Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1

Pestisida Semakin Mencemari Lahan Pertanian

(Antara/Oky Lukmansyah) SEMPROT: Seorang petani menyemprot pestisida ke tanaman bawang merah berumur muda di Desa
Sidamulya, Brebes, Jawa Tengah. Menurut petani, penyemprotan pestisida secara berkala akibat cuaca tidak menentu saat ini sebagai
tindakan preventif serangan hama pada tanaman berumur muda untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.

Oleh: James P. Pardede

Petani dalam mengatasi serangan hama seringkali mengambil jalan pintas dan cepat
dengan menyemprotkan pestisida berbagai jenis sesuai dengan takaran dan aturan yang
telah ditulis di label kemasannya. Terkadang, kalau hama dan pengganggu tanaman belum
juga lenyap dari tanaman, kadar penggunaan pestisida bisa dinaikkan oleh petani. Ini
yang membahayakan keberlangsungan lingkungan di sekitarnya.
Kalau pada awalnya manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara fisik
dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun dengan semakin
luasnya daerah pertanian dan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka cara-cara
sederhana tersebut tak mampu lagi membendung peningkatan populasi dan keganasan ha-
ma.
Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, cara-cara pengendalian hama secara sederhana
mulai ditinggal karena dianggap kurang efektif. Pengendalian dengan cara baru
dikembangkan dan digunakan seperti cara bercocok tanam penggunaan jenis tanaman
yang tahan terhadap hama parasitoid dan predator, dan penggunaan bahan kimia organik.
Praktek pengendalian hama masih banyak dilandasi oleh bermacam-macam pengetahuan
biologi dan ekologi sehingga cara-cara pengendalian hama kurang memberikan dampak
negatif bagi lingkungan hidup dan keamanan kehidupan manusia. Tetapi metode pengen-
dalian yang digunakan pada saat itu masih dianggap kurang efektif dan sering kurang
praktis.
Konsep pengendalian hama yang sejak semula banyak berdasar pada pengetahuan biologi
dan ekologi semakin ditinggalkan dan diubah menjadi konsep pengendalian hama yang
bertumpukan pada penggunaan pestisida. Hal ini disebabkan karena pada permulaannya
pestisida menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam efektifitas dan efisiensinya
mengendalikan hama dibandingkan cara-cara pengendalian sederhana dan mekanis.
Pestisida ternyata sangat efektif, praktis dan mendatangkan keuntungan ekonomi yang
besar bagi petani. Setelah tahun 1950-an penggunaan pestisida di sektor pertanian
semakin tinggi dan industri pestisida berkembang sangat cepat sehingga menjadi industri
yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik di banyak negara.
Keberhasilan penggunaan pestisida ini menimbulkan kesan dan pandangan seakan -akan
bahwa keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat dilepaskan dari jasa pestisida.
Semakin banyak pestisida digunakan semakin baik karena produksi pertanian menjadi
semakin tinggi. Inilah pandangan umum yang masih berlaku di dunia sampai saat ini
termasuk juga Indonesia.
Penerapan teknologi penggunaan pestisida di bidang pertanian, ternyata tidak semua
mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan
80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan
pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun
bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir
cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya (Sa’id, 1994).
Residu pestisida yang berdampak pada keberlangsungan lahan pertanian dimasa yang
akan datang perlu mendapat perhatian dari semua kalangan. Petani sekarang, secara
perlahan mulai merasakan dampak penggunaan pestisida dalam pertaniannya. Produksi
memang bisa dipacu dengan penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya. Tapi
sampai kapan tanah bisa bertahan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan ini.
Semua negara saat ini mengampanyekan pola hidup sehat dan pola makan sehat dengan
tidak mengonsumsi produk yang masih mengandung residu pestisida. Masa sekarang dan
masa yang akan datang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas
dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang
lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida.
Dampak penggunaan pestisida yang berhubungan dengan lingkungan dan ekosistem dapat
mengakibatkan punahnya spasies tertentu yang dapat mengubah pola interaksi di dalam
suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi
berubah. Akibatnya keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia
menjadi terganggu.
Sekitar 40 % kematian di dunia disebabkan oleh pencemaran lingkungan termasuk
tanaman-tanaman yang dikonsumsi manusia, sementara dari 80 ribu jenis pestisida dan
bahan kimia lain yang digunakan saat ini, hampir 10 % bersifat karsinogenik atau dapat
menyebabkan kanker. Sebuah penelitian tentang kanker juga pernah menyatakan bahwa
sekitar 1,4 juta kanker di dunia disebabkan oleh pestisida.
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap hari
ribuan petani dan para pekerja dipertanian diracuni oleh pestisida oleh pestisida dan
setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan
akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan
pekerja di pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur
dan menyemprotkan pestisida ke lahan pertaniannya atau perkebunan.
Menurut Natural Resources Defenns Council (NRDC) tahun 1998, hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-
anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia.
Beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mengurangi residu pestisida dan
dampaknya bagi lingkungan adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida pada
tanaman. Gunakan pestisida jika perlu dan hindari penggunaannya secara berlebihan yang
secara perlahan dapat merusak lingkungan. (Penulis adalah tenaga pendidik dan peduli
dengan lingkungan)
ANALISIS KASUS

A. MEKANISME PENCEMARAN TANAH


Penggunaan peptisida sintesis pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi
sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari
mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba
maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundangn yang berlaku. Penggunaan haruslah diperuntunkan membasmi
organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal mungkin merugikan
organisme dan target. Belum dapat disadari hingga saat ini bahwa pemanfaatan
bahan-bahan argokimia yang berlebihan untuk meningkatkan produksi menyebabkan
kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan tanah yang mengandung nutrisi. Di
samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan akan menurun.
Degredasi kimia dari pestisida telah dibuktikan secara eksperimen dalam tanah
yang telah disterilkan dari semua aktivitas mikroba. Sejumlah pestisida mengalami
reaksi fotokimia, yaitu suatu reaksi yang berlangsung dengan terjadinya absorpsi dari
cahaya, dari reaksi ini dihasilkan terutama isomer-isomer dari pestisida yang terlibat
reaksi. Degradasi tanah pertanian sudah makin parah dan dengan sudah
mengendapnya pestisida maupun bahan argokimia lainnya dalam waktu yang lama.
Padahal, untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun,
sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari
menurunnya produktifitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi
nutrisi.
Dari kasus diatas dapat dilihat akibat yang ditimbulkan dari penggunaan
pestisida yang berlebih dapat menyebabkan hal-hal sebgai berikut :
1. Tanah tidak subur
2. pH dibawah 6 (tanah asam) atau pH diatas 8 (tanah basa)
3. Berbau busuk
4. Kering
5. Mengandung logam berat
6. Mengandung sampah anorganik
B. JENIS BAHAN PENCEMAR
Pestisida yang banyak digunakan saat ini mencakup insektisida, fungisida,
herbisida, muluskisida, dan akarasida. Di antara pestisida di atas, penggunaan
herbisida semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan produksi
pangan. Saat ini menggunakan herbisisda di dunia mencapai 49,6% dari volume total
pestisida (Merrington,dkk.2002). Dari kasus ini pestisida yang digunakan adalah
Paraquat. Dinamika residu pestisida sangat beragam, ada yang mudah larut dalam
tanah, dan ada juga yang dapat difiksasi oleh koloid tanah seperti herbisida Paraquat.
Paraquat (1,1 –dimethyl 4,4-dipridylium dicloride) merupakan herbisida
kontak dari golongan piridin yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang
diaplikasikan purna tumbuh ( Humburg, dkk. 1989 ). Herbisida Paraquat merupakan
bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis dan
relatif stabil pada suhu, tekanan, dan pH normal. Hal ini memungkinkan paraquat
teradsorpsi sangat kuat oleh partikel tanah yang menyebabkan senyawa ini bertahan
lama dalam tanah ( Sastoutomo, 1992 ). Paraquat diketahui sebagai senyawa yang
sangat toksik, dan keberadaannya di dalam tanah sebesar 20 ppm mampu
menghambat perkembangan aktivitas bakteri Azotobacter dan Rhizobium yang
berperan dalam fiksasi nitrogen ( Martani, dkk. 2001 ).
Herbisida Paraquat bila terdisosiasi akan membentuk kation dalam larutan
tanah dan akan difiksasi oleh pertukaran kation pada muatan negatif permukaan
koloid tanah. Sebagai herbisida kationik, paraquat akan terionisasi sempurna dalam
larutan tanah membentuk kation divalen dengan muatan positif terdistribusi di
sekeliling molekul, dan paraquat akan segera teradsorpsi dan menjadi tidak aktif
ketika kontak dengan koloid tanah ( Muktamar, dkk. 2003).
Koloid mineral dan organik tanah adalah komponen aktif tanah yang
mempunyai peranan sangat penting dalam proses adsorpsi dan desorbsi herbisida di
dalam tanah dan lingkungan. Ikatan Paraquat yang terdiosiasi dengan koloid terbentuk
ikatan kovalen sehingga fiksasi residu herbisida ini sangat kuat, sehingga menjadi
tidak aktif di dalam tanah. Paraquat dapat masuk dalam ikatan antar lapisan kristal liat
sehingga sangat kuat di fiksasi secara kovalen. Afinitas mineral tanah terhadap
paraquat sangat tinggi pada konsentrasi paraquat rendah, tetapi dengan semakin tinggi
konsentrasinya di dalam tanah dimana kapasitas adsorpsinya telah terjenuhi maka
paraquat akan terkonsentrasi pada larutan tanah.
Tingginya konsentrasi paraquat dalam larutan tanah, apabila datang hujan,
paraquat akan terbawa oleh aliran perlokasi ke dalam tubuh tanah dan masuk ke
dalam sistem drainase sehingga dapat mencemari lingkungan. Adsorpsi herbisida oleh
partikel tanah akan menyebabkan herbisida tersebut tidak efektif dalam
mengendalikan gulma dan bila akumulasinya di dalam tanah tinggi, maka hal ini
merupakan suatu residu yang dapat mencemari lingkungan.

C. CARA MENGELOLAH BAHAN PENCEMAR


Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari berbagai sumber, ada
beberapa upaya yang mampu menanggulangi dampak penggunaan pestisida. Ada
yang bersifat korektif, sementara beberapa yang lainnya bersifat preventif.
1. Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para
pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak
mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada
konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan menyebabkan
pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga
akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan
dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya. Untuk
melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya
kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1973.
Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk
penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah
(konsentrasi), frekuensi dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk
meyakinkan bahwa tingkat residu tidak melebihi dari standar yang telah
ditetapkan. Keamanan dari produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-
bahan kimia pertanian diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk
penggunaan pestisida.
2. Penggunaan Pestisida dengan Memperhatikan Kondisi Lingkungan
Untuk menghindari terjadinya pencemaran udara oleh adanya pestisida
maka pada saat penggunaan pestisida, pengguna harus memperhatikan beberapa
hal yang mampu mempengaruhi pendispersian polutan tersebut di udara. Faktor
lingkungan seperti temperatur, kecepatan dan arah angin, dan kelembaban udara
sangat berperan dalam mempercepat dan atau meringakan proses terjadinya
pencemaran.
3. Pengendalian Hayati Menggunakan Biokontrol
Peningkatan pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian
berkelanjutan, dimana makna dari “berkelanjutan” adalah mengelola sumber daya
yang ada sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan serta
meminimalisasi dampak negatif yang timbul. Dengan adanya pertanian
berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti dan bertanggung
jawab.
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan dalam mengatasi pencemaran yang sudah
terlanjur terjadi yaitu :
1. Bioremediasi
Bioremediasi ialah proses lanjutan yang dilakukan dari proses remediasi in-situ.
Atau justru proses tunggal dalam mengatasi masalah pencemaran tanah ini.
Caranya, yaitu dengan menggunakan mikroorganisme baik berupa jamur atau
bakteri yang bisa memecah zat-zat pencemar menjadi partikel-partikel kecil
bahkan habis sama sekali.
Penemuan terbaru saat ini ialah dengan ditemukan bakteri yang bisa
menghancurkan limbah tambang dengan waktu kurang dari 30 menit.
Penggunaan bakteri ini dapat membuat penghancuran limbah menjadi lebih cepat
dan murah.
2. Remediasi
Salah satu cara buat mengatasi pencemaran yang terjadi pada tanah, yaitu dengan
remediasi. Remediasi ini ialah suatu kegiatan yang dilakukan buat melakukan
pembersihan secara total pada permukaan tanah. Dari kasus diatas, dapat lakukan
dengan sistem on-site atau in–situ atau off-site yang disebut juga ex-situ.
Pembersihan dengan sistem in-situ , yaitu dengan cara pembersihan langsung di
lokasi tanah yang sudah tercemar. Pembersihan dengan cara ini lebih mudah dan
murah dibandingkan dengan cara ex- situ. Langkahnya hanya beberapa, yaitu
pembersihan dan suntik yang diakhiri degan proses bioremediasi.
D. CARA MENCEGAH PENCEMARAN TANAH
1. Memilah sampah yang mudah terurai dan sulit terurai
2. Menggunakan sampah organik yang mudah terurai sebagai pupuk kompos
3. Menggunakan kembali sampah yang sulit terurai, seperti kardus, kain, botol,
dan plastik
4. Mengadakan penyuluhan tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat
5. Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan
6. Mengurangi penggunaan pestisida buatan atau mengantinya dengan pestisida
alami
7. Mengolah limbah industri sebelum dibuang ke lingkungan
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan buat mencegah terjadinya pencemaran pada
tanah, yaitu sebagai berikut :
1. Biasakan buat memisahkan sampah-sampah organik dan anorganik di rumah
Anda. Sampah orgaik yang bisa terurai oleh mikroorganisme. Sampah ini bisa
dikubur dalam tanah buat dibuat pupuk kompos.
2. Untuk sampah anorganik atau bahkan organik yang tak dapat terurai oleh
mikroorganisme dibakar di loka spesifik yang jauh dari pemukiman penduduk.
Sampah yang tak bisa dibakar, bisa digiling atau dihancurkan hingga menjadi
partikel kecil, lalu dikubur
3. Untuk pegolahan limbah industri yang di dalamnya terkandung logam berat,
sebaiknya dilakukan proses pemurnian terlebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai atau ke loka pembuangan.
4. Menggunakan pupuk atau pestisida dengan dosis yang sesuai. Karena jika
hiperbola akan mencemari tanah yang digunakan tersebut.
5. Gunakan detergen yang ramah lingkungan sehingga ia bisa terurai oleh
mikroorganisme. Dengan begitu tak menimbulkan zat-zat yang membuat tanah
tercemar.
TUGAS 2
A. PENCEMARAN TANAH DI DAERAH KERJA PUSKESMAS SIKUMANA

PENCEMARAN TANAH AKIBAT LIMBAH PLASTIK

Hasil pengamatan yang dilakukan di daerah kerja Puskemas Sikumana khususnya di


Jalan Lingkar Luar atau yang biasa dikenal Jalur 40. Di salah satu bagian sisis jalan
terdapat tumpukan sampah plastik. Dimana akibat tumpukan sampah tersebut
menimbulkan bau yang kurang sedap bagi setiap pengguna jalan. Selain itu, adapun
akibat tumpukan sampah terhadap tanah sebagai berikut :
a. Tanah berwarna abu – abu sedikit hitam
b. Tekstur tanahnya keras dan kering
c. Tidak ada tumbuhan yang hidup didalam tanah tersebut

B. JENIS-JENIS BAHAN PENCEMAR


Jenis bahan pencemar tanah yang terdapat di lokasi tempat pengamatan kebanyakan
mengandung bahan plastik, yang dibuang secara bebas di pinggiran jalan. Kantong
plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Diperlukan waktu
puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu
benar-benar terurai. Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh
tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu
yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air
tanah. Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik
mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer.
C. CARA MENGELOLAH BAHAN PENCEMAR
Hal-hal yang dapat diupayakan untuk menanggulangi limbah plastik, antara lain:
1. Kurangi penggunaan kantong plastik dan gunakan tas kain setiap kali berbelanja.
Harus diingat untuk selalu membawa tas kain saat belanja dari rumah.
2. Limbah plastik ditanggulangi dengan cara Reuse (pakai ulang / penggunaan
kembali) adalah upaya penggunaan limbah plastik dipakai kembali tanpa perlakuan
apa-apa, misal untuk dibuat hiasan, Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur
ulang limbah plastik untuk dimanfaatkan dengan memproses kembali ke proses
semula melalui perlkuan fisika, kimia dan biologi menjadi produk lain seperti
bahan baku sekunder produk plastik lain, misal plastik kresek hitam, pot hitam, dan
Recovery (pungut ulang/ambil ulang) adalah upaya mengambil ulang bahanbahan
yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian
dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia
dan biologi, ketiganya dikenal dengan 3 R.
3. Menghindari pembuangan sampah plastik ke lingkungan karena akan secara tidak
langsung merusak ekosistem karena sifatnya yang tidak dapat membusuk, akan
mengurangi kapasitas lahan pembuangan akhir sampah.
4. Membuat tempat sampah permanen yang dibedakan sampah plastik (tempat
ssampah berwarna merah) dan sampah yang dapat terurai (tempat sampah
berwarna hijau) serta dibutuhkan kontrol oleh Dinas Kebersihan.

D. RENCANA PENANGANAN PENCEMARAN TANAH


Pencemaran tanah yang terjadi dapat diatasi dengan pembersihan. Perbersihan dapat
dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan masyarakat sekitar yang di koordinasi
oleh Ketua RT setempat. Setelah pembersihan, diumumkan kepada masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dengan dilakukan penyuluhan dari bagian
Sanitasi Puskesmas Sikumana disertai dengan leaflet bahaya pencemaran tanah.
Selain itu, dilakukan pengalangan dana untuk pembangunan tempat sampah umum
yang dipisah. Dan disosialisikan penggunaan tempat sampah permanen tersebut ebagi
mungkin.

Anda mungkin juga menyukai