Jawaban :
2. Sengketa antara Norwegia dan Inggris di bidang perikanan ini disebut dengan
“Anglo-Norwegian Fisheries Case (tahun 1951)”. Dimana kasus sengketa ini terjadi
karena Inggris menggugat sahnya penetapan batas perikanan eksklusif yang
ditetapkan oleh Norwegia dalam Firman Raja (Royal Decree) tahun 1935 menurut
hukum internasional. Inggris menggugat cara penarikan garis pangkal (baseline) lurus
yang menghubungkan titik-titik terluar pada pantai Norwegia. Dalam cara penarikan
garis pangkal lurus yang dilakukan Norwegia, deretan pulau di muka pantai
(skjaergaard) dianggap sebagai bagian dari pantai Norwegia.
Inggris menganggap penetapan garis pangkal oleh Norwegia tidak sesuai dengan
hukum internasional. Dikarenakan Norwegia menetapkan garis pangkalnya dari
skjaergaard. Skjaergaard merupakan wilayah laut yang memisahkan pulau-pulau
kecil, gugusan fjord, dan karang. Sedangkan menurut Inggris penetapan garis pangkal
oleh Norwegia tidak sesuai dengan hukum internasional, karena seharusnya garis
pangkal ditarik dari daratan yang kering.
Selanjutnya Inggris membawa kasus ini ke mahkamah internasional dengan alasan
utama bahwa Inggris merasa dirugikan dalam penetapan garis pangkal zona perikanan
tersebut. Inggris merasa Norwegia salah dalam menetapkan baseline sehingga dapat
mengekploitasi daerah sejauh 4 miles yang memang kaya akan sumber daya
perikanan.
Sebenarnya Inggris tidak menyangkal hak Norwegia untuk memiliki lebar laut
teritorial sejauh 4 mil, namun yang dipersoalkan adalah cara penarikan garis pangkal
lurus tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Pihak Inggris berpendirian bahwa garis pangkal harus ditarik menurut garis pasang
surut daripada tanah daratan (permanent dry land) yang merupakan bagian dari
wilayah Norwegia. Dalam pandangan Inggris, “skjaergaard” merupakan gugusan
pulau-pulau yang terletak dihadapan pantai Norwegia, bukan merupakan bagian dari
daratan tetap Norwegia.
Selanjutnya pada proses pengadilan, kedua pihak sama-sama berpegang teguh pada
prinsip masing-masing. Namun Kerajaan Norwegia mengungkapkan dalam
argumentasi-argumentasi mereka bahwa faktor sejarah dari zona perikanan tersebut
telah disepakati oleh kedua belah pihak sejak berabad-abad yang lalu.
Kemudian mahkamah internasional akhirnya memutus perkara ini pada 18 desember
1951 setelah dua tahun melewati proses persidangan, dengan menghasilkan keputusan
bahwa metode dan hasil dari penetapan baseline oleh Norwegia berdasarkan dekritnya
itu sesuai dengan hukum internasional. Pertimbangan mahkamah internasional adalah
pertama, sudah menjadi hukum kebiasaan pada Norwegia sejak abad ke-17 daerah
tersebut milik Norwegia. Yang kedua, bahwa skaejgaard yang dimaksud masih
memiliki hubungan territorial dengan daratan Norwegia, sehingga secara yurisdiksi
masih menjadi wilayah kedaulatan Norwegia. Yang ketiga, bahwa wilayah tersebut
memiliki kepentingan ekonomi dari penduduk lokal Norwegia, dimana wilayah yang
kaya akan sumber perikanan tersebut dijadikan sumber matapencaharian bagi
nelayan-nelayan Norwegia sejak abad ke-17. Yang keempat adalah melihat kondisi
geografis dari Norwegia sendiri yang memang relief negaranya merupakan gugusan
pegunungan dan pantai-pantainya yang berkarang sehingga skaejgaard juga dianggap
sebagai daratan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang diambil oleh mahkamah
internasional untuk memutus bahwa kasus ini dimenangkan oleh Norwegia. Dari
kasus ini general principles yang dapat diambil adalah bahwa penetapan baseline atau
garis pangkal laut territorial sebuah Negara pantai dapat pula diambil dari gugusan
pulau-pulau kecil yang masih mempunyai hubungan territorial dengan daratan. Kasus
ini juga dianggap sebagai sebagai salah satu landmark dalam hukum kebiasaan
internasional sehingga melahirkan Konvensi Jenewa.
3. Landas kontinen (continental shelf) sendiri merupakan dasar laut dan tanah di
bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi diluar laut teritorial, sampai pada
kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang dalamnya air laut di atasnya masih
memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya dan mengekploitasi sumber-sumber
daya alamnya.
Tujuan Amerika Serikan mengklaim landas kontinen (continental shelf) yaitu untuk
mengamankan atau menyimpan cadangan kekayaan mineral yang terdapat dalam
dasar laut (Seabed) dan tanah di bawahnya (Subsoil) yang berbatasan dengan pantai
Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama
kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi, dengan tidak bermaksud untuk
mengganggu pelayaran bebas yang terdapat di laut lepas. Sekaligus juga memperluas
wewenang Amerika Serikat untuk mengambil kekayaan alam dari dasar laut yang
berbatasan dengan pantainya dengan tetap menegaskan bahwa kedaulatan atau
yurisdiksi penuh tetap terbatas pada laut teritorial 3 mil.