Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Lahirnya administrasi Negara sebagai suatu disiplin hanya di pandang sebagai aktifitas
legislative sebab hanya di anggap sebagai pelaksanaan dari kebijakan Negara dalam rangka
mewujudkan tujuan Negara oleh lembaga eksekutif, lebih khusus birokrasi pemerintah. Namun
seiring dengan perkembangannya, harus lah dipahami bahwa administrasi Negara itu mencakup
aktifitas keseluruhan lembaga Negara dalam mencapai tujuan Negara. Kemudian muncul lah
suatu sistem yaitu sistem administrasi NKRI agar upaya Indonesia dalam mewujudkan cita-cita
dan tujuan Negara dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna.S

RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu lembaga Negara ?

2. Apa itu ilmu administrasi Negara ?

3. Apa peran lembaga Negara dalam hubungan administrasi .

TUJUAN MASALAH

1. Menjelaskan tentang lembaga-lembaga Negara, fungsi dan tugasnya.

2. Menjelaskan tentang pengertian ilmu administrasi, sejarah, dan perubahan administrasi Negara
ke administrasi public.

3. Menjelaskan sistem administrasi NKRI sebagai sistem penyelenggaraan Negara dan sistem
penyelenggaraan pemerintah Negara beserta Asas Umun Penyelenggaran Negara.
BAB 2

ISI

1. LEMBAGA- LEMBAGA NEGARA, TUGAS, DAN FUNGSI


sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias
politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki
kedudukan sejajar. Ketiga bidang tersebut yaitu : legislatif, yudikatif, eksekutif.

Lembaga-lembaga negara Indonesia diposisikan sesuai dengan ketiga unsur di depan. Selain
lembaga tersebut masih ada lembaga yang lain. Lembaga tersebut antara lain Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi merupakan
lembaga baru. Selain itu amandemen UUD 1945 juga menghapuskan Dewan Pertimbangan
Agung (DPA). Sebagai penggantinya, Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang
bertugas memberi nasihat dan pertimbangan pada Presiden.

Berikut adalah nama lembaga-lembaga negara hasil amandemen UUD'45, fungsi, tugas dan
wewenangnya.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum untuk masa jabatan selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR
yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna MPR. Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada
hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen
maka MPR termasuk lembaga negara.

Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang
sebagai berikut :

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;

2. Melantik presiden dan wakil presiden;

3. Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang
dasar.
4. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:

1. Mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar.

2. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.

3. Memilih dan dipilih.

4. Membela diri.

5. Imunitas.

6. Protokoler.

7. Keuangan dan administratif.

Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. mengamalkan Pancasila;

b. melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;

c. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;

e. melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil
pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut
DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.

Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:


a. jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang.

b. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100
orang.

c. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50


orang.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota
negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang
baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna DPR.

Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini :

1 .Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.

2. Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
APBN.

3. Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.

a. Hak interpelasi.

b. Hak angket adalah.

c. Hak menyatakan pendapat.

3. Dewan Perwakilan Daerah

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang sebelumnya
tidak ada. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Jumlah
anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat
orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan
DPD diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya,
tetapi selama bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan anggota
DPD adalah lima tahun. Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara
lain sebagai berikut.

a. Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan
keuangan pusat dan daerah.

b. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

c. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undang-undang,
RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.

d. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi


daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan
keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

4. Presiden dan Wakil Presiden

Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan
sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen
UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945
presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan
tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR.
Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program
yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden
tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan
pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:

1.Membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Mengangkat duta dan konsul

3. Menerima duta dari negara lain

4. Memberi gelar.

Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi


untukmenyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban
Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:

a. Memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar.

b. Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR.

c. Menetapkan peraturan pemerintah.

d. Memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankannya.

e. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

f. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan
panglima tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai
wewenang sebagai berikut:
a. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR

b. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR

c. Menyatakan keadaan bahaya.

5. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman.


Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara
kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN).

Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah


undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang-undang.

2. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.

3. Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

6. Mahkamah Konstitusi

Keberadaan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final.

7. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:

a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung.


b. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara lainnya. Untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas
dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara. Hasil
pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.

2. PENGERTIAN, SEJARAH, dan PERUBAHAN

Pengertian

Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen
penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta hal-
hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik,
administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur penyelenggara negara.
Secara sederhana, administrasi publik adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
pengelolaan suatu organisasi publik. Kajian ini termasuk mengenai birokrasi; penyusunan,
pengimplementasian, dan pengevaluasian kebijakan public, administrasi pembangunan,
kepemerintahan daerah, dan good governance.

Sejarah

Ilmu Administrasi Negara lahir sejak Woodrow Wilson (1887), yang kemudian menjadi
presiden Amerika Serikat pada 1913-1921, menulis sebuah artikel yang berjudul “The Study of
Administration” yang dimuat di jurnal Political Science Quarterly. Kemunculan artikel itu
sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda akan perlunya perubahan terhadap praktik tata
pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya
praktik spoil system (sistem perkoncoan) yang menjurus pada terjadinya inefektivitas dan
inefisiensi dalam pengelolaan negara. Studi Ilmu Politik yang berkembang pada saat itu ternyata
tidak mampu memecahkan persoalan tersebut karena memang fokus kajian Ilmu Politik bukan
pada bagaimana mengelola pemerintahan dengan efektif dan efisien, melainkan lebih pada
urusan tentang sebuah konstitusi dan bagaimana keputusan-keputusan politik dirumuskan.

Menurut Wilson, Ilmuwan Politik lupa bahwa kenyataannya lebih sulit mengimplementasikan
konstitusi dengan baik dibanding dengan merumuskan konstitusi itu sendiri. Sayangnya ilmu
yang diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena itu, untuk dapat mengimplementasikan
konstitusi dengan baik maka diperlukan suatu ilmu yang kemudian disebut Wilson sebagai Ilmu
Administrasi yang menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola pemerintahan
dan perlunya menerapkan system dengan memisahkan urusan politik dari urusan pelayanan
publik. Agar pemerintahan dapat dikelola secara efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan
diadopsinya prinsip-prinsip yang diterapkan oleh organisasi bisnis the field of administration is
the field of business.

Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh Frank J. Goodnow
yang menulis buku yang berjudul: Politics and Administration pada tahun 1900. Buku Goodnow
tersebut seringkali dirujuk oleh para ilmuwan administrasi negara sebagai "proklamasi‟ secara
resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Negara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu
Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi.
Melalui paradigma ini, Ilmu Administrasi Negara mencoba mendefinisikan eksistensinya yang
berbeda dengan Ilmu Politik dengan ontologi, epistimologi dan aksiologi yang berbeda.
Beberapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenarnya Ilmu
Administrasi Negara lahir dengan dipublikasikannya buku Leonard D. White yang berjudul
Introduction to the Study of Public Administration pada 1926. Buku White yang mencoba
merumuskan sosok Ilmu Administrasi tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba menyampaikan gagasan tentang bagaimana suatu
organisasi seharusnya dikelola secara efektif dan efisien, seperti Frederick Taylor (1912) dengan
karyanya yang berjudul Scientific Management, Henry Fayol (1916) dengan pemikirannya yang
dituangkan dalam monograf yang berjudul General and Industrial Management, W.F.
Willoughby (1918) dengan karyanya yang berjudul The Movement for Budgetary Reform in the
State, dan Max Weber (1946) dengan tulisannya yang berjudul Bureaucracy.

Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusaha
membangun body of knowledge ilmu ini dengan terbitnya berbagai artikel dan buku yang
mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administrasi yang universal.
Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artikel L. Gulick (1937) yang berjudul
Notes on the Theory of Organization di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan
sebutan POSDCORDB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan
Budgeting). Tidak dapat dimungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan
body of knowledge ilmu administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu manajemen. Prinsip-
prinsip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya
merupakan prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari administrasi bisnis yang menurut
mereka dapat juga diterapkan di organisasi pemerintah.

Perkembangan pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah era pencarian
jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah selesai. Kegamangan para ilmuwan
administrasi negara dalam meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Politik, untuk membangun
eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan mereka dalam merumuskan apa yang
mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi sebagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara.
Keruntuhan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan Paul
Applebey (1945) yang berjudul Government is Different. Dalam tulisannya tersebut Applebey
berargumen bahwa institusi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi
swasta sehingga prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak serta
merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya Herbert Simon (1946) yang berjudul The
Proverbs of Administration semakin memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi
yang terbukti lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian membuat
Ilmu Administrasi Negara mengalami "krisis identitas‟ dan mencoba menginduk kembali ke
Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini tidak berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi
negara mencoba menemukan kembali fokus dan lokus studi ini.

Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan bisnis cenderung mengembangkan nilai, tradisi
dan kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi yang jelas tentang
prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu. Dwiyanto
(2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengembangkan nilai-nilai dan praktik yang
berbeda dengan yang berkembang di swasta (pasar) dan organisasi sukarela. Mekanisme pasar
bekerja karena dorongan untuk mencari laba, sementara lembaga pemerintah bekerja untuk
mengatur, melayani dan melindungi kepentingan publik. Karena karakteristik antara birokrasi
pemerintah dan organisasi swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi
negara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang
dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori administrasi bisnis. Dengan
kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu
ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai pusat perhatian
(fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik (lokus).

Perubahan Administrasi Negara ke Administrasi Publik

Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya
mendefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintahan
sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika lingkungan
administrasi negara yang sangat tinggi kemudian menimbulkan banyak pertanyaan tentang
relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administrasi pemerintahan. Gugatan
tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administrasi Negara yang dirasa tidak memadai
lagi. Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus
Ilmu Administrasi Negara. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan
tidak lagi memonopoli peran yang selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat
ini semakin mudah ditemui berbagai lembaga non-pemerintah yang menjalankan misi dan fungsi
yang dulu menjadi monopoli pemerintah saja. Di sisi yang lain, organisasi birokrasi juga tidak
semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno
(2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-
pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negara, terutama pelayanan publik, secara lebih
efektif. Selain pelayanan publik, dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga
harus menegosiasikan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan
kalangan civil society (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan
mengatakan telah terjadi perubahan paradigma “ dari orientasi manajemen pemerintahan yang
serba negara menjadi berorientasi ke pasar (market). Menurut Thoha, pasar di sini secara politik
bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (public). Fenomena menurunnya peran negara ini
merupakan arus balik dari apa yang disebut Grindle sebagai too much state, di mana negara pada
pertengahan 1980-an terlalu banyak melakukan intervensi yang berujung pada jeratan hutang
luar negeri, krisis fiskal, dan pemerintah yang terlalu sentralistis dan otoriter.

Dwiyanto (2007) menyebut setidaknya ada empat faktor yang menjadi sebab semakin
menurunnya dominasi peran negara, yaitu:

1. Dinamika ekonomi, politik dan budaya yang membuat kemampuan pemerintah semakin
terbatas untuk dapat memenuhi semua tuntutan masyarakat;

2. Globalisasi yang membutuhkan daya saing yang tinggi di berbagai sektor menuntut makin
dikuranginya peran negara melalui debirokratisasi dan deregulasi;

3. Tuntutan demokratisasi mendorong semakin banyak munculnya organisasi kemasyarakatan


yang menuntut untuk dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan dan implementasinya;

4. Munculnya fenomena hybrid organization yang merupakan perpaduan antara pemerintah dan
bisnis.

Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun ilmuwan
Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah sebagai lokus studi
Ilmu Administrasi Negara?

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara‟ dalam Ilmu Administrasi Negara menjadi
terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Administrasi Negara di
awal abad ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007) menyebutkan bahwa dalam
perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah terjadi pergeseran titik tekan dari negara
yang semula diposisikan sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas untuk
mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi
masyarakat. Dengan demikian istilah public administration tidak tepat lagi untuk diterjemahkan
sebagai administrasi negara, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi
publik. Sebab, makna kata ‟publik‟ di sini jauh lebih luas daripada kata ‟negara. Publik di sini
menunjukkan keterlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun civil society
di dalam pengadministrasian pemerintahan.

Konsekuensi dari perubahan makna public administration sebagai administrasi publik di sini
adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus
pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu birokrasi pemerintah
dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan fungsi pemerintahan,
baik dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik maupun pembangunan ekonomi, sosial
maupun bidang-bidang pembangunan yang lain.

3. Sistem Administrasi NKRI sebagai Sistem Penyelenggaraan Negara dan


Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara beserta Asas Umum
Penyelenggaran Negara.

Menurut UUD 1945 sistem administrasi NKRI di bagi menajadi dua istilah, yaitu
penyelenggaraan Negara dan penyelenggaraan pemerintah Negara.

a. Sistem Penyelenggaraan Negara

kata penyelenggaraan juga digunakan dalam Tap MPR. Sebagai contoh,MPR No.
XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, Tap MPR No.
IV/MPR/1999 tentang GBHN, Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hokum dan tata
urutan peraturan perundang-undangan, dan Tap MPR No. VII/MPR/2001 tentang visi Indonesia
masa depan.

Pengertian penyelenggaraan didalam Tap MPR berbeda-beda. Dalam Tap MPR No.
XI/MPR/1998, bagian konsideran A menyebutkan: “bahwa berdasarkan UUD 1945, pelaksanaan
Negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif”.

Pasal 1 UU No. 28 Tahun 1999:”pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif,


legislative, dan yudikatif, dan pejabat yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

b. Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara


Berdasarkan UUD 1945 dalam Bab III tentang kekuasaan pemerintah Negara pasal 4 ayat
(1) menetapkan bahwa” Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD”.

Bab V Tap MPR disebutkan bahwa :” presiden selaku kepala pemerintahan Negara,
menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan Negara, berkewajiban untuk mengarahkan
semua potensi dan kekuatan pemerintahan dalam melaksanakan dan mengendalikan
pembangunan”.

Dari ketentuan UUD 1945 dan Tap MPR di atas, terkandung pengertian sbb:

1. Istilah kekuasaan pemerintahan Negara tidak lain adalah kekuasaan pemerintahan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945.

2. Istilah pemerintahan Negara digunakan dalam pengertian yang sempit, yaitu hanya mengenai
lembaga eksekutif.

3. Penyelenggaraan pemerintahan Negara adalah penyelenggaran pemerintahan yang dilakukan


hanya oleh presiden selaku kepala pemerintahan saja.

c. Asas Umum Penyelenggaraan Negara

1. Asas kepastian hokum

2. Asas Keterbukaan

3. Asas proporsionalitas

4. Asas profesionalitas, dan

5. Asas Akuntabilitas.
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

SANKRI dalam konteks Governance yang baik merupakan sebagai sistem


penyelenggaraan Negara, adalah sistem penyelenggaraan kehidupan Negara dan bangsa dalam
segala aspek nya, dengan memanfaatkan segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional
serta mendayagunakan segala kemampuan seluruh aparatur Negara beserta rakyat, di seluruh
wilayah Negara Indonesia, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas nasional
sebagaimana dimaksud UUD 1945.

Sedangkan SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara adalah


keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dengan memanfaatkan dan
mendayagunakan kemampuan pemerintah dan segenap aparaturnya dari semua peringkat
pemerintahan beserta seluruh rakyat di wilayah Negara Indonesia, serta dengan memanfaatkan
pula segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional demi terciptanya tujuan Negara dan
terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945.

Sementara hubungan dari keduanya dimana sistem penyelenggaraan pemerintahan


Negara merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan Negara.

Anda mungkin juga menyukai