Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau
tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008).
Dikehidupan sehari hari yang semakin padat dengan aktifitas masing- masing
manusia dan untuk mengejar perkembangan zaman, manusia tidak akan lepas
dari fungsi normal musculoskeletal terutama tulang yang menjadi alat gerak
utama bagi manusia, tulang membentuk rangka penujang dan pelindung bagian
tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh,. namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu
karena mengalami fraktur. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Mansjoer, 2008).
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Pada beberapa rumah sakit kejadien fraktur cruris biasanya
banyak terjadi oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan trauma musculoskeletal pada fraktur cruris akan semakin besar
sehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, dan
patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan
fraktur cruris (Depkes RI, 2005).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah
sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang.
Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi factor lain seperti

1
proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya
fraktur (Depkes RI, 2011). Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja
merupakan suatu keadaan yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia
dan secara mendadak. Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di kota Semarang
sepanjang tahun 2011 mencapai 217 kasus, dengan korban meninggal 28
orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan sejumlah 480 orang ( Polda Jateng,
2011). Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor
patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan
bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok,
sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan
avaskuler nekrosis.
Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed
union, non union atau bahkan perdarahan. (Price, 2005). Berbagai tindakan
bisa dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja
dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari fraktur ?
2. Apa saja etiologi dari fraktur ?
3. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
4. Bagiamana manifestasi klinik dari fraktur ?
5. Apa saja klasifikasi dari fraktur ?
6. Bagaimana komplikasi dari fraktur ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur ?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari fraktur ?
9. Bagaimana kasus pada pasien fraktur ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari fraktur.
2. Dapat mengetahui etiologi dari fraktur.
3. Dapat mengetahui patofisiologi dari fraktur.

2
4. Dapat mengetahui manifestasi klinik dari fraktur.
5. Dapat mengetahui klasifikasi dari fraktur.
6. Dapat mengetahui komplikasi dari fraktur.
7. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari fraktur.
8. Dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik dari fraktur.
9. Dapat mengetahui kasus pada pasien fraktur.

D. Manfaat
Dari penyusunan makalah ini, diharapkan dapat memebrikan manfaat
bagai mahasiswa keperawatan dalam menganalisa kasus dan menyusun proses
keperawatannya mualai dari pengkajian hingga melakukan evaluasi dari kasus
tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer et al, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Smeltzer, 2002).

3
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. (Price, 2006).
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau
rupture pada tulang. (Dorland, 1998).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (Linda
Juall)

B. Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur adalah :
1. Trauma
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan.Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2. Kondisi patologi : kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang
dapat menyebabkan patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang
(tumor yang menyerap kalsium tulang)

3. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah :
a. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi).
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada
leher,pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang
dan tanpamenyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas
punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf
mungkin mengalami fraktur. Cedera ini stabil karena tidak merusak
ligamen posterior.
b. Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada
vertebra.Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat
merusakligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur
ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka
fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering

4
terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra
telah kembali ketempatnya.
c. Cedera Torakolumbal
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari
ketinggian serta kecelakaan lalu lintas. Jatuh dari ketinggian dapat
menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan
lalulintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan
berbagai macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi
sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi (Jong, 2005).
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu :
1. Cedera stabil
Jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior,
komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen
posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur
kompresi adalah contoh cedera stabil.
2. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan
normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek. Fraktur medulla
spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligament
posterior.
Berdasarkan mekanisme cederanya dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur kompresi ( Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang
mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat
pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat
lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah
dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya dari pada ukuran vertebra
sebenarnya.
2. Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara
langsung, dan tulang menjadi hancur.Fragmen tulang berpotensi masuk
kekanalis spinais.Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus
vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat

5
dibanding fraktur kompresi.tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan
memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang
mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan
menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial.
3. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena
kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan
sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya.Terapi tergantung
apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan
terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi
mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi,
penekanan,rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan
terjadi dariposterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum
posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi
korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke
posterior.Kolumn avertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur
pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati
lamina danseringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut
syaraf.
4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi,
dislokasifraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi
fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan
menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna
anterior vertebralis.Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar
kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan
dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga
fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.

C. Klasifikasi
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

6
a. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang
luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang
dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh
korteks (masih ada korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan
hubungan dengan dunia luar, meliputi :
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak keluar melewati kulit.
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena
adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka
potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh
darah, syaraf, otot dan kulit.

D. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun,
baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping
itufraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka

7
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri geraksehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapatmengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksiterkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Lewis (2006) :
1. Nyeri : Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma.
Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan
dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak /edema : Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan
serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
3. Memar / ekimosis : Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat
dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot : Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi
disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi :Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf
karena edema.
6. Gangguan fungsi : Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,
nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi
karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal : Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian
bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi : Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika
bagian-bagaian tulang digerakkan.
9. Deformitas : Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari
kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,

8
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk
normalnya.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya
trauma, scan tulang, temogram
Scan CI : memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Kreatinin : Traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal.
4. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cederah hati.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Oh....kakiku
Seorang laki-laki usia 20 tahun mengeluh nyeri dan bengkak pada paha bagian
atas sebelah kiri, sedangkan tulang kering sebelah kiri bawah tulang tampak
menonjol disertai adanya robekan kulit dan otot sekitar luka.
Hasil pemeriksaan fisik diketahui tekanan darah 90/60 mmhg dan nadi
110x/menit pasien sudah dilakukan balut bidai untuk immobilisasi dan diberi
analgetik.
Key word : nyeri, bengkak, tulang menonjol, TD 90/60, Nadi 110x/menit, balut
bidai

B. Pertanyaan
1. Apa penyebab nyeri dan bengkak yang dirasakan oleh klien?
2. Sudah berapa lama nyeri dirasakan?
3. Bagaimana nyeri dirasakan? Apakah seperti ditimpa benda berat atau nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk?
4. Apakah nyeri yang dirasakan oleh klien menetap atau hilang?
5. Apakah ada keluhan lain seperti pusing atau mual?
6. Apa yang klien lakukan jika nyeri itu dirasakan?
7. Apakah klien nyaman dnegan tindakan keperawatan yang dilakukan dokter
seperti balut bidai ini?
8. Apakah klien pernah mengalami gangguan istirahat tidur pada saat
mengalami fraktur?

C. Analisa Data

10
Data Etiologi Masalah
DS : fraktur Nyeri akut
Klien mengeluh nyeri
dan bengkak pada paha Dislokasi
bagian atas sebelah kiri
DO :
Spasme otot
 Tulang kering kaki
sebelah kiri bawah
tampak menonjol
disertai adanya
Nyeri
robekan kulit dan otot
sekitar luka
 Paha atas sebelah
tampak bengkak
 Pasien menggunakan
balut bidai
 TTV
TD : 90/60 mmHg
N : 110x/menit
DS : fraktur Hambatan mobilitas
Klien mengeluh nyeri fisik
dan bengkak pada paha Dislokasi
bagian atas sebelah kiri
DO :
Spasme otot
 Klien terpasang balut
bidai

Nyeri

hambatan mobilitas
fisik
DS : - Fraktur Kerusakan integritas
DO :
kulit
 Adanya robekan kulit
dan otot sedikit luka
 Paha atas sebelah Fraktur terbuka

tampak bengkak

Pembuluh darah robek

Perdarahan
11

Hipoksia
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak yang ditandai dengan :
DS : Klien mengeluh nyeri dan bengkak pada paha bagian atas sebelah kiri
DO :
 Tulang kering kaki sebelah kiri bawah tampak menonjol disertai adanya
robekan kulit dan otot sekitar luka
 Paha atas sebelah tampak bengkak
 Pasien menggunakan balut bidai
 TTV
TD : 90/60 mmHg
N : 110x/menit
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilitas fisik yang ditandai
dengan :
DS : Klien mengeluh nyeri dan bengkak pada paha bagian atas sebelah kiri
DO : Klien terpasang balut bidai
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
bidai yang ditandai dengan :
DS : -
DO :
 Adanya robekan kulit dan otot sedikit luka
 Paha atas sebelah tampak bengkak
4. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh
pasca post operasi.
DS : -
DO :
 Adanya robekan kulit dan otot sedikit luka
 Paha atas sebelah tampak bengkak
 Klien terpasang balut bidai
 Klien immobilisasi
5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang) yang
ditandai dengan :
DS : Klien mengeluh nyeri dan bengkak pada paha bagian atas sebelah kiri
DO :
 Adanya robekan kulit dan otot sedikit luka
 Paha atas sebelah kiri tampak bengkak
 TTV

12
TD : 90/60 mmHg N : 110x/menit
6. Risiko konstipasi berhubungan dengan imobilitas fisik yang ditandai
dengan :
DS : -
DO :
 Klien terpasang balut bidai
 Klien immobilisasi

13
E. Rencana Keperawatan

No Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Pertahankan a. Men
berhubungan dengan keperawatan diharapkan imobilasasi bagian yang sakit gurangi nyeri dan mencegah
spasme otot, gerakan klien mengatakan nyeri dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
fragmen tulang, berkurang atau hilang, dan atau traksi
edema, cedera dengan kriteria hasil : b. Tinggikan posisi b. Men
jaringan lunak a. Menunjukkan tindakan ekstremitas yang terkena. ingkatkan aliran balik vena,
santai, mampu c. Lakukan dan awasi mengurangi edema/nyeri.
berpartisipasi dalam latihan gerak pasif/aktif. c. Me
beraktivitas, tidur, mpertahankan kekuatan otot
istirahat dengan tepat, d. Lakukan tindakan dan meningkatkan sirkulasi
b. Menunjukkan untuk meningkatkan kenyamanan vaskuler.
penggunaan (masase, perubahan posisi) d. Men
keterampilan relaksasi e. Ajarkan penggunaan ingkatkan sirkulasi umum,
dan aktivitas trapeutik teknik manajemen nyeri (latihan menurunakan area tekanan
sesuai indikasi untuk napas dalam, imajinasi visual, lokal dan kelelahan otot.
situasi individual aktivitas dipersional) e. Men

14
f. Lakukan kompres galihkan perhatian terhadap
dingin selama fase akut (24-48 nyeri, meningkatkan kontrol
jam pertama) sesuai keperluan. terhadap nyeri yang mungkin
g. Kolaborasi pemberian berlangsung lama.
analgetik sesuai indikasi. f. Men
urunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
h. Evaluasi keluhan
nyeri (skala, petunjuk verbal dan g. Men
non verval, perubahan tanda-tanda urunkan nyeri melalui
vital) mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
h. Men
ilai perkembangan masalah
klien.

2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas a. Memfokuskan perhatian,
fisik berhubungan keperawatan diharapkan rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol

15
dengan kerusakan mobilitas fisik klien kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
rangka normal, dengan kriteria keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
b. Bantu latihan rentang gerak pasif b. Meningkatkan sirkulasi darah
neuromuskuler, nyeri, hasil :
aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal,
terapi restriktif a. Klien dapat
maupun yang sehat sesuai mempertahankan tonus otot,
(imobilisasi) meningkatkan/mempert
keadaan klien. mempertahakan gerak sendi,
ahankan mobilitas pada
mencegah kontraktur/atrofi dan
tingkat paling tinggi
mencegah reabsorbsi kalsium
yang mungkin dapat
c. Berikan papan penyangga kaki,
karena imobilisasi.
mempertahankan posisi
gulungan trokanter/tangan sesuai c. Mempertahankan posisi
fungsional,
indikasi. fungsional ekstremitas.
meningkatkan d. Bantu dan dorong perawatan diri
d. Meningkatkan kemandirian
kekuatan/fungsi yang (kebersihan/eliminasi) sesuai
klien dalam perawatan diri
sakit dan keadaan klien.
sesuai kondisi keterbatasan
mengkompensasi bagian
e. Ubah posisi secara periodik sesuai
klien.
tubuh, menunjukkan
keadaan klien. e. Menurunkan insiden
tekhnik yang
komplikasi kulit dan
memampukan
f. Dorong/pertahankan asupan pernapasan (dekubitus,
melakukan aktivitas.
cairan 2000-3000 ml/hari. atelektasis, penumonia)
f. Mempertahankan hidrasi

16
adekuat, men-cegah komplikasi
g. Berikan diet TKTP.
urinarius dan konstipasi.
g. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
h. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
pertahankan fungsi fisiologis
sesuai indikasi.
tubuh.
h. Kerjasama dengan fisioterapis
i. Evaluasi kemampuan mobilisasi
perlu untuk menyusun program
klien dan program imobilisasi.
aktivitas fisik secara individual.
i. Menilai perkembangan
masalah klien.
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan tempat tidur yang a. Men
kulit berhubungan keperawatan diharapkan nyaman dan aman (kering, bersih, urunkan risiko
dengan fraktur intregitas kulit pasien alat tenun kencang, bantalan kerusakan/abrasi kulit yang
terbuka, pemasangan normal, dengan kriteria bawah siku, tumit). lebih luas.
traksi (pen, kawat, hasil : b. Masase kulit terutama daerah
sekrup) a. Klien menyatakan penonjolan tulang dan area distal b. Men
ketidaknyamanan bebat/gips. ingkatkan sirkulasi perifer dan
hilang, menunjukkan meningkatkan kelemasan kulit

17
perilaku tekhnik untuk dan otot terhadap tekanan yang
mencegah kerusakan relatif konstan pada
kulit/memudahkan c. Lindungi kulit dan gips pada imobilisasi.
penyembuhan sesuai daerah perianal
indikasi, mencapai c. Men
penyembuhan luka d. Observasi keadaan kulit, cegah gangguan integritas kulit
sesuai penekanan gips/bebat terhadap dan jaringan akibat
waktu/penyembuhan kulit, insersi pen/traksi kontaminasi fekal.
lesi terjadi. d. Men
ilai perkembangan masalah
klien.

4. Gangguan body image Setelah dilakukan tindakan a. Dorong klien untuk a. Eks
berhubungan dengan keperawatan diharapkan mengekspresikan ketakutan, presi emosi membantu pasien
perubahan pada klien dapat menerima perasaan negative dan perubahan mulai menerima kenyataan
anggota tubuh pasca situasi dengan realitas, bagian tubuh. dan realitas hidup.
post operasi. dengan kriteria hasil : b. Beri penguatan informasi pasca
b. Me
a. Mulai menunjukan operasi, harapan tibdakan operasi,
mberikan kesempata untuk
adaptasi dan termasuk control nyeri dan
menanyakan dan

18
menyatakan penerimaan rehabilitas. mengasimilasi informasi dan
pada situasi diri mulai menerima perubahan
b. Mengenali dan menyatu gambaran diri dan fungsi, yang
dengan perubahan dapat membantu
dalam konsep diri yang c. Kaji derajat dukungan yang ada penyembuhan.
c. Duk
akurat tanpa harga diri
ungan yang cukup dari orang
negative
terdekat dan teman dapat
c. Membuat rencana nyata d. Diskusikan persepsi pasien
membantu proses rehabilitasi.
untuk adaptasi peran tentang diri dan hubungannya
d. Me
baru/perubahan peran dengan perubahan dan bagaimana
mbantu mengartikan masalah
pasien melihat dirinya dalam
sehubungan dengan pola hidup
pola/peran fungsi yang biasa.
sebelumnya dan menbantu
pemecahan masalah. Sebagai
contoh takut kehilangan
mandirian, kemampuan bekerja
e. Dorong partisipasi dalam aktivitas
dan sebagainnya.
sehari-hari. e. Men
ingkatkan kemandirian dan
f. Berikan lingkungan yang terbuka meningkatkan perasaan harga

19
pada pasien untuk mendiskusikan diri.
masalah. Meningkatkan pernyataan
keyakinan/nilai tentang subjek
positif dan mengidentifikasi
kesalahan konsep/mitos yang
dapat mempengaruhi penilaian
situasi.
5. Resiko infeksi Setelah diberikan tindakan a. Lakukan perawatan pen steril dan a. Men
berhubungan dengan keperawatan diharapkan perawatan luka sesuai protokol. cegah infeksi sekunderdan
ketidakadekuatan klien mencapai mempercepat penyembuhan
pertahanan primer penyembuhan luka sesuai b. Ajarkan klien untuk luka.
(kerusakan kulit, waktu, dengan kriteria mempertahankan sterilitas insersi b. Me
taruma jaringan lunak, hasil : pen. minimalkan kontaminasi.
prosedur invasif/traksi a. Bebas drainase purulen c. Kolaborasi pemberian antibiotika
tulang) atau eritema dan dan toksoid tetanus sesuai
demam. indikasi. c. Anti
biotika spektrum luas atau
spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau

20
d. Analisa hasil pemeriksaan mengatasi infeksi. Toksoid
laboratorium (Hitung darah tetanus untuk mencegah infeksi
lengkap, LED, Kultur dan tetanus.
sensitivitas luka/serum/tulang) d. Leu
kositosis biasanya terjadi pada
proses infeksi, anemia dan
e. Observasi tanda-tanda vital dan peningkatan LED dapat terjadi
tanda-tanda peradangan lokal pada osteomielitis. Kultur
pada luka. untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi.
e. Men
gevaluasi perkembangan
masalah klien.

6. Risiko konstipasi Setelah diberikan tindakan a.Berikan cakupan nutrisi berserat N a. nutrisi serat tinggi untuk
keperawatan diharapkan sesuai dengan indikasi melancarkan eliminasi fekal
klien dapat defekasi d. b. Berikan cairan jika tidak d. b.Untuk melunakkan eliminasi

dengan terartur, dengan kontraindikasi 2-3 liter per hari feses


K c. Kolaborasi pemberian laksatif
kriteria hasil : c. Untuk melunakkan feses
atau enema sesuai indikasi

21
a. defekasi dapat
dilakukan satu kali sehari

22
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen
tulang.Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya.Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.Biasanya pasien mengeluhkan cedera pada daerah tersebut.

B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa penyusunan makalah kami ini sangatlah
kurag dari kesempurnaan, oleh karena itu bagai pembaca atau mahasiswa yang
membaca makalah ini, kami mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah arti
dan kami sebagai manuasia membuka hati kami untuk kritik dan saran yang
membangun demi penyusunan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

23
Arif, Muttaqin, Skep. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.
Muskuloskeletal.Jakarta: EG

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung.Cetakan I.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3


volume 8. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

24

Anda mungkin juga menyukai