Anda di halaman 1dari 4

Gagasan yang sedang dilakukan oleh Universitas Negeri Surabaya adalah tentang

pembangunan gedung-gedung tinggi yang akan segera terealisasi di Kampus UNESA Lidah
Wetan. Nantinya kira-kira lima tahun kedepan akan dilakukan pemangunan besar-besaran di
Kampus UNESA Lidah Wetan kaena UNESA sendiri akan membuka tiga fakultas baru di
sana. Konsep bangunan di sana adalah Compact City yaitu bangunannya menjulang ke atas
bukan melebar ke samping. Konsep bangunan ini ramah lingkungan karena tidak memakan
tempat banyak, selain itu bangunan yang tinggi akan bisa lebih dimanfaatkan sebagai energy
alternative, seperti energy matahari akan lebih maksimal jika gedungnya tinggi dan begitu
pula denga energy angin yang semakin tinggi bangunan maka anginnya pun akan semakin
kencang.
Setelah terbentuknya gedung-gedung yang berkonsep Compact City ini UNESA tidak
akan menyia-menyiakan manfaat yang bisa diambil dari sini. Untuk menjadikan UNESA
menjadi benar-benar Eco Campus maka akan diminamilis adanya emisi gas di dalam kampus,
oleh karena itu selain transportasi kampus akan dibenahi gedung-gedung tinggi ini juga akan
dimanfaatkan. Akan dibangun jalan atau lorong untuk menghubungkan setiap gedung tinggi
ini sehingga para civitas akademis UNESA tidak lagi harus turun dan berkendara untuk pergi
ke gedung-gedung lain. Dengan cara initidak akan polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan
bermotor, juga akan tercipta efisiensi dalam pergerakan para civitas akademis khususnya bagi
para mahasiswa.
Di rusunawa UNESA di Kampus Lidah Wetan air keran sudah bisa diminum secara
langsung, namun dari pihak pengelolanya belum bisa menjelaskan system apa yang mereka
gunakan atau bahan apa yang mereka gunakan untuk menjadikan air bisa langsung diminum
seperti itu. Namun di sini kita akan menggagas cara penjernihan air dengan menggunakan biji
kelor. Biji kelor dirubah menjadi serbuk ajaib yang dapat mengubah air keruh menjadi air
bersih layak konsumsi dan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
Biji buah kelor (Moringan oleifera) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzil-
isothiocyanate, yang mampu mengadsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta
logam yang terkandung dalam air limbah suspensi, dengan partikel kotoran melayang di
dalam air. Penemuan yang telah dikembangkan sejak tahun 1986 di negeri Sudan untuk
menjernihkan air dari anak Sungai Nil dan tampungan air hujan ini di masa datang dapat
dikembangkan sebagai penjernih air Sungai Mahakam dan hasilnya dapat dimanfaatkan
PDAM setempat.
”Serbuk biji buah kelor ternyata cukup ampuh menurunkan dan mengendapkan kandungan
unsur logam berat yang cukup tinggi dalam air, sehingga air tersebut memenuhi standar baku
air minum dan air bersih,” katanya.
Disebutkan, kandungan logam besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya
mencapai 3,23 mg/l, setelah dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun menjadi 0,13 mg/l,
dan telah memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3 mg/l dan standar baku mutu air
bersih 1,0 mg/l.
Sedangkan tembaga (Cu) yang semula 1,15 mg/I menjadi 0,12mg/l, telah memenuhi
standar baku mutu air minum dan air bersih yang diperbolehkan, yaitu 1 mg/l, dan kandungan
logam mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi 0,04 mg/l, telah memenuhi standar baku
mutu air minum dan air bersih 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l.
Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, aroma kelor yang khas masih
terasa, oleh sebab itu, pada bak penampungan air harus ditambahkan arang yang dibungkus
sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan. Arang berfungsi untuk
menyerap aroma kelor tersebut.
Selain itu, dari hasil uji sifat fisika kualitas air Sungai Mahakam dengan parameter
kekeruhan yang semula mencapai 146 NTU, setelah dibersihkan dengan sebuk biji kelor
menurun menjadi 7,75 NTU, atau memenuhi standar baku air bersih yang ditetapkan, yaitu
25NTU. Untuk parameter warna yang semula sebesar 233 Pt.Co menjadi 13,75 Pt.Co, atau
telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 15 Pt.Co dan 50 Pt.Co.
Cara memperoleh serbuk tersebut cukup sederhana, yaitu dengan menumbuk biji buah
kelor yang sudah tua hingga halus, kemudian ditaburkan ke dalam air limbah, dengan
perbandingan tiga sampai lima miligram untuk satu liter air dan diaduk cepat. Dalam waktu
10 hingga 15 menit setelah pengadukan, partikel-partikel kotoran yan terdapat di dalam air
akan menyatu dan mengendap, sehingga air menjadi jernih.
Enos, yang juga kepala Laboratorium Pulp dan Kertas Fahutan Unmul mengatakan,
pihaknya juga telah membuat ekstraktif kelor dengan konsentrasi lima persen, yaitu dengan
merebus lima gram tepung biji kelor ke dalam 100 ml air hingga mendidih dan disaring.
”Air saringan kelor ini dapat digunakan untuk menjernihkan air, caranya dengan
mencampur tiga hingga lima militer ekstrak biji kelor ke dalam satu liter air dan diaduk
dengan cepat,” katanya. Disebutkan, dalam satu polong buah kelor terdapat 10 hingga 15 biji
kelor dengan berat masing-masing biji sebesar 2,5 gram tanpa kulit ari, dan dari 10 biji kelor
dapat dibuat menjadi serbuk untuk menjernihkan air sebanyak 40 liter.
Kepala laboratorium pengujian air PDAM Unit Cendana (Samarinda), Alimudin
mengakui, cara tersebut lebih ekonomis dibanding menggunakan sistem penjernihan air
dengan bahan baku tawas yang digunakan selama ini. Perbedaan penjernihan air dengan
menggunakan tawas dan serbuk biji kelor adalah pada lamanya waktu pengendapan partikel
setelah pengadukan, yaitu hanya lima menit, sedangkan dengan serbuk kelor mencapai 10
hingga 15 menit. Karena tawas jarang diproduksi di Kaltim, pihak PDAM Samarinda
mendatangkan tawas dari luar daerah, yaitu dari Sulawesi (Manado) dan Kupang. Tawas
tersebut dicampur dengan aluminium dan sulfat sebelum digunakan untuk menjernihkan air
sungai.
Menurut Enos Tangke, penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas,
apalagi tanaman kelor dapat dibudidayakan di Kaltim, sementara daun dan buahnya yang
masih muda pun dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan. Enos yang juga dosen pengasuh
mata kuliah Pengendalian Pencemaran menambahkan, tanaman kelor yang dikembangbiakkan
dengan biji dan stek dapat tumbuh dengan cepat di daerah berair, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dibudidayakan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Mahakam.”Dalam
tiga bulan pertama tumbuhan tersebut sudah cukup besar dan enam bulan kemudian sudah
berbuah dan bisa dimanfaatkan bijinya,” katanya.
Oleh sebab itu, tambahnya, memanfaatkan kelor untuk menjernihkan air merupakan
alternatif terbaik dan lebih ekonomis, efisien serta turut melestarikan lingkungan dengan
membudidayakan tanaman tersebut di sekitar DAS.
Di Kampus UNESA Ketintang sudah ada program penjernihan air dari air masjid.
Caranya masih konvensional menggunakan filter berlapis dari ijuk, krikil, arang. Gagasan
yang kita usung adalah menjernihkan air dengan serbuk dari biji kelor cara ini bisa kita
terapkan tetap dengan cara yang dulu yaitu air limbah dari masjid diarahkan ke atas tandon, di
tandon ini diberi serbuk biji kelor tersebut untuk mengendapkan dan semua residu dan
kandungan-kandungan berbahaya di dalamnya. Setelah itu karena proses ini air akan berbau
kelor untuk mengatasinya kita tetap mengalirkan air ke bawah menuju sumur peresapan yang
didalamnya ada lapisan arang yang akan menyerap bau kelor dari air, sehingga air akan jernih
tidak berbau dan layak untuk digunakan. Setelah air ini jernih dan tidak berbau air dibiarkan
di sumur penyerapan sampai menyerap menuju sumur siap sedot yang berada di sampingnya.
Ini bertujuan untuk menjadikannya suci dan mensucikan sehingga kedepannya air hasil
penjernihan ini tidak hanya bisa untuk menyiram tanaman namun juga bisa digunakan
kembali untuk berwudlu atau untuk mandi karena telah memenuhi syarat suci dan
mensucikan.
Gagasan ini jika terealisasi akan menghemat penggunaan air dan juga akan
meminimalisir kekurangan air di masjid Baitul Makmur Unesa yang selama ini sering terjadi.
Kedepannya air jernihan ini juga bisa menjadi air untuk air mineral Unesa sehingga Unesa
bisa dan mampu mengolah dan memanfaatkan air semaksimal mungkin.
Gambar 1 Biji Kelor

Gambar 1 Biji Kelor

Anda mungkin juga menyukai