Anda di halaman 1dari 47

GANGGUAN

REPRODUKSI
pada SAPI

Drh Agung Budiyanto MP.Ph.D

Ketua AMERVI ONT PDHI


praktisi reproduksi hewan besar
Dosen FKH UGM
1. Dosen S1 FKH UGM

Cv
2. Dosen Program master S2 Pasca Sarjana UGM
3. Dosen Program Doktor S 3 Pasca Sarjana UGM
4. Anggota Komisi Bibit Dir. PKH Kementan
5. Anggota Komisi Ahli Dir keswan
6. Asesor akreditasi PT Nasional BAN PT
7. Auditor Kantor Jaminan Mutu UGM
8. Ketua AMERVI (Asosisasi Medik Vet. Reproduksi Indonesia)
9. WAKIL DEKAN AKADEMIK dan Kemahasiswaan FKH UGM

BACKGROUND PENDIDIKAN
1. S1 FKH UGM
2. S2 Pasca sarjana UGM
3. S 3 Yamaguchi University , JEPANG
4. University of Western Australia . Post dock 1
5. Sydney University Australia . Advanced higher education
Masalah dalam penanganan gangrep
1. Kejadian gangrep cukup variatif
dengan gejala yang mirip
2. Penanganan yang tidak tepat
3. Ketersediaan hormone terbatas dan
mahal harganya
4. Kemampuan drh dan petugas di
bawah penyeliaan drh yang
heterogen
5. Penggunaan hormone yang
berlebihan dan tidak pada tempatnya
One year
one calf
1. Faktor ternak
2. Faktor peternak
3. Faktor petugas
4. Faktor handling
semen dan
kesiapan
uterus betina

Jika normal
1. Permanen
1. Hopofungsi
2. Tidak permanen
2. Endometritis
3. Clp
1. Infeksius 4. Cyste folikel
5. Prolaps
2. Non Infeksius
6. Retensi placenta
7. EED
8. Abortus
1. Hormonal 9. Lain lain
2. Teknis Penanganan

1. Sebelum bunting
2. Saat bunting Gangguan reproduksi
3. Sesudah melahirkan
MASIF CUKUP TINGGI
IB
Masalah umum/klasik di Indonesia reproduksi
perlu kombinasi penanganan

1. Sapi dara usia lebih dari 18 bulan belum memperlihatkan


siklus estrus.pubertas terlambat
2. Jumlah IB yang dibutuhkan sampai bunting masih tinggi atau
S per C masih tinggi (KAWIN SUNTIK )
1. Sapi yang baru saja mengalami abortus, kelahiran prematur &
stillbirth diikuti Estrus post pasrtum yang tinggi ( eep 5 bulan)
2. Gangguan reproduksi sapi masih tinggi
3. Perubahan performan reproduksi karena faktor cross breed
4. Gangguan kebuntingan akibat khusus gagal fertilisasi, gagal
konsepsi dan gagal implantasi
Hipofungsi Ovaria Endometritis

No UPT 2015 2017 2018 2015 2017 2018

1 BBVET MEDAN 41.5 66.6 60.9 13.6 3.8 5

2 BBVET LAMPUNG 24.1 40.2 58.9 12.5 2 8

3 BBVET DENPASAR 3 14.4 14.9 9.5 14.4 42

4 BBVET MAROS 8.4 29.4 40.9 4 5.3 17

5 BBVET BUKIT TINGGI 46.2 35.3 36.3 25.2 5.2 11

6 BBVET BANJARBARU 8.9 39 21.5 17.1 4.6 5

7 BBVET WATES 36.5 31.8 31.5 1 7 8

8 BBVET SUBANG 6.1 34.8 33.2 37 4.2 21

Total rata-rata 21.8375 36.4375 37.2625 14.9875 5.8125 14.625


Total Hipofungsi Ovaria Kasus di Indonesia
Total Endometritis Kasus di Indonesia
Hipofungsi
hipofungsi
dominan
kasus
gangrep

hipofungsi

CLP
Penyebab gangguan reproduksi :
Multiple causative agents, artinya tidak hanya
satu penyebab sehingga pendekatannya juga
harus comprehensive.
Tidak Bunting
Cl dilisiskan

Progesteron naik

Hari ke 18 mulai estrus Bunting Cl


dipertahanka
n
One
calf one
Siklus
year estrus
menjadi
tidak
normal

IB
?/kawin
IB?/ IB?
alam KA KA
KEBUNTINGAN
folikel ESTROGEN

CL
PROGESTERON
endometritis
Permasalahan saat IB
anestrus 1. Recording yang perlu
dievaluasi
2. Deteksi birahi
3. PKB
Anestrus 4. Koordinasi semua Lini lebih
permanen /Clp massif
5. Basic data yang terbuka dan
Estrus upating
menerus
PENANGANAN GANGREP
1. Anamnesa yang akurat sesuai dengan arah kasus
2. Ambil data sebanyak banyaknya
3. Kompilasi dan analisis
4. Diagnosa
5. Prognosa
6. Treatment, sesuai dengan data, tidak boleh try and
eror, ada observasi pasca penanganan, bisa booster
jika diperlukan misal pada kasus hipofungsi,
endometritis.
7. Penyebab biasanya multiple causatif
Fungsi Hormon Reproduksi

▪ GnRH (gonadotrophin releasing hormone)


 Dari hipothalamus.
 Memacu pituitari anterior → produksi FSH & LH.
▪ FSH (follicle stimulating hormone)
 Dari pituitari anterior
 Inisiasi pemasakan folikel ovaria
▪ LH (luteinising hormone)
 Dari pituitari anterior.
 Induksi ovulasi & luteinisasi sel-sel granulosa &
theka.
Hipovungsi ovarium
GnRH
(Gonadotropin), paling
banyak digunakan utk
hampir semua kasus
pada ovarium
GnRH merangsang
pelepa- san FSH LH, FSH
menginisi asi
pembentukan folikel,
estrogen dilepaskan, LH
menguinisiasi ovulasi,
SAPI ESTRUS, SEL TELUR
M II , fertilisasi bunting
Hormon bekerja
membutuhkan
reseptor
Penanganan :
1. Perbaiki kondisi ovarium
Obat cacing, mineral suplemen
pakan (premix), vit ADEK,
perbaikan pakan
2. Satu minggu kemudian
injkesi GNRH
3. Ib pada siklus kedua
CLP (Corpus Luteum persisten)
PROSTAGLANDIN
(PGF)
Prostaglandin
melisiskan Cl, CL lisis,
luteinasi, Progesteron
turun, feed back
mechanism, estrogen
naik , folikel
terbentuk, estrus,
ovulasi, fertilisasi ,
bunting
GnRH Silent heat
Kadar estrogen dalam
darah tidak mencukupi
untuk menginisiasi
terjadinya estrus, GNRH
merangsang FSH LH,
folikel lebih baik,
hormone estrogen lebih
tinggi kadarnya, estru
Nampak jelas,
fertlisiasi, bunting
Kadar estrogen 15 sd 20
pg/ml darah NORMAL
LH (LUTEINIZING Nymphomania
HORMONE)
Kegagalan ovulasi folikel,
karena rendahnya kadar
LH, tidak ada ovulasi,
estrogen dipertahankan
dalam darah, estrus terus
menerus.
Pemberian LH, ovulasi,
estrus, ada ovylasi oosit,
fertliasai , bunting
Sinkronisasi birahi
PGF
Melisiskan Cl dengan cepat, Cl adalah reseptor
bagi PGF. CL lisis, 3 hari estrus dg mekanisme
feedback mechanism.

One injection Tgt umur Cl, Jika Cl di bawah 7 hari double


dan doble injection selang 11 hari, jika cl lebih dari
injection PGF atau sama dg hr ke 7 , single injection
Dinoprost tromethamine 25 mg im
Luprostiol 15 mg im PGF
Cloprostenol 250 mcg im

GnRH
Cystorelin - gonadorelin
diacetate tetrahydrate
Komposisi Per ml mengandung 0,1 mg Gonadorellin
Indikasi Sistik ovari, perbaikan fertilitas pre dan post partus
DOSIS Dosis dan Cara Pemakaian Sapi 2,5– ml im, kelinci 0,2 ml im

Tergantung
pada isi /kadar PGF untuk sinkronisasi Dosis 25 mg
masing masing intramuskuler atau 5 mg intrauterina.
pabrik
Delay
puberty
Neuropeptide Y

GNRH
Perbaikan kondisi
ovarium, inisiasi
siklus estrus,
perkembangan
folikel, dominan
folikel lanjutkan
dg LH, ovulasi,
siap dikawinkan
Hormonal dapat digunakan pada kasus yang
indirect, misal pada kasus retensi placenta,
prolaps, endometritis dan dimungkinkan
peningkatan kembalinya /recovery kondisi sapi
pasca kasus kasus reproduksi non degenaratif
dan infeksius
1. Lebih cepat proses perbaikan, Langsung ke organ target
2. Hormone siap bekerja pada organ target tdk perlu menunggu
proses produksi hormone yang membutuhkan waktu
3. Tidak ada adiktif hormone reproduksi
4. Diagnosa yang tepat akan memudahkan hormone utk bekerja
5. Sedikit terjadi proses penolakan dan alergi

1. Gangguan reproduksi tidak menunjukkan gejala sistemik


sehingga pemeriksaan organ reproduksi menjadi hal yang harus
dilakukan
2. Life span dari hormone reproduksi sangat pendek, maka
metode pemberian menjadi penting
3. Diagnosa medic harus berdasar pemeriksaan medic, bukan
asumtif atau kira kira
catatan
Endometritis
Endometritis subklinis → tanpa gejala klinis.
Endometritis klinis → tampak gejala klinis.

Endometritis subklinis → merupakan akibat IB yang


tidak steril dan legeartis.
Akibat :
• Repeat breeding
• Kegagalan fertilisasi.
• Kegagalan implantasi embrio
• EED
Endometritis klinis
Radang pada endometrium
(radang uterus yang
paling ringan).
Penyebab :
Adanya infeksi akibat →
• IB intrauterina.
• Kelanjutan dari manipulasi
kelahiran pada kasus Gejala klinis :
distokia.
• Demam, anoreksia, Sering urinasi
• Akibat retensi placenta,
abortus. • Sering menengok ke belakang karena
uterus sakit; sering mengejan; ekor
Agen yang biasa menginfeksi sering diangkat
Staphylococcus sp., • leleran purulen keluar saat induk
Streptococcus sp., E.coli, berbaring
P. aeroginosa,
A.pyogenes. • ringan →masih birahi
Pemeriksaan
• Perektal
uterus teraba agak membesar dan dindingnya
agak tebal, unikornis atau bikornu.
endometritis ringan→mungkin tidak teraba
kelainan pada uterus
Pengobatan
• Infusi uterus dengan antiseptik: yodium povidon, atau
antibiotik pen-strep, IM dll
• (injeksi AB parenteral)
Endometritis
lendir derajat 1 Endometritis
lendir derajat 2

lendir derajat 3
Metritis

• Metritis adalah radang pada seluruh lapisan


uterus (endometrial mucosa and submucosa,
muscularis, and serosa).
Penyebab
• Ikutan dari distokia, torsi uterus, manipulasi
yang tidak tepat→ diikuti infeksi bakteri.
Bakteri: Actinomyces pyogenes, Pseudomonas
aeruginosa, Streptococcus sp., Staphylococcus
sp.
Pathogen spesifik
Camphylobacter fetus
Brucella abortus, B.melitensis
Tuberculosis
Leptospirosis → L.interrogans
Salmonellosis→ S.dublin
Listeriosis→ L.monocytogenes
Antibiotik intra uterin untuk yang belum resisten dan hati hati
pada intrauterine, jika ada jamur maka sebaiknya dengan IM atau
ANTISEPTIK IU
Retensi plasenta • Tidak keluarnya plasenta
lebih dari 8-12 jam post
partus
• Sebagian plasenta
menggantung keluar
atau tidak keluar sama
sekali

Keluarkan yang bisa lepas, plus


intra utierine infuse antiseptic
Yodium I 1 %, AB IM,
Prolaps uteri
• Keluarnya saluran
reproduksi hingga
uterus saat partus
karena panjangnya
mesometrium
• Uterus keluar dari
vulva, seluruh atau
sebagian
Masukkan
Kembali plus B1
dan ab IM
INDUK POST PARTUM

• Kemungkinan infeksi tinggi Manajemen kebersihan


pada induk post partum dan Kesehatan
• Manajemen kebersihan Vitamin parenteral
harus dijaga Antiseptik atau
• Peningkatan imunitas induk antibiotic intra uterin
• Fakta meningkatnya infeksi dan atau IM
bakteri ditemukan Perbaikan pakan dan
mineral
• Involusi lambat , estrus
tertunda, EEP panjang

Anda mungkin juga menyukai