,18 ) % C
3. Baja sedang dengan kandungan karbon antara ( 0,18 - 0,3 ) % C
4. Baja setengah sedang dengan kandungan karbon antara ( 0,3 - 0,4 ) % C
5. Baja setengah keras dengan kandungan karbon antara ( 0,4 - 0,5 ) % C
6. Baja keras dengan kandungan karbon antara ( 0,5 - 0,6 ) % C
7. Baja sangat ekstrim dengan kandungan karbon lebih dari 0,6 % C

Jenis – jenis baja carbon seperti yang kita sebutkan di atas tadi mengandung
kadar karbon antara 0,22 % sampai dengan 2,0 % kandungan karbonnya, dan yang
mengandung unsur – unsur seperti : Nikel (Ni), Crom (Cr), Silikon (Si), Mangan
(Mn), Phospor (P), Cuprum (Cu) yang unsur tersebut di atas sebagai panca unsur dari
besi dan baja biasanya yang dianggap untuk analisa.(Amanto H., Daryanto, 1999)

2.2 Sifat-sifat Bahan

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut
harus dapat dikenali dengan baik sifat – sifatnya yang mungkin akan dipilih untuk
dipergunakan. Sifat – sifat bahan tersebut tentunya sangat banyak macamnya,
diantaranya adalah sifat mekanik.
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban –
beban yang dikenakan padanya. Beban – beban tersebut dapat berupa beban tarik,
tekan, bengkok, geser, punter, atau beban kombinasi.
Sifat – sifat mekanik bahan yang terpenting antara lain :
- Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini
ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara
lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,
kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

- Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan


untuk tahan terhadap goresan, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini
berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan
ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
- Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang
permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami
tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja
besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang
terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan
dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah
melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupan tegangan
telah dihilangkan.
Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastic
dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi,
dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali
ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan
deformasi.
- Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting
dari pada kekuatan.
- Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastis (yang permanen) tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan
diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling,
extruding, dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai
keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi
plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai
keuletan/kekeyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet/kenyal
(ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi
plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau
dikatakan getas/rapuh (brittle).
- Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk
menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga
dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
- Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah
bila menerima tegangan berulang – ulang (cyclic stress) yang besarnya
mesih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari
kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan.
Karenanya kelelahan merupakan sifat sangat penting tetapi sifat ini juga
sulit diukur karena sangat banyak factor yang mempengaruhiya.
Berbagai sifat mekanik diatas juga dapat dibedakan menurut cara
pembebanannya, yaitu sifat mekanik statik, sifat terhadap beban statik, yang besarnya
tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap
beban yang berubah – ubah atau mengejut. Ini perlu dibedakan terhadap cara
pembebanan yang berbeda.(Love G., 1982)

2.3 Diagram kesetimbangan besi karbon

Diagram kesetimbangan besi karbon adalah diagram yang menampilkan


hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (%C) selama pemanasan. Dari
diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi – informasi penting yaitu antara lain :

1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
pendinginan berbeda pula.
2. Temperatur pembekuan dan daerah – daerah pembekuan paduan Fe – C bila
dilakukan pendinginan.
3. Temperatur cair dari masing – masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.

Besi merupakan salah satu logam yang memiliki sifat allotropi. Sifat allotropi
yang dimiliki besi sendiri ada 3, yaitu :

- Delta iron (δ) mampu melarutkan karbon max 0,1% pada 1500° C
- Gamma iron (γ) mampu melarutkan karbon max 2 % pada 1130° C
- Alpha iron (α) mampu melarutkan karbon max 0,025% pada 723° C

Gambar 2.1. Diagram fasa besi karbon

(Wikipedia, 2012)
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur
dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat
dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-
operasi perlakuan panas. Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih
temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses
anilizing, normalizing maupun proses pengerasan.
Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 1,7%.paduan
besi diatas 1,7% disebut cast iron. Perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh
struktur mikro dan sifat yang di inginkan. Struktur mikro dan sifat yang diinginkan
dapat diperoleh melalui proses pemanasan dan proses pendinginan pada temperatur
tertentu.
Macam –macam struktur yang ada pada baja:
1. Ferit
Ferit adalah larutan padat karbon dan unsur paduan lainya pada besi kubus
pusat badan (Fe). Ferit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit
baja hypotektoid pada saat mencapai A3. ferit bersifat sangat lunak ,ulet dan memiliki
kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai
karbida besi dengan prosentase karbon 6,67%C. Yang bersifat keras sekitar 5 – 68
HRC

3. Perlit
Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30HRC.
Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang
lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

4. Bainit
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada
temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi
dari transformasi ke martensit.
5. Martensit
Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi
alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi. Karbon adalah unsur penyetabil
austenit. Kelarutan maksimum dari karbon pada austenit adalah sekitar 1,7% (E) pada
1140 0C, Sedangkan kelarutan karbon pada ferit naik dari 0% pada 910 0C menjadi
0,025% pada 723 0C. Pada pendinginan lanjut, kelarutan karbon pada ferrit menurun
menjadi 0,08% pada temperatur kamar. Kegunaan dari baja tergantung dari sifat-
sifatnya yang sangat bervariasi yang diperoleh melalui pemaduan dan penerapan
proses perlakuan panas. Sifat mekanik dari baja sangat tergantung pada struktur
mikronya, sedangkan struktur mikro sangat mudah diubah melalui proses perlakuan
panas.
Beberapa jenis baja memiliki sifat-sifat yang tertentu sebagai akibat
penambahan unsur paduan. Salah satu unsur paduan yang sangat penting yang dapat
mengontrol sifat baja adalah karbon (C). Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi
yang terjadi pada rentang temperatur tertentu erat kaitanya dengan kandungan karbon.
Berdasarkan pemaduan antara besi dan karbon, karbon di dalam besi dapat berbentuk
larutan atau berkombinasi dengan besi membentuk karbida besi (Fe3C).
Jika kadar karbon meningkat maka transformasi austenit menjadi ferit akan
menurun dan akan mencapai minimum pada titik prosentase karbon 0,8% pada
temperatur 723 0C. Titik ini biasa disebut titik eutektoid. komposisi eutektoid dari
baja merupakan titik rujukan untuk mengklasifikasikan baja. Baja dengan kadar
karbon 0,8% disebut baja eutektoid. Sedang kan baja dengan kadar karbon kurang dari
0,8% disebut baja hipo tektoid . titik kritis sepanjang garis GS disebut sebagai garis
A3 sedangkan titik kritis sepanjang garis PSK disebut sebagai garis A1. Dengan
demikian setiap titik pada garis GS dan SE menyatakan temperatur dimana
transformasi dari austenit dimulai baik pada saat dipanaskan maupun pada saat
didinginkan .
Jika baja eutektoid didinginkan dari temperatur austenisasinya , maka pada
saat mencapai titik – titik sepanjang garis tersebut akan bertransformasi menjadi suatu
campuran eutektoid yang disebut perlit. Jika baja hypo teuktoid didinginkan dari
temperatur austenisasinya, pada saat mencapai garis GS , ferit akan terbentuk
sepanjang batas butir austenit. Pada titik ini, pengintian ferit akan terjadi dibatas butir
austenit dan mulai saat itu, paduan Fe-C memasuki daerah dua fasa. Jika pendinginan
yang lambat tersebut diteruskan ketitik C ferit akan tumbuh. Pada 732 C , struktur
baja di titik C terdiri dari austenit dan ferit. Karena kelarutan karbon di ferit sangat
rendah, maka pada saat pertumbuhan ferit akan disertai pembuangan karbon ke
austenit yang masih tersisa sehingga fasa austenit menjadi kaya akan karbon.
Pendinginan lanjut dari dari baja tersebut, pada saat melalui temperatur eutektoidnya
(pada titik D), austenite yang tersisa akan bertransformasi menjadi suatu campuran
ferit dan sementit yang berbentuk lamellar (serpih). Dengan demikian baja dengan
kadar karbon 0,4% pada titik D akan terdiri dari ferit dan perlit. Perbandingan ferit
terhadap perlit sama dengan perbandingan ferit terhadap austenit di titik C.
Pendinginan lebih lanjut sampai ke temperatur kamar tidak mempengaruhi struktur
mikro yang sudah ada. Pada saat dipanaskan akan terjadi transformasi yang
berlangsung kebalikanya dari apa yang telah dijelaskan diatas.

Jumlah perlit yang ada pada setiap jenis baja sangat tergantung pada kadar
karbonnya. Sebagai contoh, baja dengan 0,2 % C akan memiliki sekitar 25% perlit,
sedangkan baja dengan 0,4 % C akan memiliki sekitar 50 % C. Jika baja
hypoteuktoid didinginkan dari temperatur austenisasinya, maka akan terjadi
pemisahan sementit pada batas butir austenit disepanjang garis SE. Sebagai contoh
jika baja dengan 1,25 % C diaustenisasi dan didinginkan perlahan-lahan maka akan
terjadi pemisahan sementit. Dengan adanya pembentukan sementit, kadar karbon
diaustenit akan berkurang dan penurunan kadar karbon tersebut terus berlanjut sampai
mendekati temperatur 723 0C. Pada titik I, struktur baja akan terdiri dari campuran
austenit dan sementit dimana sementitnya terbentuk disepanjang batas butir austenit.
Pendinginan lebih lanjut dari baja tersebut melalui temperatur eutektoidnya
akan mengubah seluruh austenit yang tersisa menjadi perlit. Pendinginan lanjut
sampai ketemperatur kamar tidak akan mengubah struktur mikro yang sudah ada.
Berdasarkan penjelasan di atas, struktur baja karbon tergantung dari kadar karbonya.
Hasil pendinginan yang lambat pada temperatur kamar akan terdiri dari:
1. Ferit, dengan kandungan karbon 0,007 % - 0,25 % C
2. Ferit dan perlit, dengan kadungan karbon 0,025 % - 0,8 % C
3. Perlit dan sementit, dengan karbon, 0,8 % - 1,7 % C
4. Perlit dan grafit, dengan karbon 1,7 % - 4,2 % C (dengan perlakuan khusus)
(Wikipedia, 2012)
Dalam kondisi cair karbon dapat larut dalam besi. Dalam kondisi padat, besi
dan karbon dapat membentuk :
- Larutan padat (solid solution)
- Senyawa interstitial (interstitial compound)
- Eutectic mixture : campuran antara austenite (γ) dan cementite (Fe3C)
- Eutectoid mixture : campuran antara ferrite (α) dan cementite (Fe3C)
- Grafit : karbon bebas, tidak membentuk larutan padat ataupun tidak
berikatan membentuk senyawa dengan Fe.

Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-Fe3C dan fasa-fasa yang


terdapat didalamnya akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas
temperatur kritis pada diagram Fe-Fe3C:

- A1, adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi


α+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
- A2, adalah titik Currie (pada temperatur 7690C), dimana sifat magnetik
besi berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik.
- A3, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang
ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan
turunnya temperatur.
- Acm, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit)
yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring
dengan turunnya temperatur.
- A13, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja
hiper eutektoid.
- Ferit (α), yaitu paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,025%
pada temperatur 7230C, struktur kristalnya BCC (Body Centered Cubic).
- Austenit (γ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 2%
pada temperatur 11480C, struktur kristalnya FCC (Face Centered Cubic).
- Delta (δ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,1%
pada temperatur 14930C, struktur kristal BCC (Body Centered Cubic).
- Senyawa Fe3C atau biasa disebut sementit dengan kandungan C
maksimum 6,67%, bersifat keras dan getas dan memiliki struktur kristal
Orthorombic.
- Liquid atau fasa cair, adalah daerah paling luas dimana kelarutan C sebagai
paduan utama dalam Fe tidak terbatas pada temperatur yang bervariasi.
(Situs Informasi Mekanik, Material dan Manufaktur, 2011)

2.4 Perlakuan panas pada baja

Perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses pemanasan dan


pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat - sifat fisis logam
tersebut. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong
meningkat, atau baja dapat dilunakkan untuk memudahkan permesinan lebih lanjut.
Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir
diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu
permukaan yang keras di sekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan
panas yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi
kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis.
Pada setiap operasi perlakuan panas laju pemanasan merupakan faktor yang
penting. Panas merambat dari luar kedalam dengan kecepatan tertentu. Bila
pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari pad bagian dalam
sehingga tidak dapat diperoleh struktur merata. Bila bentuk benda tidak teratur, benda
harus dipanaskan perlahan – lahan agar tidak mengalami distorsi atau retak. Semakin
besar potongan benda, maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk memperolah
hasil yang merata.
Dalam proses Heat Treatment untuk baja karbon, laju pendinginan merupakan
faktor pengendali, dimana pendinginan yang cepat, lebih cepat dari pada pendinginan
kritis akan menghasilkan struktur yang keras, bila dibandingkan dengan pendinginan
yang lambat akan menghasilkan struktur yang lebih lunak.(Gruber Schonmetz, 1985)

2.4.1 Normalizing (Penormalan)


Normalizing adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan pada baja
dengan temperatur 40 – 500C diatas titik kritis dalam waktu pemanasan yang singkat
dan suhu dijaga agar tetap konstan lalu dilakukan pendinginan diudara terbuka.
Tujuan dari normalizing ini meliputi :
1) Menghilangkan struktur butiran yang kasar (Coarse Grained Struktur) yang
diperoleh setelah dilakukan pengerjaan sebelumnya, misalnya rolling, forging dan
lain – lain.
2) Menambah kekuatan dari baja karbon.
3) Memperbaiki sifat struktur setelah pengelasan.
4) Mengurangi tegangan dalam (Internal Stress).
5) Menghilangkan jaringan sementit pada hypeutektoid.

Baja tuang yang kemudian dilanjutkan dengan proses Normalizing mempunyai


Yield Point, Tensile Strenght, dan Impact Test yang lebih tinggi dibandingkan dengan
baja yang mengalami proses annealing.

2.4.2 Annealing (Pelunakan)


Annealing adalah proses perlakuan panas pada baja yang telah dipanaskan
pada suhu yang telah ditentukan kemudian didinginkan dengan perlahan – lahan
didalam tungku pemanas, dengan maksud melunakkan dan meningkatkan sifat baja
yang akan dikerjakan. Adapun tujuan dari perlakuan annealing ini adalah :
1) Menambah keuletan.
2) Membebaskan atau mengurangi tegangan dalam.
3) Menghilangkan ketidak homogen struktur.
4) Menyempurnakan ukuran butiran logam.

2.4.3 Hardening (Pengerasan)

Hardening adalah proses perlakuan panas dan pendinginan pada baja karbon
dengan tujuan untuk mendapatkan sifat yang baru. Hardening adalah suatu proses
perlakuan panas yang digunakan untuk :
1) Memberikan kekerasan yang tinggi terhadap baja.
2) Memperbaiki kekuatan mekanis.
3) Mempertahankan keuletan.
Pada proses ini baja dipanaskan diatas titik kritis kemudian dibiarkan beberapa
saat pada temperatur tersebut dan selanjutnya dilakukan proses quenching. Istilah
quenching ini dikenal sebagai pendinginan cepat misalnya dengan pencelupan baja
pada cairan. Setelah proses quenching akan diperoleh struktur martensit dan troostite.
Pada umumnya setelah proses quenching akan diperoleh kekuatan yang tinggi
yang akibatnya baja menjadi rapuh. Untuk menghilangkan internal stress yang tinggi
ini baja yang telah di quenching akan dilanjutkan dengan proses tempering. Dengan
adanya sifat penemperan pada baja akan mengalami sifat kekuatan dan kekerasan
yang tinggi.
2.4.4 Tempering (Penemperan)
Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan.
Maka melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedang
keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat.
Proses temper adalah pemanasan kembali dari baja yang telah dikeraskan pada
suhu dibawah kritis, disusul dengan pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan
baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil karena di sini sifat-sifat
fisis dapat dikendalikan dengan cermat. Struktur akhir hasil temper baja yang
dikeraskan disebut martensit temper.
Proses temper ini dibagi tiga jenis berdasarkan temperatur pemanasan antara
lain:
1) Tempering pada temperatur rendah yaitu proses tempering yang dilakukan
pada temperatur (150 – 230) 0C.
2) Tempering pada temperatur sedang yaitu proses tempering yang dilakukan
pada temperatur (350 – 450) 0C.
3) Tempering pada temperatur tinggi yaitu proses tempering yang dilakukan
pada temperatur (500 – 600) 0C.

Temper dimungkinkan oleh karena struktur martensit tidak stabil. Temper


pada suhu rendah antara 150 – 2300C tudak akan menghasilkan penurunan kekerasan
yang berarti, karena pemanasan akan menghilangkan tegangan dalam terlebih dahulu.
Bila suhu temper meningkat, martensit terurai lebih cepat dan sekitar 3150C
perubahan fasa menjadi martensit temper berlangsung dengan cepat.
Unsur paduan mempunyai pengaruh yang berarti atas temper, pengaruhnya
menghambat laju pelunakan sehingga baja paduan akan memerlukan suhu temper
yang lebih tinggi untuk mencapai kekerasan tertentu. Pada proses temper perlu
diperhatikan suhu maupun waktu. Meskipun pelunakan terjadi pada saat-saat pertama
setelah suhu temper dicapai, selama pemanasan (yang cukup lama) terjadi penurunan
kekerasan. Biasanya baja dipanaskan sampai suhu tertentu kemudian dibiarkan cukup
lama sampai suhu merata.(Daryanto, 2010)

2.5 Pengaruh perbedaan waktu penahanan suhu stabil (Holding time)

Pada logam baja dilakukan pengerasan (hardening) untuk memperoleh sifat


tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit/strength yang lebih baik, dengan
suatu proses heat treatment (perlakuan panas), dalam beberapa tahapan proses yaitu :
Pemanasan awal, Pemanasan lanjut, Penahanan waktu suhu stabil, dan Pendinginan.
Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam logam baja dan
kekerasan yang terjadi akan tergantung pada temperatur pemanasan, holding time
(perbedaan waktu penahanan suhu stabil) dan laju pendinginan yang dilakukan pada
proses laku panas.
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu
bahan pada proses hardening dengan menahan temperatur pengerasan untuk
memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau
terjadi kelarutan karbida ke dalam austenite dan difusi karbon dan unsur paduannya.
Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja : baja
konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah. Yang mengandung karbida yang
mudah larut, diperlukan holding time yang singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai
temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.
- Baja konstruksi dari baja paduan menengah dianjurkan menggunakan
holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
- Low alloy tool steel, memerlukan holding time yang tepat, agar kekerasan
yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per
millimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit.
- High alloy chrome steel, membutuhkan holding time yang paling panjang
di antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur
pemanasannya.
- Hot work tool steel, mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada 10000C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan
butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 – 30 menit.
- High speed steel, memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi,
1200 – 13000C. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding
time diambil hanya beberapa menit saja.(Yudiono H., 2006)

2.6 Pengujian bahan logam

Pengujian bahan logam dapat dilakukan dengan menggunakan empat metode


antara lain :
1. Pengujian metalografis
Pengujian ini menghasilkan gambaran tentang struktur mikro yang telah
menerima berbagai perlakuan panas.
2. Pengujian destruktif
Pengujian destruktif menghasilkan kerusakan terhadap bahan yang diuji,
sehingga pengujian ini mempunyai arti bila dilakukan perbandingan tetapi
tidak berlaku untuk memperlakukan mutunya.
3. Pengujian non destruktif
Pengujian ini menghasilkan data – data dalam proses pencapaian tidak
akan menimbulkan kerusakan pada bahan yang akan diuji.
4. Pengujian kimiawi
Pengujian ini menghasilkan data – data tentang berbagai pengaruh
terhadap sifat – sifat bahan bila mengalami perubahan komposisi kimia
atau pengaruh yang ditimbulkan terhadap proses kimia.(Djaprie Sriatie,
1992)

2.6.1 Pengujian kekerasan


Kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan membagi gaya (F) dengan luas
penampang yang merupakan bekas dari tekanan mesin Vickers yang berbentuk
piramida, yang terbuat dari penekan intan dengan alas bujur sangkar dengan sudut
puncak 1360.
Kekerasan Vickers = 1,8544

Hv = 1,8544 ..........................................................(2.1)

dengan : F = gaya beban ( N )


d = luas penampang indentasi penekanan ( m2 )

Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat Vickers Hardness Tester.


Pengujian dilakukan secara merata pada penampang permukaan dari specimen
percobaan seperti pada gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2. Indentasi dari penetrator


Keterangan : a = Diagonal Horizontal
b = Diagonal Vertikal
(Djaprie Sriatie, 1996)

2.6.2 Pengujian kekuatan Tarik


Selain pengujian kekerasan, juga terdapat pengujian kekuatan tarik yang dapat
dilakukan pada bahan yang telah melalui proses heat treatment. Uji tarik rekayasa
sering digunakan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan
dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik, benda uji tarik
diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinyu. Diagram yang
diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram tegangan –
regangan.
Kurva tegangan – regangan memiliki dua macam kurva yaitu kurva tegangan
– regangan rekayasa (tegangan teknik atau nominal) dan kurva tegangan – regangan
sejati. Kurva tegangan – regangan rekayasa berdasarkan pada dimensi benda uji
semula, sedangkan kurva tegangan – regangan sejati berdasarkan pada luas
penampang benda uji yang sebenarnya, maka akan diperoleh kurva tegangan –
regangan yang naik terus sampai patah.(Diester, George E., 1987)

Gambar 2.3. Perbandingan kurva tegangan – regangan rekayasa


dengan kurva tegangan – regangan sejati

Kurva tegangan – regangan rekayasa diperoleh dari hasil pengukuran benda uji
tarik. Tegangan yang diperlukan pada kurva diperoleh dengan cara membagi beban
dengan luas awal penampang benda uji, persamaannya yaitu :

σ= ………………………………………………………(2.2)

dengan : σ = Tegangan ( N/m2 )


F = Beban ( N )
A0 = Luas penampang awal ( m2 )
Regangan yang diperlukan pada kurva diperoleh dengan cara membagi
perpanjangan ukur benda uji dengan panjang awal, persamaannya yaitu :

ε= x 100% …….............................................................(2.3)

dengan : ε = Regangan, ( % ) perpanjangan


L1 = Panjang benda uji setelah patah ( m )
L0 = Panjang awal benda uji ( m )

Gambar 2.4. Kurva tegangan – regangan rekayasa


Bentuk dan besaran pada kurva tegangan – regangan suatu logam tergantung
pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju
regangan, suhu dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.
Parameter – parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan
– regangan logam adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan tarik (Tensile strength)
Kekuatan tarik maksimum (Ultimate tensile strength) adalah beban maksimum
dibagi luas penampang awal benda uji, persamaannya adalah :

σmaks = …………………………………………………..(2.4)

dengan : σmaks = Tegangan maksimum ( N/m2 )


Fmaks = Beban maksimum ( N )
A0 = Luas Penampang awal ( m2)

2. Kekuatan luluh (Yield strength)


Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Untuk titik yang tidak jelas kekuatan
luluh sering disebut sebagai kekuatan luluh offset atau tegangan uji, yang ditentukan
oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan – regangan
dengan garis yang sejajar dengan elastis offset kurva oleh regangan tertentu. Besarnya
kekuatan luluh offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen.
Persamaannya adalah :

σS = ..................................................................(2.5)

dengan : σS = Tegangan luluh, N/m2


FS = Beban pada titik luluh (yield point) ( N )
` A0 = Luas Penampang awal ( m2)

3. Perpanjangan (elongation)
Perpanjangan adalah regangan teknik pada saat patah. Persamaannya adalah :

ε= x 100 % ………………………………………..(2.6)

dengan : ε = Regangan pada saat patah ( % )


L1 = Panjang ukur benda uji setelah patah ( m )
L0 = Panjang ukur benda uji awal ( m )

4. Pengurangan luas penampang (kontraksi)


Pengurangan luas penampang adalah besarnya penyusutan penampang benda
uji pada patahan. Persamaannya adalah :

δ= x 100 % ………………………………………(2.7)

dengan : δ = Besarnya penyusutan penampang ( % )


A1 = Luas benda uji setelah patah ( m2 )
A0 = Luas Penampang awal ( m2)

5. Kekuatan Patah (Fracture Strength)


Kekuatan patah adalah besarnya beban yang dapat menyebabkan bahan uji
menjadi patah. Persamaannya adalah :

σf = ……………………………………………………..(2.8)

dengan : Ff = Beban pada saat benda patah ( N )


σf = Tegangan patah (N/m2)
A0 = Luas Penampang awal ( m2)
(Pendidikan Teknologi Kimia Industri, 2010)

Anda mungkin juga menyukai