Anda di halaman 1dari 36

1.

New Kelompok 8
Pengembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran
(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning
experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning
experiences), dan mengevaluasi (evaluating).

1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)


Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus
diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of
student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah
merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan
memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain
dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning)
dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise
education atau kompetensi dasar (KD).[1]

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning


experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan
kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar
(psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau
dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity
menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku
aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh
guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga
memperhatikan psikologi belajar.[2]
Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah
pertama, pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai,
kedua, pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari
pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil,
ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk
mengalaminya (terlibat),
keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama, dan
kelima, pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran
(outcomes).

3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)


Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk
belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak
didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan
dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan
keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.[3]

a. Jenis Pengorganisasian Kurikulum


Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan
mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate
subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum
terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan
kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core
curriculum).
Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil kebudayaan dan
pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan kembali dari apa yang
diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat membekali diri dalam
menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan
telah tersusun secara logis dan sistematis tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi
juga untuk untuk memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu.
Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil
pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman
seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3) mudah dievaluasi terutama
saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4) merupakan tuntutan dari perguruan
tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5) memperoleh respon positif karena mudah
dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa. (6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu
nya. Kelemahan kurikulum berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi,
mengabaikan bakat dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan
mengabaikan masalah sosial.

Corelated curriculum
Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan anak
tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran atau lebih
yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai hubungan yang erat.
Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti
geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang
digabungkan tersebut menjadi ‘broad field’. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan
tujuan instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-
prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan
gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan
mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal dan lepas-
lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Pada praktiknya
kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru sehingga walaupun namanya ‘broad-
field’ pada hakikatnya tetap separate subject-centered. [4]

Integrated Currikulum
Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi
ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan
pemecahan dari berbagai disiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan
menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat
ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok
dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan
perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain
memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada
proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang
sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua,
dan siswa.

Core Curriculum
Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan memberikan
tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1) adanya reaksi terhadap mata pelajaran
teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan pengetahuan. (2) Adanya
perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang berbeda
terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti bersifat ‘society
centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada nilai-nilai sosial, (2) struktur
kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial, (3) pelajaran umum
diperuntukkan bagi semua siswa, (4) aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara
kooperatif.

b. Kriteria Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif


Terdapat tiga kriteria utama dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas
(continuity), berurutan (sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu
pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda. Artinya pada
waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan dan skil yang sama akan
diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan sesuai dengan psikologi belajar dan
psikologi perkembangan anak. Kriteria berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan
kontinuitas tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi
dengan tepat pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan
sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut. Kriteria terpadu
(integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope pengetahuan dan skill yang diberikan
kepada siswa, apabila pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling
menghubungkannya, saat menghadapi suatu masalah.[5]

c. Elemen-elemen yang Diorganisasi


Elemen-elemen yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan
ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar yang harus
dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik terhadap dirinya sendiri
maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan ketrampilan dalam hal ini adalah
kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan data, kemampuan mengorganisasi an
menginterpretasi data, ketrampilan mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara
independen, ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok
kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi situasi, dan
mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan.[6]

d. Prinsip-prinsip Pengorganisasian
Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman belajar.
Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological) dan aplikatif.
Kronologis artinya pengalaman belajar harus diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai
dengan pskologi belajar dan psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti
pengalaman belajar harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa.

4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum


Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses
yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan
memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan
kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset
sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah
konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal,
dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses
atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan Lewis, dan
model CIPP yang didisain oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation
yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang
dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara
keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan
( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program
evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai
konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen
kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu
sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses
evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu
penggambaran (delineating), perolehan (obtainin), dan penyediaan (providing); tiga kelas
seting perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme); dan empat tipe
evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe keputusan ( planning,
structuring, implementing, dan recycling).
Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun
dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja.
Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu utility, feasibility,
propriety, dan accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan kurikulum.
Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir suatu siklus dan
awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil
evaluasi siklus sebelumnya.

[1] Bafadal. Ibrahim. 2007. Catatan Kuliah Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi
Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang
[2] Mahasiswa MPD. 2007. Kumpulan Makalah Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi
Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang
[3] Oliva, Peter F. 1992. Developing The Curriculum 3rd Edition. New York: Harper Collins
Publishers.
[4] Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
[5] Tyler, Ralph W. 1973. Basic Principles of Curriculum and Instruction. London: Lowe and Brydone
(Printers) Ltd
[6] http://jawharie.blogspot.com/2010/12/langkah-langkah-pengembangan-kurikulum.html
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
2.
DEC

28

New Kelompok
Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan
kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction) bisa juga menyempurnakan kurikulum
yang telah ada (curriculum improvement). Sedangkan Model menurut Good dan Travers adalah
abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif,
matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Rivett (1972) menyatakan bahwa model
adalah hubungan sebuah logika secara, salah satunya kualitatif atau kuantitatif, yang
memberikan relevansi pada masa mendatang. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengembangan
Model Kurikulum adalah suatu sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-
lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah
ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang. Nadler mengatakan bahwa model yang
baik adalah model yang dapat menolong sipenggguna untuk mengerti dan memahami suatu
proses yang mendasar dan menyeluruh.[1]
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Berdasarkan perkembangan para ahli kurikulum, dewasa ini telah banyak menyajikan model-
model pengembangan kurikulum. Dimana setiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat
dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan
pengembangannya sesuai dengan pendekatannya. Dalam makalah ini hanya beberapa model
yang disajikan, dan guru dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Model-model
pengembangan kurikulum dari berbagai pendapat antara lain adalah:
1. Model Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum haruslah simpel, komprehensif dan sistematik. Meskipun
model ini menggambarkan beberapa proses yang berasumsi pada model sederhana tetapi
model ini terdiri dari duabelas komponen yang saling terkait satu dengan yang lain. Keduabelas
komponen ini menggambarkan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang komprehensif.
Model ini terdiri dari tiga tahap yaitu pada komponen I-IV dan VI-IX adalah tahap perencanaan,
komponen V adalah tahap perencanaan dan operasional, dan kompenen X-XII adalah tahap
operasional. Wina Sanjaya meringkaskan model ini seperti pada gambar:
2. Model Murray Print
Menurut Murray Print ada dua bentuk dasar dalam model pengembangan kurikulum yaitu
rasional dan dinamis. Model yang rasional biasanya berbentuk urutan yang kaku dan tidak
berubah dalam menjelaskan proses kurikulum yang dimulai dari tujuan, isi, metode dan evaluasi.
Sedangkan yang dinamis lebih melihat proses kurikulum sebagai sesuatu yang fleksibel,
interaktif dan dapat dimodifikasi. Model ini terdiri dari tiga tahap yaitu pengorganisasian,
perkembangan dan aplikasi. Seperti pada gambar:
3. Model Tyler
Menurut Tyler ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk pengembangan kurikulum yaitu:
pertama berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, kedua berhubungan dengan
pengalaman belajar, ketiga pengorganisasian pengalaman belajar, keempat berhubungan
dengan evaluasi. Model ini digambarkan sebagai berikut:
4. Model Beauchamp’s
Model ini lebih dikenal dengan sistem Beauchamp’s, karena memang diciptakan dan
dikembangkan oleh Beauchamp yang seorang ahli kurikulum. Dalam model ini dikemukakan
lima tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu menetapkan arena atau lingkup wilayah yang
akan melakukan perubahan kurikulum, menetapkan personalia yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum dan hal ini disarankan oleh Beauchamp agar melibatkan seluas-
luasnya para tokoh dimasyarakat, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum,
implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum.[2]
5. Model Wheeler
Model pengembangan kurikulum ini bentuknya melingkar, dan proses pengembangannnya
terjadi secara terus menerus. Dalam model ini terdapat lima tahap dimana setiap tahapnya
merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Jadi jika tahap pertama belum selesai maka tahap
kedua tak dapat dilakukan, begitu juga seterusnya. Tetapi jika semua tahap telah selesai
dikerjakan maka akan kembali lagi ketahap awal, sehingga model pengembangan ini
membentuk siklus. Jadi komponen-komponen pengembangannya saling bergantung satu
dengan yang lain. Model ini dimulai dengan tahap menentukan tujuan umum dan khusus,
menentukan pengalaman belajar yang dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan dalam langkah pertama, menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan
pengalaman belajar, mengorganisasikan atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau
metri belajar, melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan. Hal ini
dapat digambar seperti:
6. Model Nicholls
Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-
elemen kurikulum yang berbentuk siklus dan model ini menggunakan pendektan seperti model
Wheeler. Model ini digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh
terjadinya perubahan situasi. Ada lima langkah dalam pengembangan model ini yaitu: analisis
situasi, menentukan tujuan khusus, menentukan dan mengorganisasikan isi pelajaran,
menentukan dan mengorganisasikan metode, dan evaluasi.[3]
7. Model Dinamik
Model ini dikembangkan oleh Walker dan Skilbeck, model ini tidak mengikuti pola urutan
(sequence) tertentu. Model Dinamik adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah.
Menurut Walker ada tiga tahap dalam model ini yaitu pernyataan flatform melalui gagasan,
preferensi, sudut pandang, keyakinan dan nilai; Deliberasi atau pertimbangan mendalam, yang
merupakan sekumpulan interaksi kompleks dan acak yang pada akhirnya mencapai suatu
jumlah karya latar belakang sebelum kurikulum didesain, pengembang kurikulum mengambil
keputusan-keputusan mengenai berbagai komponen proses (unsur kurikulum). Sedangkan
menurut Skilbeck model dinamik ini diperuntukkan untuk guru yang ingin mengembangkan
kurikulum, untuk itu guru perlu mengetahui lima tahapan dalam model ini, yaitu menganalisis
situasi, memformulasikan tujuan, menyusun program, interpreatasi dan implementasi, dan
monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi. Seperti pada gambar:
8. Model Electik Zais
Model ini dikembangkan oleh Robert S.Zais, yang terdiri dari komponen kurikulum dan landasan
kurikulum yang cukup kuat mempengaruhi hakekat dan desain kurikulum. Landasan ini
berhubungan dengan perencanaan yang dibutuhkan dalam mempertimbangkan pengembangan
kurikulum. Model elektik Zais digambarkan seperti:
9. Model Taba
Berbeda dengan yang dikembangkan oleh Tyler, model ini lebih menitikberatkan kepada
bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan.
Model ini bersifat induktif yang merupakan inversi atau arah balik dari model tradisional,
sehingga model ini dapat mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru. Dalam model ini terdapat
lima langkah yang merupakan model pengembangan kurikulum terbalik, yaitu:
a. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: mendiagnosa kebutuhan,
memformulasikan kebutuhan, memilih isi, mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar,
mengorganisasi pengalaman belajar, menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus
dilakukan siswa.[4]
b. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan
kelayakan penggunaannya.
c. Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam
uji coba.
d. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji.[5]
D. Fungsi Model Pengembangan Kurikulum Bagi Guru
Menurut pendapat Oemar Hamalik Pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-
kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah peubahan-perubahan
yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.
Sedangkan kesempatan belajar yang dimaksud adalah hubungan yang telah direncanakan dan
terkontrol antara para siswa, guru, bahan peralatan, dan lingkungan dimana belajar yang
diinginkan diharapkan terjadi. Ini terjadi bahwa semua kesempatan belajar direncanakan oleh
guru, bagi para siswa sesungguhnya adalah ”kurikulum itu sendiri”. Oleh karena itu dalam
memahami pengembangan kurikulum dengan lebih baik lagi guru dapat terlebih dahulu
mempelajari model-model pengembangan kurikulum agar lebih mudah mempelajari bagaimana
cara mengembangkan kurikulum tersebut. Menurut Nadler model yang baik adalah model yang
dapat menolong sipengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan
menyuluruh. Hal ini berarti model pengembangan kurikulum yang baik adalah model yang dapat
membantu para pengembang kurikulum dalam mengembangkan kurikulum dilapangan.
Berkenaan dengan model-model pengembangan kurikulum, maka fungsi model pengembangan
kurikulum bagi guru adalah:
1. Sebagai pedoman bagi guru untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan
pelaksanaan pengembangan kurikulum di lapangan.
2. Sebagai bahan pengetahuan untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah kurikulum tercipta dari
mulai perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan, yang mungkin selama ini guru hanya
mengetahui bahwa kurikulum itu sebagai sesuatu yang siap saji., padahal melalui proses yang
panjang sesuai dengan model mana yang dipilih oleh pengembang kurikulum atau pengambil
kebijaksanaan.
3. Sebagai bahan untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik, dan
sesuai dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh siswa.
4. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang merupakan bagian tugas profesional guru
yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
5. Sebagai bahan untuk melihat perbandingan dan keberhasilan tentang model pengembangaan
kurikulum yang digunakan suatu sekolah, yang nantinya diharapkan untuk memperbaiki
kurikulum yang dilaksanakan.[6]
E. Kesimpulan
1. Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam
kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan
kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.
2. Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan
kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-
beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arahan
pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan,
pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi
kurikulum.[7]
3. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan model
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.
4. Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan.[8]

[1] Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya.

[2] Hamalik, Oemar. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
[3] http://intanrumapea.wordpress.com/2011/10/22/model-model-pengembangan-kurikulum-dan-
fungsinya-bagi-guru/
[4] Henson, K.T. (1995). Curriculum Development for Education Reform. New York: Longman.
[5] Print, Murray. (1993). Curriculum Development and Design. Sydney: Allen & Unwin.
[6] Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan
KTSP. Jakarta: Kencana.
[7] Sukmadinata, N.S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT.
Remaja RosdaKarya.
[8] Oliva, Peter. (1992). Developing Curriculum. New York: Harper & Publishers.
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
3.
DEC

28

New Kelompok 6
BAB II
JENIS-JENIS KURIKULUM

2.1 Separated Subject Curriculum


Merupakan kurikulum yang berisi mata pelajaran-mata pelajaran yang terpisah-
pisah.Bentuk ini termasuk paling tua dalam sejarah kurikulum.Sejak jaman dahulu orang
Romawi dan Yunani sudah menggunakan bentuk kurikulum semacam ini.Orang Yunani
mengajarkan di sekolah seperti mata pelajaran kesusastraan, matematika, filsafat dan ilmu
pengetahuan.Sedangkan orang Romawi mengajarkan gramatika, retorika dan logika yang
dinamakan sebagai trivium, serta aritmatika, geometri, astronomi dan music yang dinamakan
quadrivium.Ketujuh mata pelajaran dalam trivium dan quadrivium itu kemudian dikenal
dengan The Seven Liberal Arts.
Mata pelajaran-mata pelajaran ini diusun sedemikian rupa secara logis dan sistematis,
sehingga siswa dapat mempelajarinya dengan baik.Akibat dari penggunaan bentuk kurikulum
semacam ini adalah jika muncul suatu cabang baru dalam ilmu pengetahuan, maka mata
pelajaran-mata peajaran menjadi berubah.
Esensi dari organisai kurikulum semacam ini adalah bahwa ia mengikuti disiplin yang
baik dan logis. Dengan demikian baik materi pembelajaran maupun pengalaman belajar yang
diperoleh bersifat terpisah pisah.Adapun isi dari setiap mata pelajaran ditentukan oleh ahli-
ahli mata pelajarn masing-masing. Guru dalam hal ini berfungsi untuk mencari cara
bagaimana agar siswa dapat menguasai mata pelajaran dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itu, metode pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan adalah metode exposisi-
penyampaian materi pembelajaran.Untuk itu sumber utama yang petut dan paling penting
dalam belajar adalah buku teks siswa.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang diajarkan di sekolah digolongkan ke dalam mata
pelajaran yang diutamakan dan tidak diutamakan.Hal ini dibuat berdasarkan pada nilai suatu
mata pelajaran yang berfungsi untuk mendisiplin mental. Dengan demikian mata pelajaran-
mata pelajaran yang termasuk kategori sulit, seperti matematika sangat diutamakan
dibandingkan dengan yang lain. Meskipun bagi individu tertentu mata pelajaran ini
mempunyai arti atau nilai tersendiri.
Keunggulan dari bentuk organisasi separated subject yang paling menonjol adalah
karena materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis. Sehingga metode untuk
mempelajarinya dapat efektif, demikian juga metode untuk mengorganisasi
pengetahuan.Dengan demikian siswa dapat menghimpun sebanyak mungkin ilmu
pengetahuan secara efektif dan ekonomis. Pada saat dibutuhkan ia dapat menggunakan
pengetahuan itu.
Manfaat praktis lain adalah karena bentuk kurikulum ini sudah lama digunakan, maka
pada umumnya banyak perguruan tinggi menetapkan syarat masuk berdasarkan kemampuan
dalam mata pelajaran. Juga pada umumnya guru sudah terbiasa dan terdidik dalam mata
pelajaran-mata pelajaran terpisah-pisah. Dengan demikian separated subject dipandang lebih
mudah dilaksanakan.
Disamping mempunyai berbagai keunggulan, terdapat pula berbagai
kelemahan.Kelemahan yang paling menonjol adalah, oleh karena kurikulum terdiri dari mata
pelajaran terpisah-pisah, tidadapat mengembangkan kemampuan berfikir aktif dan
terpadu.Materi atau isi kurikulum merupakan warisan kebudayaan masa lampau, bukan
masalah-masalah yang dihadapi sekarang.Ini menyebabkan tidak diperhatikannya prinsip
psikologis yaitu minat dan motivasi.Sehingga materi pembelajaran yang dipelajari seringkali
mudah dilupakan, juga tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan dibutuhkan siswa.
Pada separated subject, materi pembelajaran dikelompokan pada mata pelajaran yang
sempit, sehingga banyaklah jenis mata pelajaran dan menjadi sempit ruang lingkup setiap
mata pelajaran. Sedangkan pada correlated curriculum dan broad field mata pelajaran-mata
pelajaran dihubungkan satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih lluas.
Bahkan pada broad field, oleh karena mata pelajaran-mata pelajaran sejenis dilebur menjadi
satu mata pelajaran, akan lebih memperkecil jumlah mata pelajaran dan lebih memperluas
lagi ruang lingkup tiap mata pelajaran.

Kurikulum ini dengan tegas memisahkan antara satu mata pelajaran dengan yang
lainnya, umpamanya mata pelajaran teori listrik tidak ada sangkut pautnya dengan
pengetahuan alat perkakas atau yang lainnya.Satu dengan yang lainnya terpisah-pisah secara
tegas, demikian pula dalam menyajikannya kepada peserta didik.

Kurikulum jenis ini memiliki keunggulan sebagai berikut:


1) Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis, sistematis dan berkesinambungan. Hal itu
disebabkan tiap bahan telah disusun dan diuraikan secara logis dan sistematis dengan
mengikuti urutan yang tepat yaitu dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke
yang kompleks.
2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana, mudah direncanakan, mudah
dilaksanakan dan mudah pula untuk diadakan perubahan jika diperlukan. Adanya
kesederhanaan itu sangat diperlukan karena hal itu jelas akan menghemat tenaga sehingga
menguntungkan baik dari pihak pengembang kurikulum itu sendiri maupun guru atau satuan
pendidikan untuk melaksanakannya.
3) Kurikulum ini mudah dinilai untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk dilakukan
perubahan seperlunya. Karena kurikulum ini terutama bertujuan untuk menyampaikan
sejumlah pengetahuan maka hal itu dapat dengan mudah diketahui hasilnya yaitu dengan
melakukan pengukuran yang berupa tes. Jika telah dirasa terdapat hal-hal yang tidak lagi
sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat baik hal itu menyangkut seluruh
komponen maupun sebagian saja hal itupun akan dengan mudah diadakan perubahan
penyesuaian seperti yang diharapkan.
4) Memudahkan guru sebagai pelaksana kurikulum karena disamping bahan pelajaran memang
sudah disusun secara terurai dan sistematis, mereka umumnya juga dididik dan dipersiapkan
untuk melaksanakan kurikulum yang bersifat demikian. Guru hanya mengajar bahan-bahan
pelajaran tertentu sesuai dengan bidang studinya dari waktu ke waktu. Guru yang memegang
mata pelajaran yang sama secara terus menerus biasanya akan semakin menguasasi bahan
pelajaran itu dan semakin banyak pula pengalamannya.

Di samping ada keunggulan-keunggulan kurikulum bentuk ini, ada pula kelemahan-


kelemahannya, antara lain:
1) Kurikulum bentuk ini memberikan mata pelajaran secara terpisah, satu dengan yang lain
tidak ada saling hubungan. Hal itu memungkinkan terjadinya pemerolehan pengalaman
secara lepas-lepas tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Kurikulum bentuk ini kurang memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi anak secara
faktual dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kurikulum ini hanya sering mengutamakan
penyampaian sejumlah pengetahuan yang kadang-kadang tidak ada relevansinya dengan
kebutuhan kehidupan.
3) Tujuan kurikulum bentuk ini sangat terbatas karena hanya menekankan pada perkembangan
intelektual dan kurang memperhatikan faktor-faktor yang lain seperti perkembangan
emosional dan sosial.

Segala bahan pelajaran disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-
pisah, yang satu lepas dari yang lain. Subject ialah hasil pengalaman umat manusia sepanjang
masa, atau kebudayaan dan pengetahuan yang dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu.

Manfaat Separate-Subject Curiculum


1) Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan sistematis
2) Organisasi kurikulum ini sederhana, mudah direncanakan dan dilaksanakan
3) Kurikulum ini mudah dinilai
4) Kurikulum ini juga dipakai dipendidikan tinggi
5) Kurikulum ini telah dipakai berabad-abad lamanya dan sudah menjadi tradisi
6) Kurikulum ini lebih memudahkan guru
7) Kurikulum ini mudah diubah
8) Organisasi kurikulum yang sistematis.

Kelemahan-kelemahan kurikulum ini ialah :


1) Kurikulum ini memberikan mata pelajaran yang lepas-lepas, yang tidak berhubungan satu
dengan yang lain.
2) Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah social yang dihadapi anak-anak dalam
kehidupannya sehari-hari.
3) Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam bentuk yang
sistematis dan logis.
4) Tujuan kurikulum ini terlampau terbatas
5) Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir
6) Kurikulum ini cenderung menjadi statis dan ketinggalan zaman.

2.2 Correalated Curriculum


Merupakan bentuk organisasi yang menghubungkan antara satu mata pelajaran
dengan mta pelajaran lain. Hubungan itu dapat dilakukan, baik secara sewaktu-waktu ataupun
secara diupayakan. Pada cara yang pertam, hubungan antara mata pelajaran-mata pelajaran
terjadin secara kebetulan. Jika suatu materi pembelajaran kebetulan mempunyai pertalian
dengan pelajaran lain. Sebagai contoh dalam pelajaran sejarah, kalau kebetulan materi
pembelajaran yang diajarkan mempunyai hubungan dengan geografi, dilakukan
korelasi.Demikian pula sebaliknya. Cara kedua, hubungan dilakukan dengan cara membahas
satu pokok permasalahan dengan dipelajari dalam berbagai mata pelajaran.
Mata pelajaran dalam kurikulum ini harus dihubungkan dan disusun sedemikian rupa
sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu melengkapi yang lain. Jadi di sini mata
pelajaran itu dihubungkan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak berdiri sendiri-sendiri.

Untuk memadukan antara pelajaran yang satu dengan yang lainnya, ditempuh dengan cara-cara
korelasi antara lain:
1) Korelasi okasional atau insidental, yaitu korelasi yang diadakan sewaktu-waktu bila ada
hubungannya
2) Korelasi etis, yaitu yang bertujuan mendidik budi pekerti sebagai pusat pelajaran diambil
pendidikan agama atau budi pekerti.
3) Korelasi sistematis, yaitu yang mana korelasi ini disusun oleh guru sendiri.
Korelasi informal, yang mana kurikulum ini dapat berjalan dengan cara antara beberapa guru
saling bekerja sama, saling meminta untuk mengkorelasikan antara mata pelajaran yang
dipegang guru A dengan mata pelajaran yang dipegang oleh guru B.
4) Korelasi formal, yaitu kurikulum ini sebenarnya telah direncanakan oleh guru atau tim secara
bersama-sama.
5) Korelasi meluas (broad field), di mana korelasi ini sebenarnya merupakan fungsi dari
beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang sama dipadukan menjadi satu bidang
studi.

Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk correlated ini memiliki beberapa
keunggulan, antara lain:
1) Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran dapat menopang kebulatan pengalaman dan
pengetahuan peserta didik berhubung mereka menerimanya tidak secara terpisah-pisah.
2) Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran memungkinkan peserta didik untuk
menerapkan pengetahuan dan pengalamannya secara fungsional. Hal itu disebabkan mereka
dapat memanfaatkan pengetahuan dari berbagai mata pelajaran untuk memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya.

Adapun kurikulum correlated curriculum memiliki kelemahan-kelemahan antara lain:


a) Kurikulum bentuk ini pada hakekatnya masih bersifat subject centered dan belum memilih
bahan yang langsung dengan minat dan kebutuhan peserta didik serta masalah-masalah
kehidupan sehari-hari.Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan
lingkup yang lebih luas tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam.
b) Pembicaraan tentang berbagai pokok masalah bagaimanapun juga tetap tidak padu, karena
pada dasarnya masing-masing merupakan subject yang berbeda. Rasanya hampir tak
mungkin mempergunakan waktu yang hanya sedikit itu untuk memberikan berbagai pokok
masalah yang sebenarnya berasal dari beberapa mata pelajaran yang berbeda.
2.3 Broad Fiels Curriculum
Kurikulum broad fields disebut juga kurikulum fusi. Taylor danAlexander memberi nam
lain dengan nama The Broad Fields of Subjectmatter. Broad fields menghapuskan batas-batas
dan menyatukan matapelajaran yang berhubungan erat.Menurut Wiliam B. Ragan dalam
kurikulum sekolah dasar terdapatenam macam broad fields, yang antara lain; Bahasa, Sains,
Ilmu PengetahuanSosial, Matematika, Kesenian dan Kesehatan dan Pendidikan olah
raga.Adapun menurut Fuaduddin bahwa kurikulum broad fields dalam kaitannyadengan
kurikulum di Indonesia ada lima macam bidang studi yang menganutbroad fields, yaitu:1)
Ilmu Pengetahuan Alam, yang merupakan peleburan dari mata pelajaranFisika, Biologi,
Kimia, Astronomi, dan Kesehatan.2) Ilmu Pengetahuan Sosial yang merupakan peleburan
dari mata pelajaranEkonomi, Koperasi, Sejarah, Geografi, Akutansi, dan sejenisnya.3)
Bahasa, merupakan peleburan dari pelajaran membaca, menulis,mengarang, menyimak,
sastra, apresiasi dan pengetahuan bahasa.4) Matematika, merupakan peleburan dari
berhitung, Aljabar, Aritmatika,Geometri dan Statistik.5) Kesenian, merupakan peleburan dari
seni tari, seni suara, seni klasik, senipahat dan drama.Adapun dengan Pendidikan Agama
Islam yang terdapat di sekolahumum juga termasuk broad fields, karena yang mana
merupakanpeleburan dari mata pelajaran Fiqih, Tauhid, Akhlak, Alqur’an, Tarikh Dalam
imlementasi broad fields curriculum mempunyai kelebihan,yang antara lain yaitu:
Menunjukkan adanya integarsi pengetahuan kepadasiswa, dapat menambah minat belajar
siswa, pemahaman peserta didikterhadap materi lebih mendalam, dan korelasi antara mata
pelajaran lebihmengutamakan pengertian dan prinsip-prinsip dari pada pengetahuan
danpenguasaan fakta-fakta.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, broad fieldscurriculum juga memiliki beberapa
kekurangan, yang antara lain yaitu:Kurikulum ini pada hakikatnya kurikulum yang subject
centered dan tidakmenggunakan bahan yang langsung berhubungan dengan kebutuhan
danminat anak-anak serta dengan masalah-masalah yang berhubungan dengankehidupan
peserta didik sehari-hari. Broad fields tidak memberikanpengetahuan yang sistematis serta
guru kebanyakan merasakan kesulitandalam mengorganisasikan mata pelajaran. [1]

2.4 Integrated Curriculum


Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran.
Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang
memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat
difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran
dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok
dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan
perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain
memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada
proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang
sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua,
dan siswa.[2]
Integrated curriculum di sini sebenarnya beberapa mata pelajaran dijadikan satu atau
dipadukan.Dengan meniadakan batas-batas mata pelajaran dan bahan pelajaran yang
disajikan berupa unit atau keseluruhan. Unit merupakan satu kesatuan yang bulat daripada
bagian-bagian yang tidak terpisah satu sama lain, melainkan merupakan rangkaian daripada
bagian yang bersatu padu dengan serasi.[3] Kurikulum ini memiliki beberapa keunggulan
antara lain:
a) Segala hal yang dipelajari dalam kurikulum unit bertalian erat satu dengan yang lain.
Peserta didik tidak hanya mempelajari fakta-fakta yang lepas-lepas dan kurang fungsional
untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
b) Kurikulum ini sesuai dengan teori baru tentang belajar yang mendasarkan berbagai
kegiatan pada pengalaman, kesanggupan, kematangan dan minat peserta didik. Anak
dilibatkan secara aktif untuk berpikir dan berbuat serta bertanggung jawab baik secara
individual maupun kelompok.
c) Dengan kurikulum ini lebih dimungkinkan adanya hubungan yang erat antara sekolah dan
masyarakat, karena masyarakat dapat dijadikan laboratorium tempat peserta didik melakukan
kegiatan praktek.
Di samping bentuk kurikulum ini memiliki keunggulan tetapi juga mengandung beberapa
kelemahan yang antara lain:
a) Kurikulum ini tidak mempuyai organisasi yang logis dan sistematis, karena bahan
pelajaran tidak ditentukan lebih dulu oleh guru atau lembaga melainkan harus dirancang
bersama-sama dengan murid.
b) Para guru tidak dipersiapkan untuk menjalankan kurikulum bentuk unit, maka jika mereka
disuruh melaksanakan kurikulum itu kiranya sangat memberatkan. Para guru pada umumnya
dihasilkan dan dipersiapkan untuk menjalankan kurikulum yang bersifat subject matter atau
correlated saja.
c) Pelaksanaan kurikulum bentuk ini juga amat repot. Hal itu disebabkan karena masih
kurangnya berbagai peralatan dan sarana serta prasarana yang dibutuhkan agar berbeda
dengan sekolah-sekolah biasa.
d) Dengan kurikulum bentuk unit ini tidak dapat dimungkinkan adanya ujian umum karena
permasalahan yang dihadapi di tiap sekolah tidak sama dan selalu berubah tiap tahun. Di
samping itu sulit mengukur kemampuan peserta didik berhubung standarnya sendiri cukup
abstrak dan tidak ajeg.

[1]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2189085-pengertian-broad-fields-
curriculum/#ixzz26DQOGsoG
[2]http://www.psb-psma.org/content/blog/manajemen-pengembangan-kurikulum
[3]http://hasrian04rudi.blogspot.com/2010/10/jenis-jenis-kurikulum.html
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
4.
DEC
28

New Kelompok 5

Komponen Kurikulum
Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang pada
dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling
berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak
bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak
berjalan sebagaimana mestinya.[1]
Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan komponen-komponen kurikulum. Ada yang
mengemukakan 5 komponen kurikulum dan ada yang mengemukakan hanya 4 komponen
kurikulum. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai komponen kurikulum berikut
Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen
tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4) komponen
strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective
(tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi belajar
mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution
(1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah
komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi
dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4)
Evaluasi.
Komponen Kurikulum
Ada 4 unsur komponen kurikulum yaitu: tujuan, isi (bahan pelajaran), strategi pelaksanaan
(proses belajar mengajar), dan penilaian (evaluasi)
a. Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan.
Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan
banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan,
pasti dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik,
selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
4. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler;
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di
setiap sekolah atau satuan pendidikan.
b. Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis
bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-
bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi
kurikulum. Kriteria itu natara lain:
Ø Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
Ø Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
Ø Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji.
Ø Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas.
Ø Isi kurikulum dapat menunjanga tercapainya tujuan pendidikan.
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topiktopik pelajaran
yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
c. Komponen Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan
dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal
itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan
strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan,
mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara
\umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan
disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata
disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika pelaksanaannya
menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen strategi pelaksanaan kurikulum
meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan pengaturan kegiatan sekolah.

d. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam
pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang
dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan
(feasibility) program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah
evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen
kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar
siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan
pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu
sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah
dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan
peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Merupakan suatu komponen kurikulum, karena dengan evaluasi dengan evaluasi
dapat di peroleh informasi akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan
belajar siswa.berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu
sendiri,pembelajaran kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu di lakukan.

[1] Wahyudin.2011.Komponen-komponen
Kurikulum Online http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/07/komponen-komponen-kurikulum-
dan.htmlDiakses tanggal 23 Pebruari
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
5.
DEC

28

New Kelompok 4

PRINSIP-PRINSIP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengertian Pegembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah sebuah proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat
yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah
berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang baik. Dengan kata lain
pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui
langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama
periode waktu tertentu.
Pada umumnya ahli kurikulum memandang kegiatan pengembnagn kurikulum sebagai suatu
proses yang kontinu, merupakan suatu siklus yang menyangkut beberapa kurikulum yaitu
komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi.[1]
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam,
antara lain:
 Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Pengembngan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari
tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk
mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum mengadung
aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang selanjutnya menumbuhkan
perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan
aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
 Prinsip Relevansi (Kesesuaian)
pengembanga kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
 Prinsip Efisiensidan Efektifitas.
Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana,
waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal.
Dana yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan
pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah juga terbatas sehingga harus
dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan.
Tenaga disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya,
hendaknya didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus
digunakan secara tepat oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi
meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.
 Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan
tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku.
Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan
pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian., maka yang
dialaksanakan program ketrampilan pendidikn industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa
ditekankan pada program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan
masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam
rangka pelaksanaan kurikulum.
 Prinsip Kontiunitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan
bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain
memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur
dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur
dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
 Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional
antara berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek
perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan
praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku.
Dengan keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan
menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan
pribadi.[2]
 Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan
terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya.
Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun
pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat
dan utuh. Diamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik
dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara teori dan praktek.
 Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa
pelaksanaan pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar
mengajar, peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur
berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya strategi dan pendekatan adalah berbeda, perbedaan terletak pada jangkauan
(cakupan) bahasannya. Hal ini berarti bahwa strategi lebih sempit dari pendekatan. Strategi
pada dasarnya adalah siasat yang ditetapkan untuk untuk memecahkan suatu masalah,
sedangakan pendekatan lebih menekankan usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara
kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa methode yang tepat, yang dijalankan
sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperolah hasil kerja yng lebih baik.
Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
methode yang tepat dengan mengikuti langkah-lngkah pengembangan yang sistematis untuk
menghasilkan kurikulum yang lebih baik, ada berbagai macam pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum yaitu:
 Pendektan yang berorientasi pada bahan pelajaran
 Pendekatan yang berorientasi pada tujuan
 pendekatan dengan pola organisasi bahan.
Sementara Shodih dan Mulyasa (2002) mengemukakan pendekatan pengembangan
kurikulum berdasarkan pada sistem pengelolaan, fokus sasaran dan kompetensi. Maksudnya
sistem pengelolaan pengembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan yang
terpusat (sentralisasi) dan tersebar (desentralisasi). sedangkan berdasarkan pada fokus sasaran
maksudnya pengembnagn kurikulum dibedakan antara pendektan yang mengutamakan
penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaan kemampuan standar, penguasaan kompetensi,
pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah sosial
kemasyarakatan. Pendekatan berdasarkan kompetensi merupakan pengembangan kurikulim
yang memfokuskan penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap- tahap perkembangan
peserta didik.
REFERENSI

[1] Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta, 2007

[2] Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998


Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
6.
DEC

28

New Kelompok 3

Landasan Pengembangan Kurikulum


Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengelaman maupun kurkulum
sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat
dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan
pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional yang telah digariskan dalam undang – undang nomor 20 tahun 2003 tentang system
Pendidikan Nasional[1]
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Landasan Filosofis, yaitu asumsi asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat
pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada rumusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta
didik dan peranan pendidikan.
2. Landasan psikologis, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan
titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi
acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan,
sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar.
Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan
kurikulum, yaitu teori belajar kognitif, nehavioristik, dan humanistic.
3. Landasan social budaya, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan
antropologi yang dijadikan titik tolah dalam mengembangkan kurikulum. Karakteristik social
budaya di mana peserta didik hidup berimplikasi pada program pendidikan yang akan
dikembangkan.
Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset
atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum membutuhkan sumbangan dari
berbagai kajian ilmiah dan teknologi baik yang bersifat hardware maupun software sehingga
pendidikan yang dilaksanakan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

[1] http://neozonk.wordpress.com/2010/11/01/landasan-pengembangan-kurikulum/
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
2.
DEC

28

New Kelompok 2

Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
A. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendididkan Fungsi kurikulum dalam
pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat
untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan
suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan Negara
mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik
segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan Negara itu sendiri. Dsdengan
demikian, dinegara kita tidak sama dengan Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1)
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum
merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar
mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan
siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
B. Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan Kurikulum Bagi Sekolah yang
Bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan
yang diinginkan 2) Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah
tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan b. Cara
menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan c. Orang yang bertanggung jawab dan
melaksanakan program pendidikan.
C. Fungsi kurikulum yang ada di atasnya 1) Fungsi Kesinambungan Sekolah pada tingkat
atasnya harus mengetahui kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga
dapat menyesuaikan kurikulm yang diselenggarakannya. 2) Fungsi Peniapan Tenaga
Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang
memerlukan tenaga guru tadi, baik mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.
D. Fungsi Kurikulum Bagi Guru Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum
sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam
rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut.
E. Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan
barometer atau alat pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses
pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
F. Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas (supervisor) Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat
dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang
memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan
peningkatan mutu pendidikan.
G. Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan,
masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang
dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.
H. Fungsi Kurikulum Bagi Pemakai Lulusan Instansi atau perusahaan yang memper-gunakan
tenaga kerja yang baik dalamarti kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan produk-
tivitas.
Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi sekolah atau
pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi
orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di
rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan
bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri,
kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.[1]
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi
kurikulum, yaitu:
a. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu
sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun
harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi (the integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.
d. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam
masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan (the selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang
sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti
pula diberinya kesempatan bagi siswatersebut untuk memilih apayang sesuai dengan minat
dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan
(potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa
dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki
kelemahan-kelemahannya.

Peranan Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat
strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih
mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif,
peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 1990)[2]
1. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan
masa kini kepada generas muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada
hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya
menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya
merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina
perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai social yang hidup di lingkungan masyarakatnya.
2. Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat.
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesatu yang
baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada
masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat
membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk
memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara
berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3. Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini di latarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup
dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan
budaya masa lalu kepada siswa perlu diseusaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa
sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang
belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak
hanya mewariskan nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan
memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal
ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai
social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kin dihilangkan dan diadakan
modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis
agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan
yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan
ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam
proses pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan
masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami
betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.

[1] http://www.sutisna.com/pendidikan/kurikulum/fungsi-kurikulum/

[2] http://neozonk.wordpress.com/2010/11/01/peranan-kurikulum/
Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

0
Tambahkan komentar
3.
DEC

28

New Kelompok 1

PENGERTIAN KURIKULUM MENURUT PARA AHLI


Setelah kami memaparkan pengertian kurikulum secara etimologi. Maka kami
menerangkan secara terminologi atau biasa disebut dengan pengertian secara
istilah. Pengertian Kurikulum menurut para ahli inilah pengertian kurikulum secara
Terminologi. Sebenarnya sangat banyak sekali para ahli pendidikan yang mendifinisikan
tetntang kurikulum. Namun kami hanya memaparkan beberapa saja, diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara
sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. (Crow and
Crow)[1]
b. Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang
dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum
pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika (Carter V. Good dalam Oliva, 191:6)
c. Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan guru ( Hollis L. Caswell
and Doak S. Campbell dalam Oliva, 1991:6)
d. Kurikulum adalah sebagai sebuah perencanaan untuk memperbaiki seperangkat
pembelajaran untuk seseorang agar menjadi terdidik (J. Galen Saylor, William M. Alexander,
and arthur J. Lewis dalam Oliva 1991:6)
e. Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi
dan organisasi konten, mengimplikasikan dan meanifestasikan pola belajar mengajar tertentu,
karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya. Pada
akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome (Hilda Taba dalam Oliva, 1991:6)
f. Kurikulum sekolah adalah konten dan proses formal maupun non formal di mana pebelajar
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, perkembangan skil, perubahan tingkah laku,
apresiasi, dan nilai-nilai di bawah bantuan sekolah (Ronald C. Doll dalam Oliva, 1991:7)
g. Kurikulum adalah rekonstruksi dari pengetahuan dan pengalaman secara sistematik yang
dikembangkan sekolah (atau perguruan tinggi), agar dapat pebelajar meningkatkan
pengetahuan dan pengalamannnya (Danniel Tanner and Laurel N. Tanner dalam Oliva,
1991:7)
h. Kurikulum dalam program pendidikan dibagi menjadi empat elemen yaitu program belajar,
program pengalaman, program pelayanan, dan kurikulum tersembunyi (Abert I. Oliver dalam
Oliva, 1991:7).
i. Kurikulum mengandung konten (suject matter), pernyataan tujuan (terminal objective),
urutan konten, pre-asesmen dari entri skil yang dipersyaratkan pada siswa ketika mulai
belajar konten (Roert M. Gagne dalam Oliva, 1991:7).
j. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan kebudayaan, sosial, olahraga, dan
kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan
maksud menolongnya untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah
laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. (Dr. Addamardasyi dan Dr. Munir
Kamil)[2]
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa kurikulum itu mempunyai empat unsur
utama, yaitu:

1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang
bagaimana ingin kita bentuk melalui kurikulum.

2. Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas dan


pengalaman-pengalaman sehinggat terbentuk kurikulum tersebut. Bagian inilah yang biasa
disebut mata pelajaran. Bagian ini pulalah yang dimasukkn dalam silabus.

3. Metoda dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong
murid-murid belajar dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.

4. Metode dan cara penilain yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan
hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum seperti ulangan dan ujian-ujian
yang ada di sekolah.

KONSEP KURIKULUM
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi
kurikulum. clip_image002 Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori
kurikulum adalah konsep kurikulum. [3]
1. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep
kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem,
dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi: Suatu kurikulum, dipandang orang
sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu
perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal,
dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai
hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu
sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem: Yaitu sistem kurikulum. Sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem
masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem-
purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi: Yaitu bidang studi kurikulum. Ini
merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan
kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan
percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat
bidang studi kurikulum.[4]
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model
kurikulum. Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum.
Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun
bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan
McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit
Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik
kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan
sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang
menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan
orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum. Menurut Bobbit, inti teori kurikulum
itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada
dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya
mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-
kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-
macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan
lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan,
apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada
serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-
pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum. Werrett W. Charlters
(1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar
penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada pendidikan vokasional. [5]
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters.
Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-
masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan
yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak
pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang
dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam
kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan
untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa.
Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk
yang sistematis. Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang
gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari
yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa
(Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat
perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa.
pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman.
Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa. Perkembangan teori kurikulum selanjutnya
dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang
kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida,
Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat
interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-
guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari
penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan,
memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori
kurikulum.
Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep

yang mendasarinya,

(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,

(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah

tersebut.

Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian
kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai? Empat pertanyaan pokok
tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum
berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum
tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith.
Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam
kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan
pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain. Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori
kurikulum adalah penggunaan istilah-istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan
klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep,
generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam
menjelaskan fenomena kurikulum. Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan
peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah.
Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam
(1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan,
(2) memilih dan menyusun bahan, dan
(3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat
sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching),
dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn.
Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan
dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga
dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi
yang diperlukan dalam teori kurikulum. Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan
makalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponen-komponen dari
keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dan kawan-
kawannya dapat dilihat pada Bagan 2.4. Beauchamp merangkumkan perkembangan teori
kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam
komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain
kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori. Thomas L.
Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi,
dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai
proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan
yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini
menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsurunsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori
kurikulum, yaitu:
(1) teori kurikulum (curriculum theory),
(2) teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
(3) teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory), dan
(4) teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang
menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan
dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari
pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal
memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum.
Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/
berharga bagi keadaan sekarang.
Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai
tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat
Maccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup
berharga untuk menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem
pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat
tujuan belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan
kegiatan.
Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari
pengajaran. Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak,
dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum.
Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor
yang melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga I angkah:
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam
pembahasan tentang teori kurikulum, yaitu definisi kurikulum, sumber-sumber kebijaksanaan
kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, peranan nilai dalam pengembangan
kurikulum, dan implikasi teori kurikulum. Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan
definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan
ruang lingkup, serta struktur. Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum
sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan umpamanya, apakah kurikulum merupakan
suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah kurikulum mencakup mengajar dan
pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa menjadi bagian kurikulum? Apakah
ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa pertanyaan yang lebih khusus, yang
lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum, umpamanya apakah kurikulum harus
memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum perlu memiliki sejumlah materi
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu mengadakan rumusan yang
lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu ada spesifikasi tentang
makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?
1. Sumber Pengembangan Kurikulum Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa
hat yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan
kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah
mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum
diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan
kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Dalam
pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur kebudayaan.
Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut
menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari
budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua
disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat,
perilaku, benda-benda, dan lain-lain. Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam
pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan
memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang telah ada pada
anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga
pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan
siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-
kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-
pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang
lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber
penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat
merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis. Pertanyaan pertama yang muncul
dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? In!
merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam
pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum
dan pelaksanaan kurikulum. Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah
kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang
menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill
negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum
adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan
Balitbangdikbud. pada pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum
sepenuhnya ada pada pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk
menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
2. Desain dan Rekayasa Kurikulum Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari
teori kurikulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum
(curriculum engineering). Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi,
serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan.
Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu
unsur dengan unsur lainnya, prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan
dalam pelaksanaannya. Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses
pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain
kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai. Ada dua
hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta
bagaimana mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari
pengalaman.
Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun
sistem pelaksanaannya. Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses
memfungsikan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola
kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. [6]
pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala
sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum
Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan
menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut
merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka
memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk
pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah
berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp
(hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian
yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber
pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta
interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.
[1] (HHTP://VANDHA.CO.CC) KONSEP KURIKULUM DIDOWNLOAD TGL 16 April 2010
jam11.30 WIB
[2] http://gontor2007.blogspot.com/2012/06/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html
[3] http://destalyana.blogspot.com/2007/09/beberapa-pengertian-kurikulum.html DIDOWNLOAD
TGL 16 April 2010 jam11.30 WIB
[4] http://mybatik.wordpress.com/2009/01/29/teori-dan-konsep-kurikulum/
[5] http://www.m-edukasi.web.id/2012/06/konsep-kurikulum.html

[6] www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia


Diposting 28th December 2012 oleh Febrillian Gemilang

Anda mungkin juga menyukai