Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal dimana
pebelajar memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skill, perbahan
tingkah laku, apresiasi dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah ( Ronald C.Doll dalam
Olivia, 1991:7)
Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara
sistematik yang dikembangkan sekolah ( atau perguruan tinggi ), agar pebelajar
dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya ( Danniel Tnner and Laurel N.
Tunner dalam Olivia, 1991:7).
Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program
belajar, program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (
Albert I. Oliver dalam Olivia, 1991:7 ).
Menurut Elia Susanti Az-zahra (2012:19) kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang di rencanakan, di programkan, dan di rancang sedemikian rupa
secara sistematis yang berisi bahan ajar serta pengalaman belajar sehingga dalam
program pendidikan memiliki arah dan tujuan yang akan di capai dan dari hasil yang
di capai kita dapat merevisi ulang dan mengembangkan program pendidikan untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga suatu kurikulum
pembelajaran dapat di katakan selalu berubah-ubah sesuai dengan keburtuhan dan
perkembangan pendidikan.
2. Evaluasi kurikulum
Banyak ahli yang telah menyumbangkan buah pikirannya tentang evaluasi
kurikulum, antara lain Stephen Wiseman dan Dowglas Pidgeson dalam bukunya
Curriculum Evaluation. Menurut Morrison, evaluasi adalah perbuatan pertimbangan
berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam buku the school curriculum, evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk mebantu
pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode
pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan
apakahprogram yang telah di tentukan sesuai dengan tujuan semula.
Penertian evaluasi menurut Morrison (Oemar, 1993:2) Salah satu rumusan
mengenai “evaluasi” menyatakan bahwa evaluasi adalah perbuatan pertimbangan
berdasarkan seperangkat criteria yang di sepakati dan dapat di pertanggungjawabkan.
Dalam rumusan ini terdapat tiga factor utama, yakni (1) pertimbangan, (2) Deskripsi
objek penilaian, (3) Kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pertimbangan adalah pangkal dalam membuat keputusan. membuat keputusan
berarti menentukan derajat tertentu yang berkenaan dengan hasil evaluasi itu.
pertimbangan membutuhkan informasi yang akurat dan relevan serta dapat di
percaya.
Deskripsi objek penilaian adalah perubahan prilaku sebagai produk suatu
system. Sudah barang tentu perilaku itu harus di jelaskan, dirinci, dan dispesifikkan
sehingga dapat diamati, dan diukur.
Criteria yang dapat dipertanggungjawabkan ialah ukuran-ukuran yang akan
digunakan dalm menilai suatu objek. Kriteri panilaian harus relevan dengan kriteria
keberhasialan, sedangkan criteria keberhasilan harus dilihat dalam hubungannya
dengan sasaran program/kurikulum.
B. Jenis-jenis Strategi Evaluasi
Teori evaluasi mengandung kerangka kerja konseptual bagi pengembangan
strategi evaluasi. Oleh karena itu, penting untuk dirumuskan apa yang dimaksud
dengan evaluasi itu. Perumusan yang tepat akan menjadi landasan dalam
pelaksanaannya, sebaliknya, jika perumusan tersebut kurang kuat, dapat menjadi
penyebab utama terjadinya kegagalan dalam evaluasi (Oemar Hamalik, 2011:256).
Pada masa silam, evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan yang disamakan dengan
pengukuran dan tes. Pernyataan ini tidak menyelaraskan perilaku dan tujuan, dan
juga memunculkan jurang perbedaan, yang dalam antara profesional dan program.
(Oemar Hamalik, 2011:256-257).
d. Evaluasi produk
Evaluasi ini berkenaan dengan pengukuran terhadap hasil-hasil program dalam
kaitannya dengan tercapainya tujuan. Berbagai variabel yang diuji bergantung pada
tujuan, perubahan sikap, perbaikan kemampuan dan perbaikan tingkat kehadiran
(Oemar Hamalik, 2011:259-260).
Evaluasi yang seksama sebaiknya meliputi semua komponen evaluasi tersebut.
Namun, sering kali karena keadaan yang tidak memungkinkan, tidak semua
komponen mendapat perhatian sepenuhnya. Administrator program harus pandai
memilih aspek yang paling penting mendapatkan perhatian intensif. Berdasarkan
evaluasi tersebut, akan diperoleh data dan informasi yang cukup valid serta dapat
dipercaya dalam upaya pembuatan keputusan dan program perbaikan (Oemar
Hamalik, 2011:260).
Model evaluasi paling terkenal ialah yang diberikan oleh Tyler (1950) yang
berorientasi pada hasil belajar. Ia mengartikan evaluasi sebagai adalah usaha untuk
meneliti apakah tujuan pendidikan tercapai melalui pengalaman belajar.
Dianggap bahwa model Tyler ini mengutamakan hasil (produk) belajar dan kurang
meperhatikan proses dan kondisi-kondisi belajar yang mempengaruhi hasil bejajar itu.
Scriven meberikan sumbangan besar kepada evaluasi kurikulum dengan
mengemukakan betapa pentingnya saat evaluasi di adakan, apakah sepanjang program
itu berjalan (yaitu evaluasi formatif) ataukah pada akhirnya (yaitu evaluasi
sumatif). Evaluasi formatif memberikan sumbangan yang sangat berharga untuk
mengadakan perubahan atau perbaikan.Evaluasi sumatif hanya di lakukan pada akhir
program dan karena itu tidak memberikan petunjuk-petujnuk yang cermat untuk
perbaikan. Evaluasi ini digunakan untuk menentukan apakah program itu dapat
digunakan atau tidak.
Aspek-aspek yang harus dievaluasi, menurut Arich Lewy (1977) sesuai dengan
tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum. Aspek –aspek itu adalah :
5. Pelaksanaan kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum baru perludiusahakan kerja sama dan bantuan dari
kepala sekolah, guru bahkan juga dari pihak orang tua dam masyarakat umumnya.
Salah satu aspek yang sangat penting namun kurang diperhatikan ialah system
ujian local maupun nasional. System ujian harus di sesuaikan dengan kurikulumnya
kurikulum Taraf implementasi perlu dievaluasi oleh para ahli agar dapat diadakan
perbahan dan penyesuaian seperlunya menurut keadaan setempat.
6. Pengawasan Mutu
Suatu program yang baik pada mulanya dapat mengalami kemerosotan sebagian
atau secara keseluruhan, setelah dipakai selama beberapa tahun. Ada kemungkinan
bahannya telah ketinggalan zaman dan perlu diperbaharui.
Bagian – bagian yang teryata tidak lagi sesuai perlu diganti dengan yang baru.
Kurikulum itu bukan benda matiakan tetapiharus turut berubah mengikuti
perkembangan zaman. Maka karena itu perbaikan dan pengembangan kurikulum
merupakan proses yang kontinyu, penilaian merupakan proses yang kontinyu.
Penilaian yang terus menerus merupakan sarat mutlak untuk mengetahui di mana
perbaikan, perubahan atau pembaharuan harus diadakan. Bila kurikulum itu banayak
kelemahannyadan tidak lagimemenuhi tuntutan zaman maka tibalah waktunya untuk
mengadakan inivasi ataupembaharuan kurikulum. Yang jelaqs iyalah bahwa
pelaksanaan tiap kurikulum senantiasa memerlukan follow-up untuk memonitor dan
menilai pelaksanan dan perkembangannya. Kalaupun suatu kurikulum perlu
diperbaiki atau diperbaharui, maka keputusan itu seharusnya didasarkan atas
penilaian yang cermat dan kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA