Anda di halaman 1dari 6

Tanggal (kasus): 29 Mei 2015 Persenter: Dr.

Mario Setiadi

Tanggal presentasi: Pendamping: Dr. Maria Silviana

Tempat presentasi: RS TKII Moh ridwan Meuraksa

Obyektif presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Laki-laki, 67 thn, tidak bisa BAK sejak 4 jam,retensi urin susp BPH
sindrom koroner akut.
Tujuan: Mengatasi retensi urin dengan pemasangan kateter dan mencegah rekurensi dengan terapi farmakologis ataupun invasif

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Tn. T Nomor Registrasi: 167841

Nama RS: RS TKII Moh ridwan


Telp: 021-6262786 Terdaftar sejak:29 Mei 2015
Meuraksa
Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Retensi urin E.C susp Benign Prostat Hyperplasia, Keadaan umum tampak sakit sedang, tidak bisa BAK sejak 6 jam SMRS. Kandung kemih
terasa penuh dan nyeri namun tidak dapat berkemih.

2. Riwayat Pengobatan:
-

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:


Pasien beberapa bulan terakhir sering mengalami keluhan berkemih seperti BAK terasa tidak tuntas dan rasa ingin BAK yang tiba-tiba dan
sulit ditahan.

4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa dengan pasien. Riwayat penyakit infeksi salurah kemih disangkal.

5. Riwayat pekerjaan:
Pasien seorang pensiunan PNS

6. Lain~lain : Pasien seorang pensiunan PNS yang sudah tidak bekerja. Biaya perawatan selama di rumah sakit ditanggung ASKES

Daftar Pustaka:

Bruncardi, F.C., et al. 2004. Schwartz’s Principal Of Surgery. Edisi 8 Volume 1.United States of America.
Basuki B Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Benign Prostat Hyperplasia.
2. Pemeriksaan fisik prostat.
3. Penatalaksanaan awal retensi urin dan terapi farmakologis dan invasif dari BPH.
4. Fisiologi prostat dan salurah kemih.
5. Patofisiologi Benign Prostat Hyperplasia.
6. Edukasi tentang penyebab,tatalaksana, komplikasi Benign Prostat Hyperplasia.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 6 jam SMRS .Pasien merasa kandung kemih penuh dan sangat nyeri namun
tidak dapat berkemih.
2. Objektif:
Berdasarkan manifestasi klinis laki-laki usia 67 tidak dapat BAK sejak 6 jam SMRS dan pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan prostat yang membesar dan reflek bulbocavernosus yang masih sudah cukup untuk menegakkan diagnosis kerja retensi
urin yang disebabkan oleh pembesaran prostat. Namun dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium PSA
untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan pada prostat dan pemeriksaan pencitraan USG untuk menentukan besar volume
prostat secara pasti sehingga dapat membuat suatu diagnosis pasti Bening Prostat Hyperplasia.

3. ”Assessment”(penalaran klinis):
Pasien laki-laki yang berumur > 60 tahun yang datang dengan keluhan retensi urin patut langsung dicurigai bahwa retensi urin
disebabkan oleh pembesaran prostat. Selanjutnya, dengan anamnesis terarah, harus disingkirkan penyebab lain retensi urin seperti
ruptur uretra ataupun striktur uretra. Setelah itu dapat dilakukan pemasangan foley catheter sebagai penanganan awal retensi urin.
Setelah retensi urin teratasi, anamnesis dapat dilanjutkan dengan pengisian skoring International Prostate Symptom Score (I-PSS). Nilai
skoring 17 masuk dalam kategori sedang. Semakin tinggi skor yang didapat semakin mengarahkan kita bahwa retensi urin disebabkan
oleh pembesaran prostat. Setelah anamnesis, dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan rectal toucher untuk melakukan
perabaan prostat untuk menentukan ukuran, permukaan, konsistensi, dan apakah terdapat nyeri tekan terhadap prostat untuk dapat
menyingkirkan prostatitis, abses ataupun dapat dicurigai suatu keganasan apabila permukaan prostat teraba tidak rata dan bernodul.
Dengan pemeriksaan rectal toucher, kita juga dapat menili reflek bulbocavernosus. Apabila BCR masih positif, kita dapat menyingkirkan
bahwa retensi urin disebabkan oleh neurogenic bladder. Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan PSA sebagai skrining keganasan
prostat dan dilakukan pemeriksaan USG untuk mengukur volume prostat. Berdasarkan beratnya keluhan yang tercermin pada nilai
skoring IPSS, dapat ditentukan apakah dibutuhkan penatalaksaan invasif atau cukup dengan terapi farmakologis.
4. ”Plan”:
Diagnosis: Dapat dipastikan bahwa retensi urin disebabkan oleh pembesaran prostat. Hal ini berdasarkan nilai skoring IPSS yang
masuk dalam kategori sedang, pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan prostat yang membesar.

Pengobatan: Dilakukan pemasangan foley catheter untuk penanganan awal retensi urin. Lalu dapat diberikan terapi farmakologis
yaitu obat golongan alfa bloker sehingga menyebabkan relaksasi otot polos prostat dan kandung kemih ataupun obat golongan
inhibitor 5 alpha-reductase untuk menghambat progresifitas pembesaran prostat. Ataupun terapi invasif berupa TUIP(Transurethral
incision of the prostate) ataupun TURP(Transurethral resection of the prostate).

Pendidikan: Edukasi terhadap pasien dan keluarga tentang retensi urin yang disebabkan oleh pembesaran prostat jinak. Mulai dari
penyebab pembesaran prostat, faktor resiko usia tua pada pria, penatalaksanaan hingga komplikasi jika pembesaran prostat tidak
diobati.

Konsultasi: -

Anda mungkin juga menyukai