Anda di halaman 1dari 8

Termoregulasi dan Patogenesis Demam

Antoni Sefanya
102016179
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
Email : antoni.sefanya97@gmail.com

Abstrak
Pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi merupakan salah satu tugas penting yang
harus dikerjakan tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Apabila terjadi peningkatan dan
penurunan suhu, pusat pengaturan suhu di hipotalamus akan melakukan pengaturan sehingga
suhu berada pada set point lagi, misalnya pada saat demam, yaitu dimana suhu tubuh
meningkat di atas set point. Demam memiliki 2 stadium yaitu stage of chill dan stage of
fastigium. Perubahan suhu yang terjadi juga berpengaruh pada taraf metabolisme basal
(BMR), yang merupakan cerminan laju pengeluaran energi internal minimal dalam keadaan
basal.
Kata kunci: termoregulasi, demam, taraf metabolisme basal (BMR)

Abstract
Regulation of the body temperature or termoregulation is one of the important tasks that
must be done to maintain homeostasis. If an increase or a decrease in temperature takes
place, the temperature regulation center in the hypothalamus will make such arrangements
so that the temperature can be set at the set point again. For example, during fever, which is
the condition when our body temperature rises above the set point. Fever has two stages,
namely stage of chill and stage of fastigium. Changes in body temperature which occurs also
effects the level of basal metabolism rate (BMR), which is a reflection of the internal rate of
minimal energy expenditure at a basal rate.
Keywords: termoregulation, fever, basal metabolic rate (BMR)

1
Pendahuluan
Berbagai aktivitas metabolisme tubuh dan laju reaksi kimia yang terjadi pada sel-sel
tubuh bergantung pada suhu tubuh. Pada umumnya, suhu tubuh ditentukan oleh
keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas tubuh. Di dalam tubuh kita,
kecepatan reaksi kimia yang terjadi
bervariasi sesuai dengan suhu. Sistem enzim juga memiliki rentang suhu untuk berfungsi
optimal, oleh karena itu fungsi tubuh yang normal bergantung pada suhu tubuh yang relatif
konstan.
Pada keadaan tertentu, suhu tubuh dapat meningkat melebihi batas suhu tubuh
normal, contohnya seperti saat mengalami demam. Pada keadaan suhu tubuh yang diluar
batas normal, tubuh akan melakukan pengaturan, dimana pusat pengaturan suhu tubuh ada
pada hipotalamus.
Perubahan suhu yang terjadi juga mempengaruhi taraf metabolisme basal atau basal
metabolism rate (BMR). Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai termoregulasi suhu tubuh,
patogenesis dan stadium demam serta BMR beserta cara pengukurannya.

Demam
Demam dapat ditelusuri dengan meningkatnya suhu dalam tubuh akibat inflamasi atau
infeksi yang sedang menyerang tubuh. Ketika tubuh terkena serangan mikroba, sel dalam tubuh
berusaha untuk melawan mikroba yang dinamakan sel fagositik. Sel fagositik inilah yang
mensekresi pirogen endogen yang bekerja di hipotalamus lalu ia akan meningkatkan suhu dalam
tubuh untuk menanggulangi suhu tubuh sebelum demam yang rendah. Penyebab dari demam ini
berasal dari yang sudah dijelaskan yaitu pirogenik, dehidrasi, kerusakan pada jaringan dan sesudah
operasi. Untuk menghindari kondisi yang kritis, dapat diberikan kompres es di bagian ketiak
(midaxillaris), lipat paha dan kepala agar suhu badan bisa kembali ke set point cara kedua adalah
dengan memberikan obat aspirin yang mengandung antipiretik.1
Biasanya suhu tubuh meningkat dalam kondisi demam, penderita cenderung akan menggigil
karena ini merupakan cara tubuh untuk mempertahankan panas dalam tubuh ketimbang banyaknya
panas yang dikeluarkan dari tubuh. Gangguan demam ini dapat diurutkan menjadi dua fase yaitu,
fase menggigil, dan fase fastigium. Fase menggigil adalah rasa dingin yang dirasakan oleh penderita
diikuti dengan suhu tubuh yang pelan-pelan meningkat kemudian berlanjut ke fase fastigium

2
dimana fase ini merupakan titik tertinggi dalam demam atau titik krisis dan meyebabkan
pengeluaran panas yang cukup banyak dibanding penyimpanan panas dalam tubuh.2
Selain demam, tubuh juga dapat terganggu karena terpapar ke lingkungan yang panas dimana panas
yang keluar tidak seimbang dengan panas yang dihasilkan dan mengakibatkan kehilangan air dan
elektrolit dalam jumlah yang cukup banyak melalui proses evaporasi. Gangguan tersebut dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu, kejang panas, lelah panas, dan heat stroke. Golongan terakhir ini
cukup berat pada penderita dan dikhawatirkan karena dapat mengganggu fungsi kerja dari pusat
pengaturan suhu di hipotalamus anterior hingga dapat menurunkan kesadaran karena bagian sistem
saraf pusat ikut terganggu apabila penderita tidak segera ditolong akan meninggal.3

Mekanisme Pengaturan Suhu


Hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh menerima informasi aferen
tentang suhu di berbagai bagian tubuh dan memicu penyesuaian yang sangat kompleks dan
terkoordinasi dalam mekanisme penerimaan dan pembuangan panas sesuai kebutuhan untuk
mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Suhu inti dipantau oleh
termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus dan organ abdomen dan tempat lainnya,
sedangkan suhu kulit dipantau oleh termoreseptor perifer.1,2,4
Pada hipotalamus terdapat dua pusat regulasi suhu, yaitu regio posterior dan
anterior. Regio posterior diaktifkan oleh dingin dan memicu refleks-refleks yang
memerantarai produksi dan penghematan panas. Rangsangan dari hipotalamus posterior
menyebabkan menggigil. Hipotalamus bekerja melalui jalur-jalur desenden yang berakhir di
neuron motorik yang mengontrol otot rangka, menggigil dimulai dengan meningkatnya tonus
otot. Kemudian otot rangka akan berkontraksi secara ritmik dan cepat, yaitu 10 hingga 20
kali per detik sehingga terjadi peningkatan produksi panas. Pusat motorik primer untuk
menggigil terletak di bagian dorsomedial hipotalamus posterior.1,5
Selain dengan menggigil, suhu tubuh juga dapat ditingkatkan dengan cara
meningkatkan pembentukan panas oleh sistem metabolik lainnya, misalnya eksitasi produksi
panas oleh saraf simpatis dan meningkatnya sekresi tiroksin.6
Pada saat kedinginan tubuh juga mengurangi pengeluaran panas, yaitu melalui
vasokonstriksi pembuluh darah kulit yang dapat mengurangi perpindahan panas dari inti
tubuh ke kulit. Apabila vasokonstriksi maksimal kurang memadai, pengeluaran panas lebih
lanjut pada manusia hanya dapat dicegah oleh adaptasi perilaku, misalnya perubahan postur

3
yang mengurangi sebanyak mungkin luas permukaan yang terpajan tempat keluarnya
panas.1,6
Meski kurang efektif bagi manusia, peningkatan suhu tubuh dapat dilakukan dengan
cara piloereksi, yang sehari-hari biasa kita sebut merinding. Piloereksi menyebabkan rambut
berdiri dan menahan udara yang berkontak dengan kulit, sehingga suatu lapisan hangat yang
berguna sebagai insulator.6
Sedangkan regio anterior diaktifkan oleh panas dan memicu refleks-refleks yang
memerantarai pengeluaran panas. Apabila terjadi peningkatan suhu inti, mekanisme untuk
mengurangi aktivitas otot rangka yang menghasilkan panas akan ditingkatkan, yaitu tonus
otot secara refleks diturunkan dan gerakan volunter dikurangi. Rangsangan dari hipotalamus
anterior menyebabkan terjadinya vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat. Ketika
vasodilatasi kulit maksimal tidak mampu membuang panas yang berlebihan dari tubuh,
proses berkeringat akan terjadi untuk meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi.
Untuk menurunkan suhu tubuh juga akan dilakukan inhibisi kuat mekanisme yang
meningkatkan produksi panas, seperti menggigil dan termogenesis kimiawi.1,2,5,6

Patogenesis dan Stadium Demam


Demam adalah peningkatan suhu tubuh yang antara lain dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak itu sendiri, zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,
dehidrasi dan infeksi atau peradangan. Pirogen adalah suatu zat yang dapat menyebabkan
demam dan dapat dibedakan menjadi pirogen endogen dan pirogen eksogen. Pirogen eksogen
merupakan faktor dari luar tubuh yang menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh manusia,
misalnya virus, bakteri dan produk-produknya. Adanya pirogen eksogen ini merangsang
pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin.1,2
Infeksi atau peradangan yang terjadi merupakan respons terhadap masuknya mikroba.
Sel-sel fagositik tertentu (makrofag), monosit, dan sel-sel Kupffer akan mengeluarkan suatu
bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang salah selain memiliki efek dalam
melawan infeksi, juga bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan
patokan termostat. Contohnya adalah interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-6). Sitokin-
sitokin ini merupakan polipeptida yang dapat bekerja secara independen untuk menimbulkan
demam. Sitokin ini bekerja pada salah satu organ sirkumventrikel, yaitu OVLT (organum
vasculosum laminae terminalis. Hal ini kemudian akan mengaktifkan daerah praoptik
hipotalamus. 2,6

4
Sitokin seperti interleukin-1 akan menginduksi pembentukan prostaglandin E, yang
bekerja pada hipotalamus untuk mencetuskan reaksi demam dengan cara menset ulang set
point suhu tubuh pada tingkat yang lebih tinggi1,2,5,6 Patogenesis demam secara singkat dapat
dirangkum seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Patogenesis Demam2


Stadium atau tingkatan demam dapat dibedakan menjadi stage of chill dan stage of
fastigium. Stage of chill merupakan fase dimana penderita merasa dingin dan disertai
menggigil. Menggigil merupakan cara involunter primer untuk meningkatkan produksi panas.
Dengan menggigil, kontraksi otot rangka akan menghasilkan panas. Selain menggigil,
termogenesis non-menggigil juga berperan dalam termoregulasi, misalnya pada bayi yang
memiliki jaringan lemak khusus (lemak coklat) yang mampu mengubah energi kimia menjadi
panas. Pada fase ini, heat loss menurun dan heat production meningkat. Sedangkan stage of
fastigium merupakan tingkat atau fase krisis dari penyakit. Pada fase ini heat loss meningkat,
sehingga terjadi proses berkeringat dan heat production menurun.

Basal Metabolic Rate (BMR)


Laju metabolik merupakan laju pemakaian energi oleh tubuh selama kerja eksternal
dan internal. Karena sebagian besar pengeluaran energi tubuh akhirnya muncul sebagai
panas, laju metabolik normalnya dinyatakan sebagai laju produksi panas dalam kalori per
jam. Laju metabolik dapat bervariasi karena jumlah panas yang diproduksi bervariasi

5
bergantung pada beragam faktor, seperti olahraga, rasa cemas, menggigil dan asupan
makanan. Berbagai tingkat aktivitas fisik secara mencolok mengubah pengeluaran energi dan
produksi panas. Oleh karena itu, laju metabolik seseorang ditentukan di bawah kondisi basal
terstandardisasi yang diciptakan untuk mengontrol sebanyak mungkin variabel yang dapat
mengubah laju metabolik.
Laju metabolik basal (BMR) adalah cerminan laju pengeluaran energi internal
minimal saat terjaga. BMR diukur di bawah kondisi khusus yang antara lain adalah orang
yang bersangkutan harus beristirahat secara fisik, tidak melakukan olahraga paling sedikit 30
menit untuk menghilangkan kontribusi kontraksi otot pada produksi panas; orang yang
bersangkutan harus beristirahat secara mental untuk memperkecil tonus otot rangka dan
mencegah peningkatan epinefrin, hormon yang dikeluarkan sebagai respons terhadap stress
yang dapat meingkatkan laju metabolik; pengukuran harus dilakukan pada suhu kamar yang
nyaman, sehingga yang bersangkutan tidak menggigil; orang yang bersangkutan tidak boleh
makan dalam 12 jam sebelum pengukuran BMR untuk menghindari peningkatan laju
metabolik karena asupan makanan.1,2
BMR dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Pada kalorimetri langsung,
yang bersangkutan duduk di dalam suatu kamar berinsulasi dengan air mengalir mengelilingi
dinding. Perbedaan suhu air yang masuk dan keluar kamar mencerminkan jumlah panas yang
dibebaskan oleh yang bersangkutan dan diserap oleh air sewaktu air mengalir melewati
kamar. Sedangkan pada kalorimetri tak langsung, hanya penyerapan oksigen per satuan
waktu yang diukur, yang merupakan tugas sederhana dengan peralatan minimal.
Salah satu cara menentukan BMR adalah dengan menggunakan rumus Read, yaitu
BMR= 0.75 (PR + 0.74 x PP) – 72
Dimana PR adalah pulse rate atau frekuensi nadi/menit, dan PP adalah pulse pressure atau
tekanan nadi.1,7,8
Setelah ditentukan di bawah kondisi basal, laju produksi panas perlu dibandingkan
dengan nilai normal untuk orang dengan jenis kelamin, usia, berat, dan tinggi yang sama,
karena faktor-faktor ini mempengaruhi laju pengeluaran energi basal. BMR pada wanita lebih
rendah dibanding pria karena dengan berat badan yang sama, wanita biasanya memiliki
jaringan adiposa yang lebih banyak yang secara metaboilis kurang aktif dibanding dengan
jaringan non-adiposa. BMR juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan, dimana BMR akan
sedikit meningkat pada cuaca yang dingin. Hubungan BMR dan suhu tubuh adalah setiap
suhu tubuh meningkat 1oC, maka BMR akan meningkat sebanyak 13%-14%. Sekresi
berlebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) dan epinefrin juga mempengaruhi BMR,

6
menyebabkan peningkatan BMR, dan sebaliknya sekresi tiroid yang kurang (hipotiroidisme)
menyebabkan penurunan BMR.1,7,8
BMR juga meningkat selama kehamilan dan menyusui. Anak yang sedang tumbuh
memiliki BMR per kilogram berat badan yang lebih besar dari orang dewasa karena proporsi
otak, otot dan jaringan metabolik lainnya lebih besar. Sedangkan pada orang tua BMR
menurun karena jaringan metabolik aktifnya berkurang dan lemak tubuh bertambah.8
Kesimpulan
Suhu tubuh yang relatif konstan perlu dipertahankan tubuh untuk kelancaran
kelangsungan berbagai proses dan kerja enzim untuk berfungsi optimal, oleh karena itu tubuh
akan berusaha mempertahankan suhu tubuh pada set point. Demam adalah suatu kondisi
dimana suhu tubuh di atas normal. Terdapat 2 stadium demam, yaitu stage of chill dan stage
of fastigium. BMR adalah cerminan laju pengeluaran energi internal minimal saat dalam
keadaan basal. BMR dipengaruhi oleh beragam faktor, antara lain jenis kelamin, usia, berat
dan tinggi badan.

7
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013

2. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008

3. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006

4. Freedman RA, Young HD. Fisika universitas. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006

5. Silverthorn UD. Fisiologi manusia: sebuah pendekatan terintegrasi. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013

6. Guyton, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007

7. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

8. Chatterjea MN. Textbook of biochemistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical


Publishers; 2006

Anda mungkin juga menyukai