A. Pengertian
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace & Borlay,
2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai P P O K adalah kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
B. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2014) :
1. Asma
2. Bronkotos kronic
3. Emfisema
C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut
Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dan gas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-
paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma dengan kondisi
ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini
dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
D. Patofisiologi
Faktor risiko utamadari PPOK adalah merokok.Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat.Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan. (Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokokj uga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) pasien dengan penyakit
paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK
yaitu : malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan
batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
F. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grece & Borley (2011),
Jackson (2014) dan Padila (2012) :
1. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF)
2. Corpulmonal
3. Pneumothoraks
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia.
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/ mendatar.
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat
(FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau
sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin,leokosit dan hematokrit : sedikit meningkat
H. Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung Disiase
(GOLD) 2011.
1. Derajat I (PPOK Ringan) :
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini
pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) :
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat) :
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi
semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) :
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika
eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik
I. PENATALAKSANAAN PPOK
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
J. Penatalaksanaan (Medis)
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, nama penanggung jawab, hubungan
dengan pasien.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Batuk dan sesak nafas, sesak bertambah berat , Sesak nafas dan batuk tidak
berhubungan dengan aktivitas dan sesak nafas dan batuk pada waktu setelah berbaring
atau tiduran, duduk, berdiri maupun berjalan. Beberapa bulan yang lalu batuk berdahak,
kental berwarna putih kekuningan serta agak berbau.
b. Riwayat penyakit dahulu
Sesak nafas sebelumnya, mempunyai riwayat Asthma Bronkiale. Klien mempunyai
riwayat perokok.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mengindap penyakit yang sama dengan klien.
3. Keadaan kesehatan lingkungan.
Kebersihan tempat tinggal, dan apakah ada sekitar tempat tinggal yang mengindap TBC.
Body system
a. Sistem pernafasan
Gejala : Dispnea, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma), batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum banyak sekali (bronkitis kronis). Episode batuk
hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun bisa menjadi produktif
(emfisema).
Tanda : Fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan, dada bentuk
barrel chest. Hiperesonan pada emfisema, krekels pada bronkitis kronis, ronki dan
wheezing pada asma, sianosis, clubbing finger pada emfisema.
b. Sistem sirkulasi
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, takikardia, distensi
ven aleher, edema, sianosis, clubbing finger.
c. Sistem persepsi sensori
d. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-
hari, dispnea saat istirahat atau tidur, ketidakmampuan dalam tidur.
Tanda : Keletihan, kelemahan umum, gelisah, insomnia.
e. Nutirsi/ hidrasi
Gejala : Mual, muntah, nafsu makan kurang, penurunan berat badan atau peningkatan
berat badan karena edema.
Tanda : Turgor kulit jelek, edema, penurunan/ peningkatan BB.
f. Hiegiene
Gejala : Penurunan kemampuan.
Tanda : Kebersihan kurang, bau badan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Terapi
a) Terapi infus :
b) Terapi injeksi :
c) Terapi Oksigen
d) Diet TKTP
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau
kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis,
malnutrisi.
Engram (2000) menambahkan diagnose keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis adalah :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.
C. Intervensi keperawatan
1. Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2000) adalah :
g. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau
jelas dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki
bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
2) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronkhi.
3) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
4) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
5) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
7) Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan
8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan.
Kolaborasi :
9) Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol
ruangan.
Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
h. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan
berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan
atau toleransi individu.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
6) Palpasi fremitus.
7) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi
aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung.
Kolaborasi :
10) Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
11) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
12) Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
13) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke UPI
sesuai instruksi untuk pasien.
i. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria hasil
pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri :
d. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
e. Auskultasi bunyi usus.
f. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
g. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
h. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
i. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
j. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Kolaborasi :
k. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau
selang, nutrisi parenteral.
l. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin
atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
m. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
j. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan kriteria hasil
pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi dan pasien akan menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri :
1) Awasi suhu.
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan
cairan adekuat.
3) Observasi warna, karakter, bau sputum.
4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila
memegang atau membuang tisu, wadah sputum.
5) Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
6) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
7) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Kolaborasi :
8) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur atau sensitivitas.
9) Berikan antimikrobial sesuai indikasi.