Anda di halaman 1dari 7

Jaminan Pemberian Kredit

Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat
immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat
berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).
2.1.1 Jaminan Kebendaan
Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan
tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut
juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan
atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah
accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya. Pemberian jaminan dari Debitur kepada
Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:

1. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur,
tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur
lainnya.

2. Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur,
dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai
kreditur privillege (preferent).
Jaminan kebendaan dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.
a. Benda Tetap / Tidak Bergerak
tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau
tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa
yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana
mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang. Tanah yang dapat dijadikan jaminan ialah
tanah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan guna pakai atas Negara.
b. Benda Bergerak
Benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau
dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory),
barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan
sebagainya. Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur.
Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau
Fidusia. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang Kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang Debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan
yang memberikan kekuasaan kepada si-Kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada Kreditur lainnya. Sedangkan Fidusia adalah pengalihan hak
milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap
berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali
kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.
2.1.2 Jaminan Non Kebendaan
Jaminan Perorangan atau Perusahaan diberikan oleh seseorang atau Perusahaan untuk
menjamin hutang pihak ketiga. Jaminan Perorangan atau Jaminan Perusahaan ini biasanya hanya
merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok, artinya selain jaminan ini Bank biasanya
meminta jaminan lainnya. Demikian pula dalam melakukan eksekusi, Bank akan mendahulukan
jaminan pokok dulu sebagai pelunasan hutang, apabila ternyata masih belum cukup barulah
Bank melakukan eksekusi terhadap jaminan perorangan atau perusahaan.

2.2 Prinsip – Prinsip Pemberian Kredit

2.2.1 Prinsip 5C

a. Character
Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari
seseorang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dipercaya. Dalam hal ini bank meyakini
benar bahwa calon debiturnya memiliki reputasi baik, artinya selalu menepati janji dan tidak
terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas, misalnya penjudi, pemabuk, atau penipu.
Untuk dapat membaca sifat atau watak dari calon debitur dapat dilihat sari latar belakang
nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara
hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.

b. Capacity
Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit.
Bank harus mengetahui secara pasti atas kemampuan calon debitur dengan melakukan analisis
usahanya dari waktu ke waktu. Pendapatan yang selalu meningkat diharapkan kelak mampu
melakukan pembayaran kembali atas kreditnya. Sedangkan bila diperkirakan tidak mampu, bank
dapat menolak permohonan dari calon debitur. Capacity sering juga disebut dengan nama
Capability.
c. Capital
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelola calon debitur.
Bank harus meneliti modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya. Untuk melihat
penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi
laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan
solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya.
d. Condition
Pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan
dengan prospek usaha calon nasabah. Penilaian kondisi dan bidang usaha yang dibiayai
hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut
bermasalah relatif kecil.

e. Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun
yang nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus
diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu, maka jaminan yang dititipkan akan dapat
dipergunakan secepat mungkin.
2.2.2 Prinsip 7P

a. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun
kepribadiaannya di masa lalu. Penilaian personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku
dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaikannya.
b. Party
Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi atau golongan-golongan tertentu
berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan
tertentu dan akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank.
c. Perpose
Yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis kredit yang diinginkan
nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam sesuai kebutuhan. Sebagai contoh
apakah untuk modal kerja, investasi, konsumtif, produktif dan lain-lain.
d. Prospect
Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak
dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu
fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi
juga nasabah.
e. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari
sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur
maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh
usaha lainnya.
f. Profitabillity
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur
dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan
tambahan kredit yang akan diperolehnya.
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan
perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan
oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
2.3 Aspek Penilaian dalam Pemberian Kredit

Dalam melakukan analisis kredit, sangatlah penting melakukan penilaian terhadap


beberapa aspek yang menyangkut kegiatan usaha calon debitur, yaitu:

a. Aspek Yuridis/Hukum
Yang dinilai dalam aspek ini adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang
dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian dimulai dengan akte pendirian
perusahaan, sehingga dapat diketahui siapa-siapa pemilik dan besarnya modal masing-masing
pemilik.
b. Aspek Pemasaran
Dalam aspek ini kita nilai adalah permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini
dan di masa yang akan datang prospeknya bagaimana.
c. Aspek Keuangan
Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya
dan bagaimana penggunaan dana tersebut. Disamping itu hendaknya dibuat cash flow dari pada
keuangan perusahaan.
d. Aspek Tehnis/Operasi
Aspek ini membahas masalah yang berkaitan dengan produksii seperti kapasitas mesin yang
digunakan, masalah lokasi, layout ruangan dan mesin-mesin termasuk jenis mesin yang
digunakan.
e. Aspek Manajemen
Untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumber daya manusia yang dimiliki serta latar
belakang pengalaman sumber daya manusia. Pengalaman perusahaandalam mengelolah
berbagaii proyek yang ada dan pertimbangan lainnya.
f. Aspek Sosial Ekonomi
Menganalisis dampak terhadap perekonomian dimasyarakat umum seperti :
1) Meningkatkan ekspor barang
2) Mengurangi pengangguran atau lainnya
3) Meningkatkan pendapatan masyarakat
4) Tersedianya sarana dan prasarana
5) Membuka isolasi daerah tertentu
g. Aspek Amdal
Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air dan udara jika proyek atau usaha
tersebut dijalankan. Analisis ini dilakukan secara mendalam apakah apabila kredit tersebut
disalurkan maka proyek yang dibiayai akan mengalami pencemaran lingkungan disekitarnya.
h. Aspek Finansial
Meliputi keadaan keuangan perusahaan debitur yang akan dibiayai.

2.4 Prosedur Pemberian Kredit

Tahapan dalam prosedur pemberian kredit pada setiap bank, pada umumnya tidaklah jauh
berbeda, dimana setiap permohonan kredit dari calon debitur haruslah wajib dilakukan
analisisnya untuk mendapat persetujuan kreditnya.
Menurut Hasibuan (2008:91) bahwa prosedur penyaluran kredit antara lain dengan skema
sebagai berikut:
1. Calon debitur menulis nama, alamat, agunan, dan jumlah kredit yang diinginkan pada formulir
aplikasi permohonan kredit.
2. Calon debitur mengajukan jenis kredit yang diinginkan
3. Analisis kredit dengan cara mengikuti asas 5C, 7P, dan 3R dari permohonan kredit tersebut.
4. Karyawan analisis kredit menetapkan besarnya plafond kredit atau Legal Lending Limit (L3)
atau BMPK-nya. Jika BMPK disetujui nasabah, akad kredit (Perjanjian Kredit) ditandatangani
oleh kedua belah pihak.

Sedangkan menurut Firdaus & Ariyanti (2009:91-133) tahapan proses pemberian kredit yaitu:
1. Persiapan kredit (credit preparation)
Adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui informasi
dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon debitur baru, baiasanya
dilakukan melalui wawancara atau cara-cara lain.
2. Analisis atau penilaian kredit (credit analysis / credit appraisal)
Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha atau proyek
pemohon kredit.
3. Keputusan Kredit (Credit Desicion)
Atas dasar laporan hasil analisi kredit, maka pihak bank melalui pemutus kredit, dapat
memutuskan permohonan kredit tersebut layak untuk diberi kredit atau tidak. Jika tidak dapat
diberikan, maka permohonan tersebut harus ditolak melalui surat penolakan, bila permohonan
layak untuk diberikan, maka dituangkan dalam surat keputusan kredit yang memuat beberapa
persyaratan tertentu.
4. Pelaksanaan dan administrasi kredit (credit realization dan credit administration). Pada tahap
ini kedua belah pihak (bank dan calon debitur) menandatangani perjanjian kredit beserta
lampiran-lampirannya.

5. Supervisi kredit & pembinaan debitur (credit supervision dan follow up)
6. Supervisi/pengawasan/pengendalian kredit dan pembinaan debitur pada dasarnya ialah upaya
pengamanan kredit yang telah diberikan oleh bank dengan jalan terus memantau/memonitor dan
mengikuti jalannya perusahaan (secara langsung atau tidak langsung), serta memberikan
saran/nasihat dan konsultasi agar perusahaan/debitur berjalan baik sesuai dengan rencana,
sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula.

Anda mungkin juga menyukai