Anda di halaman 1dari 18

Kelenjar Getah Bening Normal

1. Anatomi dan Fisiologi

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar,
cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel.

Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang


menghubungkan simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan
merupakan alur untuk pembuluh darah dan syaraf.

Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus


penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.

Gambar 1. Skema Kelenjar Getah Bening


Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T
(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel
turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity.

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula,


parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medulla
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks
mengandung sel T.

Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada


masa postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi
antigen, sel B didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti
bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-
selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel
noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan
pada limphopoiesis atau berubah menjadi immunoblas, diluar germinal
center, dan berkembang didalam sel plasma.
Gambar 2. System Limfatik

Tubuh mempunyai sekitar 600 KGB, tetapi hanya KGB yang terletak di
region submandibula, aksila atau inguinal yang dapat normal dipalpasi pada orang
sehat. Fungsi dari KGB sebagai tempat pertukaran limfosit dengan limfe
(menyingkiran, menyimpan, memproduksi dan menambahkan). Limfosit dalam
KGB menghasilkan antibody dan mensensitisasi sel T yang kemudian dikeluarkan
ke limfe. Makrofag dalam KGB membersihkan mikroba dan debris lain berupa
partikel dari limfe.

2. Fungsi Kelenjar Getah Bening

Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai


mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau
metabolisme.
3. Penyakit Pembesaran Kelenjar Getah Bening
a. Limfadenopati
Limfadenopati adalah peningkatan yang abnormal dalam ukuran dan/atau
konsistensi dari kelenjar getah bening. Kondisi ini umumnya bukan penyakit
melainkan merupakan gejala dari salah satu masalah yang mendasari.
Limfadenopati merupakan manifestasi klinis dari penyakit regional atausistemik.
Limfadenopati servikal adalah presentasi umum yang seringditemukan pada
beberapa penyakit. Penyakitnya dapat berupa neoplasma atau inflamasi.
Secara klinis limfadenopati dapat dibedakan menjadi limfadenopati
lokalisata dan limfadenopati generalisata. Limfadenopati lokalisata didefinisikan
sebagai pembesaran KGB hanya pada satu region saja, sedangkan
limfadenopatigeneralisata apabila pembesaran KGB terjadi pada dua atau lebih
region yang berjauhan dan simtetris. Klasifikasi ini bertujuan untuk penentuan
diferensial diagnosis. Sekitar 75% pasien didapatkan limpadenopati lokalisata,
sedangkan limfadenopati generalisata 25%.

Gambar 3. Klasifikasi kelenjar getah bening


b. Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45%
pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati
adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya
limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan
infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus
ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi
mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting,
tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan
Streptococcus beta-hemoliticus. 16 Dari studi yang dilakukan di Belanda,
ditemukan 2.556 kasus limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya.
Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus
membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan. Penderita
limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4%
dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia

c. Patofisiologi limfadenopati
Patofisiologi limfadenopati berdasarkan dari etologi yang mendasari.
Beberapa plasma dan sel (misalnya sel kanker dan mikroorganisme) dalam ruang
interstitial, bersama dengan bahan selular tertentu, antigen, dan partikel asing
masuk ke pembuluh limfatik, menjadi cairan limfe. Kelenjar getah bening
menyaring cairan limfe dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan
sel-sel dan bahan lainnya. Proses penyaringan juga menyajikan antigen kepada
limfosit terkandung dalamKGB. Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi
sel limfosit dan makrofag, yang dapat menyebabkan KGB untuk memperbesar
(limfadenopati reaktif). Patogen mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe dapat
juga langsung menginfeksi KGB, menyebabkan limfadenitis), dan apabila
terdapat sel-sel kanker dapat menginfiltrasi langsung atau proliferasi sel di KGB.
d. Etiologi Limfadenopati
1) Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati, metastase.
2) Infeksi
 Virus
Infeksi virus sistemik paling sering menyebabkan limfadenopati generalisata.
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas
seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial
Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus lainnya
Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola,
Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
 Bakteri

Pada infeksi bakteri biasanya menyebabkan limfadenopati lokalisata, tetapi


dapat juga terjadi limfadenopati generalisata pada penyakit demam tifoid,
endokarditis, tuberculosis dan sifilis.Peradangan KGB (limfadenitis) dapat
disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus.
Bakterianaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan penyakit
gusi,radang apendiks atau abses tubo-ovarian

3) Obat-obatan, dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati


dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cefalosporin, emas, hidralazine,
4) Autoimun
Lupus eritematosus sistemik, Artritis reumatoid, Dermatomiositis, Sindrom
Sjogren
5) Lain-lain/kondisi tak-lazim - Penyakit Kawasaki - Sarkoidosis
6) Iatrogenik - Serum sickness Obat
Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi.
USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98%
dan spesivisitas 95%.
b. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.

Pengobatan
o Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.
o Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang
menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat
mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
o Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes
(group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut
untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
b. Limfadenitis
Limfadenitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih kelenjar getah
bening, yang biasanya menjadi bengkak dan lunak. Jadi ketika kelenjar getah
bening di sekitar leher, ketiak, dan pangkal paha membengkak dan terasa sakit
ketika ditekan, itu merupakan pertanda adanya lymphadenitis.
 Limfadenitis tuberculosis (TB)

Limfadenitis tuberculosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau


getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Apabila peradangan terjadi
pada kelenjar limfe dileher disebut dengan scrofula. TB primer terjadi pada saat
seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberculosis (Raviglione, 2010).
Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB
ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami; basil TB akan mati
difagosit oleh makrofag dan basil TB akan dapat bertahan hidup dan
bermultipikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara
limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.

Penyebaran basil TB ini pertama kali secara limfogen menuju kelenjar


limfe regionaldi hilus,dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan
reaaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe
regional (limfadenitis).

Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004)


limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium
yaitu:

 Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.


 Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan
sekitar oleh karena adanya periadentis.
 Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening)
akibat pembentukan abses.
 Stadium 4, pembentukan collar-stud abses.
 Stadium 5, pembentukan traktus sinus.
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis.

Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,


tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri
dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling
sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio
supraklavikular.

Gambaran Klinis

 Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak
biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas.
Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya
satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi
oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus

 Gejala-gejala penyerta (symptoms) Demam, nyeri tenggorok dan batuk


mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan bagian atas.
Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada
infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas
penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh
penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness-ditambah riwayat
obat-obatan atau produk darah).

 Pemeriksaan fisik : Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan,


hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan,
apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

 Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan
abnormal)

 Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan


 Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada
proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan

 Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak


bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis,
keganasan.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis. Uji mantoux
positif . Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikrobakterium. biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru

3. Biopsi

e. Lymphoma

Lymphoma adalah keganasan yang berasal dari jaringan limfoid mencakup


sistem limfatik dan imunitas tubuh. Bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan
umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan
kelainan sumsum tulang. Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
 Limfoma Hodgkin (LH)

Limfoma Hodgkin terjadi karena mutasi sel B pada sistem limfatik,


dengan hasil deteksi yaitu adanya sel abnormal Reed-Stenberg dalam sel kanker.
Limfoma Hodgkin diketahui memiliki 5 jenis subtipe. Limfoma Hodgkin sendiri
merupakan jenis yang paling bisa disembuhkan dan biasanya menyerang kelenjar
getah bening yang terletak di leher dan kepala. Umumnya pasien didiagnosis pada
saat usia 20 sampai 30 tahun dan juga pada usia lebih dari 60 tahun.

Faktor Risiko

o Infeksi virus (Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV, Human Herpes Virus)


o Defisiensi imun misalnya pada pasien transplantasi organ dengan
pemberian obat imunosupresif

Manifestasi Klinis

Gejala sistemik yaitu demam (tipe Pel-Ebstein), berkeringat malam hari,


penurunan berat badan, lemah badan dan pruritus. Terdapat nyeri di daerah
abdomen akibat splenomegali, nyeri tulang akibat infiltrasi sumsum tulang.
Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstremitas, sindrom vena cava, kompresi
medulla spinalis, disfungsi hollow viscera.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
o Pemeriksaan darah
o Pemeriksaan faal hati : terdapat gangguan faal hati yang tidak
sejalan dengan keterlibbatan limfoma pada hati.
o Pemeriksaan faal ginjal : peningkatan kreatinin dan ureum, kadar
LDH meningkat menggambarkan massa tumor.
2. Biopsi sumsum tulang
3. Radiologis
o Pemeriksaan foto torak
o USG abdomen
o CT-Scan abdomen

Stadium Penyakit

 Stadium I : keterlibatan satu regio kelenjar getah bening atau struktur


jaringan limfoid
 Stadium II : keterlibatan > 2 regio kelenjar getaah bening pada sisi
diafragma yang sama
 Stadium III : keterlibatan region kelenjar getah bening pada kedua sisi
diafragma
 Stadium IV : keterlibatan difus/diseminata pada satu atau lebih organ
ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah
bening

Pengobatan

Pengobatan limfoma Hodgkin adalah dengan radioterapi ditambah kemoterapi.


Radioterapi meliputi Extended Field Radiotherapy (EFRT), Involved Field
Radiotherapy (IFRT), dan radioterapi (RT).

 Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

Limfoma Non-Hodgkin terjadi karena adanya mutasi DNA pada sel B


dan sel T pada sistem limfatik, merupakan tumor ganas yang berbentuk padat dan
berasal dari jaringan limforetikuler perifer dan memiliki 30 subtipe yang masih
terus berkembang. Limfoma Non-Hodgkin yang pertumbuhannya lambat disebut
indolent/low grade dan untuk yang pertumbuhannya cepat disebut
aggressive/high-grade. Limfoma Non-Hodgkin lebih sering terjadi pada usia lebih
dari 60 tahun.
Pendekatan Diagnostik

1. Anamnesis
 Umum :
o Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum
 Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
 Demam tinggi
 Keringat malam
o Keluhan anemia
o Keluhan organ (missal lambung)
o Penggunaan obat (diphantoine)
 Khusus :
o Penyakit autoimun
o Kelainan darah
o Penyakit infeksi

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
2. Biopsi : dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representatif, superfisial,
perifer. Jika terdapat kelenjar perifer atau superfisial yang representative
maka tidak perlu biopsi intraabdominal.
3. Aspirasi sumsum tulang
4. Radiologi : torak foto PA dan lateral, CT Scan seluruh abdomen

Stadium Penyakit

Limfoma Non-Hodgkin terdiri dari 4 stadium, yaitu :

 Stadium I : keterlibatan satu regio kelenjar getah bening atau struktur


jaringan limfoid
 Stadium II : keterlibatan > 2 regio kelenjar getaah bening pada sisi
diafragma yang sama
 Stadium III : keterlibatan region kelenjar getah bening pada kedua sisi
diafragma
 Stadium IV : keterlibatan difus/diseminata pada satu atau lebih organ
ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah
bening

Sekitar 90% dari penderita limfoma merupakan penderita Limfoma Non-


Hodgkin dan sisanya Limfoma Hodgkin. Beberapa tipe limfoma dapat
disembuhkan dan untuk jenis lainnya, banyak pasien yang mampu menjaga
penyakit mereka dibawah kontrol dan memiliki kualitas yang baik dengan
pengobatan medis.
Tabel 1. Manifestasi klinis limfoma

Limfoma Hodgkin Limfoma Non Hodgkin


 Asimtomatik limfadenopati  Asimtomatik limfe
 Gejala sistemik (demam,  Gejala sistemik (demam,
intermitten, keringat malam, intermitten, keringat
BB turun) malam, BB turun)
Anamnesis  Nyeri dada, batuk, napas  Mudah lelah
pendek  Gejala obstruksi GI tract
 Pruritus dan Urinary Tract
 Nyeri tulang atau nyeri

Pemeriksaan fisik  Teraba pembesaran limonodi  Melibatkan banyak


pada satu kelompok kelenjar kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal)  Cincin Waldeyer dan
 Cincin Waldeyer & kelenjar kelenjar mesentrik sering
mesenterik jarang terkena terkena
 Hepatomegali &  Hepatomegali &
Splenomegali Splenomegali
 Sindrom vena cava superior  Massa di abdomen dan
 Gejal susunan saraf pusat testis
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-


Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel
Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti
ganda (binucleated ), berlobus dua (bilobed ), atau berinti banyak
(multinucleated ) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak.
Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi
dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu
halo yang bening.

1) Penatalaksanaan limfoma
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi
yang dapat dilakukan adalah:
a. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
 Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
 Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan
untuk lokal dan paliatif. Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field
Radiotherapy saja.
b. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
 Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/ BU)+radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)
 Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan
untuk tujuan paliasi.
c. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
 Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
 Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
o setelah siklus kemoterapi ke-empat
o setelah siklus pengobatan lengkap

Anda mungkin juga menyukai