Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I

“KESETIMBANGAN UAP-CAIR”

KELOMPOK III
RYAN TITO (1107021186)
LADY ASTARI (1107036434)
RAHMAT KAMARULLAH (1107035706)

Tanggal Praktikum : 22 Oktober 2012


Tanggal Pemasukan Laporan: 29 Oktober 2012

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL
DASAR PROSES & OPERASI PABRIK
JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNVERSITAS RIAU
2012
Abstrak

Kesetimbangan mengandung pengertian bahwa suatu keadaan dimana


tidak terjadi lagi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Data
kesetimbangan uap cair merupakan data yang sangat diperlukan pada
perancangan dan pengoperasian kolom destilasi. Praktikum ini bertujuan untuk
mempelajari data keseimbangan Etanol-air. Data yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan literatur untuk menganalisa error yang terjadi. Pertama
untuk menentukan konsentrasi Etanol maka terlebih dahulu dibuat kurva
standarisasi 0Brix-Etanol. Hasilnya semakin besar komposisi etanol maka 0Brix
semakin besar pula ((0.15 ;1.5), (0.25 ;3.5),(0.35 ;5), (0.45 ;7), (0.55 ;7.5),
(0.65 ;8)). Selanjutnya alat KUC dirangkai. Campuran etanol-air dimasukkan
kedalam labu kemudian ditutup rapat agar Etanol tidak menguap. Sebelumnya
campuran Etanol-air ini telah ditetapkan perbandingannya, yaitu 10%, 20%,
30%, 40%, 50%, 60% dan 70%. Kemudian kondensor dan ketel pemanas
dihidupkan. Sampel kondensat dan fasa cair diambil setelah temperatur konstan.
Kedua sampel tersebut dianalisa menggunakan hand refractometer dan
dibandingkan dengan kurva standarisasi 0Brix-Etanol sehingga diperoleh fraksi
massa Etanol pada fasa uap dan cair. Hasil data kesetimbangan fraksi massa
Etanol akan mempengaruhi nilai konstanta kesetimbangan (K). Dari hasil
percobaan didapat harga K yang cukup jauh berbeda dari harga K literatur. Hal
ini disebabkan penanganan Etanol yang sulit karena mudah menguap, sehingga
sebelum sampel dianalisa menggunakan hand refractometer, Etanol telah terlebih
dahulu menguap.

Kata kunci: kesetimbangan, kesetimbangan uap cair, konstanta kesetimbangan,


fraksi mol
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

A. Pengertian Kesetimbangan
Kesetimbangan memberikan pengertian bahwa suatu keadaan dimana
tidak terjadi perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk
material tersebut dengan waktu, keadaan setimbang sebenarnya tidak pernah
tercapai. Semakin dekat keadaan sistem dengan titik kesetimbangan maka
semakin kecil gaya penggerak proses, semakin kecil pula laju proses dan ahkirnya
sama dengan 0 bila titik kesetimbangan sudah tercapai. Jadi titik kesetimbangan
hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang tak terhingga.
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap-cair dapat
ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu.
Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang
membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk
cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika
yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi.
Pada prakteknya didalam pekerjaan ilmiah suatu kesetimbangan dianggap tercapai
bila tidak ada lagi perubahan sifat/keadaan seperti yang ditunjukkan oleh praktek
sama dengan sifat yang dihitung berdasarkan metoda yang menggunakan
anggapan kesetimbangan.
Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair
dalam berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed coloum dan try
coloum. Percobaan langsung yang betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari
serangkaian metoda pengukuran. Selain itu percobaan langsung seperti itu
memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum
ditempuh adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian
meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah
diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer. Salah satu contoh aplikasi
dari percobaan tersebut adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan
tabung gas LPG ini merupakan prinsip distilasi yaitu tekanan uap dalam tabung
bila semakin besar akan mengubah gas didalam tabung menjadi cair.

B. Tekanan Parsil, hukum-hukum Dalton, Raoult dan Henry

Tekanan parsil PA komponen A di dalam suatu campuran uap adalah sama


dengan tekanan yang akan ditimbulkan oleh komponen A tersebut jika
ditempatkan sendiri di dalam volume dan temperatur yang sama dengan
campuran. Menurut hukum Dalton, P PA , yaitu tekanan total adalah sama

dengan penjumlahan tekanan parsil. Untuk suatu gas (uap) ideal, tekanan parsil
berbanding lurus dengan fraksi mol konstituen, maka:
PA y A P ...........................................................................................................(1.1)

Untuk suatu campuran ideal, tekanan parsil konstituen dikaitkan dengan


konsentrasi konstituen di dalam fasa cair, Raoult merumuskan hubungan tersebut
sebagai berikut:
o
PA PA x A
..........................................................................................................(1.2)
Di sini P Ao adalah tekanan uap murni konstituen A pada temperatur yang sama.
Biasanya hubungan ini mendekati benar bila xA bernilai tinggi, atau xB bernilai
rendah. Beberapa campuran isomer organik dan beberapa senyawa hidrokarbon
hampir secara penuh mengikuti hukum ini. Untuk xA dengan harga-harga yang
rendah, hubungan linear antara PA dan xA dirumuskan dengan menggunakan faktor
perbandingan yaitu suatu konstanta Henry H dan bukan tekanan uap murni zat.
Untuk zat cair A yang terlarut dalam pelarut zat B, hukum Henry ditulis debagai
berikut :
PA=H.xA..............................................................................................................(1.3)
Digunakan untuk komponen yang fraksi mol nya mendekati satuan dari
komponen-komponen yang mirip dengan sifat kimia, seperti rantai lurus
hidrokarbon. Jika campuran mengikuti hukum Raoult, maka tekanan uap
campuran dapat diperoleh secara grafik dengan memanfaatkan data tekanan uap
masing-masing komponen. Bila suatu campuran mengikuti hukum Raoult, maka
harga-harga yA untuk berbagai komposisi xA dapat dihitung berdasarkan tekanan
uap masing-masing kedua komponen pada berbagai temperatur.
Berdasarkan Hukum Raoult:
o
PA PA x A
........................................................................................................(1.4)

PA Py A ........................................................................................................(1.5)

Dari kedua persamaan ini diperoleh:


o o
PA x A PB x B
yA dan yB ............................................................................(1.6)
P P

Jumlah fraksi dua komponen adalah:


yA yB 1 ........................................................................................................(1.7)

o o
PA x A PB (1 xA)
1
P P .......................................................................................(1.8)
Dari persamaan ini dihasilkan:

o
P PB
xA o o
....................................................................................................(1.9)
PA PB

C. Kriteria Kesetimbangan
Yang dimaksud di sini bukan sekedar kriteria yang berupa kesetimbangan
termal dan mekanikal secara internal yang biasa kita terjemahkan sebagai
berlakunya T dan P yang uniform, melainkan pembatasan-pembatasan
termodinamika pada sistem dengan fasa banyak dan komponen banyak yang
mengalami keadaan kesetimbangan. Sekalipun sudah ada kesetimbangan termal
dan mekanikal dalam sistem demikian masih dimungkinkan perpindahan massa
antar fasa. Jadi kriteria yang dimaksudkan di sini termasuk kesetimbangan antar
fasa ditinjau dari segi kemungkinan perpindahan antar fasa tersebut. Kriteria ini
pertama kali diturunkan oleh Gibbs (Abbott, 1989).
Dimisalkan bahwa sistem multi komponen yang tertutup yang terdiri dari
sejumlah fasa mempunyai temperatur dan tekanan yang uniform, akan tetapi pada
keadaan awal tidak setimbang ditinjau dari segi perpindahan massa. Setiap
perubahan yang terjadi mesti bersifat irreversible, yang mendekatkan sistem itu ke
keadaan setimbang. Sistem itu dibayangkan sebagai dikelilingi keadaan yang
selalu setimbang secara termal dan mekanikal dengan sistem itu (sekalipun
perubahan terjadi dalam sistem). Karenanya pertukaran panas dan pemuaian kerja
antar sistem dan sekeliling terjadi secara reversible. Dalam keadaan yang
demikian perubahan entropi dari sekeliling sistem: (Tim Penyusun, 2011)
dQ sur
dS sur
T sur
..................................................………………..........................(1.10)
Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai harga
numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya Tsur = T dari sistem (setimbang
secara termal).

Maka :
dQ sur dQ
dS sur
T sur T
.......................................................................................(1.11)
.
menurut hukum ke dua termodinamika :
t
dS dS sur 0
.................................................................................................(1.12)
dimana St = entropi total dari sistem.
Gabungan dari persamaan (2) dan (3) menjadi :
t dQ t
dS 0 atau dQ TdS
........................................................................(1.13)
T

Penerapan hukum pertama termodinamika :


t t
dU dQ dW dQ PdV
t t
dQ dU PdV
t t
Jadi, dU PdV TdS
t t t
Atau dU PdV TdS 0
t
dS t
U ,V
t 0

Suatu sistem yang terisolasi mempunyai syarat bahwa energi internal dan
volume temperatur maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung dari
hukum kedua bahwa persamaan terahkir berlaku (Geankoplis, 1997).
Dari perumpamaan sistem persamaan dU t PdV
t
TdS
t
0 berlaku

untuk T dan P yang tetap. Persamaan itu bias juga ditulis sebagai berikut :
t t t
dU T ,P dPV T ,P
dTS T ,P
0 atau

t t
d U PV TS T ,P
0

Tabel 1.1 Data kesetimbangan untuk system Etanol - Air (Geankoplis, 1997)
Temperatur Temperatur
O O
xA yA O O
xA yA
C F C F
100 212 0 0 81.0 177.8 0.600 0.794
98.1 208.5 0.020 0.192 80.1 176.2 0.700 0.822
95.2 203.4 0.050 0.377 79.1 174.3 0.800 0.858
91.8 197.2 0.100 0.527 78.3 173.0 0.900 0.912
87.3 189.2 0.200 0.656 78.2 172.8 0.940 0.942
84.7 184.5 0.300 0.713 78.1 172.7 0.960 0.959
83.2 181.7 0.400 0.746 78.2 172.8 0.980 0.978
82.0 179.6 0.500 0.771 78.3 173.0 1.000 1.000

Tabel 1.1 di atas merupakan data harga xA dan yA untuk sistem Etanol – Air
literatur pada tekanan 101.325 kPa (1 atm) dan temperatur bervariasi.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu antara lain :
1. Merangkai peralatan untuk percobaan kesetimbangan uap-cair.
2. Menggunakan alat hand refractometer untuk mengukur konsentrasi etanol
dalam campuran etanol-air.
3. Membuat grafik komposisi uap (yD) dan cair (xw) versus temperatur pada
kondisi kesetimbangan.
4. Menghitung konstanta kesetimbangan uap cair etanol-air hasil percobaan
dan membandingkan dengan konstanta kesetimbangan uap cair etanol-air
literatur.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat-alat yang digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain labu 100 ml,
kondensor, termometer, erlenmeyer 50 ml, hand refractometer, dan pipet tetes.

2.2. Bahan-bahan yang digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Etanol 96% dan
akuades.

2.3. Prosedur Percobaan


Sebelum percobaan KUC dimulai terlebih dahulu dilakukan pengukuran
hubungan komposisi etanol (15%, 25%, 35%, 45%, 55%, dan 65%) dengan oBrix.
Kemudian adapun prosedur percobaannya yaitu :
1. Isi labu 100 ml dengan larutan etanol-air dengan komposisi tertentu (10%,
20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%) (konsentrasi etanol 96%).
2. Tutup labu tersebut dengan memasang rangkaian kondensor dengan
pengambil sampel kondensat dan pengambil sampel cairan.
3. Nyalakan ketel pemanas dan aliran air pendingin sekaligus.
4. Amati kenaikan suhu dan tunggu sampai kondisi setimbang pada
temperatur tetap.
5. Ambil sejumlah sampel uap yang terkondensasi dan juga sampel cair
dengan waktu yang bersamaan.
6. Analisa konsentrasi masing-masing sampel tersebut dengan hand
refractometer. Ulangi percobaan tersebut dengan komposisi Etanol yang
berbeda.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel di bawah ini adalah hasil pengukuran hubungan komposisi Etanol


dengan OBrix sebelum percobaan kesetimbangan uap cair dimulai atau sebelum
terkondensasi.
Tabel 3.1 Harga 0Brix pada variasi komposisi Etanol
0
Komposisi Etanol (% volume) Brix
15 1.5
25 3.5
35 5
45 7
55 7.5
65 8

Kurva Hubungan 0Brix dengan Konsentrasi Etanol

9
8
7
6
y = 13.28x + 0.102
0Brix

5
R2 = 0.944
4
3
2
1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Konsentrasi Etanol (%)
Gambar 3.1 Kurva hubungan 0Brix dengan komposisi Etanol
O
Pada kurva hubungan Brix dengan komposisi Etanol di peroleh
persamaan : y = 13.28x + 0.102, sehingga nilai fraksi massa etanol fasa cair (xw)
dan uap (yd) dapat dicari. Dari kurva juga diperoleh nilai R2 = 0.944. Nilai R2
merupakan gradien atau garis lurus yang menyatakan tingkat ketelitian dari data
yang diperoleh. Untuk standar penelitian biasanya nilai R2 berkisar antara 0.98
hingga 1,00. Namun dalam percobaan didapat nilai R2 hanya sebesar 0.944, jauh
dari nilai standar. Kesalahan ini disebabkan karena ketidaktelitian dalam
pembacaan skala 0Brix pada alat hand refractometer, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi nilai R2.

Berdasarkan pada gambar 3.1 juga diperoleh adanya hubungan berbanding


lurus antara 0Brix dengan komposisi umpan. Hal ini dikarenakan 0Brix itu sendiri
merupakan satuan untuk mengukur konsentrasi Etanol dalam campuran Etanol-
air. Jadi secara tidak langsung, apabila konsentrasi Etanol dalam campuran
Etanol-air (konsentrasi umpan) diperbesar maka 0Brix juga semakin besar.

Tabel 3.2 Konsentrasi etanol (0Brix) dan temperatur pada kesetimbangan.


Temperatur Konsentrasi Konsentrasi
Komposisi Umpan
kesetimbangan kondensat cairan
Xf (% Volume)
(K) (0Brix) (0Brix)
10 371 9 1
20 367 8.5 2
30 363 8 4
40 360 7.5 5.5
50 358 6 7
60 356 5.5 8
70 353 5 8.5

Tabel 3.2 di atas adalah data pengamatan percobaan kesetimbangan uap


cair (KUC) setelah etanol dalam fasa cair terkondensasi. Sampel fasa cair yang
terkondensasi diambil dan diukur konsentrasinya dengan alat hand refractometer.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi etanol
dalam umpan akan menyebabkan penurunan temperatur kesetimbangan. Hal ini
dikarenakan titik didih Etanol lebih rendah daripada titik didih air sehingga
temperatur kesetimbangan semakin rendah (cepat tercapai). Selain itu, konsentrasi
kondensat menurun seiring dengan bertambahnya komposisi umpan, sedangkan
konsentrasi cairan meningkat seiring dengan bertambahnya komposisi umpan.

Tabel 3.3 Data kesetimbangan Etanol – Air percobaan


Fraksi massa Fraksi massa
Komposisi Temperatur Konsentrasi
Etanol fasa Etanol fasa
Etanol Kesetimbangan cairan
cair uap
(% Volume) (K) (0Brix)
(xw) (yd)
10 371 1 0.048 0.099
20 367 2 0.114 0.205
30 363 4 0.244 0.379
40 360 5.5 0.354 0.492
50 358 7 0.461 0.594
60 356 8 0.532 0.635
70 353 8.5 0.573 0.608

Berdasarkan tabel 3.3 terlihat adanya hubungan berbanding lurus antara


komposisi umpan dengan harga xw dan yd dan hubungan berbanding terbalik
antara komposisi umpan dengan temperatur kesetimbangan. Semakin besar
komposisi umpan, maka harga xw dan yd juga semakin besar. Di samping itu,
semakin besar harga xw dan yd maka temperatur kesetimbangan akan semakin
kecil (menurun). Namun dalam percobaan pada temperatur kesetimbangan 80 0C
harga yd menurun sedikit dibanding pada temperatur kesetimbangan 83 0C.
Kurva Hubungan Temperatur Terhadap
Fraksi Massa x dan y Percobaan dan
Literatur*
100

95
Temperatur ( 0C)

90

85

80

75
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Fraksi Massa x dan y
Percobaan dan Literatur*

Gambar 3.2 Kurva hubungan temperatur terhadap fraksi massa x dan y


percobaan dan literatur*. (*Geankoplis, 1997)

Berdasarkan gambar 3.2 dapat dilihat adanya hubungan berbanding


terbalik antara fraksi massa Etanol percobaan dan literatur, baik fasa uap maupun
fasa cair , terhadap temperatur. Semakin tinggi temperatur maka fraksi massa
Etanol akan semakin berkurang. Berdasarkan gambar 3.2 juga didapat hubungan
bahwa harga fraksi massa Etanol fasa uap, baik percobaan maupun literatur, selalu
lebih besar di bandingkan dengan harga fraksi massa Etanol fasa cair pada
temperatur yang sama. Untuk perbandingan secara keseluruhan, harga fraksi
massa Etanol pada percobaan berkisar diantara harga fraksi massa Etanol literatur.
Sulit untuk mendapatkan harga fraksi massa yang sama dengan yang diberikan
literatur, mengingat butuhnya ketelitian yang tinggi serta keakuratan pengukuran
dan pembacaan skala hand refractometer, yang secara tidak langsung turut andil
dalam menentukan harga fraksi massa Etanol ini.
Tabel 3.4 Konstanta kesetimbangan (K) percobaan dan literature*
Data Percobaan Data Literatur*
Temperatur Temperatur
Kesetimbangan K Kesetimbangan K
(0C) (0C)
98 2.0625 98.1 9.6000
94 1.7982 95.2 7.5400
90 1.5533 91.8 5.2700
87 1.3898 87.3 3.2800
85 1.2885 84.7 2.3767
83 1.1936 83.2 1.8650
80 1.0610 82 1.5420
81 1.3233
80.1 1.1743
*Geankoplis, 1997

Kurva Hubungan Nilai K Percobaan dan Literatur*


Terhadap Temperatur
10
9
8
7
6
Nilai K

K percobaan
5 K Literatur*
4
3
2
1
0
75 80 85 90 95 100

Temperatur (0C)

Gambar 3.3 Kurva hubungan nilai K percobaan dan literatur* terhadap


temperatur. (*Geankoplis, 1997)
Fraksi mol Etanol akan mempengaruhi konstanta kesetimbangan (K).
Berdasarkan tabel 3.4 dan gambar 3.3, semakin rendah temperatur, maka
konstanta kesetimbangan K akan semakin kecil. Dalam percobaan memang sudah
didapatkan hasil sesuai dengan hubungan tersebut. Namun nilai K percobaan
cukup jauh berbeda jika dibandingkan dengan nilai K literatur. Untuk temperatur
98.1 0C pada literatur memberikan nilai K sebesar 9.6. Nilai ini jauh berbeda
dengan nilai K pada percobaan yang didapat pada temperature 98 0C yaitu hanya
sebesar 2.0625. Penyimpangan yang cukup besar ini disebabkan karena
penanganan Etanol yang kurang baik sebelum dianalisa menggunakan hand
refractometer.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan Etanol Berbagai Konsentrasi


Konsentrasi Etanol yang tersedia yaitu 96%. Maka untuk mendapatkan
Etanol dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70% dilakukan
pengenceran.
V1.N2 = V2.N2
Dimana : V1 = Volume Etanol yang tersedia (ml)
V2 = Volume Etanol yang diinginkan (ml)
N1 = Konsentrasi Etanol yang tersedia
N2 = Konsentrasi Etanol yang diinginkan
Membuat 100 ml larutan Etanol 10% :
V1.N2 = V2.N2
V1 x 0,96 = 100 x 0.1
V1 x 0,96 = 10
V1 = 10/0.96
V1 = 10.41 ml
Maka untuk membuat 100 ml Etanol 10% adalah dengan mengambil 10.41 ml
Etanol 96% kemudian memasukkan Etanol tersebut kedalam labu ukur 100 ml
dan menambahkan akuades hingga batas labu ukur (miniskus cekung).
Perhitungan konsentrasi selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama
hingga diperoleh data di bawah ini :
a. 10 % V1 = 10.41 ml
b. 20 % V1 = 20.83 ml
c. 30 % V1 = 31.25 ml
d. 40 % V1 = 41.67 ml
e. 50 % V1 = 52.08 ml
f. 60 % V1 = 62.50 ml
g. 70% V1 = 71.90 ml
2. Menghitung xw dan yd
Menghitung xw
xw merupakan fraksi massa etanol fasa cair. Dari kurva hubungan
komposisi Etanol dengan 0Brix diperoleh persamaan linear : y = 13.28x + 0.102

Maka

Dimana : y = Konsentrasi Etanol (0Brix)


x = Komposisi Etanol (% volume)
xw etanol 10% dapat ditentukan sebagai berikut :

Jadi, volume Etanol = 100 ml x 0.06 = 6 ml


Massa Etanol = ρetanol . Vetanol
= 0.789 gr/cm3 x 6 ml
= 4.734 gr
Massa air = ρair . Vair
= ρair . (100 - Vetanol)
= 1 gr/cm3 x (100 – 6) ml
= 94 gr

Perhitungan xw untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama
sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.3
Menghitung yd
yd merupakan fraksi massa etanol fasa uap. Nilai yd dapat ditentukan
dengan memprediksikan terlebih dahulu tekanan uap Etanol. Satuan T (suhu)
adalah OK karena satuan Psat = mmHg, sehingga suhu dalam OC diubah dengan
(OC +273)

yd Etanol 10% dapat ditentukan sebagai berikut :


T = 98 0C = 371 K

1,573.25 mmHg

Perhitungan yd untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang sama
sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.3

3. Mencari konstanta kesetimbangan (K) percobaan


Untuk menghitung konstanta kesetimbangan berlaku persamaan sebagai
berikut :
K = y/x
Harga K untuk etanol 10% dengan temperatur kesetimbangan 98 0C yaitu:
y = 0.099 dan x = 0.048 maka K = 2.0625 (K percobaan).
Harga K literatur dengan temperatur kesetimbangan 98.1 0C yaitu:
y = 0.192 dan x = 0.020 maka K = 9.6000 (K literatur).
Perhitungan harga K untuk konsentrasi etanol lainnya dilakukan dengan cara yang
sama sehingga diperoleh data seperti terlihat pada tabel 3.4.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

1. 0Brix merupakan satuan untuk mengukur konsentrasi Etanol dalam


campuran Etanol-air. Apabila konsentrasi Etanol dalam campuran Etanol-air
(konsentrasi umpan) diperbesar maka 0Brix juga semakin besar.
2. Dari kurva komposisi etanol dengan 0Brix diperoleh persamaan y = 13.28x
+ 0.102 dengan R2 = 0.944.
3. Semakin besar komposisi umpan, maka 0Brix fasa cair juga semakin besar,
sedangkan 0Brix fasa uap semakin kecil.
4. Semakin besar komposisi umpan maka temperatur kesetimbangan akan
semakin menurun, sedangkan fraksi massa Etanol fasa cair dan uap akan
meningkat.
5. Harga fraksi massa Etanol pada percobaan, baik fasa uap maupun cair,
berkisar diantara harga fraksi massa Etanol literatur.
6. Nilai K percobaan cukup jauh berbeda dengan nilai K literatur. Hal ini
disebabkan karena penanganan etanol yang kurang baik sebelum dianalisa
menggunakan hand refractometer.

4.2 Saran
Praktikan harus teliti dalam membaca skala 0Brix yang terdapat pada alat
hand refractometer. Kesalahan dalam pembacaan atau pengukuran 0Brix akan
mempengaruhi setiap perhitungan yang terdapat dalam percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, CJ. 1997. Transport Processes and Unit Operations. 3rd edition.
Eastern Economy Edition. Prentice-Hall of India Private Ltd. New Delhi,
India.
Syahiddin, (tanpa tahun).doc.wordpress.[online]. Tersedia :
http://mtk2011.files.wordpress.com [23 Oktober 2012, 19:32 WIB]
Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D-III Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2012. Penuntun Praktikum Operasi
Teknik Kimia I. Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai