Anda di halaman 1dari 4

Soal :

1. Uraikan isi Deklarasi Presiden Truman!


2. Ceritakan serta uraikan sengketa antara Norwegia dengan Inggris di bidang
perikanan!
3. Uraikan mengapa Amerika Serikat mengklaim landas kontinen (continental shelf)!

Jawaban :

1. Presiden Amerika Serikat, Harry S.Truman (1945-1953) dalam suatu Deklarasinya,


kembali mendengungkan konsep tentang landasan kontinen. Dalam Deklarasi yang
kemudian dikenal dengan Deklarasi Truman. Deklarasi ini sebenarnya terdiri atas dua
hal yaitu, yang pertama tentang landas kontinen dan yang kedua tentang perikanan.
Akan tetapi yang lebih dikenal luas adalah Deklarasi tentang landas kontinen, lahirnya
pengaturan tentang landas kontinen ini ditandai dengan tindakan sepihak Amerika
Serikat memperluas yurisdiksinya atau laut lepas yang berbatasan dengan pantai
Amerika Serikat yang dinyatakan dalam Deklarasi Truman pada tanggal 28
September 1945 tentang “Continental Shelf”.
Tindakan Presiden Truman ini didasarkan atas pendapat para ahli geologi minyak
bumi bahwa bagian-bagian tertentu dari daratan kontinen di luar batas 3 mil
mengandung endapan minyak bumi yang sangat berharga. Kebutuhan akan minyak
dan gas yang meningkat dengan cepat dan perkembangan teknologi penambangan
lepas pantailah yang mendorong lahirnya Deklarasi itu dan dengan cepat pula negara-
negara lain mengajukan klaim bagi ekploitasi eksklusif kekayaan alam di landasan
kontinen.
Deklarasi truman ini yang dipandang sebagai awal dari lahirnya konsep landas
kontinen dalam yuridis. Sifat yuridis tampak dalam beberapa hal yang sekaligus
membedakannnya dengan landas kontinen dalam arti geologi. Pertama, ditegaskan
bahwa yurisdiksi dan pengawasan negara pantai hanya terbatas pada sumber-sumber
daya alam yang terkandung di dalam landas kontinen tersebut. Kedua, Deklarasi
truman walaupun tidak secara eksplisit tidak mengubah status yuridis dari landas
kontinen itu sendiri sebagai dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak atau berada
di luar laut teritorial negara pantai. Demikian pula dengan status perairan di atasnya
sebagai laut lepas (high seas) disertai dengan kebebasan pelayaran di laut lepas
(freedom of the hifh seas) yang merupakan salah satu kebebasan laut lepas secara
tradisional dan turun temurun sudah diakui dan dihormati masyarakat internasional,
sama sekali tidak di halang-halangi.

2. Sengketa antara Norwegia dan Inggris di bidang perikanan ini disebut dengan
“Anglo-Norwegian Fisheries Case (tahun 1951)”. Dimana kasus sengketa ini terjadi
karena Inggris menggugat sahnya penetapan batas perikanan eksklusif yang
ditetapkan oleh Norwegia dalam Firman Raja (Royal Decree) tahun 1935 menurut
hukum internasional. Inggris menggugat cara penarikan garis pangkal (baseline) lurus
yang menghubungkan titik-titik terluar pada pantai Norwegia. Dalam cara penarikan
garis pangkal lurus yang dilakukan Norwegia, deretan pulau di muka pantai
(skjaergaard) dianggap sebagai bagian dari pantai Norwegia.
Inggris menganggap penetapan garis pangkal oleh Norwegia tidak sesuai dengan
hukum internasional. Dikarenakan Norwegia menetapkan garis pangkalnya dari
skjaergaard. Skjaergaard merupakan wilayah laut yang memisahkan pulau-pulau
kecil, gugusan fjord, dan karang. Sedangkan menurut Inggris penetapan garis pangkal
oleh Norwegia tidak sesuai dengan hukum internasional, karena seharusnya garis
pangkal ditarik dari daratan yang kering.
Selanjutnya Inggris membawa kasus ini ke mahkamah internasional dengan alasan
utama bahwa Inggris merasa dirugikan dalam penetapan garis pangkal zona perikanan
tersebut. Inggris merasa Norwegia salah dalam menetapkan baseline sehingga dapat
mengekploitasi daerah sejauh 4 miles yang memang kaya akan sumber daya
perikanan.
Sebenarnya Inggris tidak menyangkal hak Norwegia untuk memiliki lebar laut
teritorial sejauh 4 mil, namun yang dipersoalkan adalah cara penarikan garis pangkal
lurus tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Pihak Inggris berpendirian bahwa garis pangkal harus ditarik menurut garis pasang
surut daripada tanah daratan (permanent dry land) yang merupakan bagian dari
wilayah Norwegia. Dalam pandangan Inggris, “skjaergaard” merupakan gugusan
pulau-pulau yang terletak dihadapan pantai Norwegia, bukan merupakan bagian dari
daratan tetap Norwegia.
Selanjutnya pada proses pengadilan, kedua pihak sama-sama berpegang teguh pada
prinsip masing-masing. Namun Kerajaan Norwegia mengungkapkan dalam
argumentasi-argumentasi mereka bahwa faktor sejarah dari zona perikanan tersebut
telah disepakati oleh kedua belah pihak sejak berabad-abad yang lalu.
Kemudian mahkamah internasional akhirnya memutus perkara ini pada 18 desember
1951 setelah dua tahun melewati proses persidangan, dengan menghasilkan keputusan
bahwa metode dan hasil dari penetapan baseline oleh Norwegia berdasarkan dekritnya
itu sesuai dengan hukum internasional. Pertimbangan mahkamah internasional adalah
pertama, sudah menjadi hukum kebiasaan pada Norwegia sejak abad ke-17 daerah
tersebut milik Norwegia. Yang kedua, bahwa skaejgaard yang dimaksud masih
memiliki hubungan territorial dengan daratan Norwegia, sehingga secara yurisdiksi
masih menjadi wilayah kedaulatan Norwegia. Yang ketiga, bahwa wilayah tersebut
memiliki kepentingan ekonomi dari penduduk lokal Norwegia, dimana wilayah yang
kaya akan sumber perikanan tersebut dijadikan sumber matapencaharian bagi
nelayan-nelayan Norwegia sejak abad ke-17. Yang keempat adalah melihat kondisi
geografis dari Norwegia sendiri yang memang relief negaranya merupakan gugusan
pegunungan dan pantai-pantainya yang berkarang sehingga skaejgaard juga dianggap
sebagai daratan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut yang diambil oleh mahkamah
internasional untuk memutus bahwa kasus ini dimenangkan oleh Norwegia. Dari
kasus ini general principles yang dapat diambil adalah bahwa penetapan baseline atau
garis pangkal laut territorial sebuah Negara pantai dapat pula diambil dari gugusan
pulau-pulau kecil yang masih mempunyai hubungan territorial dengan daratan. Kasus
ini juga dianggap sebagai sebagai salah satu landmark dalam hukum kebiasaan
internasional sehingga melahirkan Konvensi Jenewa.

3. Landas kontinen (continental shelf) sendiri merupakan dasar laut dan tanah di
bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi diluar laut teritorial, sampai pada
kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang dalamnya air laut di atasnya masih
memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya dan mengekploitasi sumber-sumber
daya alamnya.
Tujuan Amerika Serikan mengklaim landas kontinen (continental shelf) yaitu untuk
mengamankan atau menyimpan cadangan kekayaan mineral yang terdapat dalam
dasar laut (Seabed) dan tanah di bawahnya (Subsoil) yang berbatasan dengan pantai
Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama
kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi, dengan tidak bermaksud untuk
mengganggu pelayaran bebas yang terdapat di laut lepas. Sekaligus juga memperluas
wewenang Amerika Serikat untuk mengambil kekayaan alam dari dasar laut yang
berbatasan dengan pantainya dengan tetap menegaskan bahwa kedaulatan atau
yurisdiksi penuh tetap terbatas pada laut teritorial 3 mil.

Anda mungkin juga menyukai