Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN PULMONOLOGI JANUARI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
BRONKIEKTASIS

Oleh :
Mohammad Radhi Bin Mohd Ariffin C11112810
Nurhidayah binti Aziz C11112811
Natijah Syuhada binti Zubir C11112812
Liyana binti Mohd Arif C11112813
Adib Luqman bin Azmi C11112814
Muhammad Ammar bin Hashim C11112815
Siswati binti Asis C11112819

Pembimbing :
dr. Hasan Nyambe
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Mohammad Radhi Bin Mohd Ariffin C11112810


Nurhidayah binti Aziz C11112811
Natijah Syuhada binti Zubir C11112812
Liyana binti Mohd Arif C11112813
Adib Luqman bin Azmi C11112814
Muhammad Ammar bin Hashim C11112815
Siswati binti Asis C11112819

Judul Laporan Kasus : BRONKIEKTASIS

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hasan Nyambe


BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 1 Juli 1945
Umur : 71 tahun
Alamat : Merauke
MRS : 4 Januari 2017
MR : 784950

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak napas
Anamnesis terpimpin :
 Sesak dialami sejak 1 bulan yang lalu secara terus menerus dan memberat 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sesak disertai batuk produktif dengan dahak bewarna putih.
Riwayat batuk lama pada tahun 2011 dan mendapat pengobatan 6 bulan yang tuntas.
Pasien pernah dirawat di rs grestelina dengan keluhan yang sama 3 hari yang lalu tetapi
tidak membaik.
 Pasien turut mengeluhkan demam sewaktu pertama kali tiba di rumah sakit. Mual muntah
tidak ada. Buang air kecil dan buang air besar normal kesan lancar.
 Riwayat pengobatan sebelum masuk rumah sakit ventolin dibeli sendiri di apotik.
Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga disangkal. Riwayat merokok
sebungkus sehari sejak 20 tahun yang lalu dan berhenti 5 tahun terakhir.
 Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat diabetes mellitus tidak ada
 Riwayat penyakit jantung tidak ada
 Riwayat merokok ada sejak 20 tahun yang lalu , 1 bungkus per hari
 Riwayat meminum alkohol ada,tidak rutin
 Riwayat penggunaan obat narkoba suntik tidak ada.
 Bekerja sebagai petani

C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis
Keadaan umum: Sakit berat/Gizi normal/Compos mentis (GCS 15 E4M6V5)
BB: 50 kg, Tb: 155 cm, IMT: 20.83 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 MmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36.5 0C
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R+1 cm H2O,
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, ICS Melebar
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus simetris kesan normal
Perkusi :
Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra
Auskultasi : Bunyi pernapasan: vesikuler,
Bunyi tambahan: ronki +/-, wheezing +/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas :ICS II Linea parasternalis sinistra Batas Batas
jantung kanan:ICS IV Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri :ICS V Linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung: S I/II regular, murmur (-),

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)

PemeriksaanEkstremitas
Extremitas hangat
Edema pretibial -/-
Edema dorsum pedis -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium

TEST RESULT NORMAL VALUE

GDS 140 <140

SGOT 1112 <38

SGPT 902 <41

Ureum 52 10-50

Kreatinin 1.1 0,5-1,2

Natrium 141 136 - 145

Kalium 4,9 3,5 - 5,1

Klorida 104 97 - 111

TEST RESULT NORMAL VALUE

WBC 17,2 x 103/uL 4.0 – 10.0 x 103

RBC 15,8 x 106/uL 4.0 – 6.0 x 106

HGB 12,9 g/dL 12 – 18

HCT 27,2% 37 – 48

PLT 336 x 103/uL 150 – 400 x 103

PT 12,9 10 - 14

APTT 29,5 22,0 - 30,0


b. Foto Thoraks :
- Corakan bronkovaskular prominent
- Tampak pemadatan hilus
- Tampak bayangan lusen berbentuk cincin pada Lapangan paru dextra.
- Cor dan aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang tulang intak
- Jaringan lunak sekitar baik
Kesan: Bronkiectasis dan lymphadenopathy hilar
E. DIAGNOSIS
 Bronchiectasis
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
 Susp Tuberculosis paru
 Peningkatan enzim transaminase

F. TERAPI
• Bed rest
• Oksigen 2 – 3 liter/min via nasal canul
• Ceftazidime 1g/8jam/iv
• Combivent 8 jam/inhalasi
• Fluimucyl 300mg/8jam/inhalasi
• Curcuma 2 tabs/8jam/oral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi
bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irreversible. Kelainan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-peubahan dalam dinding bonkus berupa destruksi
elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.
Bronkus yang terkena umumya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus yang
besar umumnya jarang1.

B. Epidemiologi
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% di anatara
populasi. Kekerapan setinggi itu, ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat
ditekannya frekuensi kasus- kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotic2.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti tentang peyakit ini.
Kenyataannya penyakit ini cukup serig ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki
maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan
kelainan congenital1.

C. Etiologi
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan bronkiektasis, antara lain2:
1. Infeksi Primer
Bronkiektasis dapat disebabkan oleh bermacam-macam infeksi nekrosis yang
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Infeksi primer merupakan penyebab
umum dari bronkiektasis di Negara berkembang, dan biasanya penggunaan antibiotik
juga tidak konsisten. Ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan bronkiektasis, antara
lain Klebsiella species, Staphylococcus aureus, Mycobacterum tuberculosis, Mycoplasma
pneumonia, Mycobacterium non tuberculosis, measles virus, pertussis virus, influenza
virus, danherpes simplex virus.
2. Obstruksi Bronkial
Focal post obstructive bronchiectasis dapat terjadi dalam beberapa keadaan klinis,
missal right-middle lobe syndrome, yang merupakan tipe spesifik dari obstruksi bronkial
yang dapat menyebabkan bronkiektasis.

3. Aspirasi
Pada orang dewasa, aspirasi benda asing biasanya berasal dari lambung, seperti
makanan, asam peptide dan mikroorganisme. Setelah aspirasi, pneumonia post obstruksi
dapat terjadi dengan perkembangan menjadi bronkiektasis. Bronkiektasis juga dapat
terjadi pada keadaan aspirasi kronik.
4. Fibrosis Kistik
Fibrosis kistik adalah kelainan multisistem yang mempengaruhi sistem transport
klorida pada jaringan eksokrine. Hal ini terjadi karena defisiensi protein Cystic Fibrosis
Transmembrane Regulator( CFTR ). Bronkiektasis adalah hal yang umum ditemukan
pada fibrosis kistik.
5. Defek anatomi congenital
Defek anatomi kongenital yang dapat menyebabkan bronkiektasis antara lain
Williams-Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, Swyer-James syndrome dan
Yellow-nail syndrome.
6. Defisiensi Alpha1-antitripsin
Patogenesis bronkiektasis masih belum jelas, tapi diyakini bahwa defisiensi
hormone ini dapat menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi saluran napas dan
menyebabkan rusaknya bronkus.
7. Paparan Gas Beracun
Paparan terhadap gas beracun dapat menyebabkan kerusakan bronkus yang
ireversibel dan bronkiektasis kistik. Agen yang terliba tantara lain gas klorin dan
ammonia.
D. Patomekanisme

Bronkiektasis adalah penyakit pada bronkus dan bronkiolus yang melibatkan infeksi
transmural dan reaksi radang. Ia merupakan dilatasi abnormal bronkus, pada daerah proksimal
bronkus (diameter > 2 mm) disertai destruksi komponen otot dan jaringan elastik dinding
bronkus yang dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran
napas3 4.
Infeksi biasanya disebabkan oleh Psedomonas aeruginosa atau Haemophilus influenza,
menyebabkan peradangan dan merusak dinding bronkus. Infeksi kuhusnya yang disebabkan oleh
microorganism ini akan menghasilkan pigmen, protease dan toksin yang dapat merusak dinding
epitel pernapasan dan klirens mukosiler. Proses inflamasi dan klirens mukosiler menyebabkan
kolonisasi baakteri mudah terjadi sehingga terjadi infeksi berulang yan akan terus menyebabkan
inflamasi dan gangguan klirens mukosiler. Proses tersebut dikenali sebagai hipotesis “visious
cycle” 4.
Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus merupakan respon tubuh
terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil
protease sehingga terjadi kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya terjadi
fibrosis peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi transmural
sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini biasanya ditemukan gangguan
pembersihan sekresi (mucous clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya. Kegagalan proses
pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi oleh kuman pathogen
yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada penderita5.

Gambar 1 : Gambaran bronkus yang normal dan pada penderita bronkiektasis.


E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada pasien dengan bronkiektasis biasa datang dengan keluhan batuk
disertai dahak yang mukopurulent, bisa bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun.Sputum
yang disertai darah atau hemoptysis bisa terjadi disebabkan dari kerusakan saluran napas akibat
infeksi akut. Simtom yang kurang spesifik antara lain termasuk dyspnea, nyeri dada pleuritik,
wheezing,demam, malaise, dan penurunan berat badan.
Pada kasus yang jarang berlaku dikenali sebagai “dry bronchiectasis” menunjukkan
manifestasi hemoptysis yang episiodik disertai sedikit atau tanpa produksi sputum. Kasus ini
biasanya sequel dari tuberculosis dan sering dijumpai pada lobus superior.
Bronkiektasis adalah diagnostic morphologic. Jadi, bisa muncul dengan beberapa jenis
simtom.
Batuk basah yang kronik juga bisa menjadi salah satu indikator bronkiektasis, pada satu
penelitian ditemukan bahwa pada penderita yang batuknya tidak sembuh setelah lebih 4 minggu
dengan terapi antibiotik oral memilik iangka 20 kali lebih rentan untuk mendapatkan
bronkiektasis.
Exaserbasi bronkiektasis yang disebabkan dari infeksi bakteri akut sering muncul dengan
onset bertambahnya produksi sputum melebihi batas normal, bertambahnya vissiditi sputum, and
foul odor pada sputum. Demam yang bersifat low-grade bisa terjadi tetapi jarang. Pasien
mungkin akan mengalami simtom konstitunal seperti fatigue dan malaise, termasuk juga
peningkatan dyspnea, sesak, wheezing atau nyeri dada pleuritik8.
Pada anamnesis perlu dicari beberapa hal, antara lain:
 Pada umumnya batuk berdahak, beberapa batuk kering lama. Sputum mukoid,
mukpurulen (71%-97%), kental atau campuran ketiganya yang dikenal dengan sputum 3
lapis.
 Hemoptysis (50%-70% kasus);
 Lemas, penurunan berat badan, myalgia;
 Dipsneu, mengi;
 Demam, nyeri dada pleuritik;
 Korpulmonal;
 Tidak ada atau riwayat merokok;
 Riwayat keluhan kronik;

Dari pemeriksaan fisis, dapat ditemukan takipneu, ronkhi basah (hingga 70% kasus), mengi
dan jari tabuh. Jika disertai penyakit sistemik kronik, kor pulmonal, atau gagal ventrikel kanan7.
Halitosis dan bunyi napas abnormal, termasuk crackles, ronki, dan wheezing adalah tanda
tipikal pada kasus bronkiektasis. Finger clubbing juga bisa dijumpai.Pada beberapa kasus,
hypoxia dan tanda dari hipertensipulmonari (sesak, pusing) bisa terjadi6.

F. Pemeriksaan Penunjang Bronkiektasis

1. Laboratorium
Kelainan laboratorium tidak khas, pada keadaan lanjut dan sudah ada insufisiensi
paru dapat ditemukan polisitemia sekunder, anemia, leukositosis. Urin umumnya
normal,kecuali sudah ada amiloidosis terdapat proteinuria9.
2. Radiologi
Gambaran foto dada bervariasi tergantung berat ringannya kelainan.
Gambaran khas untuk bronchiectasis menunjukkan adanya kista-kista kecil dengan fluid
level, mirip seperti sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang terkena,
biasanya hanya 13% kasus. Bisa juga gambaran pneumonia, fibrosis dan kolaps
(atelektasis), bahkan seperti gambaran paru normal (7%). Tingkatan beratnya penyakit 9:
i. Bronkiektasis Ringan: batuk-batuk, sputum bisa hijau, hemoptisis ringan, pasien
tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
ii. Bronkiektasis Sedang: batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat
umumnya warna hijau, serta berbau busuk, sering ada hemoptisis, pasien
masihtampak sehat, fungsi paru normal, jarang ada jari tabuh, foto dada normal.
iii. 3. Bronkiektasis Berat: sputum produktif dengan sputum banyak berwarna kotor
danberbau, sering ditemukan pneumonia, hemoptisis, nyeri pleura. Pada foto dada
ditemukan penambahan bronchovascular marking, dan multiple cyst
containing fluid levels (honey comb appearance)
3. Kelainan faal paru ( Analisa gas darah)
Kapasitas vital dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertamaterdapat
tendensi menurun, juga pada analisa gas darah, terjadi penurunan PaO2 yang menunjukkan
abnormalitas regional maupun difus distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi
paru9.
G. Tatalaksana

Terapi antibiotik merupakan tatalaksana utama pada bronkiektasis. Terapi antibiotic dapat dibagi
menjadi terapi eksaserbasi akut dan jangka panjang . Pemberian terapi antibiotic jangka panjang
sebaiknya dilakukan oleh pelayanan kesehatan tingkat sekunder atau diatasnya.
1. Eksaserbasi akut
Indikasi terapi antibiotic pada eksaserbasi akut, antara lain terjadi perburukan keadaan
umum mendadak, biasanya dalam beberapa hari, berupa bertambahnya keluhan batuk,
volume sputum atau terdapat keluhan sesak atau hemoptisis. Terapi antibiotic bersifat
empiris dan diberikan selama 10-14 hari.Regimen antibiotic dapat diubah setelah terdapat
hasil pemeriksaan bekteriologis.
2. Jangka panjang
Indikasi terapi antibiotic jangka panjang, antara lain jika keluhan sangat berat dan sering
(eksaserbasi akut >3 kali / tahun). Regimen antibiotic ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikrobiologis ketika tidak dalam eksaserbasi akut.
Tatalaksana lainnya, yaitu pemberian bronko-dilator dikatakan dapat memperbaiki
penyumbatan dan meningkatkan klirens. Sedangkan pemberian mukolitik untuk mengurangi
secret dan memperbaiki kliren sehingga saat ini masih diperdebatkan. Tindakan rehabilitasi
medic dapat membantu, seperti posisi tidur dan cara mengeluarkan dahak.
Pada terapi bedah, operasi hingga saat ini bukan pilihan utama, terutama jika terapi
antibiotic dan suportif masih efektif. Namun, jika keluhan meningkatkan morbiditas, reseksi
pada region paru yang terkena dapat menjadi pilihan jika lesi bersifat local atau embolisasi jika
lesi luas7. Komplikasi yang bisa terjadi dari intervensi bedah termasuk empyema, pendarahan,
prolonged air leak, dan etelektasis peristen8.
Terapi suportif terdiri dari :
 Berhenti merokok
 Jauhi dari asap rokok
 Intake nutrisi yang cukup dengan suplimen gizi jika memerlukan
 Pengambilan imunisasi influenza dan pneumococcal pneumonia
 Konfirmasi imunisasi measles, rubeola, dan pertussis
Terapi oxygen disediakan untuk pasien yang hipoxemik dengan disertai penyakit berat dan
komplikasi end-stage, seperti kor pulmonale .Pasien dengan cyctic fibrosis harus menjalani
terapi spesifik untuk cyctic fibrosis termasuk nutrisi dan aspek psikologik.
DAFTAR PUSAKA

1. Siti Setiati, dkk (Juli 2014), buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I,
Jakarta, Published by: Internal Publishing
References adib
2. Emmons EE. 2013. Bronchiectasis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview
( Diaksespada: Maret 2013 ).
3. Rahmatullah P. 2009. Bronkiektasis. Dalam: Suyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
4. Chris Tanto dkk,(2014), Kapita Selekta Kedokteran, essentials of medicine, Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, Indonesia.
5. Ahmad Subahgyo (2013). Bronkiektasis, Klik Paru, retrieved on 4 January 2017 at
http://www.klikparu.com/2013/01/bronkiektasis-be.html
6. Robert S. Porter, MD, The Mercks Manual of Diagnosis and therapy 19th Edition page
1939-1943, 2011, Merck Sharp &Dohme Corp, New Jersey
7. DyahParamitaWardhani, Anna Uyainah, Kapita Selekta Edisi IV, page 810-811, 2014,
Media Aesculapius, Jakarta.
8. Ethan E. Emmons, Medscape; Bronchiectasis, 2016,
http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview
9. Asril bahar, 2015. Bronkiektasis Terinfeksi. Divisi Pulmomologi Departemen Penyakit
Dalam FKUI/RSUPN Cipta Mangakusosmo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai