Skripsi
Oleh
Dyah Naila Husniyati
NIM 1550402027
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada hari Jum’at tanggal 14
Agustus 2009.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Penguji Utama,
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini merupakan hasil karya
penulis sendiri, bukan buatan orang lain, dan tidak menjiplak karya ilmiah orang
lain, baik seluruhnya ataupun sebagian. Pendapat dan temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
iii
MOTTO DAN PERUNTUKAN
MOTTO
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Al-Mujaadalah:11)
PERUNTUKAN
Bapak dan Ibu tercinta atas keringat, doa, dan cinta kasih yang
Keponakanku Danidzar
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hanya dengan Rahmat dan
”Pengaruh Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri Anak Jalanan (Street Children)
dan dorongan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis
Semarang.
2. Dra. Tri Esti Budiningsih, Ketua Jurusan Psikologi yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
5. Seluruh staf pengajar Jurusan Psikologi yang telah memberikan bekal ilmu
6. Bapak, Ibu, kakak-kakakku Any dan Asty, serta keponakanku Danidzar yang
telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dan pelajaran hidup yang
sangat berharga.
v
7. Semua sahabat jurusan Psikologi khususnya Ogiee, Mbak Yanti, Titik, Diana,
Wida, Cipoet dan Ririn atas semangat dan persahabatan yang diberikan.
9. Nia, Ria, Cahya, Elok, terimakasih atas dukungan, semangat, dan bantuannya
selama ini.
dan semangatnya.
11. Teman-teman di jalan, terutama di Siranda dan Johar yang telah banyak
membantu penulis, Ester (Atun), Ari, Yanto, Melan, Resa, Indah, Dani,
12. Septi, mbak Ika, Mas Dwi dan mas Wahid di RPSA Gratama, terimakasih
13. Pihak RPSA Anak Bangsa dan yayasan Setara terutama mas BDN,
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis
vi
ABSTRAK
Husniyati, Dyah Naila. 2009. Pengaruh Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri
Anak Jalanan (Street Children) di RPSA Kota Semarang. Skripsi, Psikologi,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:
Drs. Sugeng Haryadi, M.S dan Drs. Sugiyarta SL, M.Si.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
viii
2.1.3 Ciri-Ciri Orang Yang Menerima Diri Sendiri.......................................... 25
2.6 Hipotesis....................................................................................................60
ix
BAB 3 METODE PENELITIAN
4.3.1 Validitas.....................................................................................................77
4.3.2 Reliabilitas..................................................................................................79
x
4.4 Hasil Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian………………………...80
4.5 Pembahasan............................................................................................100
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Statistik Anak Jalanan di Indonesia......................................... 2
Tabel 4.1 Sebaran item yang tidak valid pada skala konsep diri..................... 78
Tabel 4.2 Sebaran item yang tidak valid pada skala penerimaan diri ........... 79
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Alur Pikir…………………………………………... 54
Gambar 3.1 Hubungan antar variabel konsep diri (X) dengan penerimaan
diri (Y)....................................................................................... 64
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Skala Konsep Diri.…………………………………………. 119
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
jalanan, namun pada puncaknya setelah krisis moneter yang berawal pada tahun
1997 yang meliputi semua bidang dan berlanjut dengan krisis ekonomi, kemudian
usia sekolah terkena dampaknya. Banyak diantara mereka yang tidak bersekolah
lagi, karena orang tua mereka terkena pemutusan hubungan kerja. Secara ideal
anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara riil, situasi anak
Indonesia masih dan terus memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai oleh
kegiatan bermain, belajar dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk masa
pendidikan usia sekolah, namun ada korelasi kuat semakin luasnya krisis ekonomi
diikuti pula oleh semakin banyaknya anak-anak yang tidak berada di ruang
sekolah lagi. Hasil dari penelitian Mia Hapsari (2008:77) menunjukkan bahwa
faktor tertinggi yang melatar belakangi anak jalanan Semarang memiliki minat
sekolah yaitu pengalaman dini sekolah dan pengaruh orang tua. Adanya kesiapan
sosial, kesiapan fisik dan kesiapan intelektul yang dimiliki oleh anak jalanan
membuat mereka memiliki minat tinggi pada sekolah. Oleh sebab itu berdasarkan
1
2
dari penelitian di atas, pengaruh dari orang tua sangat penting artinya bagi
kelangsungan minat sekolah pada anak jalanan. Saat ini pada jam-jam sekolah
banyak terdapat anak-anak usia sekolah yang berada di jalanan. Ini meyakinkan
kita semua bahwa kehadiran anak-anak di jalanan meningkat tajam. Menurut BPS
Republik Indonesia, secara nasional pada tahun 2002 terdapat 6.686.936 anak
Akibatnya terdapat 2-8 juta anak yang bekerja, diantaranya pada sektor berbahaya
seperti perdagangan narkoba, sektor alas kaki, dan pelacuran. Lebih parah lagi,
2007:21-22). Ini berbanding searah dengan jumlah orang miskin pada akhir 2003
yang bertambah 4 juta orang atau 18% penduduk Indonesia karena semakin
Keberadaannya tidak lagi terbatas pada kota-kota besar saja, melainkan sudah
jumlah anak jalanan di Indonesia. Sejak tahun 1999, jumlah anak jalanan di
1995 2,07
1998 2,8
2000 3,1
3
2003 8
Semarang yang merupakan Ibukota propinsi Jawa Tengah juga tidak dapat
dihindarkan dari fenomena anak jalanan. Menurut data yang terkumpul pada
tahun 2004 oleh Dinas Sosial Propinsi Jawa Tengah terdapat 7.983 anak jalanan.
Menurut data terakhir Penyandang Masalah Sosial (PMS) khususnya pada anak
jalanan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah tahun 2006
menunjukkan bahwa populasi anak jalanan mencapai 10.025 yang terdiri dari
8.958 laki-laki dan 1.067 perempuan, 60% dari mereka adalah anak putus sekolah
dan 80% anak jalanan masih tinggal dengan orang tua mereka. Peningkatan anak
jalanan sebelum masa krisis mencapai 15%, dan angka tersebut meningkat hingga
Dampak dari hal tersebut di atas, perampasan terhadap hak-hak anak tanpa
menjadi korban (Drop Out). Sehingga kesempatan untuk bermain dan tumbuh
kembang secara wajar sudah mulai hilang. Kondisi tersebut merupakan akibat dari
kebutuhan keluarga.
jumlah anak-anak yang berada di jalanan, diantara mereka tidak sedikit anak-anak
4
yang berumur antara 4 sampai dengan 18 tahun berada di jalanan untuk hidup
bebas kemudian mencari pendapatan dan lari dari keluarga/rumah atau untuk
dapat merusak proses pendewasaan anak yang kemudian berujung pada perilaku
bantuan verbal maupun non verbal yang diberikan pada individu dalam hal ini
anak agar ia merasa diperhatikan dan dicintai. Seorang anak yang tumbuh dalam
mempengaruhi kejiwaan, sikap dan perilaku anak tersebut, terlebih anak hidup
dalam keluarga yang memiliki beban perekonomian yang berat, hal ini akan
membentuk perilaku anak untuk senantiasa bertindak sendiri agar dapat terpenuhi
kebutuhan ekonominya.
mempunyai penerimaaan diri rendah akan mudah putus asa, selalu menyalahkan
dirinya, malu, rendah diri akan keadaannya, merasa tidak berarti dan merasa iri
terhadap keadaan orang lain. Keadaan yang demikian, bila terus menerus dialami
kehidupannya.
5
Ditinjau dari umurnya, sebagian besar anak jalanan berumur antara 5-18
tahun. Rata-rata anak jalanan hidup dalam suatu kelompok yang terbentuk karena
berbagai cara / strategi agar dapat terus hidup di jalanan. Tidak jarang juga
mereka menciptakan suatu sub kultur yang diadopsi dari kultur jalanan. Situasi
sosial tersebut bersifat dinamis dan rentan terhadap pengaruh dari luar. Krisis
sekarang ini akan sangat mempengaruhi situasi di jalanan secara luar biasa.
Jumlah kaum marginal dan anak-anak jalanan meningkat pesat padahal peluang
jalanan bisa menjadi korban atau pelakunya sendiri, baik secara individual,
semakain lama makin meningkat. Sampai saat ini belum ada data akurat yang
diperkirakan hanya 500 anak, akan tetapi sampai pertengahan tahun 1997, jumlah
tersebut telah menjadi 700 anak yang tersebar di berbagai pelosok kota
Semarang tahun 2006 terdapat 898 anak jalanan yang dibina di empat RPSA dan
6
dua LSM. Dari jumlah tersebut sebanyak 747 anak jalanan masih memiliki orang
tua. Data tersebut menunjukkan bahwa 500 anak masih aktif di jalan, 331 anak
terkadang turun ke jalan, dan 39 anak tidak lagi turun ke jalan (Kompas, 12 April
2007). Data terakhir untuk kota Semarang pada tahun 2008, jumlah anak jalanan
persoalan yang perlu menjadi perhatian. Hal ini mengingat anak-anak melakukan
dan situasi buruk. Lokasi paling menonjol yang digunakan tempat kegiatan anak
jalanan adalah di persimpangan jalan atau di sekitar traffic light. Oleh karena itu
banyak juga diantara mereka yang mengalami kecelakaan di jalan raya ketika
Seperti yang pernah diceritakan juga oleh seorang Suster pimpinan dari
bahwa banyak anak jalanan yang terancam nyawanya oleh tindak kriminal pelaku
kejahatan, korban tabrakan di jalan, serta korban pembunuhan dari anak jalanan
lain ataupun tindak kekerasan dari preman atau “penjaga” anak jalanan itu sendiri.
Mereka turun ke jalan sebagian besar dikarenakan faktor keluarga dan ekonomi.
Permasalahan anak jalanan semakin meluas ketika pada suatu waktu ada
seseorang yang berniat baik dengan memberi makanan atau uang, anak jalanan
tindakan kekerasan lain yang dapat membahayakan orang lain. Inilah yang
7
Anak-anak yang bekerja di usia dini biasanya berasal dari keluarga miskin
anak yang bekerja tersebut akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang terjebak
dalam pekerjaaan yang tidak terlatih dan dengan upah yang sangat buruk. Selain
itu, mereka juga akan tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu suatu
lingkungan yang tidak semestinya ditujukan pada anak yang sedang dalam proses
Dan sebuah organisasi non profit di Jakarta bahkan pernah mewawancarai mereka
dan hasilnya 80% anak memutuskan pergi dari rumah lantaran salah perlakuan
(abuse) di dalam rumah yaitu adanya kekerasan dalam rumah tangga yang
nilai-nilai sosial, moral dan spiritual dalam keluarga, komunikasi yang buruk
antar anggota keluarga, minimnya perhatian dari orang tua kepada anaknya, serta
pola asuh yang tidak konsisten dan membingungkan dari orang tua mereka.
Hanya 20% yang mengaku punya alasan ekonomi (Sitorus, 2007:5). Seperti yang
diklasifikasikan penyebab seorang anak bekerja dan hidup di jalan, yaitu 80%
8
akibat ada masalah di dalam rumah orang tua; 16% akibat faktor ekonomi; 2%
teman.
menunjukkan bahwa faktor lingkungan tempat tinggal, faktor lamanya anak telah
menjalani kehidupan jalanan, dan faktor relasi atau kekerapan anak bertemu
di Jakarta.
Meski begitu, bagi anak-anak yang belum mampu berpikir jauh ke depan,
jalanan menjadi tempat yang mungkin lebih menjanjikan, bebas dari aturan, dan
berpikir hanya untuk hari ini. Hal itu yang menyebabkan banyak anak jalanan
menghindari bangku sekolah dan lebih senang bermain dan mengais rejeki di
jalanan. Tak jarang mereka dikoordinir oleh ‘penjaga’ mereka dan dieksploitasi.
Karena jika dilihat dari segi mental, lingkungan yang keras dapat menyebabkan
mereka menjadi agresif dan anti sosial dan memiliki penerimaan diri negatif.
menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus menerus untuk
orang lain pada lingkungan mereka, ini terlihat dari ketidaktertarikan mereka pada
awalnya untuk mengenal orang lain di luar lingkungan atau komunitasnya, ketika
membutuhkan dan sulit menerima orang lain. Selain itu orang yang memiliki
dan diterima oleh orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak banyak dari anak jalanan
yang merasa dirinya disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain.
Kemudian orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang lain
serta akan berpikiran positif mengenai orang lain, tetapi mayoritas anak jalanan
memiliki sikap yang berbeda mengenai hal tersebut, mereka lebih menunjukkan
hal yang sebaliknya, yaitu salah satunya dengan kurang dapat menunjukkan
empati terhadap orang lain dan sepertinya mereka merasa kurang aman untuk
perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10
efektif untuk meningkatkan penerimaan diri dan harga diri. Seseorang dengan
10
konsep diri positif dapat memahami dan menerima fakta-fakta yang begitu
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan pada 15 anak
jalanan yang berada di Pasar Bulu, pasar Johar, perempatan POLDA, serta anak-
anak jalanan yang pernah tinggal di RPSA Anak Bangsa dan Gratama
negatif dan enam sisanya memiliki penerimaan diri yang cukup baik. Banyak
diantara mereka yang acuh, baik acuh terhadap diri sendiri maupun terhadap
diri yang rendah, bahkan sebagian besar penerimaan diri negatif ini dibentuk
karena lingkungan dan latar belakang keluarga tidak harmonis yang menyebabkan
adanya tekanan emosi yang berat akan mengurangi pemahaman dan cara mereka
melihat diri sendiri . Ini berarti menandakan bahwa penerimaan diri anak jalanan
tergolong rendah. Sebagian besar dari mereka pada awalnya sebenarnya merasa
puas menjadi anak jalanan, tetapi setelah lama bercerita mereka merasa bahwa
kepuasan mereka hanya bersifat fisik, karena dengan menjadi anak jalanan
mereka dapat dengan cepat dan mudah mendapatkan uang sendiri dari hasil
sendiri. Selain itu jika mereka puas terhadap diri sendiri, belum tentu mereka puas
terhadap hubungan dengan orang lain (keluarga, teman dan masyarakat), sehingga
dapat dikatakan secara psikis mereka tidak puas terhadap diri sendiri.
jalan. Adapun faktor terbesar penyebab anak pergi ke jalan adalah faktor
berkaitan satu dengan yang lain, yakni faktor disharmoni muncul sebagai akibat
dari faktor kemiskinan keluarga atau sebaliknya. Banyak diantara mereka yang
berasal dari keluarga yang broken home (orang tua bercerai, orang tua tunggal,
orang tua tiri karena ibu atau bapak menikah lagi), serta banyak juga diantara
mereka yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga oleh orang tua ataupun
anggota keluarga lain seperti yang dialami oleh Jopan, Sardi dan puluhan baahkan
ratusan anak jalanan lain di Semarang. Ada pula anak yang dari keluarga mampu
tetapi terjadi kondisi disharmoni dalam keluarga yang tidak ditangani serius oleh
orang tua dan menyebabkan anak tidak betah tinggal di rumah sehingga mereka
mencari kompensasi di luar rumah, salah satunya yaitu dengan pergi ke jalan.
keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah pada anak.
dari rumah sesering mungkin karena secara emosional suasana tersebut akan
lainnya. Semakin banyak anggota keluarga, anak akan semakin cakap dan makin
cepat berbuat, baik secara verbal maupun non verbal. Kemudian semakin lama,
12
anak semakin tidak puas dengan apa yang dapat diberikan oleh keluarga, sehingga
tersebut. Peran dan fungsi orang tua sangatlah menentukan, keluarga yang tidak
besar.
(50%) had very negative concept of them selves and only 2,2% of them had a very
positive self-concept levels. Therefore the street children had a very low self-
vocational interests.
waktu SD, bahkan ada juga yang tidak pernah merasakan bangku sekolah. Seperti
penuturan Adi dan Jopan yang peneliti temui di RPSA Anak Bangsa, mereka dulu
dari yayasan atau pihak RPSA untuk melanjutkan sekolahnya di SMP. Mereka
mendukungnya untuk menjadi pengamen di jalan dan di bus serta alasan ikut-
ikutan, tidak lama mereka turun ke jalan lagi. Terkadang emosi mereka juga
13
tinggi karena di sekolah ataupun di jalan mereka sering kali berkelahi untuk suatu
hal kecil dan sering bolos sekolah karena malas ataupun karena ingin ngamen. Di
jalan mereka merasa itu adalah tempat mereka, banyak teman, dapat uang dan
yang mereka hadapi ketika mereka mengamen di jalan, tetapi mereka lebih sering
secara ketat yang dilakukan oleh para pekerja sosial di RPSA tersebut agar
mereka tidak lagi berada di jalan. Karena jika tidak didampingi secara ketat
mereka akan dapat turun ke jalan dengan mudah. Karena dengan aktivitas
keseharian sebagai anak jalanan ini berarti bahwa mereka tidak dapat
serta pembinaan ketrampilan yang dilakukan pada RPSA sedikit demi sedikit
akan merubah sikap mereka terhadap suatu hal. Seperti yang dikemukakan Septi
dan Ika, pekerja sosial di RPSA Gratama, mereka mengatakan bahwa memang
dengan anak jalanan yang tidak pernah mengikutinya. Kira-kira delapan puluh
persen anak jalanan yang mengikuti bimbingan sosial menjadi lebih tahu akan
etika seperti unggah ungguh dan lebih sopan, selain itu dari segi agama mereka
juga ada peningkatan. Pada umumnya mereka juga lebih terbuka terhadap orang
lain.
14
hingga meninggal. Selama proses tumbuh kembang tersebut, tiap individu juga
sosialnya. Semua itu ada dan akan semakin berkembang karena masing-masing
manusia dewasa. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan faktor
orang lain.
konsep diri, sebab masa remaja merupakan masa yang penuh dengan tekanan
remaja juga merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Secara psiskis, pada seorang remaja akan timbul perasaan aneh, ganjil, yang
kemudian hal ini juga dapat menimbulkan perasaan tidak puas terhadap diri
sendiri. Perasaan tidak puas tersebut dikarenakan kurangnya penerimaan diri pada
pengaruh teman-teman sebaya pada anak jalanan, serta andil masyarakat untuk
memberikan perhatian, kasih sayang, serta ruang bagi anak untuk tumbuh dan
berkembang sebagaimana mestinya dapat menjadi jalan keluar yang positif bagi
anak agar dapat menerima dirinya sebagaimana adanya sehingga anak tersebut
memiliki ruang, tempat, serta kehidupan yang layak dan lebih baik. Maka konsep
diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan individu. Hal
sosial yang baik, maka akan membentuk individu yang mengetahui pandangan
dan penilaian tentang diri sendiri serta mengetahui harapan apa yang ingin
dicapainya hingga ia akan merasa senang, puas secara fisik dan psikis, serta dapat
konsep diri terhaap penerimaan diri anak jalanan di RPSA Kota Semarang.
1. 2. Perumusan Masalah
Semarang ?
Semarang ?
16
1. 3. Penegasan Istilah
1. Konsep Diri
2. Penerimaan Diri
1. 4. Tujuan Penelitian
Semarang.
Kota Semarang.
1. 5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
mengenai penerimaan diri dan konsep diri pada anak jalanan ditinjau
1. 6. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan,
Bagian Isi terdiri dari lima bab, yaitu pendahuluan, kajian teoritis dan
Bab I Pendahuluan, pada bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan
penelitian.
Bab II Kajian Teoretis, bab ini berisi tentang konsep diri, penerimaan diri,
anak jalanan, Rumah Perlindungan Sosial Anak, hubungan konsep diri dan
operasional, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, uji validitas dan uji
KAJIAN TEORI
2. 1. Penerimaan Diri
yang memilki penerimaan diri yang baik merupakan orang yang berpribadi
mampu berharga dan diterima oleh orang lain, sedangkan orang yang menolak
dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu membangun serta melestarikan
Menurut Chaplin (1999: 450) penerimaan diri merupakan sikap yang pada
dirinya memiliki penghargaan yang tinggi tentang sumber-sumber yang ada pada
19
20
memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau lawannya, tidak
besikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri ini berkaitan dengan tiga hal,
antara lain:
dan reaksi kita kepada orang lain. Penerimaan diri dibangun lewat
pemahaman kita bahwa orang lain menerima kita. Jika orang lain memandang
kita berharga, maka kita pun akan memandang diri kita berharga.
disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh orang lain. Agar kita tumbuh
dan berkembang secara psikologis, maka kita harus menerima diri kita.
Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang lain. Bila kita
berpikiran positif tentang diri sendiri, maka kita pun akan berpikir positif
dirinya tanpa menyalahkan diri sendiri atas kekurangan tersebut. Penerimaan diri
erat kaitannya dengan konsep diri yang dimiliki seseorang. Semakin positif
konsep dirinya maka akan semakin tinggi penerimaan dirinya, begitu juga
sebaliknya, jika konsep diri yang dimiliki seseorang rendah maka akan rendah
penerimaan dirinya. Penerimaan diri lebih mengarah pada kerendahan hati dan
kedermawanan seseorang. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat
menerima dirinya sendiri secara apa adanya (Calhoun dan Acocella, 1995:73).
Dari beberapa definisi diatas, jadi yang dimaksud dengan penerimaan diri
adalah sikap individu yang mencerminkan perasaan menerima dan senang atas
segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu mengelola
segala kekhususan diri dengan baik sehingga dapat menimbulkan kepribadian dan
1. Pemahaman diri
Pemahaman diri adalah suatu persepsi atas diri sendiri yang ditandai oleh
dengan adanya pemahaman pada diri sendiri, maka secara tidak langsung
orang akan berusaha untuk mengerti, memahami dan menerima semua yang
diri sendiri yang pada akirrnya membentuk sikap penerimaan terhadap diri
sendiri.
sebenarnya dia mampu, tetapi karena ada hambatan dari lingkungan (misalnya
diri yang baik. Sikap tidak senang terhadap diri atau kurangnya penerimaan
terhadap diri dapat juga dipengaruhi oleh adanya pemberian label-label yang
Tekanan yang berat dan terus menerus seperti yang terjadi di lingkungan kerja
atau di rumah, di mana kondisi emosi sedang tidak baik dapat mengakibatkan
gangguan yang berat pada seseorang, sehingga tingkah laku orang tersebut
dinilai menyimpang dan orang lain menjadi terlihat selalu dan menolak orang
tersebut.
terbaik dan dapat berpandangan keluar dan tidak memiliki pandangan hanya
kedalam diri saja. Tanpa tekanan emosi juga dapat membuat seseorang santai
terhadap dirinya sendiri. Sering atau tidaknya sukses yang terjadi dapat dinilai
secara kuantitatif dan juga secara kualitatif. Secara kuantitatif berarti jumlah
24
sangat penting dan sangat berarti yang dapat melebihi julah kegagalan
penilaian diri yang positif seta menunjukkan adanya penerimaan diri yang
baik.
pengertian terhadap diri sendiri. Cara seseorang memandang diri sendiri atau
seseorang. Memiliki konsep diri yang stabil dapat meningkatkan potensi yang
dapat mengubah secara radikal dan membuat hidupnya semakin baik, namun
pusat dari konsep diri yang menentukan jenis penyesuaian diri yang akan
penerimaan diri seseorang. Penerimaan diri akan semakin baik apabila ada
dukunngan dari lingkungan sekitar, hal ini dikarenakan individu yang mendapat
tinggi pada umumnya akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi pula
2. Tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak menganggap orang
orang lain.
kelebihannya
26
kemarahannya.
3. Dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila orang
bersalah).
menyesalinya.
3. Ciri yang paling menonjol pada seseorang yang memiliki penerimaan diri
adalah spontanitas dan tanggung jawab untuk dirinya. Mereka akan menerima
yang menerima diri dapat menerima kritikan tanpa mengurangi rasa penerimaan
masalah dalam hidupnya dan bahwa ia dapat diterima oleh orang lain. Orang
Hal yang penting, orang yang menerima diri tidak ingin menjadi orang lain. Ia
meminimalisir kelemahannya.
Penerimaan diri akan disertai oleh penerimaan terhadap orang lain. Orang yang
menerima dirinya akan merasa aman untuk bersama dan berhubungan dengan
penyesuaian sosial yang lebih baik dari pada orang yang berorientasi pada diri
sendiri karena adanya perasaan tidak cukup dan perasaan rendah diri.
menyertai keinginan untuk menolong orang lain. Ketika orang yang menerima
dirinya tidak berorientsi pada diri sendiri dan tidak menyalahkan orang lain
disekitarnya.
Secara umum, semakin baik orang menerima dirinya maka akan semakin baik
2. 2. Konsep diri
dikenal pertama kali oleh individu adalah orang tua dan anggota keluarga lain,
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi
konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang,
yaitu dari masa kecil hingga dewasa. Karena untuk selanjutnya konsep diri
Perilaku individu tersebut akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya
dilahirkan dengan konsep diri. Konsep diri muncul sebagai pengalaman yang
Menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah satu gambaran campuran dari
apa yang kita pikirkan, pikiran atau pendapat orang lain mengenai diri kita, dan
seperti apa diri kita yang kita inginkan. Brooks dalam Rakhmat (2004:99)
mendefinisikan konsep diri sebagai segala persepsi tentang diri sendiri, secara
fisik, sosial, dan psikologis yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan interaksi
Menurut Calhoun (1995:67) konsep diri adalah pandangan diri atau potret
mental terhadap diri sendiri yang meliputi tiga dimensi, yaitu pengetahuan,
bahwa konsep diri merupakan evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian
1. Konsep diri yang bersifat objektif, diartikan sebagai suatu pandangan atau
individu dan ini akan membentuk citra diri individu (self image).
dirinya (self acceptance) serta akan membentuk harga dirinya (self esteem).
Self esteem ini berasal dari interaksi individu dengan lingkungannya, serta
perasaan, serta penilaian tentang diri sendiri yang dapat bersifat psikologis, sosial
dan fisik.
Setelah melihat definisi tentang konsep diri di atas, maka berikut akan
dijelaskan mengenai konsep diri yang dapat dibedakan menjadi dua macam
konsep secara umum yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif, adapun ciri-
ciri konsep diri negatif dan positif dijelaskan oleh William D Brooks dan Philip
1) Peka pada kritik, yang ditunjukkan dengan mudah marah, koreksi dipersepsi
menghindari pujian dan sesuatu yang menunjang harga dirinya menjadi pusat
harga dirinya.
Karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak
Ciri-ciri konsep diri positif dan negatif dari pendapat William D Brooks
individu yang memiliki konsep diri negatif serta konsep diri positif. Individu
yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang memiliki keyakinan akan
memiliki bermacam perasaan, harapan, serta perilaku yang tidak disetujui dalam
masyarakat, sehingga memiliki kemampuan merubah diri untuk lebih baik lagi
dalam kualitas hidupnya. Sedangkan individu dengan konsep diri negatif yaitu
individu yang peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, krisis berlebihan,
cenderung merasa tidak disenangi orang lain, serta bersikap pesimis terhadap
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri
adalah cara pandang atau penilaian individu terhadap diri sendiri, baik yang
bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang didapat dari hasil interaksi dengan
Pengetahuan atau komponen kognitif ini mewakili sebuah deskripsi dari suatu
obyek dengan tidak memandang apakah pengetahuan itu benar atau salah,
2. Komponen Afektif.
emosional.
3. Evaluasi.
dengan kebudayaan, fisik dan hubungan sosial. Evaluasi diri ini sifatnya tetap
atau dapat berubah sesuai dengan pengalaman belajar yang dipelajarinya dan
dapat berupa evaluasi diri positif maupun evalusi diri negatif. Evaluasi diri
1. Komponen Kognitif
membentuk gambaran tentang diri (self-picture) dan akan membentuk citra diri
2. Komponen afektif
konsep diri tidak dapat terlepas dari masalah gambaran diri, citra diri, penerimaan
Konsep diri individu yang sehat adalah ketika konsisten dengan pikiran,
pengalaman dan perilaku. Konsep diri yang kuat bisa mendorong seseorang
1. Aspek fisik
2. Aspek psikologis
umum, ukuran tubuh dan berat tubuh; sosok dan bentuk tubuh, dan detail-
mampu dia menggambarkan dirinya sendiri, serta semakin baik pula konsep
diri adalah suatu cara pandang menyeluruh yang dimiliki seseorang mengenai
36
penilaian diri, yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan orang
lain.
konsep diri
Pembentukan konsep diri saat usia remaja menjadi sangat penting karena
sendiri. Remaja berusaha menyesuaikan antara konsep diri ideal yang dibangun
berdasarkan cita-cita dan harapannya dengan konsep diri real, yaitu keadaan diri
yang sesungguhnya.
Konsep diri pada remaja diperolehnya melalui bagaimana orang lain dan
(2004:101), “Jika kita diterima orang lain, dihormati dan menerima diri kita, maka
kita akan menerima diri kita dengan baik. Sebaliknya bila orang lain selalu
meremehkan dan menyalahkan kita, maka kita akan cenderung untuk menolak diri
kita”. Tetapi tidak semua remaja dapat mengembangkan konsep diri secara
positif, dalam hal ini yaitu menerima dirinya, karena hal ini berkaitan dengan
Orang lain yang memiliki pengaruh dalam kehidupan misalnya orang tua dan
Dalam suatu kelompok ada norma-norma yang secara emosional mengikat kita
dalam kelompok pecinta alam, maka kita akan memiliki konsep diri sebagai
sumber penting dalam pembentukan konsep diri seseorang. Kelima sumber itu
adalah:
1. Citra tubuh
Yaitu evaluasi terhadap diri fisik sebagai suatu obyek yang jelas berbeda.
2. Bahasa
3. Umpan balik yang ditafsirkan dari lingkungan tentang bagaimana orang lain
Kelima sumber tersebut tidak dapat berfungsi secara bebas, melainkan saling
lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang
baik dan positif, maka seseorang akan merasa dirinya cukup berharga sehingga
lain:
1. Usia kematangan
dengan baik.
2. Penampilan diri
3. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku akan membantu
5. Hubungan keluarga
Melalui hubungan yang erat dengan keluarga akan membuat lebih mudah bagi
dengan anggota keluarga tersebut. Bila sesama jenis, maka akan membantu
6. Teman-teman sebaya
7. Kreativitas
8. Cita-cita
hal itu berjalan terus dengan aktif dari saat kelahiran sampai pada kematian
yang baru dalam proses perkembangannya. Untuk memiliki konsep diri, seseorang
harus memandang dirinya sendiri sebagai sebuah obyek yang jelas berbeda dan
diri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka dapat dikatakan secara jelas
dapat dikatakan bahwa konsep diri bukanlah diwariskan atau ditentukan secara
biologis, tetapi merupakan hal yang dipelajari dari proses interaksi, belajar dan
jalan dari hasil pengaruh interaksi yang dilakukan melalui hubungan sosial dengan
41
orang lain.
2. 3. Anak Jalanan
Anak, definisi anak yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
terhadap kelompok ini sebagai “Chilren who work on the streets of urban areas,
without reference to the time they spend there or the reasons for being there”.
anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk
terkait, yaitu:
1. Anak-anak
kelompok anak-anak jalanan ini dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:
2. Golongan anak jalanan “murni”, yakni mereka yang melakoni seluruh aspek
1. Children on the street adalah kelompok anak jalanan yang karena masalah
setiap hari.
43
pulang, baik secara berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
3. Children in the street atau children from the families of the street adalah anak-
hidup di jalanan.
penduduk dalam suatu negara, UNICEF membagi 3 kategori anak jalanan, antara
lain:
dalam Materi untuk Petugas Penanganan Anak Jalanana Tahun 2005, jenis-jenis
1. On the street, yaitu menjadi anak jalanan tetapi hanya untuk mencari uang
2. Off the street, yaitu menjadi anak jalanan sebagai pekerjaan utama, semua
keluarga.
44
3. In the street/high risk to be street children, yaitu berada di jalan karena hanya
2. Pekerja anak perkotaan yaitu anak-anak yang hidup dan bekerja tetapi tidak
1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal
periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu. Mereka
jam.
4) Masih bersekolah.
1) Terdiri dari anak yang sudah putus hubungan dan yang berhubungan tidak
2) Berada di jalanan dari 8-24 jam, kadang hanya beberapa jam, kadang
5) Pekerjaannya tidak tetap, seperti calo, mencuci bis, menyemir sepatu, dan
2. Pekerjaan jasa
Jenis pekerjaan ini antara lain: mengamen, pemulung, tukang parkir, polisi
memiliki beberapa ciri fisik dan psikis yang dapat dengan mudah dikenali, antara
lain:
Tabel 2.1
2. Memandang orang lain (diluar orang yang berada di jalanan) sebagai orang
3. Mandiri, tidak terlalu menggantungkan diri pada orang lain, terutama untuk
4. Muka atau mimik wajah yang melas ketika berhadapan dengan orang lain.
sebagai berikut:
1) Hidup mandiri.
tertentu, ciri-ciri:
1) Hidup mandiri.
3. Anak jalanan yang mencari nafkah di jalanan tetapi pulang ke rumah, ciri-ciri:
3) Bekerja di jalanan.
4. Anak jalanan baru gede yang menghabiskan waktunya di jalanan tetapi tidak
2) Pergaulan bebas.
lain:
4. Jumlah anak jalanan yang berasal dari kota Semarang semakin dominan.
1. Tingkat Mikro, yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya.
Sebab-sebab yang dapat diidentifikasi dari anak dan keluarga saling berkaitan,
1) Lari dari keluarga, disuruh bekerja (yang masih sekolah atau putus
sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang berakibat
2. Tingkat Messo, yaitu faktor di masyarakat. Pada tingkat ini, penyebab yang
mengikuti.
(RPSA)
dan suasana penanaman kembali nilai dan norma masyarakat kepada anak
jalanan.
selanjutnya.
1. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan
produktif.
Tempat penjangkauan pertama kali dan pertemuan pekerja sosial dengan anak
3. Perlindungan.
Perlindungan dari kekerasan fisik, psikis, seks, ekonomi, dan bentuk lainnya
4. Kuratif-Rehabilitatif.
seperti panti, keluarga pengganti, dan lembaga pelayanan sosial lannya. Anak
melainkan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik melalui atau setelah
7. Pusat Informasi.
jalanan seperti data dan informasi tantang anak jalanan, bursa kerja,
Jalanan
Istilah anak jalanan biasa digunakan oleh orang-orang yang melihat atau
di jalanan. Sekalipun demikian, kebanyakan dari mereka adalah para remaja yang
sendiri. Selain karena motivasi internal dari diri mereka sendiri, tidak sedikit juga
diantara mereka yang turun ke jalan dikarenakan faktor keluarga dan lingkungan.
54
Anak Jalanan
Faktor anak turun ke jalan
Konsep Diri
Anjal
Penerimaan Diri
(Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri) :
1. Pemahaman diri
2. Harapan yang realistis
3. Tidak hadirnya hambatan-hambatan dari lingkungan
4. Tingkah laku sosial yang mendukung
5. Tidak adanya tekanan emosi yang berat
6. Sukses yang terjadi
7. Identifikasi dengan orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik
8. Cara seseorang melihat diri sendiri
9. Pendidikan yang baik pada masa kanak-kanak
tidak baik akan sangat mempengaruhi nilai dalam diri anak jalanan yang
usia dan remaja yang berarti bahwa usia tersebut adalah usia untuk mencari jati
diri.
Keadaan dan latar belakang turunnya anak pergi ke jalan dipengaruhi oleh
kekerasan dalam rumah tangga, dan lain-lain. Hal ini di jelaskan dalam tiga
tingkatan, antara lain: pertama tingkat mikro, yaitu faktor yang berhubungan
violence, persepsi orang tua bahwa anak sebagai household commodity, adanya
keterbatasan ruang dalam rumah. Kedua pada tingkat messo, diantaranya karena
faktor kemiskinan, dan urbanisasi. Serta yang ketiga yaitu pada tingkat makro
yang mengacu pada rendahnya tingkat pendidikan karena biaya sekolah yang
begitu tinggi serta pada bidang ekonomi dengan adanya peluang pekerjaan di
memunculkan keberadaan dari anak jalanan yang semakin hari kian meningkat
mempengaruhi bagaimana konsep diri dari anak jalanan tersebut. Dijelaskan oleh
Mead (dalam Burns, 2003:19) bahwa konsep diri sebagai suatu obyek timbul di
dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu
merupakan faktor yang dipelajari dan dapat dibentuk melalui pengalaman individu
kreativitas, dan cita-cita. Faktor lingkungan dan pola asuh orang tua juga
Anak dengan sikap mental yang baik dan tidak mudah terpengaruh dengan
lingkungan sekitar yang membuat mereka bersikap negatif, hal tersebut dengan
sendirinya akan membentuk konsep diri yang positif pada seseorang. Anak
dengan pemikiran yang positf pada diri dan lingkungan mereka, maka akan
terbentuk konsep diri yang positif, sebaliknya jika keadaan keluarga dan
lingkungan yang tidak baik terjadi pada anak yang goyah kepribadiannya dan
tidak labil yang pada umumnya terjadi pada anak-anak jalanan maka akan dapat
terbentuk suatu konsep diri negatif dalam diri mereka. Seperti yang dijelaskan
oleh William D Brooks dan Phillip Emmert (dalam Rahmat, 2004:105), bahwa
57
secara umum konsep diri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu konsep diri
positif dengan ciri-ciri antara lain yakin akan kemampuannya untuk mengatasi
suatu masalah, merasa setara dengan orang lain artinya yaitu sederajat dengan
orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang
mempunyai keinginan, perasaan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh
merubahnya.
Sedangkan konsep diri negatif memiliki ciri-ciri antara lain peka pada
kritik yang ditunjukkan dengan rasa marah dan koreksi dipersepsi sebagai upaya
logikanya salah. Kedua, responsif sekali terhadap pujian yang ditunjukkan dengan
dengan selalu mengeluh, mencela siapapun, tidak sanggup dan tidak pandai
cenderung merasa tidak disenangi orang lain dan merasa tidak diperhatikan,
sehingga bereaksi pada orang lain sebagia musuh dan tidak pernah melahirkan
korban dari sistem sosial yang tidak beres. Kelima, bersikap pesimis terhadap
kompetisi.
Menurut Calhoun dan Acocella (1995:73), bahwa dasar dari konsep diri
yang positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang diri, tetapi lebih
berupa penerimaan diri. Yang menjadikan penerimaan diri mungkin adalah bahwa
58
orang dengan konsep diri positif yaitu dengan mengenal dirinya dengan baik
sekali ( Wicklund dan Frey dalam Calhoun dan Acocella, 1995:73). Begitu juga
dengan yang terjadi pada anak-anak jalanan, karena berbagai kondisi dan situasi
dari latar belakang turun ke jalan hingga masa anak beraktivitas, tinggal dan
atau negatif dalam menghadapi kehidupannya yang serba begitu keras tersebut
akan ditentukan dan ditunjukkan oleh sikap mereka. Dari latar belakang anak
culture di jalanan, sedangkan culture jalanan tersebut tidak sedikit yang bersifat
negatif, seperti halnya cara berbicara yang kasar, kebiasaan minum, free sex,
narkoba, dan lain-lain. Untuk itu, pengambilan sikap positif atau negatif dari
perkembangan konsep diri mereka sebagai tindak lanjut dari penerimaan diri anak
jalanan.
Penerimaan diri adalah suatu sikap yang menunjukkan rasa puas terhadap
penerimaan diri yang baik merupakan orang yang berpribadi matang. Penerimaan
diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep diri dan
59
kepribadian yang positif seseorang. Individu dengan konsep diri yang positif akan
yang dapat melihat diri sendiri dengan benar, mengerti akan dirinya sendiri,
lebih baik berarti memiliki konsep diri yang positif. konsep diri yang stabil akan
konsep diri yang stabil dapat meningkatkan potensi yang terbaik dari diri sendiri
pemahaman diri yaitu suatu persepsi atas diri sendiri yang ditandai oleh keaslian
terhadap sukses yang akan dicapai merupakan pengharapan yang realistis maka
kesempatan untuk mencapai sukses tersebut akan muncul, bebas dari hambatan
sosial, perilaku sosial yang mendukung, tidak adanya tekanan emosi yang berat,
sukses yang terjadi, identifikasi dengan orang yang mempunyai penyesuaian diri
yang baik, konsep diri yang stabil, serta pendidikan yang baik pada masa kanak-
kanak.
Konsep diri dan penerimaan diri terbentuk dari hasil belajar serta
pengertian tersebit diatas, jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka
orang tersebut akan mempunyai gambaran positif mengenai dirinya, serta dapat
tentang dirinya juga positif, dengan demikian akan lebih dapat menerima dirinya
sendiri.
2. 6. Hipotesis Penelitian
anak jalanan, maka sebagai jawaban sementara menurut peneliti yaitu, Ada
pengaruh positif konsep diri terhadap penerimaan diri anak jalanan (Street
METODE PENELITIAN
menjawab suatu permasalahan secara ilmiah, sistematis dan rasional, serta hasil
sesuatu akan berhasil dengan baik jika menggunakan metode yang tepat. Metode
yang tepat akan menentukan hasil yang ingin dicapai. Jadi, metode penelitian
adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian sebagai
upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-
mewujudkan kebenaran.
atau jalan untuk memecahkan suatu persoalan guna mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan penelitian sering dipakai dengan istilah research yang berarti sebagai
61
62
ilmu pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan banyak
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
penerimaan diri pada kelompok anak jalanan di kota Semarang yang diperoleh
dari anak jalanan itu sendiri. Untuk mendapatkan informasi tersebut serta untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, maka diperlukan sejumlah data yang tidak bisa
korelasional diskriptif.
3. 2.Variabel Penelitian
adalah variabel yang dapat dipengaruhi variabel bebas, sedangkan variabel bebas
Adapun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
diamati (Azwar, 2001 : 74). Definisi operasional dalam penelitian ini antara lain:
3. 2. 2. 1 Penerimaan Diri
dan merasa puas sehubungan dengan kenyataan yang ada pada dirinya sehingga
individu dapat menerima dirinya dengan baik serta mampu menerima kelemahan
diri diambil definisi tersebut di atas, yaitu meliputi: 1) perasaan senang terhadap
diri sendiri, 2) perasaan puas terhadap diri sendiri, 3) mengetahui kualitas dan
penerimaan digunakan skala penerimaan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh
Konsep diri merupakan cara pandang atau persepsi tentang diri sendiri
dan penilaian tentang diri sendiri yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan
inteaksi dengan orang lain. Indikator konsep diri didasarkan pada pengertian
penilaian tentang diri. Untuk mengungkap bagaimana konsep diri anak jalanan,
maka digunakan skala konsep diri yang dapat ditunjukkan dengan tingkat atau
3. 3. 1. Populasi Penelitian
satu ciri sifat yang sama. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua anak jalanan yang tinggal di RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak)
1. Semua anak jalanan yang berada di wilayah tanggung jawab RPSA di kota
Semarang (RPSA Anak Bangsa, RPSA Gratama), karena hanya tinggal dua
3. Berusia antara 12-18 tahun (remaja), karena untuk usia anak-anak cenderung
3. 3. 2.Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,
2002 :109). Karena ia merupakan bagian dari populasi, tentulah ia harus memiliki
ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. (Azwar , 2003:79). Jadi sampel adalah
sebagian atau sejumlah individu yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi
yang dijadikan wakil dari populasi secara keseluruhan. Dari beberapa pengertian
tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil
menggunakan teknik aksidental sampling, yaitu sampel yang diambil dari siapa
66
saja yang kebetulan ada pada waktu, situasi dan tempat yang tepat (Prasetyo dan
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua dan selanjutnya jika jumlah
subjeknya besar atau diatas 100, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-20%
terhadap kurang lebih 200 anak jalanan, sehingga untuk dua RPSA terdapat
sekitar 400 anak. Pada penelitian ini, sampel yang akan diambil yaitu sebanyak 40
anak jalanan.
untuk memperkuat hasil penelitian tersebut. Metode pengumpulan data yang akan
psikologi, yaitu alat ukur untuk aspek afektif. Metode skala, yaitu suatu metode
3) Respon subyek tidak diklsifikasikan sebagai jawaban yang benar atau salah,
indikator dari atribut yang diukur), dan jawaban yang Unfavourable (aitem
pengumpulan data karena konsep diri dan penerimaan diri sebagai data yang ingin
diungkap, yaitu mengungkap dan menyimpulkan data tentang penerimaan diri dan
konsep diri. Dalam penelitian ini menggunakan aitem skala yang berbentuk
pernyataan dan sifatnya aitemnya tertutup. Skala psikologi yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah skala konsep diri dan skala penerimaan diri.
dan bagaimana konsep diri subyek penelitian. Butir-butir aitem yang digunakan
Seperti halnya skala konsep diri, skala penerimaan diri juga dipergunakan
dari Hurlock.
Adapun blue print instrumen konsep diri dan penerimaan diri terdapat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Blue Print Instrumen Konsep Diri
68
Tabel 3.2
Blue Print Instrumen Penerimaan Diri
Sifat dari kedua macam skala tersebut adalah favourable yaitu butir
b. Sesuai(S) : nilai 3
b. Sesuai(S) : nilai 2
responden. Wawancara ini dilakukan peneliti agar mendapatkan data yang valid
3. 5. 1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecemasan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
instrumen dikatakan valid jika telah mengukur apa yang seharusnya diukur,
70
instrument ini dikatakan valid apabila mengungkap data-data dari variabel yang
menggunakan atribut psikologis yaitu konsep diri dan penerimaan diri. Sedangkan
teknik uji validitas dari skala psikologis adalah menggunakan teknik korelasi
product-moment, yaitu :
X Y
XY N
rxy
2 2
2 X 2 Y
X Y
N N
Keterangan :
∑ XY: jumlah hasil antara skor tiap aitem dengan skor total
N : jumlah subyek
3. 5. 2. Reliabilitas
2
k b
r11 1
k 1 12
71
Keterangan :
Data yang sudah diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat disempurnakan
begitu saja. Agar data tersebut dapat memberikan keterangan yang dapat
dipahami, tepat dan teliti, maka dibutuhkan suatu pengelolaan data lebih lanjut.
variabel penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,
yaitu:
2. Analisis hipotesis,
analisis regresi linier sederhana, karena dalam penelitian ini terdapat suatu ubahan
yang dapat diramalkandari ubahan lain dan disebut dengan kriterium dan ubahan
korelasi antara ubahan kriterium dengan prediktor dapat dilukiskan dalam suatu
garis, garis inilah yang disebut dengan garis regresi. Dalam penelitian ini ubahan
X Y
XY N
rxy
2 X Y 2 Y 2
2
X
N N
Keterangan :
∑ XY: jumlah hasil antara skor tiap aitem dengan skor total
N : jumlah subyek
dengan teknik dan metode tertentu yang telah ditentukan. Pada bab ini akan
disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses, hasil dan pembahsan
4.5. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada anak jalanan pada jangkauan RPSA Gratama
dan Anak Bangsa di Kota Semarang yang berusia antara usia 12- 18 tahun.
Gratama dan Anak Bangsa merupakan RPSA yang masih aktif di kota Semarang
dan saat ini memiliki sekitar 200 anak jalanan yang menjadi jangkauan dari
wilayah RPSA yang bersangkutan, baik dari Kota Semarang sendiri maupun yang
73
74
berasal dari luar Kota Semarang. RPSA Gratama sendiri untuk saat ini beralamat
di jalan Stonen Utara I nomor 34, sedangkan RPSA Anak Bangsa beralamat di
jalan Emplak I Semarang. Untuk Jenis pelayanan yang diberikan oleh RPSA
masyarakat, berbagai permasalahan, baik dari segi populasi maupun dari segi
anak jalanan itu sendiri, bagi keluarga, serta bagi masyarakat pada umumnya.
Selain itu tujuan Rumah Perlindungan Sosial Anak ini antara lain untuk
membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan norma
berkurangnya jumlah dan aktifitas anak jalanan, anak jalanan usia sekolah dapat
tetap bersekolah tanpa melakukan aktifitas di jalanan. Hal ini secara tidak
langsung juga ikut aktif membantu program pemerintah dan usaha kesejahteraan
jangkauan dari RPSA Anak Bangsa yaitu daerah kompleks tugu muda, pasar
awal sehingga Peneliti terlebih dahulu meminta surat pengantar dari Jurusan
pada anak-anak jalanan, dan penelitian awal. Pada kurun waktu tersebut,
walaupun tidak semua anak jalanan pada jangkauan tersebut di atas Peneliti
antara observasi, penelitian awal dengan penelitian agak lama, maka pada titik-
titik tertentu terdapat pergantian kelompok anak jalanan yang mangkal, yaitu
dengan adanya wajah-wajah baru. Baru setelah itu, peneliti kemudian meminta
sampling yaitu sampel yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada pada
waktu, situasi dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah, 2005:135). Pada
aksidental sampling, besarnya sampel penelitian ini didasarkan pada 10% dari
jumlah seluruh subjek yang ada pada dua RPSA, yaitu sebanyak 40 anak jalanan.
waktu penelitian yang singkat atau bukan penelitian jangka panjang sehingga
subyek yang akan dikenai penelitian akan tetap dapat memenuhi karakteristik dari
populasi.
Juli 2009, antara lain di daerah Polda/Siranda, jalan Pahlawan, Dr. Cipto, Johar,
Pemuda, Mberok, Metro dan pasar Bulu. Penelitian agak lama dilakukan
mengingat anak jalanan pada titik-titik kawasan jumlahnya tidak pernah pasti
selalu ada. Pengambilan data dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Hal ini
dikarenakan siang pada waktu jam istirahat, dan sore hari ketika waktu menunggu
aktifitas di jalan pada malam hari, serta ketika malam hari disaat waktu banyak
konsep diri dan skala penerimaan diri dilakukan secara serentak namun bertahap.
77
Pertama peneliti memberikan skala konsep diri terlebih dahulu, dan setelah selesai
mengerjakan skala yang pertama (skala konsep diri) responden diberikan skala
yang kedua yaitu skala penerimaan diri. Agar hasil penelitian menjadi lebih
akurat, maka peneliti dibantu oleh teman peneliti dan juga pekerja sosial dari
respon pada skala yang telah diberikan, kemudian peneliti melakukan langkah-
1. Memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi oleh subyek
4.3.1 Validitas
konstrak, teknik uji coba yang digunakan yaitu teknik korelasi product moment
Berdasarkan uji validitas tersebut diperoleh hasil bahwa skala konsep diri
yang terdiri dari 50 aitem diperoleh 43 valid dan 7 tidak valid dengan sebaran
nilai validitas berkisar antara 0,321-0,732. Untuk item dapat dinyatakan tidak
valid jika r hitung < r tabel. Pada skala konsep diri untuk r hitung < 0,312 maka
item dapat dinyatakan tidak valid. Lebih jelas dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1
Sebaran Aitem Yang Tidak Valid Pada Skala Konsep Diri
diri yang terdiri dari 36 aitem diperoleh 32 valid dan 4 tidak valid dengan sebaran
nilai validitas berkisar antara 0,329-0,632. Pada skala penerimaan diri untuk r
hitung < 0,312 maka item dapat dinyatakan tidak valid. Lebih jelas dapat kita
Tabel 4.2
Sebaran Aitem Yang Tidak Valid Pada Skala Penerimaan Diri
79
4.3.2 Reliabilitas
(Azwar, 2003:4). Semakin tinggi koefisien reliabilitas maka semakin tinggi pula
reliabilitas alat ukur tersebut. Uji reliabilitas skala konsep diri dan penerimaan diri
dengan menggunakan teknik statistik dengan rumus Alpha Cronbach. Pada skala
(variasi) yang tampak pada skor skala konsep diri mampu mencerminkan 91%
dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subyek dan 9% dari perbedaan
yang tampak disebabkan oleh variasi error atau kesalahan pengukuran tersebut.
perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala penerimaan diri mampu
mencerminkan 87% dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok subyek
dan 13% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan oleh variasi error atau
taraf signifikan tinggi. Interpretasi reliabilitas didasarkan pada tabel berikut yang
Tabel 4.3
Interpretasi Reliabilitas
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0,800-1,00 Tinggi
0,600-0,800 Cukup
0,400-0,600 Agak rendah
0,200-0,400 Rendah
0,000-0,200 Sangat rendah
(Sumber: Arikunto, 2002:245)
yang berdasarkan pada hasil penelitian pada tiap-tiap variabel yang telah
dimana dalam penelitian ini akan berusaha mengetahui hubungan antara konsep
Data dari skala yang telah terkumpul kemudian dianalisis untuk menguji
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Gambaran mengenai data penelitian
pada masing-masing variabel yang telah dianalisis terdapat pada tabel 4.3 berikut
ini :
Tabel 4.4
Deskripsi Data Penelitian
Tabel 4.5
Penggolongan Kriteria Analisis
No Interval Kriteria
1 μ + 1,5 σ < X Sangat Tinggi
2 μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ Tinggi
3 µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ Sedang
4 µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ Rendah
5 X ≤ µ – 1,5 σ Sangat Rendah
gambaran konsep diri pada anak jalanan di RPSA Kota Semarang, 2) mengetahui
bagaimana gambaran penerimaan diri pada anak jalanan di RPSA Kota Semarang,
dan 3) mengetahui pengaruh konsep diri terhadap penerimaan diri anak jalanan di
RPSA Kota Semarang, maka hasil penelitian yang diperoleh dapat diuraikan
sebagai berikut :
Penerimaan diri yang ada pada anak jalanan di RPSA Kota Semarang
dapat dilihat dari pengertiannya yaitu : perasaan puas terhadap diri sendiri,
sendiri. Data mengenai penerimaan diri pada anak jalanan diambil dengan
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh mean empirik (µ) sebesar 89,5250 dan
Tabel 4.6
skor lebih besar 106,78541 sebanyak 1 anak atau 2,5% anak jalanan mempunyai
tingkat penerimaan diri yang sangat tinggi. Subyek penelitian yang memperoleh
skor lebih besar dari 95,27847 dan lebih kecil atau sama dengan 106,78541 yaitu
14 anak atau 35% anak jalanan memiliki tingkat penerimaan diri dalam kriteria
tinggi. Subyek penelitian yang memperoleh skor lebih besar dari 83,77153 dan
lebih kecil atau sama dengan 95,27847 yaitu sebesar 20 anak atau 50% anak
jalanan, maka subyek penelitian tergolong memiliki tingkat penerimaan diri yang
sedang. Apabila seorang subyek mendapatkan skor lebih besar dari 72,26459 dan
lebih kecil atau sama dengan 83,77153 yaitu sebesar 5 anak atau 12,5% anak
jalanan dapat dikatakan subyek tersebut memiliki tingkat penerimaan diri yang
rendah, sedangkan tidak terdapat subyek dengan skor lebih kecil dari 72,26459
anak jalanan dalam kategori sedang (50%). Untuk lebih jelasnya keterangan
mengenai tingkat konsep diri dapat di lihat pada gambar di bawah ini:
84
50%
50.00%
45.00%
40.00% 35%
35.00%
30.00%
Prosentase 25.00%
20.00%
15.00% 12.50%
10.00%
5.00% 2.50%
0
0.00%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
Tabel 4.7
Descriptive Statistics
Berdasarkan tabel 4.7 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 31,5000
dan standar deviasi (σ) sebesar 4,08248. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Indikator Perasaan Puas Terhadap Diri Sendiri
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa terdapat 4 anak jalanan atau
10% anak jalanan yang memiliki perasaan puas terhadap diri sendiri, Anak
jalanan yang memiliki tingkat perasaan puas terhadap diri sendiri dalam taraf
tinggi terdapat 19 anak jalanan atau 47,5% anak jalanan, itu artinya ada ada 65%
anak jalanan yang memberikan pandangan secara positif terhadap diri sendiri, dan
terdapat 16 anak jalanan atau 40% anak jalanan yang memiliki tingkat kepuasan
terhadap diri sendiri dengan taraf sedang. Selain itu juga terdapat 1 anak atau
sebanyak 2,5% anak jalanan yang memiliki kepuasan terhadap diri sendiri dengan
taraf rendah. Tidak ada anak jalanan yang memandang kepuasan terhadap diri
terhadap diri sendiri pada anak jalanan dalam taraf tinggi (47,5%). Ini
menunjukkan bahwa anak jalanan memiliki kepuasan terhadap diri sendiri. Untuk
86
lebih jelasnya keterangan mengenai kepuasan terhadap diri sendiri dapat di lihat
50% 47.50%
45%
40%
40%
35%
30%
Prosentase 25%
20%
15%
10%
10%
5% 2.50%
0
0%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
Berdasarkan tabel 4.7 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 29,5500
dan standar deviasi (σ) sebesar 4,60741. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Penerimaan Terhadap Keterbatasan Diri
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa terdapat 1 anak jalanan atau
2,5% anak jalanan yang memiliki penerimaan terhadap keterbatasan diri sangat
tinggi. Anak jalanan yang memiliki tingkat penerimaan terhadap keterbatasn diri
dalam taraf tinggi ada 13 anak atau 32,5% anak jalanan, itu artinya ada ada 32,5%
keterbatasan diri. Banyak anak jalanan yang menanggapi biasa-biasa saja atau
anak atau 45% dari 40 anak jalanan tersebut. Selain itu terdapat 8 anak atau 20%
anak jalanan yang memiliki penerimaan terhadap keterbatasan diri yang rendah.
Tidak terdapat anak jalanan yang memiliki keterbatasan diri denagn taraf sangat
rendah.
keterbatasan diri pada anak jalanan dalam kategori sedang (45%). Untuk lebih
45%
45.00%
40.00%
35.00% 32.50%
30.00%
25.00%
Prosentase 20%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00% 2.50%
0
0.00%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
Berdasarkan tabel 4.7 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 28,4750
dan standar deviasi (σ) sebesar 4,19394. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Mengetahui Kualitas dan Bakat Sendiri
2,5% anak jalanan yang tahu akan kualitas dan bakat sendiri dengan tingkat sangat
89
tinggi. Anak jalanan yang memiliki tingkat pengetahuan terhadap kualitas dan
bakat sendiri dalam taraf tinggi terdapat 10 anak atau 25% anak jalanan. Sebagian
pengetahuan kualitas dan bakat diri dengan taraf sedang yaitu sebanyak 22 remaja
atau 55% dari 40 anak jalanan tersebut, dan sebanyak 7 anak atau sekitar 17,5%
anak jalanan yang mengetahui kualitas dan bakat sendiri dengan taraf rendah, itu
artinya ada 17,5% anak jalanan yang memberikan pandangan secara negatif
terhadap pengetahuan akan kualitas dan bakat diri. Selain itu tidak terdapat anak
jalanan yang mengetahui kualitas dan bakat sendiri dalam taraf sangat rendah.
kualitas dan bakat sendiri pada anak jalanan dalam kategori sedang (55%). Untuk
lebih jelasnya keterangan mengenai tingkat pengetahuan kualitas dan bakat sendiri
60.00% 55%
50.00%
40.00%
20.00% 17.50%
10.00%
2.50%
0
0.00%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
Konsep diri anak jalanan di RPSA Kota Semarang dapat dilihat dari
mengetahui harapan yanhg diinginkan oleh diri sendiri. Data mengenai konsep
diri diambil dengan menggunakan skala konsep diri sebanyak 50 aitem dengan
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh mean empirik (µ) sebesar 117,8000 dan
Tabel 4.11
skor lebih besar 142,09 dengan kategori sangat tinggi sebanyak 1 anak atau 2,5%
91
anak jalanan. Subjek penelitian yang memperoleh skor lebih besar dari 125,89 dan
lebih kecil atau sama dengan 142,09 berarti subyek penelitian memiliki tingkat
konsep diri dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 20 anak jalanan atau 50% anak
jalanan. Apabila subyek penelitian memperoleh skor lebih besar dari 109,70 dan
lebih kecil atau sama dengan 125,89 maka subyek penelitian tergolong memiliki
tingkat konsep diri yang sedang yaitu sebanyak 16 anak atau 40% anak jalanan.
Apabila seorang subyek mendapatkan skor lebih besar dari 93,51 dan lebih kecil
atau sama dengan 109,70 maka dapat dikatakan subyek tersebut memiliki tingkat
konsep diri yang rendah anak atau yaitu sebanyak 3 anak atau 7,5% anak jalanan,
dan tidak terdapat subyek dengan skor lebih kecil dari 93,51 dengan kategori
sangat rendah.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri pada anak
jalanan dalam kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya keterangan mengenai tingkat
indikator yang telah dianalisis terdapat pada tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.12
Descriptive Statistics
Berdasarkan tabel 4.12 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 50,1750
dan standar deviasi (σ) sebesar 6,94258. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.13
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Diri
anak jalanan atau 60% anak jalanan mempunyai tingkat pengetahuan tentang diri
yang tinggi, tidak sedikit anak jalanan di RPSA Kota Semarang yang memiliki
tingkat pengetahuan tentang diri dalam taraf sedang, yaitu sebanyak 13 anjal atau
32,5% anak jalanan. Sebanyak 3 anak jalanan atau 7,5% anak jalanan memiliki
tingkat pengetahuan tentang diri dalam taraf rendah. Tidak terdapat anak jalanan
yang memiliki tingkat pengetahuan tentang diri dengan taraf sangat tinggi dan
diri anak jalanan dalam taraf tinggi (60%). Ini menunjukkan bahwa anak jalanan
memiliki pegetahuai tentang diri yang cukup tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat di
60%
60%
50%
40%
32.50%
Prose ntase 30%
20%
10% 7.50%
0% 0%
0%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
Berdasarkan tabel 4.12 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 36,8000
dan standar deviasi (σ) sebesar 6,59526. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Penilaian Tentang Diri
No Interval F % Kriteria
7,5% anak jalanan yang mempunyai tingkat penilaian tentang diri dengan tingkat
jalanan atau 30% anak jalanan yang memiliki tingkat penilaian tentang diri
dengan tingkat orientasi tinggi. Anak jalanan yang memiliki tingkat penilaian
tentang diri sedang yaitu sebanyak 19 remaja atau 47,5%. Hanya terdapat pula 6
anak jalanan atau 15% yang memiliki tingkat penilaian tentang diri dengan tingkat
orientasi rendah dan tidak ada anak jalanan yang memiliki tingkat orientasi sangat
rendah.
95
anak jalanan dalam taraf sedang (47,5%). Ini menunjukkan bahwa anak jalanan
50.00% 47.50%
45.00%
40.00%
35.00%
30%
30.00%
Prosentase 25.00%
20.00%
15%
15.00%
10.00% 7.50%
5.00%
0
0.00%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
4.4.2.3 Pengharapan
Berdasarkan tabel 4.12 di atas didapat mean empirik (µ) sebesar 30,8250
dan standar deviasi (σ) sebesar 4,41958. Maka hasil perhitungan klasifikasi
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Pengharapan
96
No Interval F % Kriteria
terdapat sebanyak 1 anak jalanan atau 2,5% yang memiliki tingkat pengharapan
sangat tinggi, 23 anak jalanan atau 57,5% anak dalam taraf tinggi, sedangkan 12
anak jalanan atau sebanyak 30% yang memiliki tingkat pengharapan dalam taraf
sedang. Dalam kriteria rendah terdapat 3 anak jalanan atau 7,5% anak jalanan .
Selain juga terdapat terdapat 1 anak jalanan atau 2,5% anak jalanan yang
jalanan dalam taraf tinggi (57,5%). Ini menunjukkan bahwa anak jalanan memiliki
60.00% 57.50%
50.00%
40.00%
30%
Prosentase 30.00%
20.00%
10.00% 7.50%
2.50% 2.50%
0.00%
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kriteria
97
terlebih dahulu dengan melakukan uji normalitas dan uji linieritas. Tujuan
diadakan uji asumsi adalah untuk mengetahui apakah data yang diperlukan
program SPSS.
penelitian ini menggunakan One-Sample Kolmogorof Test dari SPSS versi 12.00
dianggap normal apabila nilai sig Hitung > 0.05. Jika nilai sig dibawah 0.05, maka
sebesar 0,630 dan nilai signifikansi variabel konsep diri 0,822 > 0.05, ini
penerimaan diri dilihat dari nilai Kolmogorof-Smirnov sebesar 0,593 dan nilai
signifikansi 0,874 > 0,05, ini menunjukkan bahwa variabel penerimaan diri
berdistribusi normal.
normalitas untuk menuju uji hipotesis. Pada penelitian ini di peroleh hasil pada
variabel konsep diri dan penerimaan diri berdistribusi normal, maka uji linieritas
dapat dilakukan. Dari hasil perhitungan SPSS nilai signifikansi dari variabel
98
konsep diri dan penerimaan diri 0,01 < 0,05, ini menunjukkan bahwa kedua
variabel linear.
Tabel 4.16
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Penerimaan Diri * Between Groups (Combined)
4739.233 30 157.974 2.276 .097
Konsep Diri
Linearity 27.68
1921.809 1 1921.809 .001
9
Deviation from
2817.424 29 97.153 1.400 .309
Linearity
Within Groups 624.667 9 69.407
Total 5363.900 39
dilakukan diatas, diketahui bahwa data hasil penelitian ini berdistribusi normal.
Dari hasil tersebut kemudian dilakukan analisis, apakah data hasil penelitian ini
memenuhi syarat bagi diterimanaya hipotesis atau tidak. Karena data memenuhi
hipotesis dengan variabel bebas konsep diri dan penerimaan diri dengan variabel
Tabel 4.17
Analisis Korelasi Konsep Diri dengan Penerimaan Diri
Correlations
sebesar 0,599 dengan signifikansi (2-tailed) p value sebesar 0,00 (p < 0,01)
artinya terdapat pengaruh positif konsep diri terhadap penerimaan diri, nilai r xy
menunjukkan arah yang positif. Keberartian dari koefisien korelasi tersebut dapat
diuji dengan cara mengkonsultasikan hara r hitung dengan rtabel product moment
untuk taraf signifikansi 1% dengan N = 40 sebesar 0,403. Karena rhitung = 0,599 >
rtabel = 0.403, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi tersebut signifikan
artinya terdapat pengaruh positif konsep diri terhadap penerimaan diri, dan nilai
yang berbunyi “Ada Pengaruh Positif Konsep Diri Terhadap Penerimaan Diri
Dengan kata lain terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara konsep diri
terhadap penerimaan diri, yang berarti semakin tinggi konsep diri maka akan
semakin tinggi pula penerimaan diri anak jalanan pada jangkauan RPSA di Kota
Semarang.
Pada model ini nilai regresi antara variabel X dengan variabel Y secara
atas maka dapat diartikan bahwa 35,8% penerimaan diri anak jalanan dipengaruhi
oleh konsep diri, dan sisanya 64,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
sebagai berikut:
masalah, yaitu bagaimana gambaran penerimaan diri anak jalanan di RPSA Kota
Semarang?. Penerimaan diri adalah suatu sikap yang menunjukkan rasa puas
penerimaan diri yang baik merupakan orang yang berpribadi matang. Penerimaan
diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep diri dan
kepribadian yang positif seseorang. Individu dengan konsep diri yang positif akan
mengungkapakan aneka pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain,
kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap diri
lain menerima mereka merupakan hal yang jarang mereka pikirkan. Sebagian
101
besar dari mereka merasa bahwa orang lain memandang mereka kurang berharga.
Tetapi disisi lain mereka memiliki perasaan terhadap diri yang baik. Dengan
adanya pendekatan yang intens, maka secara perlahan-lahan anak jalanan akan
gambaran bahwa mayoritas anak jalanan pada jangkauan RPSA di Kota Semarang
anak jalanan dalam menerima keterbatasan diri serta mengetahui kualitas dan
bakat sendiri adalah cukup. Penerimaan diri dapat diperjelas dalam rincian
indikator penerimaan diri (Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10), yaitu perasaan puas
kepuasan anak jalanan terhadap diri sendiri adalah tinggi, mereka puas akan diri
pada anak jalanan cukup. Sedangkan dalam mengetahui kualitas dan bakat sendiri
pada kategori sedang (55%), maksudnya sebagian besar anak jalanan dalam
Penerimaan diri yang dimiliki sebagian besar dari anak jalanan pada
jangkauan RPSA Kota Semarang termasuk dalam kriteria sedang dan penyebab
dari tinggi rendahnya penerimaan diri tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal
102
seperti latar belakang bagaimana awalnya mereka turun ke jalan. Faktor dan latar
penerimaan diri tinggi atau positif. Individu yang memiliki penerimaan diri tinggi,
diri positif seseorang dengan kerelaan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
diri sendiri, kesehatan psikologis, serta melalui penerimaan terhadap orang lain,
yang dicerminkan dengan adanya perasaan puas terhadap diri sendiri, adanya
penerimaan terhadap keterbatasan diri, serta mengetahui akan kualitas dan bakat
penerimaan dirinya agar lebih positif ataupun tinggi dari sebelumnya, salah
satunya adalah dengan adanya faktor dari dalam diri atau intern, faktor keluarga,
serta faktor dari lingkungan dan masyarakat yang dapat memberikan kondisi yang
positif.
masalah, yaitu bagaimana gambaran konsep diri anak jalanan di RPSA Kota
Semarang?. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi
konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang,
yaitu dari masa kecil hingga dewasa. Karena itu, konsep diri mempunyai peranan
(Pudjijogyanti, 1991:4). Individu tidak dilahirkan dengan konsep diri, konsep diri
muncul sebagai pengalaman yang didapatkan dari proses interaksi dengan orang-
orang yang ada disekitarnya. Selain itu, konsep diri individu terbentuk dan
dan hasil tanggapan dari orang lain. Perlakuan orang-orang tersebutlah yang
membentuk konsep diri adalah orang lain atau significan others yang meliputi
orang tua dan teman, dan kelompok rujukan, misalnya komunitas pada anak
jalanan.
Begitu juga dengan yang dialami oleh anak-anak jalanan, konsep diri
mereka terbentuk terutama hasil dari interaksi dengan keluarga dan teman, karena
sebagian besar dari anak jalanan turun ke jalan disebabkan oleh faktor keluarga
gambaran bahwa mayoritas anak jalanan pada jangkauan RPSA di Kota Semarang
mempunyai konsep diri pada kategori tinggi (50%), maksudnya rata-rata anak
adalah tinggi. Konsep diri dapat diperjelas dalam rincian indikator konsep diri
(Gambar 4.13, 4.14, dan 4.15), yaitu pengetahuan tentang diri (60%) dengan
104
sendiri adalah tinggi, yaitu mereka mengetahui bagaimana diri mereka sendiri.
Penilaian tentang diri pada kategori sedang (47,5%), maksudnya sebagian anak
jalanan menilai tentang diri mereka cukup. Sedangkan dalam pengharapan anak
jalanan pada kategori tinggi (57,5%), maksudnya sebagian besar anak jalanan
tentang diri dan pengaharapannya sendiri yang tinggi kurang diimbangi dengan
Oleh sebab itu untuk membentuk konsep diri anak agar memiliki konsep
diri yang positif, walaupun dengan keadaan ekonomi yang tidak mencukupi
kebutuhan keluarga, orang tua tidak dapat membebankan tanggung jawab secara
materiil kepada anak-anaknya, dan sebagai orang tua juga harus dapat
masalah, yaitu apakah terdapat pengaruh konsep diri terhadap penerimaan diri
anak jalanan di RPSA Kota Semarang?. Calhoun dan Acocella (1995:73), bahwa
dasar dari konsep diri yang positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang
diri, tetapi lebih berupa penerimaan diri. Yang menjadikan penerimaan diri
mungkin adalah bahwa orang dengan konsep diri positif yaitu dengan mengenal
105
dirinya dengan baik sekali. Penerimaan diri erat kaitannya dengan konsep diri
yang dimiliki seseorang. Semakin positif konsep dirinya maka akan semakin
tinggi penerimaan dirinya, begitu juga sebaliknya, jika konsep diri yang dimiliki
seseorang rendah maka akan rendah penerimaan dirinya. (Wicklund dan Frey
dalam Calhoun dan Acocella, 1995:73). Begitu juga dengan yang terjadi pada
anak-anak jalanan, karena berbagai kondisi dan situasi dari latar belakang turun ke
jalan hingga masa anak beraktivitas, tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan
kehidupannya yang serba begitu keras tersebut akan ditentukan dan ditunjukkan
penerimaan diri adalah konsep diri atau cara seseorang melihat diri sendiri. Berarti
konsep diri tidak dapat dijauhkan dari proses seseorang dalam pembentukan
penerimaaan diri seseorang, termasuk dalam hal ini yaitu anak jalanan.
untuk variabel konsep diri dan variabel penerimaan diri pada anak jalanan pada
signifikan antara konsep diri terhadap penerimaan diri, atau hipotesis yang
berbunyi: “ada pengaruh positif konsep diri terhadap penerimaaan diri anak
jalanan di RPSA Kota Semarang”, diterima. Hal ini terlihat dari diperolehnya nilai
korelasi Pearson rxy sebesar 0,599 dengan signifikansi (2-tailed) p value sebesar
0,00 (p < 0,01) artinya konsep diri mempengaruhi penerimaan diri anak jalanan.
106
Hasil uji analisis tersebut menunjukkan bahwa ketika individu mempunyai konsep
diri yang tinggi maka mereka akan mengalami hal yang positif dalam
pada dirinya atas segala kejadian dalam kehidupannya maka akan memunculkan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa adanya konsep diri yang baik
Adanya konsep diri yang baik (positif) membuat para anak-anak jalanan tersebut
menjadi memiliki penerimaan diri yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan
sebesar 89,5250 memberikan kesimpulan bahwa sebagian besar dari anak jalanan
sedang. Hal tersebut dapat diketahui dari mean empiris sebesar 89,5250 berada
dalam kategoi sedang. Selain itu juga dapat diketahui dari banyaknya anak jalanan
yang mempunyai tingkat penerimaan diri dalam kriteria sedang yaitu sebanyak 20
anak atau 50% anak jalanan dari 40 subyek yang diteliti. Jumlah anak jalanan
yang mempunyai tingkat penerimaan diri sangat tinggi sebanyak 1 anak atau 2,5%
dari 40 anak jalanan, sedangkan anak yang memiliki penerimaan diri dalam
kategori tinggi sebanyak 14 anak atau 35% dari keseluruhan anak jalanan, serta
terdapat juga anak jalanan dalam kategori rendah, yaitu berjumlah 5 anak atau
sebanyak 12,5% dan tidak terdapat anak jalanan yang memiliki penerimaan diri
dalam kategori sangat rendah. Tidak adanya anak jalanan yang memiliki tingkat
107
penerimaan diri dalam taraf sangat rendah bisa dibilang bahwa anak jalanan
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Citra Desy tentang hubungan
antara konsep diri dengan penerimaan diri pada remaja yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan penerimaan
diri pada remaja, dimana semakin tinggi konsep diri maka penerimaan dirinya
Dijelaskan oleh Mead (dalam Burns, 2003:19) bahwa konsep diri sebagai
suatu obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan
kepadanya. Konsep diri merupakan faktor yang dipelajari dan dapat dibentuk
konsep diri yang baik atau positif baik secara fisik, sosial dan psikologis
Beberapa kriteria konsep diri tersebut tentunya akan ditanggapi secara berbeda-
tingkat konsep diri yang tinggi. Hal tersebut dapat diketahui dari banyaknya anak
jalanan yang mempunyai tingkat konsep diri dalam kriteria tinggi yaitu sebanyak
20 anak atau 50% anak jalanan dari 40 subyek yang diteliti, walaupun banyak
juga anak jalanan yang memiliki tingkat konsep diri sedang. Anak jalanan yang
108
mempunyai tingkat konsep diri sangat tinggi terdapat 1 anak atau 2,5%, jumlah
anak jalanan yang mempunyai tingkat konsep diri sedang sebanyak 16 anak
jalanan atau 40% dari 40 anak jalanan, sedangkan anak jalanan yang memiliki
konsep diri dalam kategori rendah sebanyak 3 anak atau 7,5%, dari keseluruhan
anak jalanan dan tidak terdapat anak jalanan yang memiliki konsep diri dalam
bahwa rata-rata anak jalanan pada jangkauan RPSA Kota Semarang memiliki
tingkat konsep diri tinggi dan memiliki konsep diri yang baik karena sebagian
penerimaan diri dan sisanya sebesar 64,2% berasal dari faktor lain di luar konsep
diri. Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam
penerimaan diri anak jalanan, karena sumbangan konsep diri terhadap penerimaan
diri sebesar 35,8% memegang peranan yang juga penting artinya bagi
terbentuknya penerimaan diri anak jalanan, selain dari faktor-faktor lain yang
diperhatikan bagi pengelola RPSA atau para pendamping anak jalanan bahwa
pembentukan konsep diri pada anak jalanan sangat penting artinya bagi
Hal tersebut juga dapat diketahui dari besarnya koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,599 dengan probalititas (p) sebesar 0,01 dengan jumlah subyek
konsep diri terhadap penerimaan diri pada anak jalanan pada jangkauan RPSA di
Kota Semarang. Artinya semakin tinggi konsep diri maka akan semakin tinggi
penerimaan diri. Sebaliknya semakin rendah konsep diri maka akan semakin
(1995:73), bahwa dasar dari konsep diri yang positif bukanlah suatu kebanggaan
yang besar tentang diri, tetapi lebih berupa penerimaan diri. Yang menjadikan
penerimaan diri mungkin adalah bahwa orang dengan konsep diri positif yaitu
dengan mengenal dirinya dengan baik sekali ( Wicklund dan Frey dalam Calhoun
Begitu juga dengan yang terjadi pada anak-anak jalanan, karena berbagai
kondisi, situasi dan latar belakang turun ke jalan hingga masa anak beraktivitas,
sikap positif atau negatif dalam menghadapi kehidupannya yang serba begitu
keras tersebut akan ditentukan dan ditunjukkan oleh sikap mereka, sehingga faktor
lain terhadap anak jalanan juga dapat mempengaruhi bagaimana penerimaan diri
anak jalanan tersebut, karena jika pandangan orang terhadap anak jalanan buruk,
maka tidak menutup kemunginan juga anak-anak jalanan tersebut akan menerima
diri secara negatif. Oleh sebab itu, sehingga faktor keluarga dan lingkungan sangat
penting fungsinya agar anak-anak jalanan pada khususnya menjadi pribadi yang
110
sehat, matang, percaya diri dan memiliki nilai-nilai yang baik sebagai manusia
yang berkualitas.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
dapat diambil dari penelitian ini adalah anak-anak jalanan pada jangkauan RPSA
bimbingan sosial agar anak jalanan dapat lebih mengenal dan menerima dirinya
sendiri secara positif. Pendampingan dan bimbingan akan membuat anak jalanan
serta menumbuhkan konsep diri dan penerimaan diri yang positif. Selain itu
pendampingan tersebut juga bertujuan sebagai sarana sharing anak jalanan untuk
diharapkan nantinya akan mendapatkan solusi yang tepat bagi anak jalanan
pembentukan konsep diri serta penerimaan diri bagi anak jalanan, karena
keluarga sebagai lingkungan terdekat anak yang secara langsung akan dapat
111
112
5.2 Saran
konsep diri yang positif pada anak jalanan, sehingga mereka dapat
memiliki penerimaan diri yang positif pula. Selain itu juga dengan tetap
mengalami kesulitan dan memotivasi anak jalanan agar mau berusaha dan
berkarya supaya tidak lagi turun ke jalan dan dapat menjadi pribadi yang
positif agar dapat menjadi pribadi yang berkualitas agar nantinya dapat
berlaku bahwa fakir miskin dan anak terlantar, dalam hal ini anak jalanan
dipelihara oleh negara, jadi ini merupakan salah satu tugas pemerintah.
sejenis, disarankan untuk mengacu pada jumlah sampel yang lebih besar,
namun belum diteliti dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain yang dapat
antara lain adalah pola asuh orang tua, lingkungan keluarga serta faktor
Calhoun, J.F. dan Acocella, J.R. 1995. Psikologi tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan. Edisi Ketiga. Alih bahasa : Satmoko, R.S.
Edisi ke-3. Semarang: IKIP Semarang Press.
Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Dinas Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2006. Data dan
Informasi Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah Tahun
2006.
114
115
Irawati, Henny. 2007. Ranperda Gepeng Sapu Anak Jalanan di Medan. Jurnal
Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Prasetyo, Bambang dan Jannah, M.L. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori
dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Salmani, Barough N et al. 2003. Self Concept and Influential Factors on it In The
Street Children Aged 6-12 Years. TUMS E Journals 2004-2009: Central
Library And Documents Center Tehran University of Medical Sciences.