Anda di halaman 1dari 14

PEMBAHASAN

A. PENGETIAN KURIKULUM DAN EVALUASI KURIKULUM


1. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis webster’s Third New International Distionery (hendyat dan
Wasty, 1993: 12) menyebut curriculum berasal dari kata curere. Dalam bahasa latin
currerre yang berarti:
1. Berlari cepat (pada prlombaan lari di stadion)
2. Tergesa-gesa
3. Menjalani
Currerre di kata bendakan menjadi curriculum berarti:
1. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda berkaki.
2. Perjalanan, suatu pengalaman tanpa berhenti.
3. (a) Jalan, Larinya, (b) Perlombaan, Pacuan, Balap (c) Peredaran, gerakan berkeliling
lamanya.
4. Lapangan pelombaan, gelanggang, jalan.
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga
pendidikan sekolah bagi siswa ( hamalik, 2010:10)
Menurut subandija (1993:2) kurikulum adalah aktifitas dan kegiatan belajar
yang di rencanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah
baik di dalam maupun di luar sekolah atas alasan itu semua operasional kurikulum
dapat di definisikan sebagai:
1. Suatu badan tertulis yang berisi urutan tentang program pendidikan suatu sekolah
yang dilaksanakan dari tahun ke tahun.
2. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa siswanya.
3. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di
sekolah.
4. Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara
penilaian yangdirencanakan dan di guakan dalam pendidikan.
5. Suatu program pendidikan yang di rencanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional,
merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus di tempuh
murid untuk memperoleh ijazah (oemar hamalik,2011:13)
beberapa pendapat para ahli mengenai kurikulum (Admin, 2013:4):
 Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( hollis L.
Caswell and doank S Campbell dalam Olivia, 1991:6 ).

 Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk meperbaiki seperangkat


pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik ( J. Galen Saylor, William M.
Alexsander, And Arthur J Lewis dalam Olivia 1991:6).

 Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal dimana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill, perbahan
tingkah laku, apresiasi dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah ( Ronald C.Doll dalam
Olivia, 1991:7)
 Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara
sistematik yang dikembangkan sekolah ( atau perguruan tinggi ), agar pebelajar
dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya ( Danniel Tnner and Laurel N.
Tunner dalam Olivia, 1991:7).

 Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program
belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (
Albert I. Oliver dalam Olivia, 1991:7 ).
Menurut Elia Susanti Az-zahra (2012:19) kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang di rencanakan, di programkan, dan di rancang sedemikian rupa
secara sistematis yang berisi bahan ajar serta pengalaman belajar sehingga dalam
program pendidikan memiliki arah dan tujuan yang akan di capai dan dari hasil yang
di capai kita dapat merevisi ulang dan mengembangkan program pendidikan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga suatu kurikulum
pembelajaran dapat di katakan selalu berubah-ubah sesuai dengan keburtuhan dan
perkembangan pendidikan.
2. Evaluasi kurikulum
Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi
kurikulum, antara lain Stephen Wiseman dan Dowglas Pidgeson dalam bukunya
Curriculum Evaluation. Menurut Morrison, evaluasi adalah perbuatan pertimbangan
berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam buku the school curriculum, evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk mebantu
pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode
pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan
apakahprogram yang telah di tentukan sesuai dengan tujuan semula.
Penertian evaluasi menurut Morrison (Oemar, 1993:2) Salah satu rumusan
mengenai “evaluasi” menyatakan bahwa evaluasi adalah perbuatan pertimbangan
berdasarkan seperangkat criteria yang di sepakati dan dapat di pertanggungjawabkan.
Dalam rumusan ini terdapat tiga factor utama, yakni (1) pertimbangan, (2) Deskripsi
objek penilaian, (3) Kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pertimbangan adalah pangkal dalam membuat keputusan. membuat keputusan
berarti menentukan derajat tertentu yang berkenaan dengan hasil evaluasi itu.
pertimbangan membutuhkan informasi yang akurat dan relevan serta dapat di
percaya.
Deskripsi objek penilaian adalah perubahan prilaku sebagai produk suatu
system. Sudah barang tentu perilaku itu harus di jelaskan, dirinci, dan dispesifikkan
sehingga dapat diamati, dan diukur.
Criteria yang dapat dipertanggungjawabkan ialah ukuran-ukuran yang akan
digunakan dalm menilai suatu objek. Kriteri panilaian harus relevan dengan kriteria
keberhasialan, sedangkan criteria keberhasilan harus dilihat dalam hubungannya
dengan sasaran program/kurikulum.
B. Jenis-jenis Strategi Evaluasi
Teori evaluasi mengandung kerangka kerja konseptual bagi pengembangan
strategi evaluasi. Oleh karena itu, penting untuk dirumuskan apa yang dimaksud
dengan evaluasi itu. Perumusan yang tepat akan menjadi landasan dalam
pelaksanaannya, sebaliknya, jika perumusan tersebut kurang kuat, dapat menjadi
penyebab utama terjadinya kegagalan dalam evaluasi (Oemar Hamalik, 2011:256).
Pada masa silam, evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan yang disamakan dengan
pengukuran dan tes. Pernyataan ini tidak menyelaraskan perilaku dan tujuan, dan
juga memunculkan jurang perbedaan, yang dalam antara profesional dan program.
(Oemar Hamalik, 2011:256-257).

Menurut Oemar Hamalik (2011:257) Dewasa ini telah dikembangkan suatu


definisi memandang evaluasi sebagai suatu hal yang sangat penting, karena
memberikan informasi dalam proses pembuatan keputusan. Untuk itu, strategi
evaluasi dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
a. Mutu program bergantung pada mutu keputusan yang dibuat;
b. Mutu keputusan bergantung pada kemampuan manajer untuk mengidentifikasi
berbagai alternatif yang terdapat dalam berbagai situasi keputusan, melalui berbagai
pertimbangan yang seksama;
c. Dalam pembuatan keputusan yang seksama, dibutuhkan informasi yang tepat dan
dapat dipercaya.
d. Pengadaan informasi tersebut memrlukan alat yang sistematis; dan
e. Proses pengadaan informasi bagi pembuatan keputusan erat hubungannya dengan
konsep evaluasi yang digunakana.
Menurut Oemar Hamalik (2011:257-258) Kerangka pengertian yang berpijak pada
berbagai asumsi diatas secara jelas dan memandang evaluasi sebagai analisis dalam
upaya perbaikan program, bukan sebagai klritik terhadap perogram. Secara lebih
tegas, evaluasi bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan.
Berkaitan dengan hal ini, ada empat jenis keputusan yang perlu dipertimbangkan
dalam menilai suatu program, yaitu:
1. Keputusan-keputusan perencanaan yang ditujukan bagi perbaikan yang dibutuhkan
pada daerah tertentu, tujuan umum dan tujuan khusus.
2. Keputusan-keputusan pemrograman khusus yang berkenaan dengan prosedur,
personel, fasilitas, anggaran biaya dan tuntutan waktu dalam pelaksanaan kegiatan
yang telah direncanakan.
3. Keputusan-keputusan pelaksanaan (implementasi) dalam mengarahkan kegiatan
yang telah diprogram, dan
4. Keputusan-keputusan program perbaikan yang meliputi berbagai kegiatan perubahan,
penerusan, terminasi, dan sebagainya.
Menurut Oemar Hamalik (2011:258) seiring dengan keempat jenis keputusan diatas
terdapat empat jenis strategi evaluasi, yaitu;
1. Strategi pertama terdiri atas penentuan lingkungan tempat terjadinya perubahan,
terdapat berbagai kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi, dan juga berbagai
masalah yang mendasari timbulnya kebutuhan serta kesempatan untuk terjadinya
perubahan;
2. Strategi kedua terdiri atas pengenalan dan penilaian terhadap berbagai kemampuan
(capabilities) yang relevan. Strategi ini sangat besar gunanya dalam pencapaian tujuan
program dan desain yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan khusus;
3. Strategi ketiga terdiri atas pendekatan dan prediksi hambatan yang mungkin terjadi
dalam desain prosedural atau implementasi sepanjang tahap pelaksanaan program;
dan
4. Strategi keempat terdiri atas penentuan keefektifan proyek yang telah dilaksanakan,
melalui pengukuran dan penafsiran hasil-hasil yang telah dicapai sehingga seorang
evaluator dapat memilih strategi yang tepat.

C. PENTINGNYA EVALUASI KURIKULUM


Menurut hamalik (1993:4-5) Dalam pola pemikiran evaluasi kurikulum dapat
kita pahami pentingnya evaluasi kurikulum itu dalam berbagai tingkat sebagai
berikut:
Guru Bidang Studi: Berkepentingan menilai para siswanya untuk melihat sejauh
mana proses belajar-mengajar yang telah dilaksanakannya itu berhasil atau kurang
berhasil. Selanjutnya dia dapat melihat keefektifan sistem instruksional yang telah
dikembangkannya . Informasi yang diperoleh menjadi umpan balik terhadap terhadap
pelaksanaan GBPP bidang studi tersebut dan memberikan informasi untuk membuat
keputusan instuksional serta pembinaan program sekolah secara menyeluruh.
Kepala Sekolah: Berkepentingan karena terkait dengan tugasnya sebagai
administrator dan supervisor disekolahnya, bertanggung jawab melaksanakan evaluasi
terhadap program sekolah dalam rangka pelaksanaan kurikulum sekolah secara
keseluruhannya. Dia harus mengetahui dengan tepat dan cermat tentang pelaksanaan
dan keberhasilan pelaksanaan kurikulum yang mencakup semua bidang studi atau
mata pelajaran, apakah berjalan lancar dan apakah berhasil atau kurang berhasil; dan
jika kurang berhasil, selanjutnya dia bersama guru-guru memikirkan kembali untuk
melakukan berbagai upaya perbaikan.
Bila diperlukan, kepala sekolah dapat menyampaikan informasi tentang
kurikulum di sekolahnya kepada atasannya, baik kepada supervisor(kepala sekolah)
maupun kepada administrator Kakandep Dikbud tingkat kabupaten, kotamadya, dan
propinsi.
Selain itu, informasi hasil pengukuran ini dapat disajikan sebagai data
informasi untuk kepentingan penelitian dan pengembangan kurikulum. Jika hal ini
dilakukan secara berencana, maka akan besar manfaanya sebagai data yang
autentik dan berharga begi kemajuan pendidikan umumnya.
Kandep dan kanwil: Kandep dan kanwil dalam hal ini berperan selaku pengelola
kurikulum sekolah-sekolah yang berada didalam lingkungan tanggung jawabnya. Dia
bertanggung jawab agar pelaksanaan kurikulum pada semua sekolah didaerah
tersebut berhasil dengan baik . Oleh karena itu, dia harus menilai sejauh mana
kurikulum itu telah dilaksanakan oleh semua sekolah, apakah berhasil atau kurang
berhasil, hambatan-hambatan apa yang dihadapi, dsb. Di pihak lain,
informasi tentang proses evaluasi di daerahnya perlu disampaikan kepada atasannya
sebagai umpan balik, baik untuk usaha pengembangan maupun usaha perbaikan.
Pada hakikatnya peranan dan kepentingan evaluasi ini juga diperlukan oleh kanwil
yang bertanggung jawab mengelola kurikulum semua jenis dan tingkat sekolah di
daerah tanggung jawabnya. Tentu informasi yang diperoleh berasal dari banyak
sumber. Pengelola tingkat provinsi tentu saja memiliki tanggung jawab dan wewenang
yang lebih luas, unik, dan lebih komprehensif. Pengelola tingkat daerah ini dapat
disebut sebagai pengelola tingkat menengah (model management). Baik sebagai
administrator maupun sebagai pengelola tingkat daerah ini, ia berkewajiban menilai
sejauh mana kebijaksanaan operasional yang telah digariskannya berhasil menjadi
landasan bagi pelaksanaan kurikulum dan pengembangan sistem instruksional oleh
semua sekolah, semua kepala sekolah, semua pemilik, dan semua guru bidang studi.
Sedangkan pada pihak lainnya dia harus menyampaikan informasi kurikuler itu
kepada pihak Departemen Pendidikan (pusat).
Adminisator tingkat pusat: Penilaian kurikulum bukan semata-mata bersifat
sektoral (tingkat sekolah dan daerah), melainkan dilakukan pula secara nasional.
Depdikbud dapat dikatakan bertindak sebagai administrator tertinggi dalam
mengelola sistem pendidikan nasional. Kebijaksanaan umum yang telah digariskan
secara nasional bukan saja harus menjadi pedoman nasinal dalam bidang pendidikan
dalam semua jenis, tingkat, dan jenjang, baik formal maupun non formal. Pembinaan
dan pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan nasional harus dikelola dan
dinilai, diases, dan dipantau terus-menerus. Kita tentu maklum bahwa semua
kebijaksanaan itu digariskan dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional yang
telah dituangkan dalam GBHN, yang berlandaskan nilai-nilai dasar (basic Values),
yakni Pancasila dan UUD 45.
Jadi, jelas bahwa penilaian kurikulum sebagai bagian dari penilaian yang
menyeluruh dari sistem pendidikan nasional tentu saja menjadi suatu keharusan.
Untuk itu diperlukan informasi yang lengkap dan data yang valid serta reliable yang
bersumber dari semua institusi pendidikan, baik edukatif-akademis maupun
administrator tingkat daerah dan semua sekolah pada gilirannya akan menjadi umpan
balik-umpan balik yang sangat berharga bagi pembangunan pendidikan
bangsa.(Oemar Hamalik,1993:5)
Dari uraian singkat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa betapa pentingnya
evaluasi kurikulum harus dilakukan, dan sekaligus menunjukkan bahwa dalam
evaluasi kurikulum hamper semua individu terlibat dan semua pihak dituntut
partisipasinya. Oleh karena itu, evaluasi kurikulum hendaknya berpijak pada beberapa
asumsi sebagai berikut:
1. Program evaluasi harus di desain sebaik-baiknya guna memperoleh informasi yang
baik pula.
2. Program evaluasi harus dibatasi pada penemuan-penemuan yang didukung oleh data
yang kuantitatif kendatipun tidak dapat mengabaikan begitu saja informasi yang
bersifat kualitatif.
3. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi hendaknya dapat menjadi alat yang efisien
dan efektif dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu instuksional bagi anak-
anak.
4. Program evaluasi kurikulum dapat dilaksanakan secara berkasinambungan dan
menyangkut evaluasi terhadap kompenen input, proses, dan produk.
D. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI KURIKULUM
Menurut Oemar Hamalik (2011:255-256) Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan tertentu, artinya setiap program evaluasi kurikulum terarah dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang
mengarahkan berbagai kegiatan dalam proses pelaksanaan evaluasi kurikulum.
2. Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari
data yang nyata dan akurat, yang di peroleh melalui instrumen yang andal.
3. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam
ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus mendapat perhatian
dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
4. Kooperatif dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilan
suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan
siswa itu sendiri, disamping merupakan tanggung jawab utama lembaga penelitian
dan pengembangan.
5. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga dan peralatan menjadi
unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar hasil evaluasi lebih tinggi,
atau paling tidak berimbang dengan materil yang digunakan.
6. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sistem
sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu, peran guru dan
kepala sekolah sangatlah penting, karena mereka yang paling mengetahui
pelaksanaan, permasalahan dan keberhasilan kurikulum.
E.Langkah-Langkah Evaluasi Kurikulum
Menilai suatu kurikulum memerlukan perencanaan yang saksama dan sistematis.
Ada dua tahap yang biasanya dilakukan dalam menilai suatu kurikulum yakni tahap
persiapandan tahap pelaksanaan. Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan hasil
penilaian merupakan tahap tindak lanjut dari penilaian, sehingga tidak dimasukkan
kedalam tahap penilaian.(Nana Sudjana:2002)
Tahap Perisapan
Tahap persiapan pada dasarnya ,enentukan apa dan bagaimana penilaian harus
dilakukan. Artinya perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan penilaian termasuk
alat dan sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam
tahap persiapan ini, yakni:(Nana Sudjana:2002)
a. Menyusun term of reference (TOR) penilaian, sebagai rujukan pelaksanaan penilaian.
Dalam TOR ini dijelaskan target dan sarana penilaian, lingkup atau objek yang dinilai
alat dan instrument yang digunakan, prosedur dan cara penilaian, organisasi yang
menangani peniilaian serta biaya pelaksanaan penilaian.
b. Klarifikasi,artinya mengadakan penelaahan perangkat evaluasi seperti tujuan yang
ingin dicapai, isi penilaian, strategi yang digunakan, sumber data, instrument dan
jadwal penilaian.
c. Uji coba penilaian (try-out), yakni melaksanakan teknik dan prosedur penilaian diluar
sampel penilaian. Tijuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-alat penilaian
dan melatih tenaga penilai termasuk logistiknya, agar kualiatas data yang kelak akan
diperoleh lebih meyakinkan.
Tahap Pelaksanaan
Setelah uji coba dilaksanakan dan perbaikan atau penyempurnaan prosedur,
teknik serta instrument penilaian, langkah berikutnya adalah melaksanakan
penilaian.Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini antara lain;
(Nana Sudjana:2002)
a. Pengumpulan data di lapangan artinya melaksanakan penilaian melalui instrument
yang telah dipersiapkan terhadap sumber data sesuai dengan program yang telah
dirncanakan.
b. Menyusun dan mengolah data hasil penilaian baik data yang dihasilkan berdasarkan
persepsi pelaksana kurikulum dan kelompok sasaran kurikulum (siswa) maupun data
berdasarkan hasil amatan dan monitoring penilaian.
c. Menyusun deskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh dari hasil penilaian. Deskripsi tersebut pada hakikatnya adalah melukiskan
kurikulum yang seharusnya dilaksanakan serta membandingkannya dengan hasil-hasil
penilaian sehingga dapat diketahui kesenjangannya.
d. Menentukan judgment terhadap deskripsi kurikulum berdasarkan kriteria tertentu
yang telah ditentukan. Judgment dapat menggunakan dua macam logika yaknilogika
vertical dan horizontal.
e. Menyusun laporan hasil penilaian termasuk rekomendasi-rekomendasinya, implikasi
pemecahan masalah dan tindakan korektif bagi para pengambil keputusan
perbaikan/penyempurnaan kurikulum.

F. Rencana Evaluasi Kurikulum


Rencana evaluasi kurikulum menyangkut beberapa aspek pengembangan
kurikulum, termasuk sejumlah metode dan teknik yang sering dipakai dalam bidang
lain selain bidang pendidikan. Evaluasi ini tidak hanya menggunakan satu atau dua
metode saja, melainkan menggunakan berbagai metode evaluasi secara terpadu.
Dalam hal ini, evaluasi bersifat terbuka. Metode evaluasi dianggap cocok jika dapat
menghasilkan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi yang
lengkap meliputi cara pengumpulan dan pengolahan data, analisis terpadu, dan
laporan kesimpulan evaluasi. Dalam hal ini pengumpulan data dapat dilakukan
dengan cara observasi, wawancara, pemberi kuisioner, dan sebagainya. Omar
(2011:262-263)
Pada saaat pemilihan teknik evaluasi kurikulum, terutama yang berkaitan
dengan evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif, terdapat beberaapa perbedaan
pendapat. Ada pihak yang berpendapat bahwa pemilihan kuantitatif dan kualitatif
adalah criteria penilaian keilmiahan evaluasi tersebut. Namun, ada pula pendapat
yang menyatakan bahwa evaluasi kurikulum memerlukan seperangkat teknik
penilaian dan evaluasi. Dalam hal ini, tidaklah mungkin semua data ditunjukkan
dengan angka, karena pada kenyataannya banyak data yang tyerdiri atas pendapat
guru, ahli, atau pengembang kurikulum. Menurut pendapat ini, dibandingkan dengan
angka-angka, kesimpulan yang brsifat analisis akan lebih bernilai terhadap perbaikan
kurikulum. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa teknik kuantitatif
dan kualitatif harusdigunakan secara terpadu. Hamalik (2011:263)
G. PROSEDUR STRATEGI EVALUASI
a. Evaluasi Kebutuhan dan Feasibility
Menurut Oemar Hamalik (2011:258) Evaluasi ini dapat dilaksanakan oleh
organisasi atau administrator tingkat pelaksana. Prosedur yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Merumuskan tipe dan jenis mata pelajaran atau program yang sekarang sedang
disampaikan;
2. Menetapkan program yang dibutuhkan;
3. Menilai (assess) data setempat berdasarkan tes baku, tes intelegensi dan tes sikap
yang ada;
4. Menilai riset yang telah ada, baik riset setempat maupun riset tingkat nasional yang
sama atau berhubungan;
5. Menetapkan feasibility pelaksanaan program sesuai dengan sumber-sumber yang ada
(manusiawi dan materil);
6. Mengenali masalah-masalah yang mendasari kebutuhan; dan
7. Menentukan bagaimana proyek akan dikembangkan guna berkontribusi pada sistem
sekolah atau sekolah setempat.
b. Evaluasi Masukan (input)
Evaluasi masukan melibatkan para supervisor, konsultan, dan ahli mata pelajaran
yang dapat merumuskan pemecahan masalah ini harus dilihat dalam hubungannya
dengan hambatan (misalnya penerimaan pemecahan masalah tersebut oleh guru dan
siswa), kecakapan kerja (pelaksanaan pemecahan masalah dalam kelas atau sekolah),
keampuhan (sejauh mana usaha pemecahan masalah tersebut), dan biaya ekonomi
(kaitan antara biaya pemecahan masalah dengan hasil yang diharapkan) (Oemar
Hamalik, 2011:259).
Jadi, evaluasi masukan menuju kearah pengembanagan berbagai strategi dan
prosedur, yang dalam pembuatan keputusannya sangat dibutuhkan informasi yang
akurat. Selain itu, masukan juga berusaha mengenali daerah permasalahan tersebut
agar dapat diawasi selama berlangsungnya implementasi
c. Evaluasi Proses
Evaluasi proses adalah sistem pengelolaan informasi dalam upayamembuat
keputusan yang berkenaan dengan ekspansi, kontraksi, modifikasi, dan klarifikasi
strategi pemecahan atau penyelesaian masalah. Dalam hal ini, staf perpustakaan
memainkan peran yang sangat penting, karena mereka secara langsung
melakukan monitoring terhadap desain dan prosedur pelaksanaan program, serta
memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan program. (Hamalik, 2011:259).

d. Evaluasi produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program dalam
kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji bergantung pada
tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan dan perbaikan tingkat kehadiran
(Oemar Hamalik, 2011:259-260).
Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen evaluasi tersebut.
Namun, sering kali karena keadaan yang tidak memungkinkan, tidak semua
komponen mendapat perhatian sepenuhnya. Administrator program harus pandai
memilih aspek yang paling penting mendapatkan perhatian intensif. Berdasarkan
evaluasi tersebut, akan diperoleh data dan informasi yang cukup valid serta dapat
dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program perbaikan (Oemar
Hamalik, 2011:260).

H. Aspek - aspek evaluasi kurikulum


Evaluasi krikulum merupakan usaha yang sangat kompleks karena banyaknya
aspek yang harus di evaluasi, banyaknya orang yang terlibat dan luasnya kurikulum
yang harus diperhatikan. Itu sebabnya evaluasi kurikulum memerlukan ahli ahli yang
mengembangkannya menjadi satu disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum juga erat
hubungannya dengan devenisi yang di berikan kepada kurikulum, apakah berupa
bahan pelajaran menurut disiplin ilmu ataukah dalam arti yang luas meliputi
pengalaman anak di dalam maupun di luar kelas. (Nasution, 2003:130-131)

Model evaluasi paling terkenal ialah yang diberikan oleh Tyler (1950) yang
berorientasi pada hasil belajar. Ia mengartikan evaluasi sebagai adalah usaha untuk
meneliti apakah tujuan pendidikan tercapai melalui pengalaman belajar.

Dianggap bahwa model Tyler ini mengutamakan hasil (produk) belajar dan kurang
meperhatikan proses dan kondisi-kondisi belajar yang mempengaruhi hasil bejajar itu.
Scriven meberikan sumbangan besar kepada evaluasi kurikulum dengan
mengemukakan betapa pentingnya saat evaluasi di adakan, apakah sepanjang program
itu berjalan (yaitu evaluasi formatif) ataukah pada akhirnya (yaitu evaluasi
sumatif). Evaluasi formatif memberikan sumbangan yang sangat berharga untuk
mengadakan perubahan atau perbaikan.Evaluasi sumatif hanya di lakukan pada akhir
program dan karena itu tidak memberikan petunjuk-petujnuk yang cermat untuk
perbaikan. Evaluasi ini digunakan untuk menentukan apakah program itu dapat
digunakan atau tidak.
Aspek-aspek yang harus dievaluasi, menurut Arich Lewy (1977) sesuai dengan
tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum. Aspek –aspek itu adalah :

1. Penentuan tujuan umum


Tujuan kurikulum bertalian erat dengan nilai-nilai, aliran-aliran dan kekuatan-
kekuatan dalam masyarakat. Sering tujuan umum ditentukan oleh pemerintah.
Jadi yang perlu dinilai apakah tujuan kurikulum telah sesuai dengan nilai-nilai
bangsa, politik pemerintah dalam pembangunan Negara, perkembangan zaman,
aspirasi masyarakat akan tetapi juga kebutuhan anak dalam menghadapi hidupnya di
masa mendatang.
2. Perncanaan
Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan harus diterjemahkan kedalam kegiatan-
kegiatan kurikuler yang lebih terinci, dalam bentuk mata pelajaran, bahan tertentu,
proses belajar mengajar, juga bagaimana cara menyampaikan kepada para pengajar
agar mereka bersedia untuk menggunakannya. Harus diperhatikan agar bahan
pelajaran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu pula
dipertimbangkan soal biaya pelaksanaan kurikulum itu secara nasional. Perncanaan
yang baik akan dapat menghemat biaya uji coba selanjutnya.
3. Uji-coba dan revisi
Tiap pembaharuan kurikulum hendaknya melalui tahap uji coba dengan sampel
terbatas untuk melihat kelemahan-kelemahan yang perlu di revisi dapat juga di minta
pendapat dan penilaian para siswa sendiri tentang pengalaman belajar mereka dengan
kurikulum baru itu, demikian pula pendapat guru, ahli bidang disiplin ilmu, ahli
psikologi dan para pendidik. Berdasarkan uji coba itu diadakan revisi dan perubahan
program pelajaran yang masih dapat lagi diuji cobakan.
4. Uji lapangan
Setelah di peroleh program yang di anggap cukup mantap berdasarkan uji coba,
maka tiba waktunya untuk untuk melaksanakannya dengan sampel yang lebih luas
sehingga diperoleh situasi yang menyerupai situasi lapangan yang sebenarnya. Bila uji
coba dilakukan untuk menemukan kelemahan-kelemahan program maka, pada uji
lapangan di pelajari kondisi-kondisi di mana kurikulum itu dapat di jalankan agar
berhasil baik. Diperhatikan misalnya kesiapan tenaga pengajar, administrasi, murid
dan keadaan dan lokasi sekolah di kota atau pedesaan, besar sekolah, fasilitas,
keadaan social ekonomi, dan sebagainya. Makin besar heterogenitas populasi sekolah
makin besar pula sampel yang di perlukan.

5. Pelaksanaan kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum baru perludiusahakan kerja sama dan bantuan dari
kepala sekolah, guru bahkan juga dari pihak orang tua dam masyarakat umumnya.
Salah satu aspek yang sangat penting namun kurang diperhatikan ialah system
ujian local maupun nasional. System ujian harus di sesuaikan dengan kurikulumnya
kurikulum Taraf implementasi perlu dievaluasi oleh para ahli agar dapat diadakan
perbahan dan penyesuaian seperlunya menurut keadaan setempat.

6. Pengawasan Mutu
Suatu program yang baik pada mulanya dapat mengalami kemerosotan sebagian
atau secara keseluruhan, setelah dipakai selama beberapa tahun. Ada kemungkinan
bahannya telah ketinggalan zaman dan perlu diperbaharui.
Bagian – bagian yang teryata tidak lagi sesuai perlu diganti dengan yang baru.
Kurikulum itu bukan benda matiakan tetapiharus turut berubah mengikuti
perkembangan zaman. Maka karena itu perbaikan dan pengembangan kurikulum
merupakan proses yang kontinyu, penilaian merupakan proses yang kontinyu.
Penilaian yang terus menerus merupakan sarat mutlak untuk mengetahui di mana
perbaikan, perubahan atau pembaharuan harus diadakan. Bila kurikulum itu banayak
kelemahannyadan tidak lagimemenuhi tuntutan zaman maka tibalah waktunya untuk
mengadakan inivasi ataupembaharuan kurikulum. Yang jelaqs iyalah bahwa
pelaksanaan tiap kurikulum senantiasa memerlukan follow-up untuk memonitor dan
menilai pelaksanan dan perkembangannya. Kalaupun suatu kurikulum perlu
diperbaiki atau diperbaharui, maka keputusan itu seharusnya didasarkan atas
penilaian yang cermat dan kontinyu.

I. KOMPONEN DESAIN EVALUASI


Omar hamalik, (2011:260-261) Setelah seorang evaluator memilih satu atau
semua strategi tersebut, ia selanjutnya perlu membuat rencana rincian atau desain
yang lengkap dalam upaya implementasi evaluasi. Rencana tersebut terdiri atas
beberapa komponen berikut:
a. Penentuan garis besar evaluasi
 Identifikasi tingkat pembuatan keputusan ; dan
 Proyek situasi keputusan bagi setiap tingkat pembuatan keputusan dengan
menetapkan lokasi, fokus, waktu, dan komposisi alternatifnya.
b. Pengumpulan informasi
 Spesifikasi sumber-sumber informasi yang akan dikumpulkan;
 Spesifikasi instrumen dan metode pengumpulan informasi yang diperlukan;
 Spesifikasi prosedur sampling yang akan digunakan; dan
 Spesifikasi kondisi dan skedul informasi untuk dikumpulkan.
c. Organisasi informasi
 Spesifikasi format informasi yang dikumpulkan;dan
 Spesifikasi alat pengkodean, pengorganisasian, dan penyimpanan informasi.
d. Analisis informasi
 Spesifikasi prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan spesifikasi alat untuk
melaksanakan anaalisis.
e. Pelaporan informasi
 Penentuan pihak penerima (audience) laporan evaluasi;
 Spesifikasi alat penyedia informasi pada penerima informasi;
 Spesifikasi format laporan informasi; dan
 Jadwal pelaporan informasi.
f. Administrasi evaluasi
 Rangkuman jadwal evaluasi;
 Penentuan staf dan berbagai tuntutan sumber, serta perencanaan pemenuhan
tuntutan tersebut;
 Spesifikasi alat untuk memenuhi tuntutan kebijakan dalam melaksanakan evaluasi;
dan
 Penilaian keampuhan desain evaluasi guna menyediakan informasi yang
valid, reliable, credible, dan sesuai dengan waktu yang tersedia.

J. Proses Evaluasi Kurikulum


Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi yang
berbeda pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan adalah desain tujuan.
Evaluasi ini terdri atas langkah-langkah sebagai berikut:
Pelaksanaan evaluasi interanal → Rancangan revisi → Pendapat ahli →Komentar yang
dapat dipercaya → Model kurikulum.
Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang
apakah ahli yang melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang tersebut.
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut mempunyai kekurangan
dalam teknik evaluasi kurikulum., mungkin akan dihasilkan hal-hal yang bias. Oleh
karena itu, kurikulum dan ahli disiplin ilmu harus melakukan evaluasi bersama secara
kooperatif. Meskipun demikian, ada pula ahli yang mengemukakan empat langkah
evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan, yaitu evaluasi awal, evaluasi formatif,
evaluasi sumatif dan evaluasi jangka panjang.
Dari dua macam tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikategorikan secara
personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan ekseternal. Evaluasi internal
dilaksanakan oleh pengembang kurikulum yang bertujuan untuk memperbaiki proses
pengembangan kurikulum. Tugasnya, terutama untuk menegaskan apakah tujuan
awal telah tercapai atau belum. Adapun evaluasi eksternal dilaksanakan oleh pihak
selain pengembang kurikulum, dengan cara tes dan observasi.
Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah proses ketika pengembang kurikulum
memperoleh data untuk memperbaiki dan merevisi kurikulum agar menjadi lebih
efektif. Evaluasi dituntut dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses
pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif bertujuan untuk memeriksa
kurikulum, dan diadakan setelah pelaksanaan kurikulum untuk memeriksa efesiensi
secara keseluruhan. Evaluasi sumatif menggunakan teknik secara numerik, dan
menghasilkan kesimpulan berupa data yang diperlukan guru dan administrasi
pendidikan.

K. Masalah dalam Evaluasi Kurikulum


Norman dan Schmidt 2002 mengemukakan ada beberapa kesulitan dalam
penerapan evaluasi kurikulum , yaitu :
1. Kesulitan dalam pengukuran
2. Kesulitan dalan penerapan randomisasi dan double blind
3. Kesulitan dalam menstandarkan intervensi dalam pendidikan.
4. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.
Penulis mencoba menganalisa masalah yang dihadapi dalam melakukan evaluasi
kurikulum, yaitu :
1. Dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemah Dasar teori yang
melatarbelakangi kurikulum lemah akan mempengaruhi evaluasi kurikulum tersebut.
Ketidak cukupan teori dalam mendukung penjelasan terhadap hasil intervensi suatu
kurikulum yang dievaluasi akan membuat penelitian (evaluasi kurikulum) tidak baik.
Teori akan membantu memahami kompleksitas lingkungan pendidikan yang akan
dievaluasi. Contohnya Colliver mengkritisi bahwa Problem Based Learning (PBL) tidak
cukup hanya menggunakan teori kontekstual learning untuk menjelaskan efektivitas
PBL. Kritisi ini ditanggapi oleh Albanese dengan mengemukakan teori lain yang
mendukung PBL yaitu, information-processing theory,complex learning, self
determination theory. Schdmit membantah bahwa sebenarnya bukan teorinya yang
lemah akan tetapi kesalahan terletak kepada peneliti tersebut dalam memahami dan
menerapkan teori tersebut dalam penelitian.
2. Intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan
dilakukanBlinded Dalam penelitian pendidikan khususnya penelitian evaluasi
kurikulum, ditemukan kesulitan dalam menerapkan metode blinded dalam melakukan
intervensi pendidikan. Dengan tidak adanya blinded maka subjek penelitian
mengetahui bahwa mereka mendapat intervensi atau perlakuan sehingga mereka akan
melakukan dengan serius atau sungguh-sungguh. Hal ini tentu saja dapat
mengakibatkan bias dalam penelitian evaluasi kurikulum.
3. Kesulitan dalam melakukan randomisasi Kesulitan melakukan penelitian evaluasi
kurikulum dengan metode randomisasi dapat disebabkan karena subjek penelitian
yang akan diteliti sedikit atau kemungkinan hanya institusi itu sendiri yang
melakukannya. Apabila intervensi yang digunakan hanya pada institusi tersebut maka
timbul pertanyaan
4. Kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan/kesulitan dalam
menseragamkan intervensi. Dalam dunia pendidikan sulit sekali untuk
menseragamkan sebuah perlakuan cotohnya penerapan PBL yang mana memiliki
berbagai macam pola penerapan. Norman (2002) mengemukakan tidak ada dosis yang
standar atau fixed dalam intervensi pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di
biomed seperti pengaruh obat terhadap suatu penyakit, yang mana dapat ditentukan
dosis yang fixed. Berbeda dengan penelitian evaluasi kurikulum misalnya pengaruh
PBL terhadap kemauan Self Directed Learning (SDL).
5. Masalah Etika penelitian Masalah etika penelitian merupakan hal yang perlu
dipertimbangkan. Penerapan intervensi dengan metode blinded dalam penelitian
pendidikan sering terhalang dengan isu etika. Secara etika intervensi tersebut harus
dijelaskan kepada subjek penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Padahal
apabila suatu intervensi diketahui oleh subjek penelitian maka ada kecendrungan
subjek penelitian melakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penelitian tidak
berjalan secara alamiah.Pengaruh hasil penelitian terhadap institusi juga perlu
dipertimbangkan. Adanya prediksi nantinya pengaruh hasil penelitian yang akan
menentang kebijaksanaan institusi dapat mengkibatkan kadangkala peneliti
menghindari resiko ini dengan cara menghilangkan salah satu variable dengan
harapan hasil penelitian tidak akan menentang kebijaksanaan.
6. Tidak adanya pure outcome Outcome yang dihasilkan dari sebuah intervensi
pendidikan seringkali tidak merupakan outcome murni dari intervensi tersebut. Hal
ini disebabkan karena banyaknya faktor penganggu yang mana secara tidak langsung
berhubungan dengan hasil penelitian.
7. Kesulitan mencari alat ukurEvaluasi pendidikan merupakan salah satu
komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu
dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan
pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat
mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil
pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
8. Penggunaan Perspektif kurikulum yang berbeda sebagai pembanding Postner
mengemukakan ada lima perspektif dalam kurikulum yaitutraditional, experiential,
Behavioral, structure of discipline dan constructivist. Masing-masing perspektif ini
memiliki tujuannya masing-masing. Dalam melakukan evaluasi kurikulum kita harus
mengetahui perspektif kurikulum yang akan dievaluasi dan perspektif kurikulum
pembanding. Hal ini sering terlihat dalam evaluasi kurikulum dengan menggunakan
metodecomparative outcome based yang bila tidak memperhatikan masalah ini akan
melahirkan bias dalam evaluasi. Kurikulum dengan perspektif tradisional tentu saja
berlainan dengan kurikulum yang memiliki perspektifkonstruktivist. Contoh
kurikulum tradisional menekankan pada recall of knowledge sedangkan
kurikulum konstruktivist menekankan pada konsep dasar dan ketrampilan
berpikirhttp://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum)/

DAFTAR PUSTAKA

Muliyasa, E. (2009).implementasi kurikulum 2004. Bandung:PT.remaja rosdakarya


Sudjana, nana. (2002).pembinaan dan pengembangan kurikulum di
sekolah.Bandung:sinar baru algensindo.
Nasution, S. (2003). Penembangan kurikulum. Bandung: PT.Citra Aditia Bakti.
Hamalik, oemar. (1993). Evaluasi kurikulum. Bandung:Remaja Rosda Karya.
http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum)/
sukmadinata, S. (1997). Pengemangan kurikulum. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Hamalik, oemar. (2011). Dasar-dasar pengmbangan kurikulum.Bandung:Remaja Rosda
Karya.

Anda mungkin juga menyukai