(Antara/Oky Lukmansyah) SEMPROT: Seorang petani menyemprot pestisida ke tanaman bawang merah berumur muda di Desa
Sidamulya, Brebes, Jawa Tengah. Menurut petani, penyemprotan pestisida secara berkala akibat cuaca tidak menentu saat ini sebagai
tindakan preventif serangan hama pada tanaman berumur muda untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.
Petani dalam mengatasi serangan hama seringkali mengambil jalan pintas dan cepat
dengan menyemprotkan pestisida berbagai jenis sesuai dengan takaran dan aturan yang
telah ditulis di label kemasannya. Terkadang, kalau hama dan pengganggu tanaman belum
juga lenyap dari tanaman, kadar penggunaan pestisida bisa dinaikkan oleh petani. Ini
yang membahayakan keberlangsungan lingkungan di sekitarnya.
Kalau pada awalnya manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara fisik
dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun dengan semakin
luasnya daerah pertanian dan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka cara-cara
sederhana tersebut tak mampu lagi membendung peningkatan populasi dan keganasan ha-
ma.
Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, cara-cara pengendalian hama secara sederhana
mulai ditinggal karena dianggap kurang efektif. Pengendalian dengan cara baru
dikembangkan dan digunakan seperti cara bercocok tanam penggunaan jenis tanaman
yang tahan terhadap hama parasitoid dan predator, dan penggunaan bahan kimia organik.
Praktek pengendalian hama masih banyak dilandasi oleh bermacam-macam pengetahuan
biologi dan ekologi sehingga cara-cara pengendalian hama kurang memberikan dampak
negatif bagi lingkungan hidup dan keamanan kehidupan manusia. Tetapi metode pengen-
dalian yang digunakan pada saat itu masih dianggap kurang efektif dan sering kurang
praktis.
Konsep pengendalian hama yang sejak semula banyak berdasar pada pengetahuan biologi
dan ekologi semakin ditinggalkan dan diubah menjadi konsep pengendalian hama yang
bertumpukan pada penggunaan pestisida. Hal ini disebabkan karena pada permulaannya
pestisida menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam efektifitas dan efisiensinya
mengendalikan hama dibandingkan cara-cara pengendalian sederhana dan mekanis.
Pestisida ternyata sangat efektif, praktis dan mendatangkan keuntungan ekonomi yang
besar bagi petani. Setelah tahun 1950-an penggunaan pestisida di sektor pertanian
semakin tinggi dan industri pestisida berkembang sangat cepat sehingga menjadi industri
yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik di banyak negara.
Keberhasilan penggunaan pestisida ini menimbulkan kesan dan pandangan seakan -akan
bahwa keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat dilepaskan dari jasa pestisida.
Semakin banyak pestisida digunakan semakin baik karena produksi pertanian menjadi
semakin tinggi. Inilah pandangan umum yang masih berlaku di dunia sampai saat ini
termasuk juga Indonesia.
Penerapan teknologi penggunaan pestisida di bidang pertanian, ternyata tidak semua
mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan
80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan
pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun
bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir
cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya (Sa’id, 1994).
Residu pestisida yang berdampak pada keberlangsungan lahan pertanian dimasa yang
akan datang perlu mendapat perhatian dari semua kalangan. Petani sekarang, secara
perlahan mulai merasakan dampak penggunaan pestisida dalam pertaniannya. Produksi
memang bisa dipacu dengan penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya. Tapi
sampai kapan tanah bisa bertahan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan ini.
Semua negara saat ini mengampanyekan pola hidup sehat dan pola makan sehat dengan
tidak mengonsumsi produk yang masih mengandung residu pestisida. Masa sekarang dan
masa yang akan datang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas
dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang
lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida.
Dampak penggunaan pestisida yang berhubungan dengan lingkungan dan ekosistem dapat
mengakibatkan punahnya spasies tertentu yang dapat mengubah pola interaksi di dalam
suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi
berubah. Akibatnya keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia
menjadi terganggu.
Sekitar 40 % kematian di dunia disebabkan oleh pencemaran lingkungan termasuk
tanaman-tanaman yang dikonsumsi manusia, sementara dari 80 ribu jenis pestisida dan
bahan kimia lain yang digunakan saat ini, hampir 10 % bersifat karsinogenik atau dapat
menyebabkan kanker. Sebuah penelitian tentang kanker juga pernah menyatakan bahwa
sekitar 1,4 juta kanker di dunia disebabkan oleh pestisida.
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap hari
ribuan petani dan para pekerja dipertanian diracuni oleh pestisida oleh pestisida dan
setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan
akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan
pekerja di pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur
dan menyemprotkan pestisida ke lahan pertaniannya atau perkebunan.
Menurut Natural Resources Defenns Council (NRDC) tahun 1998, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-
anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia.
Beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mengurangi residu pestisida dan
dampaknya bagi lingkungan adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida pada
tanaman. Gunakan pestisida jika perlu dan hindari penggunaannya secara berlebihan yang
secara perlahan dapat merusak lingkungan. (Penulis adalah tenaga pendidik dan peduli
dengan lingkungan)
ANALISIS KASUS