Anda di halaman 1dari 8

PENGGUNAAN DEKOK BUNGA KECOMBRANG (Etlingera Elatior) UNTUK TEAT DIPPING

SAPI PERAH TERHADAP TOTAL MIKROBA DAN SEL SOMATIK SUSU


THE EFFECT OF KECOMBRANG FLOWERS (ETLINGERA ELATIOR) EXTRA FOR DAIRY COW
TEAT DIPPING ON MILK’S TOTAL MIKROBIAL AND SOMATIC CELL COUNT
Abdullah Nasher Amiruddin*, Triana Yuni Astuti, Sufriyanto
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
*e-mail: abdullahnasher8@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian Penggunaan Dekok Bunga Kecombrang (Etlingera Elatior) Untuk Teat
Dipping Sapi Perah Terhadap Total Mikroba Dan Jumlah Sel Somatik Susu. Materi yang
digunakan adalah 6 ekor sapi perah, iodin 10%, dekok bunga kecombrang, seperangkat alat
untuk uji total mikroba dan jumlah sel somatik. Metode yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan kemudian dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Jujur. Perlakuan yang diterapkan adalah R0(teat dipping dengan iodin10%) R1(teat
dipping dengan dekok bunga kecombrang 10%) R2(teat dipping dengan dekok bunga
kecombrang 20%) R3(teat dipping dengan dekok bunga kecombrang 30%). Hasil penelitian
menunjukan bahwa teat dipping R0 R1 R2 dan R3 tidak berpengaruh nyata terhadap total
mikroba dan berpengaruh nyata terhadap total jumlah sel somatik (P<0.05). Uji lanjut Beda
Nyata Jujur menunjukan bahwa teat dipping dengan dekok bunga kecombrang 20% dan
30% sudah dapat menyamai iodin 10%. Kesimpulanya adalah semakin tinggi konsentrasi
dekok bunga kecombrang (Etlingera Elatior) yang digunakan menghasilkan total mikroba
dan total jumlah somatik susu yang semakin rendah. Saran penggunaan dekok bunga
kecombrang untuk teat dipping sapi perah yang paling tepat adalah konsentrasi 30%.

ABSTRACT
The purpose of this research to investigate the effect of kecombrang flowers
(Etlingera Elatior) extra for dairy cow teat dipping on milk’s total mikrobial and somatic cell
count. The research materials were 6 dairy cows, iodine 10%, extract of kecombrang
flowers, and devices to measure the total mikrobial and somatic sell count of the milk. The
method was completely randomized design with 4 treatments consisting of R0 (teat dipping
with 10% of iodine), R1(teat dipping with 10% of kecombrang flowers extract) R2(teat
dipping with 20% of kecombrang flowers extract) R3(teat dipping with 30% of kecombrang
flowers extract), each of which was replicated 6 times and continued with honestly
significant difference test. The result shows that the four treatments of teat dipping did not
significantly effect the total microbial and significantly affected the somatic cell count
(P<0.05). The honestly significant difference test show that teat dipping with 20% and 30%
of the extract already able replace the use of 10% iodine. This research concluded that the
higher concentration dekok kecombrang flowers (Etlingera Elatior) used brought total
microbial and somatic cell count with low. Advice the use of kecombrang flowers to teat
dipping dairy cow the most appropriate is concentration 30 %
Keywords: teat dipping, microbial, somatic cell count

PENDAHULUAN

Usaha ternak sapi perah dapat menyediakan susu yang cukup bagi masyarakat dengan
harga yang layak, namun produktivitasnya belum mencapai optimum. Penyakit radang
ambing atau yang dikenal sebagai mastitis merupakan masalah utama dalam peternakan
sapi perah, karena menyebabkan kerugian yang besar akibat penurunan produksi susu,
penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Kejadian mastitis
97-98% merupakan mastitis subklinis, sedangkan 2-3% merupakan mastitis klinis yang
terdeteksi (Sudarwanto, 1999).
Teat dipping adalah salah satu bagian dari manajemen pemerahan yang menjaga
kualitas susu dengan menggunakan antiseptik atau anti bakteri. Anti bakteri itu sendiri,
merupakan suatu zat yang menghambat bakteri-bakteri merugikan. Bakteri tersebut dapat
mengakibatkan penyakit infeksi yang mengganggu produktifitas maupun reproduksi,
sehingga menurunkan aktivitas termak. Sampai saat ini anti bakteri masih digunakan
sebagai obat untuk pencegahan.

Kecombrang merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang sejak lama
dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan berkaitan dengan khasiatnya,
yaitu sebagai penghilang bau badan dan bau mulut (Hidayatdan Hutapea 1991). Menurut
Hasbah et al., (2005) tanaman kecombrang dapat dipakai untuk mengobati penyakit-
penyakit yang tergolong berat yaitu kanker dan Tumor. Menurut Naufalin et al., (2005)
melaporkan bahwa zat antibakteri yang diekstraksi dengan etanol dan etil asetat dari bunga
kecombrang dapat menghambat berbagai bakteri seperti Bacilluscereus, P. aeroginosa, S.
typhimurium, E.coli, L. monocytogenes, S. Aureus Dan A. hydrophilia. Sedangkan ekstrak
airnya bersifat anti bakteri terhadap S. aureus dan E. coli

Berdasarkan penggunaan bunga kecombrang (Etlingera elatior) sebagai anti bakteri


diharapkan kualitas susu yang dihasilkan juga dapat meningkat sehingga tidak merugikan
peternak. Total mikroba dan jumlah sel somatik dapat dijadikan sebagai uji kualitas susu
yang sangat berkaitan erat dengan pascapemerahan. Uji kualitas susu tersebut mampu
untuk memperkirakan banyaknya jumlah bakteri merugikan, sehingga susu dapat
dipasarkan dan aman untuk dikomsumsi atau tidak oleh masyarakat.

METODE

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah bunga kecombrang (Etlingera


elatior) 3.600 gram, timbangan analitik 1 buah, panci 1 buah, kompor 1 buah, aquades 2880
ml, 6 ekor sapi perah laktasi, susu 12 liter, alkohol 70%, objek dan coverglass 6 buah, api
bunsen 1 buah, jarum ose 6 buah, erlemeyer, pengaduk, mikroskop 1 buah, tabung reaksi 66
buah, pipet 10 ml 7 buah, pipet 1 ml 48 buah, media PCA 27.072 gram, methilen blue 24 ml,
inkubator 1 buah, coloni counter 1 buah, autoclave 1 buah, filler 1 buah, kertas payung 12
lembar, thermometer 1 buah, stopwatch 1 buah, kapas 1 bungkus dan cawan petri 24 buah.

1. Tahap Pembuatan Dekok Bunga Kecombrang (Etlingera elatior)


a. Mempersiapkan dan mencuci bunga kecombrang (Etlingera elatior) terlebih dahulu
hingga bersih.
b. Meniriskan bunga kecombrang (Etlingera elatior) hingga bebas dari air.
c. Tahap selanjutnya mencincang bunga kecombrang (Etlingera elatior) secara melintang.
d. Memasukkan irisan bunga kecombrang (Etlingera elatior) ke dalam air mendidih selama
15 menit. Perbandingan bunga kecombrang dan air pada konsentrasi 10% = 100 gram
bunga kecombrang + 900ml air, pada konsentrasi 20% = 200 gram bunga kecombrang +
800ml air, 30% = 300 gram bunga kecombrang + 700ml air. Kemudian didinginkan selama
15 menit.
e. Menggunakan dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) tersebut setelah dingin dan
menyimpan pada suhu ruangan.
Pembuatan dekok daun beluntas sesuai Kurniawan (2013) adalah daun beluntas muda
segar yang mempunyai ruas daun 2-3cm disiapkan kemudian dicuci terlebih dahulu hingga
bersih. Daun beluntas yang sudah dicuci kemudian ditiriskan hingga bebas air. Selanjutnya
daun beluntas dicincang melintang dan membujur dengan ukuran 3-4 mm, kemudian
direbus dengan aquades suhu 90oC selama 15 menit dan selanjutnya didinginkan.

2 Pelaksanaan Teat Dipping


a. Memasukkan dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) ke dalam botol dipping yang
berbeda.
b. Setelah selesai pemerahan, celupkan masing-masing putting ke dalam dekok bunga
kecombrang (Etlingera elatior) selama +5 detik.
c. Pencelupan dilakukan dengan cara mencelupkan masing-masing puting sesuai perlakuan
yaitu selama 3 hari pertama menggunakan (R0), dengan masa istirahat 1 hari, setelah
masa istirahat 1 hari kemudian 3 hari berikutnya mengganti dengan (R1) dengan masa
istirahat 1 hari lagi, tiga hari ketiga menggunakan (R2) dengan masa istirahat 1 hari dan
tiga hari ke empat menggunakan (R3).
d. Setelah tiga hari mengambil sampel air susu sebanyak 500 ml.
e. Kemudian sampel diuji menggunakan uji jumlah bakteri dan sel somatik.

3 Uji Total Mikroba


A. Sterilisasi alat
Semua alat yang akan digunakan disiapkan dan dicuci dengan air bersih. Pipet ukur
atau cawan petri dibungkus dengan kertas payung dan tabung reaksi diisi dengan 9 ml
aquades. Selanjutnya alat yang sudah siap dimasukkan ke autoclave untuk sterilisasi pada
suhu 1210C dan tekanan 2 atm.
B. Pembuatan Media Biakan Bakteri (PCA)
Media PCA11,04 gram dan 480 ml aquades dihomogenkan di dalam erlemeyer. Setelah
itu setiap 10 ml PCA yang sudah jadi dituangkan ke tabung reaksi, kemudian ditutup dengan
kapas dan kemudian disterilkan di autoklaf dengan suhu 1210C dengan tekanan 2 atm
selama 10 menit.
C. Pengenceran Sampel Susu
Pengenceran susu dilakukan hingga pengenceran 10-4 dengan langkah menurut
Hadiwiyoto (1994) sebagai berikut:
Pengenceran I (10-1) : susu sapi 10 ml + aquades steril 90 ml
-2
Pengenceran II (10 ) : 1 ml pengenceran I + aquades steril 9 ml
-3
Pengenceran III (10 ) : 1 ml pengenceran II + aquades steril 9 ml
-4
Pengenceran IV (10 ) : 1 ml pengenceran III + aquades steril 9 ml
Banyaknya pengenceran tergantung pada mutu susu, semakin tinggi jumlah mikroba
yang terdapat di dalam susu maka semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan
(Fardiaz, 1993).
D. Innokulasi
Metode kultur (penanaman mikroba) menggunakan metode tuang (pour plate)
menurut Fardiaz (1993) sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan adalah sampel dengan pengenceran 10-3 dan 10-4 setiap
pengenceran dilakukan secara duplo;
2. Setiap sampel diambil 1 ml menggunakan pipet 1 ml kemudian dimasukan kedalam
cawan petri steril;
3. Setelah itu kedalam cawan petri tersebut dituangkan media PCA steril yang telah
didinginkan sampai suhu 500C sebanyak 10 ml. Selama penuangan medium,
dilakukan secara aseptis didekat nyala api bunsen dan tutup cawan tidak boleh
dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi mikroba dari luar;
4. Segera setelah penuangan, cawan petri digerak-gerakkan di atas meja secara hati-
hati agar mikroba tersebar secara merata yaitu dengan gerakan melingkar atau
seperti angka delapan;
5. Setelah media agar memadat, segera diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37 0C
selama 48 jam, dengan cawan diletakan dalam posisi terbalik. (Hadiwiyoto, 1994).
E. Perhitungan Total Mikroba
Setelah dilakukan inkubasi 2 x 24 jam, koloni mikroba yang tumbuh dihitung dengan
colony counter. Untuk menentukan total bakteri dalam tiap millimeter air susu dihitung
sesuai Fardiaz (1993), yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mempunyai total koloni antara 30 sampai
300.
2. Beberapa koloni yang tergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang
besar, dimana total koloni yang diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
3. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri atas dua angka, yaitu angka pertama dan kedua.
Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima maka dibulatkan satu angka
lebih tinggi pada angka yang kedua.
4. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30
koloni pada cawan petri, maka hanya koloni pada pengenceran yang terendah yang
dihitung.
5. Jika hasilnya lebih dari 300, maka yang dilaporkan hanya koloni pada pengenceran lebih
dari 300 dikalikan dengan besarnya pengenceran.
6. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan total antara 30
dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran
tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai
tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil
tertinggi dan terendah lebih besar dari dua maka yang dilaporkan hanya yang terkecil.

4 Uji Total Sel Somatik


Metode Breed yang digunakan mengacu pada Sudarwanto (2009). Gelas objek
dibersihkan menggunakan larutan eter alkohol dan diletakkan diatas kertas cetakan atau
pola bujur sangkar seluas 1 x 1 cm2 (kertas Breed). Susu dihomogenkan terlebih dahulu,
kemudian pipet susu dengan pipet Breed dan diteteskan sebanyak 0.01 ml susu tepat di atas
kotak 1 cm2. Sampel susu di ataspermukaan seluas 1 cm2 disebar menggunakan kawat ose
berujung siku. Gelas objek dikering selama 5-10 menit selanjutnya difiksasi dengan
apibunsen.
Pewarnaan Breed dilakukan dengan cara gelas objek direndam dalam larutan eter
alkohol selama 2 menit. Gelas objek diwarnai dengan cara dimasukkan ke dalam larutan
methylen blue Löeffler selama 1-2 menit. Gelas objek dimasukkan ke dalam larutan alkohol
96%, setelah proses pewarnaan selesai preparat dikeringkan.
Penghitungan jumlah sel somatis dilakukan setelah preparat kering dengan
menggunakan mikroskop (100X) dan diteteskan minyak emersi pada permukaan kotak yang
diwarnai. Jumlah sel somatis dihitung dengan menggunakan 10 lapang pandang kemudian
dijumlah dan dibagi dengan jumlah lapang pandang 11 yang digunakan untuk mendapatkan
rata-rata jumlah sel somatis. Luas lapang penglihatan dihitung dengan cara menghitung
diameter lapang penglihatan dari mikroskop yang digunakan dengan rumus. Sebanyak 0.01
ml susu disebarkan pada bidang lapang pandang 1 cm2, maka jumlah sel somatis pada luas
lapang pandang penglihatan adalah (/100) × 0.01 ml (SNI 01-2782-1998/Rev.1992- tentang
Penghitungan Jumlah Sel Somatis).
Penghitungan dengan menggunakan rumus dilakukan setelah diperoleh rata - rata
jumlah sel somatis:
jumlah sel somatis = rataan jumlah sel somatis x 400 000 (faktor mikroskop).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Total Mikroba
Penggunaan dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) untuk teat dipping sapi perah
dihasikan rata-rata total mikroba yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Total Mikroba Susu Sapi Perah yang Diberi Perlakuan
No. Perlakuan Rataan (CFU/ml)
1. R0 (iodin 10%) 1,7 x 105
2. R1 (10%) 1,9 x 105
3. R2 (20%) 1,6 x 105
4. R3 (30%) 1,6 x 105

Berdasarkan data hasil tersebut baik R1, belum dapat menyamai kualitas iodin 10%
untuk teat dipping sapi perah, sedangkan R2 R3 sudah dapat menyamai kemampuan iodin
10% untuk teat dipping sapi perah, dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi penggunaan dekok bunga kecombrang, akan menghasilkan total mikroba
yang semakin sedikit pula (Tabel 3), hal itu karna dekok bunga kecombrang memiliki
konsentrasi antioksidan yang tinggi yaitu sebesar 92.92% dalam 0.5 g/ml dekok bunga
kecombrang. Peran dari dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) dalam teat dipping
adalah untuk menghalau masuknya bakteri kedalam lubang putting agar tidak terjadi
mastitis, karna beberapa saat setelah pemerahan lubang putting masih akan terbuka dan
memberi kesempatan untuk bakteri masuk kedalam ambing. Senyawa di dalam dekok
bunga kecombrang (Etlingera elatior) yang berperan untuk melakukan hal tersebut adalah
alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin dan minyak atsiri. Menurut Nychas et al.,
(2000) menyatakan bahwa kemampuan senyawa anti bakteri dalam menghambat
pertumbuhan bakteri diantaranya dipengaruhi oleh tingkat keasaman (pH), suhu, protein,
lemak, karbohidrat dan aktifitas air (Aw) medium pertumbuhan bakteri.

2. Total Sel somatik


Hasil analisis variansi penggunaan dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) untuk
teat dipping sapi perah berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap total sel somatik susu. Hal
tersebut menunjukan bahwa dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) dapat digunakan
untuk teat dipping sapi perah dan menggantikan iodin karna dekok bunga kecombrang
(Etlingera elatior) mengandung senyawa katif seperti alkaloid, flavanoid, polifenol, steroid,
saponin dan minyak atsiri yang terbukti mampu membunuh bakteri patogen yang dapat
masuk kedalam ambing pasca pemerahan, karena bakteri yang masuk kedalam ambing akan
merusak jaringan ambing dan menyebabkan terjadinya mastitis.

Tabel 5. Hasil Uji BNJ (Beda Nyata Jujur) Sel Somatik Susu Sapi Perah yang Diberi Perlakuan
No. Perlakuan Rataan (Sel/ml)
1. R0 (iodin 10%) 1,6 x 105 ab
2. R1 (10%) 1,8 x 105 a
3. R2 (20%) 1,6 x 105 ab
4. R3 (30%) 1,5 x 105 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda (a,b,ab) pada tabel diatas
menunjuan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Pada perlakuan R1 atau dekok bunga kecombrang 10% menghasilkan total sel
somatik sebanyak 1,8 x 105 sel/ml, hal ini menunjukan bahwa dekok bunga kecombrang 10%
belum dapat menyamai kualitas iodin 10% dalam menurunkan total sel somatik, sedangkan
perlakuan R2 atau dekok bunga kecombrang 20% menghasilkan total sel somatik sebanyak
1,6 x 105 sel/ml atau sama dengan teat dipping menggunakan iodin 10% dan pada perlakuan
R3 atau dekok bunga kecombrang 30% menghasilkan total sel somatik sebanyak 1,5 x 105
sel/ml atau lebih baik dari teat dipping menggunakan iodin 10%.
2
1,8
Total Sel Somatik Susu (105sel/ml)

1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
R0 (iodin10%) R1 (10%) R2 (20%) R3 (30%)

Berdasarkan hasil perhitungan total sel somatik bahwa dekok bunga kecombrang
(Etlingera elatior) untuk teat dipping sapi perah dengan perlakuan R1 (10%) masih dibawah
kemampuan R0 (iodin 10%). Hal tersebut membuktikan bahwa R1(10%) belum biasa
digunakan untuk teat dipping, namun R2(20%) memiliki kemampuan yang hampir sama
dengan R0 (iodin 10%), sedangkan R3 (30%) memiliki kemampuan yang lebih baik dibandaing
R0 (iodin 10%) untuk teat dipping sapi perah. Hal ini membuktikan bahwa dekok bunga
kecombrang dengan konsentrasi 30% dapat digunakan untuk teat dipping sapi perah karna
dapat menurunkan total sel somatik susu yang lebih banyak dibanding iodin. Semakin tinggi
konsentrasi dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) untuk teat dipping sapi perah
menghasilkan total sel somatik susu semakin sedikit.

Kemampuan dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) untuk teat dipping sapi
perah dapat menurunkan total sel somatik yang berbeda antar perlakuan (Gambar 3).
Penurunan total sel somatik R1 ke R2 yaitu 0,2 x 105 CFU/ml sedangkan R2 ke R3 yaitu 0,1 x 105
CFU/ml. perbedaan tersebut diduga karena semakin tinggi konsentrasi dekok bunga
kecombrang (Etlingera elatior) yang digunakan akan menghasilkan senyawa fitokimia
(alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid, saponin, dan minyak atsiri) yang semakin tinggi pula.
Adriani (2010) menyatakan bahwa Perlakuan teat dipping dengan menggunakan anti bakteri
akan melapisi lubang puting, sehingga menghalangi bakteri luar masuk kedalam ambing
meskipun lubang puting masih terbuka.
SIMPULAN
Semakin tinggi konsentrasi dekok bunga kecombrang (Etlingera elatior) menghasilkan total
mikroba dan sel somatik susu yang semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani. 2010. Penggunaan Somatik Cell Count (SCC), Jumlah Bakteri dan California Mastitis
Test (CMT) untuk Deteksi Mastitis pada Kambing. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Peternakan. 8(5): 229-234.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hasbah, M., N.H. Lajis, F. Abas, A.M. Ali, M.A. Sukari, H. Kikuzaki and N. Nakatana. 2005.
Antitumour-Promoting and Cytotoxic Constituentss of Etlingera elatior.Malaysian
Journal of Medical Sciences.12 : 6-12.

Kurniawan, I., Sarwiyono dan P. Surjowardoyo. 2013. Pengaruh Teat Dipping Menggunakan
Dekok Daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap Tingkat Kejadian Mastitis.
Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 23(3): 27-31.

Naufalin, R., B.S.L. Jenie, F. Kusnandar, M. Sudarwamto dan H. Rukmini. 2005. Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Bunga Kecombrang Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak
Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 951 : 119-125.

Sudarwanto, M. 1999.Usaha peningkatan produksi susu melalui programpengendalian


mastitis subklinis. Di dalam: Orasi Ilmiah Guru Besar TetapIlmu Kesehatan
Masyarakat Veteriner. FKHIPB.Bogor.

Anda mungkin juga menyukai