Anda di halaman 1dari 30

https://roymundussetya.wordpress.

com/2012/01/17/pemilihan-bahan-dan-media-
pembelajaran/

PEMILIHAN BAHAN DAN MEDIA PEMBELAJARAN

I. Pendahuluan
A. Bahan Ajar
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran
terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama
tempat, nama orang, dsb. (Ibu kota Negara RI adalah Jakart; Negara RI merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945). Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus,
komponen atau bagian suatu obyek (Contoh kursi adalah tempat duduk berkaki empat, ada
sandaran dan lengan-lengannya).
Termasuk materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan
antar konsep yang menggambarkan “jika..maka….”, misalnya “Jika logam dipanasi maka
akan memuai”, rumus menghitung luas bujur sangkar adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara
sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah
mengoperasikan peralatan mikroskup, cara menyetel televisi. Materi jenis sikap (afektif)
adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang,
tolong-menolong, semangat dan minat belajar, semangat bekerja, dsb.
Untuk membantu memudahkan memahami keempat jenis materi pembelajaran aspek kognitif
berikut ini :
A. Fakta
Menyebutkan kapan, berapa, nama, dan di mana.
Contoh:
Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945; Seminggu ada 7 hari; Ibu kota Negara RI
Jakarta; Ujung Pandang terletak di Sulawesi Selatan.
B. Konsep
Definisi, identifikasi, klasifikasi, ciri-ciri khusus.
Contoh:
Hukum ialah peraturan yang harus dipatuh-taati, dan jika dilanggar dikenai sanksi berupa
denda atau pidana.

C. Prinsip
Penerapan dalil, hukum, atau rumus. (Jika…maka….).
Contoh:
Hukum permintaan dan penawaran (Jika penawaran tetap permintaan naik, maka harga akan
naik).
D. Prosedur
Bagan arus atau bagan alur (flowchart), algoritma, langkah-langkah mengerjakan sesuatu
secara urut.
Contoh:
Langkah-langkah menjumlahkan pecahan ialah:
1. Menyamakan penyebut
2. Menjumlahkan pembilang dengan dengan pembilang dari penyebut yang telah disamakan.
3. Menuliskan dalam bentuk pecahan hasil penjumlahan pembilang dan penyebut yang telah
disamakan.

Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam
kegiatan pembelajran. Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam
rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan
menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar.

B. Pemilihan Bahan Ajar


Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih
atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu
siswa mencapai kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau
silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”.
Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar
yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah.
Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan
cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah dimaksud meliputi cara
penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan (treatment)
terhadap materi pembelajaran, dsb. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan ajar adalah
memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan sumber bahan ajar
dititikberatkan pada buku. Padahal banyak sumber bahan ajar selain buku yang dapat
digunakan. Bukupun tidak harus satu macam dan tidak harus sering berganti seperti terjadi
selama ini. Berbagai buku dapat dipilih sebagai sumber bahan ajar.
Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru
memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu
mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar
yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Berkenaan dengan buku
sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti tahun ganti buku.
Sehubungan dengan itu, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar
untuk membantu guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan
memanfaatkannya dengan tepat. Rambu-rambu dimaksud antara lain berisikan konsep dan
prinsip pemilihan materi pembelajaran, penentuan cakupan, urutan, kriteria dan langkah-
langkah pemilihan, perlakuan/pemanfaatan, serta sumber materi pembelajaran.
Proses kegiatan belajar mengajar di awali dari guru, yang meliputi proses Pelaksanaan
pembelajaran selama ini dilakukan dengan melalui proses yang harus berkesinambungan.
Proses penyusunan desain instruksional pemilihan materi pelajaran (content selection)
dilakukan setelah topik di pilih, tujuan instruksionlakhusus di rumuskan setelah alat evaluasi
(tes) di tentukan. Ketepatan materi dan sumber di mana materi tersebut diperoleh, begitupun
prosedur pemilihan sangat penting dikuasai oleh para guru dan dosen.
Kegiatan belajar siswa di dasarkan atas bahan pelajaran (materi pelajaran), materi pelajaran
ini mendukung tercapainya kompetensi dasar. Yang di maksud dengan Materi/bahan
pembelajaran (menurut Kemp, 1977:44), materi pelajaran dalam hubungan dengan proses
penyusunan design instruksional merupakan gabungan antara pengetahuan, fakta dan
informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan sayarat-
syarat) dan faktor sikap. Kemp membedakan knowladge skills and attitude. Berbeda dengan
pendapat Kemp adalah pendapat Merril (1977, 37) yang membedakan isi materi ) pelajaran
menjadi 4 yakni faktam, konsep prosedur dan prinsip.

C. Pemilihan Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi (Pbk)


Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang
ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas.
Perumusan dimaksud diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi yang diharapkan
dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi standar materi atau standar isi (content
standard) dan standar pencapaian (performance standard). Standar materi berisikan jenis,
kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus dikuasi siswa, sedangkan
standar penampilan berisikan tingkat penguasaan yang harus ditampilkan siswa. Tingkat
penguasaan itu misalnya harus 100% dikuasai atau boleh kurang dari 100%. Sesuai dengan
pokok-pokok pikiran tersebut, masalah materi pembelajaran memegang peranan penting
dalam rangka membantu siswa mencapai standar kompetensi.
Kapankah materi pembelajaran atau bahan ajar ditentukan atau dipilih? Dalam rangka
pelaksanaan pembelajaran, termasuk pembelajaran berbasis kompetensi, bahan ajar dipilih
setelah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan.
Seperti diketahui, langkah-langkah pengembangan pembelajaran sesuai KBK antara lain
pertama-tama menentukan identitas matapelajaran. Setelah itu menentukan standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, strategi pembelajaran/pengalaman
belajar, indikator pencapaian, dst. Setelah pokok-pokok materi pembelajaran ditentukan,
materi tersebut kemudian diuraikan. Uraian materi pembelajaran dapat berisikan butir-butir
materi penting (key concepts) yang harus dipelajari siswa atau dalam bentuk uraian secara
lengkap seperti yang terdapat dalam buku-buku pelajaran.
Seperti diuraikan di muka, materi pembelajaran (bahan ajar) merupakan salah satu komponen
sistem pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Secara garis besar, bahan ajar atau materi
pembelajaran berisikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang harus dipelajari
siswa.

Materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa
dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masalah-masalah yang timbul
berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran menyangkut jenis, cakupan, urutan,
perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran dan sumber bahan ajar. Jenis materi
pembelajaran perlu diidentifikasi atau ditentukan dengan tepat karena setiap jenis materi
pembelajaran memerlukan strategi, media, dan cara mengevaluasi yang berbeda-beda.
Cakupan atau ruang lingkup serta kedalaman materi pembelajaran perlu diperhatikan agar
tidak kurang dan tidak lebih. Urutan (sequence) perlu diperhatikan agar pembelajaran
menjadi runtut. Perlakuan (cara mengajarkan/menyampaikan dan mempelajari) perlu dipilih
setepat-tepatnya agar tidak salah mengajarkan atau mempelajarinya (misalnya perlu kejelasan
apakah suatu materi harus dihafalkan, dipahami, atau diaplikasikan).

D. Prinsip-Prinsip Pemilihan Bahan Ajar


Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi
pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip
relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan
atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai
misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi
pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau ghbahan hafalan.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat
macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang meliputi
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus
meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-
buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
E. Langkah-Langkah Pemilihan Bahan Ajar
Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui kriteria
pemilihan bahan ajar. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran adalah
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang
dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak
hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan bahan ajar haruslah mengacu
atau merujuk pada standar kompetensi.
Setelah diketahui kriteria pemilihan bahan ajar, sampailah kita pada langkah-langkah
pemilihan bahan ajar. Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi
pertama-tama mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar. Langkah berikutnya
adalah mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar. Langkah ketiga memilih bahan ajar
yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
teridentifikasi tadi. Terakhir adalah memilih sumber bahan ajar.

Secara lengkap, langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa. Aspek
tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar
memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap aspek standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran atau bahan ajar
yang berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.

b) Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran


Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Materi
pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta,
konsep, prinsip dan prosedur (Reigeluth, 1987).
1. Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang,
lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya.
2. Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi.
3. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma, teorema.
4. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya
langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel
listrik.
5. Materi pembelajaran aspek afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi),
internalisasi, dan penilaian.
6. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.

c) Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
Pilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Perhatikan
pula jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai standar kompetensi.
Berpijak dari aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diidentifikasi,
langkah selanjutnya adalah memilih jenis materi yang sesuai dengan aspek-aspek yang
terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut. Materi yang akan
diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif,
atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi
yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya.
Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis
materi tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa. Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan
mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran
atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Misalnya metode
mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan keledai”,
“jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah
“demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan diajarkan
adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa.
Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi yang harus
kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap, atau psikomotorik. Berikut
adalah pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran:

1. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa mengingat nama suatu objek,
simbul atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi pembelajaran yang harus
diajarkan adalah “fakta”.
Contoh:
Nama-nama ibu kota kabupaten, peristiwa sejarah, nama-nama organ tubuh manusia.
2. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan untuk
menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau
mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai dengan suatu definisi ? Kalau jawabannya
“ya” berarti materi yang harus diajarkan adalah “konsep”.
Contoh :
Seorang guru menunjukkan beberapa tumbuh-tumbuhan kemudian siswa diminta untuk
mengklasifikasikan atau mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut
dan mana yang berakar tunggang.
3. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menjelaskan atau melakukan
langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat sesuatu ? Bila “ya” maka materi
yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
Contoh :
Langkah-langkah mengatasi permasalahan dalam mewujudkan masyarakat demokrasi;
langkah-langkah cara membuat magnit buatan; cara-cara membuat sabun mandi, cara
membaca sanjak, cara mengoperasikan komputer, dsb.
4. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menentukan hubungan antara
beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep ? Bila
jawabannya “ya”, berarti materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori
“prinsip”.
Contoh :
Hubungan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu barang dalam lalu lintas
ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik. Cara
menghitung luas persegi panjang. Rumus luas persegi panjang adalah panjang dikalikan
lebar.
5. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa memilih berbuat atau tidak
berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak suka, indah tidak indah? Jika
jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek afektif,
sikap, atau nilai.
Contoh:
Ali memilih mentaati rambu-rambu lalulintas meskpipun terlambat masuk sekolah setelah di
sekolah diajarkan pentingnya mentaati peraturan lalulintas.
6. Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa melakukan perbuatan secara
fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah aspek
motorik.
Contoh:
Dalam pelajaran lompat tinggi, siswa diharapkan mampu melompati mistar 125 centimeter.
Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.

d) Memilih sumber bahan ajar


Setelah jenis materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar.
Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku
pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual, dsb.

e) Penentuan Cakupan Dan Urutan Bahan Ajar


Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi
pembelajaran penting diperhatikan. Ketepatan dalam menentukan cakupan, ruang lingkup,
dan kedalaman materi pembelajaran akan menghindarkan guru dari mengajarkan terlalu
sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam. Ketepatan urutan
penyajian (sequencing) akan memudahkan bagi siswa mempelajari materi pembelajaran.

f) Penentuan cakupan bahan ajar


Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan
apakah materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif,
ataukah aspek psikomotorik, sebab nantinya jika sudah dibawa ke kelas maka masing-masing
jenis materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda.
Selain memperhatikan jenis materi pembelajaran juga harus memperhatikan prinsip-prinsip
yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut
keluasan dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa
banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan
kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya
harus dipelajari/dikuasai oleh siswa. Sebagai contoh, proses fotosintesis dapat diajarkan di
SD, SLTP dan SMU, juga di perguruan tinggi, namun keluasan dan kedalaman pada setiap
jenjang pendidikan tersebut akan berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang pendidikan akan
semakin luas cakupan aspek proses fotosintesis yang dipelajari dan semakin detail pula setiap
aspek yang dipelajari. Di SD dan SLTP aspek kimia disinggung sedikit tanpa menunjukkan
reaksi kimianya. Di SMU reaksi-reaksi kimia mulai dipelajari, dan di perguruan tinggi reaksi
kimia dari proses fotosintesis semakin diperdalam.
Prinsip berikutnya adalah prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau
memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek
materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Misalnya, jika suatu pelajaran dimaksudkan untuk
memberikan kemampuan kepada siswa di bidang jual beli, maka uraian materinya mencakup:
(1) penguasaan atas konsep pembelian, penjualan, laba, dan rugi; (2) rumus menghitung laba
dan rugi jika diketahui pembelian dan penjualan; dan (3) penerapan/aplikasi rumus
menghitung laba dan rugi.

Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang
harus dipelajari oleh murid terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai
dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Misalnya dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia: Salah satu kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki siswa “Membuat Surat
Dinas “. Setelah diidentifikasi, ternyata materi pembelajaran untuk mencapai kemampuan
Membuat Surat Dinas tersebut termasuk jenis prosedur. Jika kita analisis, secara garis besar
cakupan materi yang harus dipelajari siswa agar mampu membuat surat dinas meliputi: (1)
Pembuatan draft atau konsep surat, (2) Pengetikan surat, (3) Pemberian nomor agenda dan (4)
Pengiriman. Setiap jenis dari keempat materi tersebut masih dapat diperinci lebih lanjut.

g) Penentuan urutan bahan ajar


Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan
mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi
pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan
siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian jika
materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan membagi jika materi
pengurangan belum dipelajari.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat
diurutkan melalui dua pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis.
• Pendekatan prosedural.
Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut
sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah
menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video.

• Pendekatan hierarkis
Urutan materi pembelajaran secara hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang
dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu
sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Contoh : Urutan Hierarkis (berjenjang)
Soal ceritera tentang perhitungan laba rugi dalam jual beli Agar siswa mampu menghitung
laba atau rugi dalam jual beli (penerapan rumus/dalil), siswa terlebih dahulu harus
mempelajari konsep/ pengertian laba, rugi, penjualan, pembelian, modal dasar (penguasaan
konsep). Setelah itu siswa perlu mempelajari rumus/dalil menghitung laba, dan rugi
(penguasaan dalil). Selanjutnya siswa menerapkan dalil atau prinsip jual beli (penguasaan
penerapan dalil).
Contoh lain tentang urutan operasi bilangan dapat dilihat pada tabel berikut.
Contoh Urutan Materi pembelajaran Secara Hierarkis
Kompetensi dasar
Urutan Materi
1. Mengoperasikan bilangan
1.1. Penjumlahan
1.2. Pengurangan
1.3. Perkalian
1.4. Pembagian
h) Sumber Bahan Ajar
Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari
sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya. Misalnya, siswa ditugasi untuk
mencari koran, majalah, hasil penelitian, dsb. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran
siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi
pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber
dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:

(1) Buku teks


Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk digunakan sebagai
sumber bahan ajar. Buku teks yang digunakan sebagai sumber bahan ajar untuk suatu jenis
matapelajaran tidak harus hanya satu jenis, apa lagi hanya berasal dari satu pengarang atau
penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas.
(2) Laporan hasil penelitian
Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti
sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir.
(3) Jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)
Penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran sangat bermanfaat
untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil
penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji
kebenarannya.
(4) Pakar bidang studi
Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar. Pakar tadi dapat
dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman,
urutan, dsb.
(5) Profesional
Kalangan professional adalah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan
perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan. Sehubungan dengan itu
bahan ajar yang berkenaan dengan eknomi dan keuangan dapat ditanyakan pada orang-orang
yang bekerja di perbankan.
(6) Buku kurikulum
Buku kurikulm penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar
kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan.
Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokok-pokok materi.
Gurulah yang harus menjabarkan materi pokok menjadi bahan ajar yang terperinci.
(7) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan.
Penerbitan berkala seperti Koran banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan
ajar suatu matapelajaran. Penyajian dalam koran-koran atau mingguan menggunakan bahasa
popular yang mudah dipahami. Karena itu baik sekali apa bila penerbitan tersebut digunakan
sebagai sumber bahan ajar.
(8) Internet
Bahan ajar dapat pula diperoleh melalui jaringan internet. Di internet kita dapat memperoleh
segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai
matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi.
(9) Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio)
Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata
pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara
melalui siaran televisi.
(10) Lingkungan ( alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi)
Berbagai lingkungan seperti lingkungan alam, lingkungan social, lengkungan seni budaya,
teknik, industri, dan lingkungan ekonomi dapat digunakan sebgai sumber bahan ajar. Untuk
mempelajari abrasi atau penggerusan pantai, jenis pasir, gelombang pasang misalnya kita
dapat menggunakan lingkungan alam berupa pantai sebagau sumber.
Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau
terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya
menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber abahan ajar. Tidak tepat pula
tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun.
Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan
sebagai sumber yang relevan dengan materi yang telah dipilih untuk diajarkan.

Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi.
Karena itu, hendaknya guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama
untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.
F. Langkah-Langkah Pemanfaatan Bahan Ajar
Strategi penyampaian bahan ajar oleh Guru
(1) Strategi urutan penyampaian simultan
Jika guru harus menyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut
strategi urutan penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara serentak,
baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global). Misalnya guru akan mengajarkan
materi Sila-sila Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pertama-tama Guru menyajikan lima sila
sekaligus secara garis besar, kemudian setiap sila disajikan secara mendalam.
(2) Strategi urutan penyampaian suksesif
Jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut
strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu demi satu disajikan secara
mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara mendalam
pula. Contoh yang sama, misalnya guru akan mengajarkan materi Sila-sila Pancasila.
Pertama-tama guru menyajikan sila pertama yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah
sila pertama disajikan secara mendalam, baru kemudian menyajikan sila berikutnya yaitu sila
kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Strategi penyampaian fakta
Jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk jenis fakta (nama-nama benda,
nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama lambang atau simbol, dsb.) strategi yang
tepat untuk mengajarkan materi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sajikan materi fakta dengan lisan, tulisan, atau gambar.
b. Berikan bantuan kepada siswa untuk menghafal. Bantuan diberikan dalam bentuk
penyampaian secara bermakna, menggunakan jembatan ingatan, jembatan keledai, atau
mnemonics, asosiasi berpasangan, dsb. Bantuan penyampaian materi fakta secara bermakna,
misalnya menggunakan cara berpikir tertentu untuk membantu menghafal. Sebagai contoh,
untuk menghafal jenis-jenis sumber belajar digunakan cara berpikir: Apa, oleh siapa, dengan
menggunakan bahan, alat, teknik, dan lingkungan seperti apa? Berdasar kerangka berpikir
tersebut, jenis-jenis sumber belajar diklasifikasikan manjadi: Pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan lingkungan. Bantuan mengingat-ingat jenis-jenis sumber belajar tersebut
menggunakan jembatan keledai, jembatan ingatan (mnemonics) menjadi POBATEL (Pesan,
orang bahan, alat, teknik, lingkungan).
Bantuan menghafal berupa asosiasi berpasangan (pair association) misalnya untuk
mengingat-ingat di mana letak stalakmit dan stalaktit pada pelajaran sains. Apakah stalaktit di
atas atau di bawah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasangkan huruf T pada atas,
dengan T pada tit-nya stalaktit. Jadi stalaktit terletak di atas, sedangkan stalakmit terletak di
bawah.
Contoh lain penggunaan jembatan keledai atau jembatan ingatan: (1) PAO-HOA (Panas
April-Oktober, Hujan Oktober – April). (2) Untuk menghafal nama-nama bulan yang
berumur 30 hari digunakan AJUSENO (April, Juni, September, Nopember).
(4) Strategi penyampaian konsep
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan
mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur,
membedakan, membandingkan, menggeneralisasi, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan konsep, kedua berikan bantuan
(berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), ketiga berikan latihan (exercise)
misalnya berupa tugas untuk mencari contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima
berikan tes.
Contoh:
Penyajian konsep tindak pidana pencurian
Langkah 1: Penyajian konsep
Sesuai pasal 362 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja mengambil barang milik orang lain
dengan melawan hukum dengan maksud untuk dimiliki dihukum dengan hukuman penjara
sekurang-kurangnya … tahun.”
Langkah 2: Pemberian bantuan
a. Murid dibantu untuk menghafal konsep dengan kalimat sendiri, tidak harus hafal verbal
terhadap konsep yang dipelajari (dalam hal ini Pasal pencurian).
b. Tunjukkan unsur-unsur pokok konsep tindak pidana pencurian, yaitu:
1) Mengambil barang (bernilai ekonomi)
2) Barang itu milik orang lain
3) Dengan melawan hukum (tanpa seijin yang empunya)
4) Dengan maksud dimiliki (mengambil uang untuk jajan).
Contoh positip: Wawan malam hari masuk pekarangan Ali dengan merusak pintu pagar
(sengaja) mengambil (melawan hukum) material bangunan berupa besi beton (barang milik
orang lain), kemudian dijual, uangnya untuk membeli beras (dengan maksud dimiliki).
Contoh negatif/salah (bukan contoh tapi mirip): Badu meminjam sepeda Gani tidak
dikembalikan melainkan dijual uangnya untuk membeli makan. Dari contoh negatif atau
contoh yang salah ini, unsur-unsur “sengaja mengambil barang milik orang lain dengan
maksud dimiliki” terpenuhi, tetapi ada satu unsur yang tidak terpenuhi, yaitu “melawan
hukum”, karena “meminjam”. Jadi pengambilan barang seijin yang empunya. Karena itu
perbuatan tersebut bukan termasuk tindak pidana pencurian, melainkan penggelapan.
Langkah 3: Latihan
Pertama-tama murid diminta menghafal dengan kalimat sendiri (hafal parafrase) Kemudian
murid diminta memberikan contoh kasus pencurian lain selain yang dicontohkan oleh guru
untuk mengetahui pemahaman murid terhadap materi tindak pidana pencurian.
Langkah 4: Umpan balik
Berikan umpan balik atau informasi apakah murid benar atau salah dalam memberikan
contoh. Jika benar berikan konfirmasi, jika salah berikan koreksi atau pembetulan.

Langkah 5: Tes
Berikan tes untuk menilai apakah siswa benar-benar telah paham terhadap materi tindak
pidana pencurian. Soal tes hendaknya berbeda dengan contoh kasus yang telah diberikan
pada saat penyempaian konsep dan soal latihan untuk menghindari murid hanya hafal tetapi
tidak paham.
(5) Strategi penyampaian materi pembelajaran prinsip
Termasuk materi pembelajaran jenis prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat,
teorema, dsb.
Langkah-langkah mengajarkan atau menyampaikan materi pembelajaran jenis prinsip adalah
:
a) Sajikan prinsip
b) Berikan bantuan berupa contoh penerapan prinsip
c) Berikan soal-soal latihan
d) Berikan umpan balik
e) Berikan tes.

Contoh:
Cara mengajarkan rumus menghitung luas bujur sangkar dengan tujuan agar siswa mampu
menerapkan rumus tersebut.
Langkah 1: Sajikan rumus
Rumus menghitung luas bujur sangkar adalah: Sisi X Sisi atau sisi kuadrat.
Langkah 2: Memberikan bantuan
Berikan bantuan cara menghafal rumus dilengkapi contoh penerapan rumus menghitung luas
bujur sangkar. Misalnya sebuah karton bangun bujur sangkar dengan panjang sisi 30 cm.
Rumus: Luas bujur sangkar = S X S.
Luas karton adalah 30 X 30 X 1 cm2 = 900 cm2.
Langkah 3: Memberikan latihan
Berikan soal-soal latihan penerapan rumus dengan bilangan-bilangan yang berbeda dengan
contoh yang telah diberikan. Misalnya selembar kertas panjangnya berbentuk bujur sangkar
dengan panjang sisi 40 cm. Hitunglah luasnya.

Langkah 4: Memberikan umpan balik


Beritahukan kepada siswa apakah jawaban mereka betul atau salah. Jika betul berikan
penguatan atau konfirmasi. Misalnya, “Ya jawabanmu betul”. Jika salah berikan koreksi atau
pembetulan.
Langkah 5: Berikan tes
Berikan soal-soal tes secukupnya menggunakan bilangan yang berbeda dengan soal latihan
untuk meyakinkan bahwa siswa bukan sekedar hafal soal tetapi betul-betul menguasai cara
menghitung luas bujur sangkar.
6. Strategi penyampaian prosedur
Tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat melakukan atau mempraktekkan
prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal. Termasuk materi pembelajaran jenis
prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan suatu tugas secara urut. Misalnya langkah-
langkah menyetel televisi.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur meliputi:
a. Menyajikan prosedur
b. Pemberian bantuan dengan jalan mendemonstrasikan bagaimana cara melaksanakan
prosedur
c. Memberikan latihan (praktek)
d. Memberikan umpan balik
e. Memberikan tes.
Contoh:
Prosedur menelpon di telpon umum koin.
Langkah-langkah mengajarkan prosedur:
Langkah 1: Menyajikan prosedur
Sajikan langkah-langkah atau prosedur menelpon dengan menggunakan bagan arus (flow
chart)
Langkah 2: Memberikan bantuan
Beri bantuan agar murid hafal, paham, dan dapat menelpon dengan jalan mendemonstrasikan
cara menelpon.
Langkah 3: Pemberian latihan
Tugasi siswa paraktek berlatih cara menelpon.

Langkah 4: Pemberian umpan balik


Beritahukan apakah yang dilakukan siswa dalam praktek sudah betul atau salah. Beri
konfirmasi jika betul, dan koreksi jika salah.
Langkah 5: Pemberian tes
Berikan tes dalam bentuk “do it test”, artinya siswa disuruh praktek, lalu diamati.

7. Strategi mengajarkan/menyampaikan materi aspek afektif


Termasuk materi pembelajaran aspek sikap (afektif) menurut Bloom (1978) adalah
pemberian respons, penerimaan suatu nilai, internalisasi, dan penilaian.
Beberapa strategi mengajarkan materi aspek sikap antara lain: penciptaan kondisi, pemodelan
atau contoh, demonstrasi, simulasi, penyampaian ajaran atau dogma.
Contoh:
Penciptaan kondisi. Agar memiliki sikap tertib dalam antrean, di depan loket dipasang jalur
untuk antri berupa pagar besi yang hanya dapat dilalui seorang demi seorang secara
bergiliran.
Pemodelan atau contoh: Disajikan contoh atau model seseorang baik nyata atau fiktif yang
perilakunya diidolakan oleh siswa. Misalnya tokoh Bima dalam Mahabarata. Sifat Bima yang
gagah berani dapat menjadi idola anak.

II. Pemilihan Media Pembelajaran


Anda tentu sudah tahu tentang media pembelajaran, atausering melihat bagaimana orang lain
menggunakan mediapembelajaran, bahkan mungkin Anda sering menggunakanmedia dalam
pembelajaran. Memang tepat adanya bahwa media identik dengan guru, mengapa demikian?
Karena media merupakan salah satu komponen utama dalampembelajaran selain, tujuan,
materi, metode danevaluasi, maka sudah seharusnya dalam pembelajaranguru menggunakan
media.
Proses pemilihan media menjadi penting karena kedudukan media yang strategis untuk
keberhasilan pembelajaran.Alasan pokok pemilihan media dalam pembelajaran,karena
didasari atas konsep pembelajaran sebagai sebuah sistem yang didalamnya terdapat suatu
totalitas yangterdiri atas sejumlah komponen yang saling berkaitanuntuk mencapai tujuan.
Upayauntuk mewujudkan tujuan pembelajaran ditunjang olehmedia yang sesuai dengan
materi, strategi yangdigunakan, dan karakteristik siswa. Untuk mengetahui hasil belajar,
maka selanjutnya guru menentukan evaluasi yang tepat, sesuai tujuan dan materi. Apabila
ternyatahasil belajar tidak sesuai dengan harapan dalam kata lain hasil belajar siswa rendah,
maka perlu ditelusuripenyebabnya dengan menganalisis setiap komponen, sehingga kita
dapat mengetahui faktor penyebabnya dengan lebih objektif.
Analisis penyebab rendahnya hasil belajar dapat meninjau ketepatan seluruh komponen
diantaranya : mungkin keberhasilan ini disebabkan karena rumusan tujuan tidak sesuai
dengan row input dan kemampuan awal siswa “entery behaviour level” siswa, bisa jadi tujuan
yang ditetapkan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dalam kata lain terlalu tinggi.
Penyebab yang lain bisa dari materi kurang sesuai dengan tujuan, terlalu kompleks, terlalu
sulit sehingga tidak dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Apabila dua komponen telah dianalisis
yaitu tujuan dan materi ternyata sudah sesuai selanjutnya perlu dikaji penerapan strategi dan
penggunaan media pembelajaran. Strategi bisa jadi tidak tepat, membuat siswa tidak aktif,
menjenuhkan, membosankan, tidak merangsang siswa untuk aktif sehingga berpengaruh
terhadap hasil belajarnya. Jika media dan strategi sudah tepat, maka perlu dikaji evaluasi
yang digunakan apakah sudah tepat baik bentuknya, jenis, instrumen evaluasi dan prosedur
evaluasinya.
Mekanisme tersebut jelas menunjukan pendekatan sistem dalam pembelajaran dengan
pengertian bahwa setiap komponen dalam pembelajaran saling berkaitan satu sama lain,
saling berinteraksi, saling berhubungan, saling terobos dan saling ketergantungan. Uraian
diatas juga menggambarkan dengan jelas bagaimana kedudukan media dalam pembelajaran
yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem pembelajaran. Penggunaan media akan
meningkatkan kebermaknaan (meaningful learning ) hasil belajar. Dengan demikian
pemilihan media menjadi penting artinya dan ini menjadi alasan teoritis mendasar dalam
pemilihan media.
Pentingnya pemilihan media dengan melihat kedudukan media dalam pembelajaran dapat
kita lihat dengan model sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Gerlach dan Elly,
sebagai berikut :

Sistem Pembelajaran Gerlach dan Elly

Prosedur pengembangan pembelajaran menurut Gerlach dan Elly dengan menggunakan


pendekatan sistem dapat dijelaskan bahwa perumusan tujuan instruksional merupakan
langkah pertama dalam merencanakan pembelajaran sebagai rumusan tingkah laku yang
harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran. Langkah kedua adalah
merinci materi pembelajaran yang diharapkan dapat menunjang pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Perlu juga dilakukan tes “entering behavoiur level” yaitu untuk mengetahui
kemampuan awal yang dimiliki siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagai dasar
untuk menentukan dari mana guru harus mengawali pembelajaran.
Tujuan, isi dan entery behaviour level menjadi dasar untuk menetapkan komponen
pembelajaran yang lainnya,yaitu : menentukan strategi yang harus sesuai dengan karakteristik
tujuan maupun materi yang diberikan juga termasuk mengatur dan mengelompokan biswa.
Pengelompokan siswa diselaraskan dengan waktu yang tersedia, dan ruang belajar nang
tersedia. Penentuan media yang akan digunakan merupakan langkah selanjutnya. Bagaimana
siswa agar mampu menguasai materi sesuai tujuan, media apa yang cocok digunakan. apakah
media cetak?, atau media elektronik? Apakah media tersebut digunakan sebagai alat bantu
bagi guru seperti OHP, TV, Slide Projector, Multimedia Projector, atau digunakan
sepenuhnya oleh siswa dengan bimbingan guru seperti pembelajaran berbasis komputer (CAI
dan CBI). Menentukan media yang cocok digunakan dalam pembelajaran disesuaikan dengan
tujuan, strategi, waktu yang tersedia, dan fasilitas pendukung lainnya. Seluruh kegiatan
pembelajaran diakhiri dengan penilaian terhadap penampilan (performance) siswa
disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan, dari penilaian ini guru dapat menentukan umpan
balik untuk melakukan revisi rencana dan pelaksanaan pembelajaran.
Pengkajian sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh Gerlach dan Elly tersebut
menempatkan komponen media sebagai bagian integral dalam keseluruhan system
pembelajaran. Dengan emikian secara teoritis model tersebut menjadi dasar alasan mengapa
kita perlu melakukan pemilihan terhadap media, agar memiliki kesesuaian dengan tujuan
(spesification of objective), kesesuaian dengan isi (spesification of content), strategi
pembelajaran (determination of strategy), dan waktu yang tersedia (alocation of time)

A. Alasan Praktis Pemilihan Media


Alasan praktis berkaitan dengan pertimbangan- pertimbangan dan alasan si pengguna seperti
guru, dosen, instruktur mengapa menggunakan media dalam pembelajaran. Terdapat
beberapa penyebab orang memilih media, antara lain dijelaskan oleh Arif Sadiman (1996:84)
sebagai berikut :
1) Demonstration.
Dalam hal ini media dapat digunakan sebagai alat untuk mendemonstrasikan sebuah konsep,
alat, objek, kegunaan, cara mengoperasikan dan lain- lain. Media berfungsi sebagai alat
peraga pembelajaran, misalnya seorang dosen sedang menerangkan teknik mengoperasikan
Overhead Projector (OHP), pada saat menjelaskannya menggunakan alat peraga berupa OHP,
dengan cara mendemonstrasikan dosen tersebut menjelaskan, menunjukkan dan
memperlihatkan cara-cara mengoperasikan OHP. Contoh lain, seorang guru kimia akan
menjelaskan proses perubahan-perubahan zat dengan menggunakan gelas ukur, sebelum
dilakukan praktikum, terlebih dahulu guru tersebut memperagakan bagaimana cara
menggunakan gelas ukur dengan baik. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh ketiga, seorang
guru Biologi akan membelajarkan siswa tentang bentuk dan struktur sel dengan
menggunakan
Mikroskop, maka sebelum praktikum dimulai, sebelum siswa meletakan objek pada
mikroskop untuk diamati maka guru tersebut menunjukan cara kerja Mikroskop sesuai
dengan prosedur yang benar, cara ini akan memperlancar proses belajar dan menghindari
resiko kerusakan pada alat praktikum yang digunakan. Beberapa alasan tersebut sering
melandasi pengguna dalam menggunakan media yaitu bertujuan untukmendemonstrasikan
atau memperagakan sesuatu.

2) Familiarity.
Pengguna media pembelajaran memiliki alasan pribadi mengapa ia menggunakan media,
yaitu karena sudah terbiasa menggunakan media tersebut, merasa sudah menguasai media
tersebut, jika menggunakan media lain belum tentu bisa dan untuk mempelajarinya
membutuhkan waktu, tenaga dan biaya, sehingga secara terus menerus ia menggunakanmedia
yang sama. Misalnya seorang dosen yang sudah terbiasa menggunakan media Over Head
Projector (OHP) dan Over Head Transparancy (OHT, kebiasaan menggunakan media
tersebut didasarkan atas alas an karena sudah akrab dan menguasai detil dari media tersebut,
meski sebaiknya seorang guru lebih variatif dalam memilih media, dalam konsepnya tidak
ada satu media yang sempurna, dalam arti kata tidak ada satu media yang sesuai dengan
semua tujuan pembelajaran, sesuai dengan semua situasi dan sesuai dengan semua
karakteristik siswa. Media yang baik adalah bersifat kontekstual sesuai dengan realitas
kebutuhan belajar yang dihadapi siswa. Jika kita lihat pada contoh di atas, media OHP lebih
tepat untuk mengajarkan konsep dan aspek-aspek kognitif, dapat digunakan dalam jumlah
siswa maksimal 50 orang dengan ruangan yang tidak terlalu besar dan siswa cenderung pasif
tidak dapat melibatkan secara optimal kontrol pembelajaran ada pada guru. Tentu saja OHP
kurang tepat untuk mengajarkan keterampilan yang menuntut demonstrasi, praktek langsung
yang lebih membuat siswa aktif secara fisik dan mental. Alasan familiarity tentu saja tidak
selamanya tepat, jika tidak memperhatikan tujuannya. Meski demikian alasan ini cukup
banyak terjadi dalam pembelajaran.

3) Clarity
Alasan ketiga ini mengapa guru menggunakan media adalah untuk lebih memperjelas pesan
pembelajaran dan memberikan penjelasan yang lebih konkrit. Pada praktek pembelajaran,
masih banyak guru tidak menggunakan atau tanpa media, metode yang digunakan dengan
ceramah (ekspository), cara seperti ini memang tidak merepotkan guru untuk menyiapkan
media, cukup dengan menguasai
materi, maka pembelajaran dapat berlangsung, namun apakah pembelajaran seperti ini akan
berhasil? Cara pembelajaran seperti ini cenderung akan mengakibatkan verbalistis, yaitu
pesan yang disampaikan guru tidak sama dengan persepsi siswa, mengapa hal ini bisa terjadi?
Karena informasi tidak bersifat konkrit, jika guru tidak mampu secara detil dan spesifik
menjelaskan pesan pembelajaran, maka verbalistis akan terjadi. Misalnya seorang guru IPA
di Sekolah Dasar sedang menjelaskan ciri-ciri mahluk hidup, diantaranya bahwa mahluk
hidup dapat bernafas dengan insang dan paru-paru. Jika guru tidak cermat mengemas
informasi dengan baik hanya berceramah saja maka siswa yang tidak pernah melihat bentuk
paru-paru dan insang maka akan membayangkan bentuk-bentuk lain yang tidak sesuai
dengan kenyataannya. Disinilah banyak pengguna media, memiliki alasan bahwa
menggunakan media adalah untuk membuat informasi lebih jelas dan konkrit sesuai
kenyataannya. Alasan ini lebih tepat dipilih guru dibanding dengan alasan kedua di atas.

4) Active Learning
Media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan oleh guru. Salah satu aspek yang
harusdiupayakan oleh guru dalam pembelajaran adalah siswa harus berperan secara aktif baik
secara fisik, mental, dan emosional. Dalam prakteknya guru tidak selamanya mampu
membuat siswa aktif hanya dengan cara ceramah, tanya jawab dan lain-lain namun
diperlukan media untuk menarik minat atau gairah belajar siswa. Seperti pendapat Lesle J.
Briggs (1979) menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai “the physical means of
conveying instructional content……….book, films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs
menyatakan media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi
proses belajar. Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi
bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas
program belajar mengajar. Sebagai contoh seorang guru memanfaatkan teknologi komputer
berupa CD interaktif untuk mengajarkan materi fisika. Dengan CD interaktif seorang siswa
dapat lebih aktif mempelajari materi dan menumbuhkan kemandirian belajar, guru hanya
mengamati, dan mereviu penguasaan materi oleh siswa. Cara seperti ini membuat siswa lebih
termotivasi untuk belajar, terlebih kemasan program CD interaktif dengan multimedia
menarik perhatian dan membuat pesan pembelajaran lebih lengkap dan jelas. Contoh lain
dapat dilihat pada pelatihan Emotional Spiritual Question (ESQ), salah satu tujuan pelatihan
ini adalah menumbuhkan seoptimal mungkin motivasi peserta untuk berbuat positif dengan
spirit yang besar dan optimalisasi potensi individu, diantaranya dengan cara mengkaji proses
dan kejadian serta fenomena alam (ayat qauniyyah), untuk mewujudkan tujuan ini digunakan
banyak visualisasi (media video) untuk memperlihatkan tayangan- tayangan yang mampu
meningkatkan motivasi peserta, dan secara empiric terbukti mampu meningkatkan motivasi
peserta. Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa keberadaan media dapat diperoleh dengan
cara memanfaatkan yang sudah ada, baik media realia yaitu media alami yang tersedia di
alam sekitar misalnya : gunung, sawah, air, berbagai jenis batuan, hewan, tumbuhan dan lain-
lain. Media juga dapat diperoleh dengan cara pembelian.
Membeli berarti tidak terjadi proses desain oleh pengguna, media yang sudah ada langsung
dimanfaatkan oleh pengguna. Beberapa media dengan berbagai materi pelajaran sekolah
berbagai jenjang pendidikan sudah dapat dijumpai di beberapa toko buku, atau di toko yang
khusus menjual alat-alat dan media pembelajaran.
Media yang mudah kita jumpai terutama yang berhubungan dengan Sain dan pelajaran IPS.
Misalnya torso berupa bentuk kerangka manusia, Microscope, loop, mokeup, dan kit alat-alat
praktikum. Pada pelajaran IPS misalnya globe, peta, dan lain-lain.
Tugas pengguna adalah memilih media yang tepat dengan kebutuhan pembelajaran sesuai
dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi pembelajaran. Tentu saja hal ini tidaklah
mudah, diperlukan analisis dan pertimbangan-pertimbangan yang matang sehingga membeli
media berarti manfaat yang diperoleh bukan kesia-sian, dalam hal ini Arif Sadiman (1996:85)
mengemukakan beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan rujukan untuk membeli media,
hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

B. Kriteria Umum Pemilihan Media


Pada kegiatan belajar 1 telah dijelaskan beberapa pertimbangan mengapa orang melakukan
pemilihan media. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan dalam pemilihan
media adalah dapat terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan pembelajaran, jika tidak
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan maka media tersebut tidak digunakan. Mc. M. Connel
(1974) dengan tegas mengatakan “if the medium fits use it” artinya jika media sesuai maka
gunakanlah. Dengan demikian cukup sederhana bukan? Namun demikian dalam aplikasinya
tidak sesederhana itu, diperlukan satu pengkajian yang mendalam untuk sampai pada
ketepatan dalam memilih media. Pertanyaan mendasar kemudian adalah untuk memperoleh
kesesuaian tersebut, apakah yang menjadi indikator atau kriterianya?
Jawaban atas pertanyaan tersebut tidaklah mudah, namun diperlukan analisis terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi kesesuaian media. Diantara faktor yang perlu diperhatikan
diantaranya : tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, modalitas belajar siswa (auditif, visual
dan kinestetik), lingkungan, ketersediaan fasilitas pendukung, dan lain-lain.
Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media. Namun
demikian secara teoritik bahwa setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan yang akan
memberikan pengaruh kepada afektifitas program pembelajaran. Sejalan dengan hal ini, yang
ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian integral dalam proses pendidikan kajiannya
akan sangat dipengaruhi beberapa criteria umum sebagai berikut :

• Kriteria Pertama, Kesesuaian dengan Tujuan (instructional goals).


Perlu di kaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Dari kajian Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ini
bisa dianalisis media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. Selain itu analisis dapat
diarahkan pada taksonomi tujuan dari Bloom, dkk apakah tujuan itu bersifat kognitif, afektif
dan psikomotorik. Begitu halnya dalam kurikulum berbasis kompetensi (2006), kriteri
pemilihan media didasarkan atas kesesuaiannya dengan standar kompetensi, kompetensi
dasar dan terutama indikator. Sebagai contoh lihatlah penggalan rencana pelaksanan
pembelajaran (RPP) berikut ini yang diambil dari kurikulum 2006.
• Kriteria Kedua, Kesesuaian dengan materi pembelajaran (instructional content), yaitu bahan
atau kajian apa yang akan diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan
lainnya, dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauhmana kedalaman yang harus
dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk
penyampaian bahan tersebut. Contohnya dapat dilihat pada kolom kriteria dua di atas. Di
sana tertera dengan jelas materi pembelajaran, misalnya ”Peran OS dalam komputer” dengan
demikian media yang dinggap tepat adalah sesuai dengan materi yang diajarkan, jika pokok
materinya itu maka computer merupakan media yang dianggap paling tepat.
• Kriteria Ketiga, Kesesuaian dengan Karakteristik Pebelajar atau siswa. Dalam media
haruslah familiar dengan karakteristik siswa/guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri media
yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik siswa, baik secara kuantitatif (jumlah)
ataupun kualitatif (kualitas, ciri, dan kebiasaan lain) dari siswa terhadap media yang akan
digunakan. Terdapat media yang cocok untuk sekelompok siswa, namun tidak cocok untuk
siswa yang lain. Misalnya, seorang guru tidak akan menggunakan media video atau film
walaupun media tersebut secara umum dipandang baik apabila akan diajarkan pada siswa
yang memiliki gangguan pada indra penglihatannya. Demikian juga untuk media audio untuk
siswa yang mengalami gangguan pendengaran. Dengan demikian pemilihan media harus
melihat kondisi siswa secara fisik terutama keberfungsian alat indra yang dimilikinya. Selain
pertimbangan tersebut perlu juga diperhatikan aspek kemampuan awal siswa, budaya maupun
kebiasaan siswa. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari respon negatif siswa, serta
kesenjangan pemahaman antara pemahaman yang dimiliki peserta didik sebagai hasil
belajarnya dengan isi materi yang terdapat pada media tersebut.

• Kriteria Keempat, Kesesuaian dengan teori. Pemilihan media harus didasarkan atas dengan
teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap suatu media yang dianggap
paling disukai dan paing bagus, namun didasarkan atas teori yang di angkat dari penelitian
dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan media bukan pula karena alasan
selingan atau hiburan semata. Melainkan media harus merupakan bagian integral
darikeseluruhan proses pembelajaran, yang fungsinya untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran.
• Kriteri kelima, Kesesuaian dengan gaya belajar siswa. Kriteria ini didasarkan kondisi
psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa. Bobbi
DePorter (1999:117) dalam buku “Quantum Learning” mengemukakan terdapat tiga gaya
belajar siswa, yaitu : tipe visual, auditorial dan kinestetik. Siswa yang memiliki tipe visual
akan mudah memahami materi jika media yang digunakan adalah media visual seperti TV,
Video, Grafis dan lain-lain. Berbeda dengan siswa dengan tipe auditif, lebih menyukai cara
belajar dengan mendengarkan dibanding menulis dan melihat tayangan. Untuk
mengidentifikasi tipe auditorial ini dapat dilihat dari kebiasaan belajarnya, misalnya :
berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, mudah terganggu oleh keributan, senang membaca
keras dan mendengarkannya, merasa kesulitan dalam menulis namun memiliki kecerdasan
dalam berbicara, belajar dengan cara mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan.
Tipe kinestetik lebih suka melakukan dibandingkan membaca dan mendengarkan. Ciri-ciri
tipe ini diantaranya : berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh
orang untuk memperoleh perhatian dari orang lain, belajar melalui manipulasi dan praktek,
belajar dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari telunjuk ketika membaca dan
lain-lain.

• Kriteria Keenam, Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu
yang tersedia. Bagaimana bagusnya sebuah media, apabila tidak didukung oleh fasilitas dan
waktu yang tersedia, maka kurang efektif. Media juga terkait dengan user atau penggunannya
dalam hal ini guru, jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan media tersebut
dengan baik, maka akan sia-sia, begitu halnya dengan fasilitas lainnya, misalnya sekolah
disebuah desa terpencil membeli perangkat komputer untuk mata pelajaran TIK, namun hal
itu menjadi tidak berfungsi dengan baik, karena ternyata di sekolah tersebut belum terpasang
aliran listrik.

B. Kriteria Khusus Pemilihan Media


Erickson (1993) memberi saran dalam mengembangkan kriteria pemilihan media dalam
bentuk chek listsebagai berikut:

Tabel di atas menunjukan cara dalam memilih mediadengan memperhatikan aspek-aspek


yang dipertanyakan di atas, dalam kata lain medianya sudah tersedia dan kita tinggal
melakukan pemilihan dengan cermat.
Sejumlah kriteria khusus lainnya dalam memilih media pembelajaran yang tepat dapat kita
rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari; access, cost, technology,
interactivity,
a) Acces organization, dan novelty. Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam
memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah, dan dapat
dimanfaatkan oleh murid? Misalnya, kita ingin menggunakan media internet, perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu apakah ada saluran untuk koneksi ke internet? Akses juga
menyangkut aspek kebijakan, misalnya apakah murid diijinkan untuk menggunakannya?
Komputer yang terhubung ke internet jangan hanya digunakan untuk kepala sekolah, tapi
juga guru, dan yang lebih penting untuk interaksi dan aktivitas siswa, bukan hanya guru yang
menggunakan media tersebut.
b) Cost, Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan
kita, pada umumnya media canggih biasanya cenderung mahal. Namun, mahalnya biaya itu
harus kita hitung dengan aspek menfaatnya. Semakin banyak yang menggunakan, maka unit
cost dari sebuah media akan semakin menurun. Media yang efektif tidak selalu mahal, jika
guru kreatif dan menguasai betul materi pelajaran maka akan memanfaatkan objek-objek
untuk dijadikan sebagai media dengan biaya yang murah namun efekt
c) Technology, Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tapi kita perlu
perhatikan apakah teknologinya tersedia dan mudah menggunakannya? Katakanlah kita ingin
menggunakan media audio visual di kelas. Perlu kita pertimbangkan, apakah ada listrik,
voltase listrik cukup dan sesuai?
d) Interactivity, Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau
interaktivitas Setiap kegiatan pembelajaran yang anda kembangkan tentu saja memerlukan
media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Jadikan media itu sebagai alat bantu
siswa dalam beraktivitas, misalnya puzzel untuk anak SD, siswa dapat menggunakannya
sendiri, menyusun gambar hingga lengkap, flash card dapat dikondisikan dalam bentuk
permainan dan semua siswa terlibat baik secara fisik, intelektual maupun mental.
e) Organization, Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi Misalnya,
apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya.
Apakah di sekolah ini tersedia satu unit yang disebut pusat sumber belajar?
f) O V E L T Y, Kebaruan dari media yang anda pilih jugaharusmenjadi pertimbangan.
Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik siswa. Diantara media yang
relatif baru adalah media yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi khususnya
penggunaan internet

C. Prosedur Pemilihan Media Pembelajaran


1. Format Pemilihan Media
Prosedur dalam memilih media secara umum terbagi dalam dua format, Arif Sadiman
(1996:87) mengemukakan dua format tersebut, yaitu flowchart, matrik dan checklist. Format
flowchart menggunakan system pengguguran atau eliminasi dalam pengambilan keputusan
pemilihan, jika salah satu ber-opsi tidak maka gugur dan berpindah pada langkah selanjutnya.
Format matrikmenangguhkan proses keputusan pemilihan sampai semua kriterianya
dipertimbangkan. Format checklist samadengan format matrik, yaitu menangguhkan proses
keputusan pemilihan sampai semua kriterianya dipertimbangkan. Dilihat dari penggunannya
di lapangan, model checklist lebih banyak digunakan sebagai bentuk baku sebagai pedoman
dalam pemilihan media.
(1) Format Flowchart
Cabaceiros dalam Arif Sadiman (1996 :87) memberikan contoh model flowchart seperti
tampak pada bagan berikut ini

Permintaan
Film
Penjelasan Bagan :

Bagan tersebut menjelaskan proses pemilihan media dengan mengikuti alur / flow dengan
sistem pengguguran sampai pada satu keputusan akhir membeli atau tidak media tersebut.
Misalnya pada bagan tersebut ada permintaan pengadaan media bentuk film atau pihak
sekolah menginginkan untuk pengadaan media film. Langkah pertama adalah
mempertanyakan ada atau tidak media tersebut, jika ternyata sekolah sudah memilikinya
maka dengan sendirinya sekolah tidak jadi membeli media film, namun ada pertanyaan untuk
membeli media lain, jika ternyata juga tidak disetujui berarti pembelian media tidak jadi
dilakukan Apabila ternyata pihak sekolah tidak memiliki dan disetujui pimpinan sekolah
maka selanjutnya masuk pada alur yang mempertanyakan keberadaan dana yang dimiliki
sekolah, apabila dana ada dan mencukupi selanjutnya mengajukan permohonan pembelian
dengan memilih media film melalui katalog media. Sebaiknya sekolah meminta pihak penjual
untuk diadakan reviu media untuk dilakukan evaluasi, dan hasil dari evaluasi itu menjadi
keputusan akhir antara membeli atau tidak. Jika hasil evaluasi menunjukan kesesuaian media
maka sekolah langsung mengusulkan untuk jadi membeli, jika hasil evaluasi menunjukan
ketidak sesuaian, maka tidak perlu membeli, bahkan perlu dicegah untuk, sebab kalau jadi
dibelipun sekolah mengalami kerugian dan tidak efisien.
Untuk lebih memperjelas pemahaman Anda tentang model flowchart dalam media, kita
simak model Gagne dan Reiser dalam Arif Sadiman (2004). Berbeda dengan contoh pertama
di atas, model ini bertitik tolak dari upaya pencapaian tujuan pembelajaran.

Pemilihan Media untuk Belajar Mandiri (Gagne dan Reiser)


Penjelasan :

Gegne berpendapat bahwa pemilihan media harus berdasar atas analisis terhadap tujuan
pembelajaran. Bagan tersebut menunjukan bahwa pemilihan media didasarkan atas
karakteristik tujuan, apakah tujuan tersebut bersifat penguasaan sikap verbal? Jika ya, maka
kita harus memilih media yang berorientasi untuk penanaman sikap, seperti : film, film
bingkai, kaset dan video. Apabila tujuan pembelajaran tidak pada penguasaan sikap namun
verbal maka pilihannya apakah bersifat visual atau tidak. Jika visual maka media yang cocok
adalah terks bergambar, film bingkai, film rangkai dan film. Apabila tidak dalam bentuk
visual maka pilihannya audio dengan media cetak. Selain tujuan bersifat penguasaan sikap
juga keterampilan. Apabila keterampilan berupa fisik maka media yang cocok adalah alat
berlatih, sedangkan apabila keterampilan tidak bersifat fisik maka pilihan medianya adalah
komputer, belajar terprogram, CBI dan TV interaktif.
Pembelajaran di sekolah dasar sudah dimungkinkan untuk menggunakan pembelajaran
mandiri, misalnya dengan menggunakan CD pembelajaran interaktif dengan kemasan
sederhana dan pengawasan dari guru. Jika ada permintaan untuk menggunakan media
tersebut, perlu di analisis dengan pola tersebut.

(2) Format Matriks


Pilihan lain untuk pemilihan media dapat menggunakan format matriks, format ini berbentuk
kolom yang mengkaitkan dan mencocokkan satu variabel media dengan variabel lainnya.
Misalnya jenis media yang akan dipilih di lihat kondisinya dengan variabel lain seperti
sifatnya, kelebihannya, fungsinya, penggunaannya dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, Wilbur
Schram (1977) memberi contoh analisis media dilihat dari segi pengontrolannya atau
kesesuaian media dengan cara pengendaliannya.

trol
Penjelasan :
Pada tabel di atas aspek yang di analisis kesesuaiannya adalah media dengan
pengendaliannya. Variabel yang termasuk pengendalian diantaranya portabel. Portabel adalah
kemudahan media tersebut untuk di pindahkan, disimpan, di bawa-bawa, kemudahan untuk
memasang (setup) kemudahan untuk menggunakan, dalam kata lain portabel berarti
kepraktisan media tersebut untuk digunakan. Aspek lain yang termasuk pengendalian media
adalah dapat digunakan di rumah, siap digunakan setiap saat artinya tidak tergantung pada
aspek lain, terkendali, dapat digunakan secara mendiri artinya siswa pada saat menggunakan
media tersebut tidak selamanya tergantung pada guru, namun dapat digunakan oleh siswa.
Umpan balik dalam media adalah bisa atau tidaknya media memberikan balikan informasi
pada penggunannya, terutama balikan langsung dan bukan balikan tunda.
Bagaimana cara menggunakan matriks tersebut?
Menggunakan matrik tersebut cukuplah mudah, yang harus Anda lihat pertama kali adalah
aspek pengendalian dari media tersebut, sesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran yang
akan dilakukan. Misalnya Anda ingin memiliki media yang praktis, dapat digunakan di
rumah, dapat digunakan setiap saat, terkendali dapat digunakan untuk pembelajaran mandiri
meskipun tidak memiliki umpan balik, maka pilihannya ada beberapa alternative media
diantaranya : slide, film strip, audio kaset, dan buku. Tentu saja Anda dapat memilih salah
satu dari media tersebut. Cara kedua dapat juga anda berangkat dari media yang diplih,
kemudian di cocokan dengan karakteristiknya terutama aspek pengendalian dari media
tersebut, dengan sendirinya jika media tersebut ternyata tidak sesuai dengan karakteristik
yang Anda butuhkan maka tidak akan dipilih dan digunakan. Mudah bukan?

(3) Format Checklist


Format evaluasi terhadap media dapat menggunakan checklist, sesuai dengan istilah checklist
maka kita tinggal memberikan penilaian dengan memberi tanda dan memberi nilai pada
rentang penilian media. Lihatlah
contoh berikut ini :

Menggunakan format di atas cukuplah mudah kita tinggalmengisi data yang tersedia, memilih
media yang dievaluasi (film, video, Slide, Buku, dll) dan melingkari nomor skala yang
mendekati penilaian kebutuhan media Anda. Format ini dapat disesuaikan dengan keperluan
sekolah tertentu.
Sebagai perbandingan, berikut
D. Prosedur Pemilihan Model Assure
Seperti yang telah diuraikan di atas, prosedur pemilihanmedia dapat dianalisis dengan
menggunakan prosedur menggunakan berbagai format baik matrik, checklist maupun
flowchart. Cara lain dalam pemilihan media dapat menggunakan pola ASSURE model dari
Heinich, Molenda dan Russel (hal.34). ASSUR mengandung makna dari masing-masing
huruf, yaitu Analisis Learner Characteristics, State Objectives, Slec, Modify or Design
materials, Utilitize Materilas, Require Learner response dan Evaluate. Menurut model ini
apabila kita akan memilih media lakukan dengan mengikuti prosedur sesuai tahapan
ASSURE Untuk lebih jelasnya kita uraikan masing-masing kata tersebut.

1. Analisis Learner Characteristics Tahap pertama adalah melakukan analisisterhadap


karakteristik siswa. Secara garis besar karakteristik siswa terbagi dua, yaitu karakteristik
umum dan khusus. Karakteristik khusus berkaitan dengan usia, pengalaman sebelumnya,
latar belakang keluarga, social budaya, dan ekonomi. Karakteristik khusus berkenaan dengan
pengetahuan, skill dan sikap tertentu yang dimiliki siswa. secara psikologis anak pada jenjang
pendidikan awal menuntut informasi yang konkrit, jelas tidak verbalistik, sederhana dan
diperlukan pola pembelajaran yang lebih menyenangkan (joyfull learning) yang juga penting
pembelajaran sesuai dengan keterampilan berfikir siswa. Keterampilan berpikir terdiri dari
keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Menurut Novak (1979)
proses berpikir dasar meliputi proses mental yang merupakan gambaran berpikir rasional
yang terdiri dari sepuluh kemampuan yaitu menghafal recalling), imagining),
mengelompokkan (classifiying), nggeneralisasikan generalizing), membandingkan
(comparing), (evaluating), menganalisis (analizing), mensintesis (synthesizing), (deducing),
dan menyimpulkan (infering). Keterampilan berpikir kompleks merupakan perpaduan dari
keterampilan berpikir rasional dengan proses berpikir kompleks yang meliputi pemecahan
masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
2. State Objectives Langkah selanjutnya menentukan tujuan
pembelajaranataukompetensiyang diharapkan tercapai. Pengkajian terhadap tujuan atau
kompetensi ini akan di jadikan pijakan untuk prosedur selanjutnya. Jika kita kaitkan dengan
kurikulum berbasis kompetensi maka tujuan tersebut berupa : (1) Standar Kompetensi Peserta
Didik, merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup kemampuan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik
pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan, (2) kompetensi Dasar, merupakan
penjabaran standar kompetensi peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding
dengan standar kompetensi peserta didik, dan (3) Indikator Pencapaian, merupakan indikator
pencapaian hasil belajar berupa kompetensi dasar yang lebih spesifik yang dapat dijadikan
ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. Kompetensi apa yang ingin di capai?
Hall & Jones (1976: 48) membagi kompetensi menjadi 5 macam, yaitu: (a) Kompetensi
kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian, (b) Kompetensi afektif
yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi,(c) Kompetensi penampilan yang
menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik, (d) Kompetensi produk atau
konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan terhadap pihak lain, (e)
kompetensi eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai
nilai kegunaan di
masa depan, sebagai hasil samping yang positif.
3. Select, Modify or Design materials. Selanjutnya adalah kegiatan memilih media,
memodifikasi media yang sudah ada atau merancang sesuai kebutuhan. Langkah ini
dilakukan sesuai dengan langkah dua di atas penentuantujuan/kompetensi. Pemilihan media
dapat menggunakan format checklist, matrik flowchart. yang akan dilipih menurut Anderson
yakni : audio, cetak, audio– cetak proyeksi visual diam, proyek visual diam dengan audio,
visual gerak , visual gerak dengan audio, benda dan komputer.
4. Utilitize Materialas, Setelah media tersebut dipilih mana yang sesuai dengan karakteristik
siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran lalu langkah selanjutnya digunakan dalam
pembelajaran. Menggunakan media dalam pembelajaran diperhatikan langkah-langkah
menggunakannya. Hal ini akan berbeda pada setiap media yang kita pilih. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan media yakni : siapkan waktu yang cukup (misalnya 10
menit) untuk persiapan dan pemasangan media, pastikan media tersebut dapat digunakan hal
ini dapat diketahui dengan cara dicobakan terlebih dahulu sebelum langsung digunakan.
Media seyogyannya membuat siswa aktif, guru tidak boleh terlalu mengandalkan media,
misalnya OHP.
Jika ternyata ada masalah, misalnya sambungan listrik tidak berfungsi maka guru bisa
menggunakan alternatif lain. media-media tertentu seperti video membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga guru harus cermat mengalokasikan waktu. Sesi tanya jawab, reviu
pembelajaran dari guru dan kalau perlu diadakan postes harus tetap diperhatikan

5. Require Learner respose, Selanjutnya perlu diamati bagaimana respon siswa terhadap
penggunaan media tersebut. Kita harus ingat bahwa sasaran akhir dalam sebuah pembuatan
media adalah harus dapat dipahami, dimengerti dan memudahkan siswa.
Fokus media tidak hanya pada kemasan saja namun lebih penting adalah kejelasan pesan.
Sebagai guru yang langsung berinteraksi dengan siswa, tentunya dapat mengamati bagaimana
respon siswa terhadap media yang kita sajikan. Respon ini dapat berupa respon positif dan
respon negatif. Respon siswa dapat dilihat dari ekspresi, pendapat langsung perihal media
ketertarikan media tersebut, mudah atau sulitnya memahami pesan pembelajaran dalam
media tersebut serta bagaimana motivasi siswa setelah menyimak pembelajaran dengan
media. Respon siswa yang dimaksud di sini tidak sama dengan evaluasi hasil belajar, namun
lebih berupa persepsi dan tanggapan siswa terhadap media. Untuk melihat respon ini guru
dapat langsung menanyakannya kepada siswa atau membuat angket sederhana khusus
mengungkap respon ketertarikan siswa dan keterbacaan media (media literacy)tersebut.
6. Evaluate Tahap akhir dalam pemilihan media model ASSURE adalah melakukan evaluasi.
Evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat suatu keputusan tentang nilai
suatuobjek. Keputusan evaluasi(value judgement )tidak hanya didasarkan atas hasil
pengukuran (quntitatif) melainkan juga hasil pengamatan (quantitatif), baik yang dilakukan
dengan pengukuran (measurement) maupun bukan pengukuran (nonmeasurement) pada
akhirnya menghasilkan suatu keputusan tentang nilai satu objek yang dinilai. Evaluasi
diarahkan untuk mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan dengan
menggunakan media.
Evaluasi dilakukan dengan dua jenis yaitu evaluasi pada saat proses pembelajaran dan
evaluasi akhirpembelajaran. Esensi evaluasi yang dilakukan adalah membandingkan dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi bertujuan untuk : (1) mengetahui tingkat
pencapaian kompetensi siswa, (2) mengukur pertumbukan dan perkembangan siswa, (3)
mendiagnosis

Kesulitan belajar siswa, (4) hasil pembelajaran, (5) mengetahui pencapaian kurikulum, (6)
mendorong siswa untuk belajar dan (7) mendorong guru untuk mengajar lebih baik. Dengan
demikian, penilaian berfungsi untuk kepentingan siswa dan guru.

E. Prosedur Pemilihan Model Anderson


Media merupakan bagian integral dalam pembelajaran, sebagai salah satu komponen dari
beberapa komponen dalam sistem pembelajaran, dengan demikian prosedur pemilihan media
hendaklah mengacu pada keterkaitan dengan komponen lainnya. Hal inilah yang mendasari
Anderson (1976) untuk membuat satu model pemilihan media yang mengacu pada
keterkaitannya dengan komponen lain.
Komponen yang menjadi fokus perhatian adalah tujuan, metode dan karakteristik media itu
sendiri. Tujuan berkaitan dengan efektivitas media yang dibuat, artinya baik atau tidaknya
sebuah media yang dipiilih dapat dilihat dari ketercapaian tujuannya, semakin banyak tujuan
pembelajaran tercapai maka semakin baik media tersebut, begitu juga sebaliknya.
Metode berkenaan dengan cara penyampaian media tersebut kepada siswa. Dalam hal ini
perlu di diperhatikan jumlah siswa, keadaan fasilitas belajar, sarana pendukung dan waktu
yang tersedia. Untuk lebih jelasnya lihatlah bagan Model Anderson (1976) berikut ini :
Penjelasan :
Anderson membagi proses pemilihan media menjadi enam langkah, masing-masing langkah
di kaji sampai pada akhir langkah yaitu melakukan kegiatan perancangan dan produksi
media.

1. Langkah awal adalah menentukan karakteristik pesan yang akan disampaikan, apakah
pesan tersebut berupa fakta, konsep, gagasan, hukum, teori yang sifatnya konseptual, atau
pesan tersebut berupa instruksi, penugasan-penugasan tertentu yang mengarah pada
penguasaan skill atau keterampilan.
2. Selanjutnya tahap dua mengkaji bagaimana metode yang tepat sesuai dengan karakteristik
pesan pembelajaran. Hal ini perlu dikaji secara langsung dengan mengkaitkan kebutuhan
akan media pembelajaran atau tidak menggunakan media. Apabila pesan tersebut berupa
pesan-pesan pembelajaran, maka dibutuhkan media pembelajaran bukan media yang lain.
Contoh jika pesan tersebut berupa pesan umum, informasi publik, politik dan ekonomi maka
lebih cocok menggunakan media masa dan bukan media pembelajaran.
3. Pesan pembelajaran perlu dianalisis lebih operasional terutama kaitannya karakteristik
tujuan, kita bisa mengambil Teori Bloom et al. (1956: 17) menganalisis kompetensi menjadi
tiga aspek, masing- masing dengan tingkatan yang berbeda-beda: Kompetensi kognitif,
meliputi tingkatan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.
Kompetensi afektif, meliputi pemberian respons, penilaian, apresiasi, dan internalisasi.
Kompetensi psikomotorik, meliputi keterampilan gerak awal, semi rutin, dan rutin. Hal ini
berhubungan dengan media yang cocok dengan karakteristik tersebut
4. Selanjutnya menentukan media yang cocok dan sesuai dengan tujuan dan sesuai dengan
karakteristik siswa, baik dari segi jumlahnya, maupun dari segi karakteristik lainnya, atau
media yang sesuai dengan kemampuan produksi, fasilitas yang dimilii dan biaya yang
tersedia.
5. Evaluasi perlu dilakukan untuk mempertimbangkan lebih matang kelebihan dan
kekurangan media yang telah menjadi pilihan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara
mereviu oleh beberapa pihak yang terkait, seperti guru, atau siswa. Apabila cocok, maka akan
langsung diproduksi dan apabila tidak maka harus kembali pada langkah IV untuk memilih
alternative media yang lainnya .
6. Langkah terakhir adalah melakukan perencanaan untuk pengembangan dan produksi
media. Tahap ini dapat dilakukan dengan

Daftar Pustaka

Abdul Gafur (1986). Disain instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar kegiatan
belajar mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1987). Pengaruh strategi urutan penyampaian, umpan balik, dan keterampilan
intelektual terhadap hasil belajar konsep. Jakarta : PAU – UT.

Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational


goals. New York: McKay.

Center for Civics Education (1997). National standard for civics and governement. Calabasas
CA: CEC Publ.

Dick, W. & Carey L. (1978). The systematic desgin of instruction. Illinois: Scott & Co.
Publication.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan pendidikan menengah umum.


Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, teaching, and evaluating: a competency


approach. Chicago: Nelson-Hall.

Hall, Gene E & Jones, H.L. (1976) Competency-based education: a process for the
improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.

Joice, B, & Weil, M. (1980). Models of teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.

Kemp, Jerold (1977). Instructional design: a plan for unit and curriculum development. New
Jersey: Sage Publication.

Kaufman, Roger A. (1992). Educational systems planning. New Jersey: Englewood Cliffs.

Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing standard-based districs, schools, and classrooms.
Vriginia: Assiciation for Supervision and Curriculum Development.

McAshan, H.H. (1989). Competency-based education and behavioral objectives. New Jersey:
Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.

Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for instructional systems development. New York:
Academic Press.

Reigeluth, Charles M. (1987) Instructional theories in action: lessons illustrating selected


theories and models. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publ.

Anda mungkin juga menyukai