Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI

SISTEM PENCERNAAN
(USUS HALUS DAN USUS BESAR)

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Febia Fitrie 091500000


2. Laili Muflicha 091500000
3. Maulita Purwita 091500000
4. Sri Haryati 09150000025
5. Handika 091500000
6. Nadilla Nuurushobah A 091500000

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Jl. Harapan Gd. HZ No. 50 Lenteng Agung, Jakarta selatan


Tahun 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridha-Nya
kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Terima kasih tak lupa kami
ucapkan pada semua pihak yang ikut serta atas pembuatan makalah ini sehingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan dan juga jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami sangat mengharap kritik
dan saran yang membangun. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan ilmu,
informasi, pengetahuan, dan wawasan baru yang bermanfaat, guna untuk mengembankan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Aamiin.

Penyusun
Daftar isi

Kata pengantar ............................................................................................................................ i


Daftar isi ...................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ......................................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah ..................................................................................................................
1.3.Tujuan ....................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Usus Halus .............................................................................................................
2.2.Anatomi Dinding Usus Halus ................................................................................................
2.3 Usus Besar .............................................................................................................................

BAB III PENUTUP


4.2. Saran .....................................................................................................................................

Daftar pustaka ..............................................................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Fungsi pencernaan dan penyerapan system gastrointestinal bergantung pada berbagai
mekanisme yang melunakkan makanan, mendorongnya di sepanjang saluran cerna, dan
mencampurnya dengan empedu hati yang disimpan di kandung empedu dan enzim
pencernaan yang disekresi oleh kelenjar saliva dan pankreas. Beberapa mekanisme ini
bergantung pada sifat intrinsic otot polos usus. Mekanisme lainnya melibatkan kerja reflex,
termasuk kerja neuron intrinsic usus, berbagai reflek SSP, efek parakrin messenger kimiawi,
dan hormone saluran ceerna.Berbagai hormone tersebut merupakan zat umoral yang
disekresi oleh sel-sel di mukosa dan diangkut ke dalam sirkulasi untuk memengaruhi fungsi
usus, pankreas, dan kandung empedu. Hormone tersebut juga bekerja dengan cara parakrin.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi usus halus?
2. Apa saja anatomi usus besar?

1.3.Tujuan
Agar mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami anatomi fisiologi usus halus dan usu
besar.
BAB II
PEMBAHASAN

1.4. Anatomi Usus Halus


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm. Usus halus (intestinum)
merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang
paling panjang. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Usus dua belas jari (duodenum)
b. Usus kosong (jejunum)
c. Usus penyerap (ileum)

a. Usus 12 Jari
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus (25 – 30 cm) dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
 Bagian pertama (duodenal cap)
Bebas bergerak dan ditutupi oleh peritoneum kecuali jika terdapat ulkus
duodenum. Bagian ini mempunyai cekungan mukosal longitudinal
sementara bagian lain hanya cekungan transversal. Lapisan anterior dan
posterior dari peritoneum yang meliputi bagian atas dari duodenal cap
akan melanjutkan diri menjadi ligamentum hepatoduodenale , yang berisi
Portal Triad ( duktus koledokus , arteri hepatika dan vena porta). Tepi
anterior dari foramen Winslowi terbentuk oleh karena adanya tepi bebas
dari ligamentum ini. Tepat diatas duodenal cap terdapat kantong empedu
dan hepar segmen empat. Dibawah dan dibelakang dari duodenal cap
adalah caput pankreas. Piloroplasti dan reseksi gastroduodenal menjadi
lebih mudah jika pilorus dan duodenum di mobilisasikan kearah depan
didalam kavum abdomen dengan manuver Kocher. Karena kedekatan
duodenum superior dengan kandung empedu dapat menjelaskan adanya
batu empedu yang sering secara spontan masuk kedalam duodenum
melalui kolesistoduodenal fistula. Selanjutnya peritoneum hanya melapisi
bagian ventral dari duodenum sepanjang 2,5 cm berikutnya.
 Bagian kedua dari duodenum adalah retroperitoneal dan terfiksir karena
adanya fusi dari peritoneum visceral disebelah lateral peritoneum perietale
lateral dinding abdomen. Dengan membuka peritoneum pada sisi lateral
kanan (manuver Kocher), dapat memobilisasi duodenum desending
sehingga dapat mencapai retroduodenal dan saluran empedu
intrapankreatik. Disebelah belakang dari bagian kedua duodenum ini
terletak ginjal kanan dan struktur hilusnya, kelenjar adrenal dan vena cava.
Tepat dipertengahan duodenum, mesokolon akan melintang secara
horizontal, karena bersatunya peritoneum dari arah atas dan arah bawah.
Diatas dari fleksura duodenalis, duodenum bagian pertama dan duodenum
bagian kedua akan membentuk sudut yang tajam dan berlanjut berkisar 7-
8 cm dibawah fleksura duodenalis. Kolon tranversum akan melintang
daerah tersebut di sebelah depannya. Untuk memobilisasi duodenum
secara menyeluruh yang harus dilakukan adalah membuka fleksura hepatis
pada sisi anteromedial kolon. Kurang lebih pertengahan dari bagian kedua
duodenum dinding posteromedial adalah papila vateri, yang terdiri atas
gabungan antar duktus koledokus dan duktus pankreatikus Wirsungi.
Letak dari duktus pankreatikus Santorini lebih proksimal. Cabang superior
pankreatikoduodenal yang berasal dari arteri gastroduodenalis, berjalan
didalam cekungan antara kaput pankreas dan duodenum bagian kedua
atau desending.
 Bagian ketiga dari duodenum panjangnya sekitar 12-13 cm, berjalan
horizontal ke arah kiri di depan dari aorta, vena cava inferior, columna
vertebra L2 dan ureter, dan berakhir pada sebelah kiri pada vertebra L3.
Radiks yeyunoileum menyilang dekat akhir duodenum bagian ketiga.
Arteri mesenterika superior berjalan kebawah diatas depan dari duodenum
bagian ketiga dan masuk kedalam radiks mesenterii. Arteri
pankreatikoduodenale inferior membatasi pankreas dan tepi atas dari
duodenum bagian ketiga.
 Bagian keempat dari duodenum berjalan kearah atas samping kiri
sepanjang 2-3cm disebelah kiri dari vertebra dan membentuk sudut
duodenoyeyunal pada radiks mesokolon transversal. Disebelah kiri dari
vertebra lumbal II, bagian terakhir dari duodenum menurun ke arah kiri
depan dan membentuk fleksura duodenoyeyunalis. Pada daerah ini,
ligamentum suspensorium duodenum (ligamentum Treitz) berawal,
tersusun atas jaringan fibrous dan pita triangular, berjalan ke arah
retroperitoneal, dibelakang pankreas dan vena lienalis, didepan vena
renalis, dari arah kiri atau kanan dari krus diafragma. Fleksura
duodenoyeyunalis dipakai sebagai landmark untuk panduan mencari
obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari yeyunum
untuk dilakukan gastroyeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini
dapat ditemukan dengan cara menekan daerah dibawah mesokolon
tranversal ke arah belakang sampai ke dinding abdomen bagian belakang
sementara tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari
pada tulang belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda adanya
perabaan yang keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara peritoneum
visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal posterior
yang tersisa akan menutupi semua duodenum kecuali sebagian dari
bagian pertama duodenum. Variasi gabungan tadi ke dinding abdomen
bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas duodenum.
Fleksura kolon kanan, bagian dari mesokolon tranversalis yang terfiksir,
hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum dapat
dilihat dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini, menunjukkan
bahwa duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi
kadang-kadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya
penekanan dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma
tumpul abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh
peritoneum.
 Vaskularisasi
Vaskularisasai duodenum berasal dari cabang arteri pankreatikoduodenal
anterior dan posterior. Anastomosis antara arteri ini akan menghubungkan
sirkulasi antara trunkus seliakus dengan arteri mesenterika superior. Arteri
ini membagi aliran darahnya ke kaput pankreas, sehingga reseksi terhadap
pankreas atau duodenum secara terpisah adalah satu hal yang hampir tidak
mungkin dan dapat berakibat fatal. Arteri pankreatikoduodenal superior
adalah cabang dari arteri gastroduodenale, dan arteri pankreatikoduodenal
inferior adalah cabang dari arteri mesenterika superior. Kedua arteri ini
bercabang menjadi dua dan berjalan disebalah anterior dan posterior pada
cekungan antara bagian descending dan bagian transversal duodenum
dengan kaput pankreas, kemudian beranastomosis sehingga bagian
anterior dan posterior masing-masing membentuk cabang sendiri.
Vena tersusun paralel bersamaan dengan arteri pankreatikoduodenal
anterior dan posterior. Anastomosis cabang psterior berakhir di atas vena
porta, dibawahnya vena mesenterika superior (SMV). Vena
posterosuperiorpankreatikoduodenal mungkin akan mengikuti arterinya
disebelah depan dari saluran empedu, atau mungkin berjalan di belakang
saluran tadi. Vena ini akan berakhir pada tepi kiri sebelah bawah dari
SMV. Pada tempat tersebut, vena tadi akan bergabung dengan vena
yeyunalis atau dengan vena pankreatioduodenal inferior anterior. Sebagian
besar aliran vena pada cabang anterior ini berasal dari Trunkus
gastrokolika atau ( Henle’s trunk).
Pada saat pankreatikoduodenektomi, lokasi SMV dapat ditelusuri dari
vena kolika media sampai ke hubungannya dengan SMV tepat dibawah
dari collum pankreas. Kadang- kadang identifikasi SMV dapat dilakukan
dengan cara insisi pada daerah avaskuler dari peritoneum sepanjang tepi
bawah dari pankreas. Disebelah atas dari pankreas, vena porta akan
terekspos dengan jelas bila arteri gastroduodenal dan duktus koledokus
dipisahkan. Kadang-kadang arteri hepatika aberans salah di identifikasi
dengan arteri gastroduodenal, sehingga untuk kepentingan tersebut,
sebelum dilakukan ligasi pada arteri gastroduodenal, harus dilakukakan
oklusi sementara dengan klem vaskuler atau jari ahli bedah sambil
mempalpasi pulsasi arteri hepatik pada hilus hati.
Pembuluh arteri yang memperdarahi separuh bagian atas duodenum
adalah arteri pancreatikoduodenalis superior yang merupakan cabang dari
arteri gastroduodenalis. Separuh bagian bawah duodenum diperdarahi oleh
arteri pancreatikoduodenalis inferior yang merupakan cabang dari arteri
mesenterika superior.
Vena-vena duodenum mengalirkan darahnya ke sirkulasi portal. Vena
superior bermuara langsung pada vena porta dan vena inferior bermuara
pada vena mesenterika superior.
 Pembuluh limfe
Aliran limfe pada duodenum umumnya berjalan bersama-sama dengan
vaskularisasinya. Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan
mengalirkan cairan limfe keatas melalui noduli lymphatici
pancreatikoduodenalis ke noduli lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke noduli lymphatici coeliacus dan ke bawah melalui noduli
lymhaticipancreatico duodenalis ke noduli lymphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Karsinoma duodenum
primer mungkin menyebar ke pankreas secara langsung atau melalui
infiltrasi limfatik, tetapi biasanya karsinoma ini biasanya menyebar
pertama kali ke limfonodus periduodenal dan hati. Nodus pada fleksura
duodenalis superior serta nodul pada retroduodenal biasanya berhubungan
dengan adanya metastasis karsinoma pancreas.
 Innervasi
Persarafan GI tract diinervasi oleh sistem saraf otonom, yang dapat
dibedakan menjadi ekstrinsik dan intrinsik (sistem saraf enterik ). Inervasi
ekstrinsik dari duodenum adalah parasimpatis yang berasal dari nervus
Vagus ( anterior dan cabang celiac ) dan simpatis yang berasal dari nervus
splanikus pada ganglion celiac. Inervasi intrinsik dari plexus myenterikus
Aurbach’s dan dan plexus submucosal Meissner. Sel-sel saraf ini
menginervasi terget sel seperti sel-sel otot polos, sel-sel sekretorik dan
sel- sel absorptive, dan juga sel-sel saraf tersebut berhubungan dengan
reseptor-reseptor sensoris dan interdigitatif yang juga menerima inervasi
dari sel-sel saraf lain yang terletak baik didalam maupun di luar plexus.
Sehingga pathway dari sistim saraf enterik bisa saja multisinaptik, dan
integrasi aktifitasnya dapat berlangsung menyeluruh bersamaan dengan
sistim saraf enterik.
Histologi
Dinding duodenum tersusun atas 4 lapisan:
1. Lapisan paling luar yang dilapisi peritoneum, disebut serosa.
Merupakan kelanjutan dari peritoneum, tersusun atas selapis pipih sel-sel
mesothelial diatas jaringan ikat longgar.
2. Lapisan muskuler (tunika muskularis) tersusun atas serabut otot longitudinal (
luar) &sirkuler (dalam). Pleksus myenterikus Aurbach terletak diantara kedua
lapisan ini. Pleksus Meissner’s ditemukan didalam submukosa di antara
jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah dan limfe.
3. Submukosa.
Terdapat kelenjar Brunner yang bermuara ke krypta Lieberkuhn melalui
duktus sekretorius. Sekresi kelenjar Brunner bersifat visceus , jernih, dengan
pH alkali ( pH 8,2 – 9,3 ), berguna melindungi mukosa duodenum terhadap
sifat korosif dari gastric juice. Epitel kollumnernya mengandung 2 jenis sel:
mucus secreting suface cell – HCO3- secreting surface cell dan absorptive
cell.
4. Mukosa, yang merupakan lapisan dinding yang paling dalam.
Terdiri dari 3 lapisan: lapisan dalam adalah muskularis mukosa , lapisan
tengah adalah lamina propria, lapisan terdalam terdiri dari selapis sel-sel epitel
kolumnar yang melapisi krypte dan villi-villinya. Fungsi utama krypte
epitelum ialah (1) pertumbuhan sel ; (2) fungsi eksokrin, endokrin, dan fungsi
sekresi ion dan air ; (3) penyerapan garam, air dan nutrien spesifik. Krypte
epitelium paling sedikit tersusun atas 4 jenis sel yang berbeda ; Paneth, goblet,
undefferentieted cell dan sel-sel endokrin. Pada bagian pertama duodenum
ditutupi oleh banyak lipatan sirkuler yang di namakan plica circularis, tempat
saluran empedu & duktus pancreatikus mayor menembus dinding medial
bagian ke dua duodenum. Duktus pankreatikus accesorius (bila ada) bermuara
ke duodenum pada papila yang kecil yang jaraknya sekitar 1,9 cm di atas
papilla duodeni mayor. Dinding duodenum sebelah posterior dan lateral
letaknya retoperitoneal sehingga tidak ditemukan lapisan serosa

FISIOLOGI
 Motilitas. Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum,
mengawali kontraksi, dan mendorong makanan sepanjang usus kecil
melalui segmentasi (kontraksi segmen pendek dengan gerakan mencampur
ke depan dan belakang) dan peristaltik (migrasi aboral dari gelombang
kontraksi dan bolus makanan). Kolinergik vagal bersifat eksitasi.
Peptidergik vagal bersifat inhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin
merangsang aktivitas muskular; sedangkan sekretin dan dihambat oleh
glukagon.
 Pencernaan dan Absorpsi
 Lemak Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang
bergabung dengan garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati
membran sel secara pasif dengan difusi, lalu mengalami disagregasi,
melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan asam lemak serta
monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida
dan menggabungkannya dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein
membentuk kilomikron. Asam lemak kecil memasuki kapiler menuju ke
vena porta. Garam empedu diresorbsi ke dalam sirkulasi enterohepatik
diileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap hari, dan
kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
 Protein didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis.
Protease pankreas (tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi
tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase), lebih lanjut mencerna protein.
Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor aktif
membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif. Karbohidrat.
Amilase pankreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam duodenum.
Air dan Elektrolit. Air, cairan empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah
8-10 L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara
hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida
diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan transpor
aktif. Bikarbonat diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium
diabsorpsi melalui transpor aktif dalam duodenum, jejunum, dipercepat
oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara pasif.
 Fungsi Endokrin
Mukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah
(endokrin ) melalui pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai
neurotransmiter.
 Sekretin. Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil
melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang
menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan hambat
pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.
 Kolesistokinin. Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam
amino dan asam lemakàkontraksi kandung empedu dengan relaksasi
sfingter Oddi dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa
usus dan pankreas, merangsang motilitas, melepaskan insulin.
 Fungsi Imun. Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari
imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria. Sel-sel M
menutupi limfosit dalam bercak Peyer yang terpanjang pada antigen,
bermigrasi ke dalam nodus regional, ke dalam aliran darah, kemudian
kembali untuk berdistribusi kedalam lamina propria untuk meningkatkan
antibodi spesifik.
b. Usus Kosong (Jejunum)
Jejunum berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti "kosong". Usus kosong
atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyer. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
c. Usus Penyerapan (Ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ileum memiliki panjang sekitar 2 – 2,5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
Salah satu modifikasi yang menarik yang kita lihat saat kita pindah ke ileum
adalah adanya koleksi lokal jaringan limfatik yang disebut patch Peyer. Peyer Patch
dinamai dari orang yang pertama kali menemukan mereka, seorang ahli anatomi
Swiss bernama Johann Conrad Peyer.Karena sistem limfatik membantu kita melawan
bakteri dan penyerbu asing lainnya, kita melihat bahwa adanya struktur limfatik di
sini pada ileum mencerminkan fakta bahwa sisa makanan yang telah jauh melewati
melalui saluran pencernaan ini mengandung sejumlah besar bakteri.Peyer Patch ini
bertindak untuk mencegah bakteri memasuki aliran darah.

Dibutuhkan makanan sekitar 3-6 jam untuk menyelesaikan pencernaan memutar


melalui usus halus Anda.Pada saat makanan melewati duodenum, jejunum, dan
ileum, pencernaan selesai, dan sebagian besar penyerapan makanan telah terjadi.Sisa-
sisa makanan yang tersisa siap untuk melewati katup ileosekal, yang merupakan
katup antara usus halus dan usus besar yang mencegah materi mengalir kembali ke
usus halus.Kita melihat bahwa bagian pertama dari usus besar disebut sekum.Kita
juga tahu bahwa bagian terakhir dari usus halus disebut ileum. Oleh karena itu, nama
katup ini adalah mudah diingat karena katup yang terletak di antara ileum dan sekum.
Pada ileum atau usus penyerapan terdiri dari 4 lapisan, antara lain yaitu:
a. Lapisan Luar.
Pada lapisan luar ini terdapat membran-membran serosa yang fungsinya untuk
membalut usus dengan erat.
b. Lapisan Otot.
Pada lapisan ini terdapat berbagai macam otot. Dibagi menjadi 2 lapisan
serabut yaitu lapisan luar terdiri dari serabut longitudinal, dan lapisan dalam
yang terdiri dari serabut sirkuler. Diantara kedua lapisan serabut itu terdapat
pembuluh darah dan pembuluh limfa.
c. Lapisan Sub Mukosa.
Pada lapisan ini terdapat otot sirkuler dan lapisan terdalam merupakan
perbatasannya. Pada dinding sel mukosa terdiri dari atas jaringan areoral yang
berisi banyak pembuluh darah, saluran limfa, dan fleksus yang disebut fleksus
meissner.
d. Lapisan Mukosa.
Pada lapisan mukosa biasanya dindingnya itu tersusun berupa kerutan tetap
berupa jala yang memberi kesan seperti anyaman halus.Lapisan yang berupa
kerutan tersebut biasanya akan menambah luasnya permukaan sekresi dan
penyerapan.Pada lapisan mukosa juga terdapat villi yang memiliki tonjolan-
tonjolan yang disebut mikrovilus.Biasanya setiap villi terdiri dari ± 5000
mikrovilli.

2.1. Anatomi Dinding Usus Halus


2.1.1. Dinding Usus Halus
a. Vili
Pada dinding usus penyerap (ileum) terdapat jonjot-jonjot usus yang
disebut vili. Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga
sari-sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak
mengandung kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus).
Agar dapat mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding
usus halus yang selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe.
Glukosa, asam amino, vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus,
melalui kapiler darah akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta
hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh
tubuh.
b. Mikrovilli
Mikrovilli adalah tonjolan – tonjolan halus berbentuk jari – jari. Mikrovilli
berfungsi untuk memperluas permukaan sel – sel epitel yang berhubungan
dengan makanan, untuk memfasilitasi penyerapan nutrisi

2.1.2. Kelenjar
a. Kelenjar – kelenjar Usus (kripta Lieberkühn)
Tertanam dalam mukosa dan membuka diantara basis – basis villi. Kelenjar ini
mensekresi hormon dan enzim
b. Kelenjar Penghasil Mukus
 Sel Goblet terletak dalam epitelium di sepanjang usus halus. Sel goblet
menghasilkan mukus pelindung.
 Kelenjar Brunner terletak dalam submukosa duodenum yang berfungsi
menghasilkan glikoprotein netral untuk menetralkan HCl lambung,
melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam getah lambung,
dan mengubah isi usus halus ke pH optimal untuk kerja enzim-enzim
pankreas
 Jaringan Limfatik
Leukosit dan nodulus limfe ada di keseluruhan usus halus untuk
melindungi dinding usus terhadap invasi benda asing. Pengelompokkan
nodulus limfe membentuk struktur yang dinamakan bercak Peyer.

2.1.3. Lapisan Dinding Halus


Dinding usus halus mempunyai empat lapisan, yaitu :
1. Lapisan mukosa terdiri atas:
 Epitel Pembatas
 Lamina Propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang
akan akan pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos,
kadang - kadang juga mengandung kelenjar-kelenjar dan jaringan
limfoid
 Muskularis Mukosae.
Lapisan Submukosa terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe,
pleksus saraf submukosa (Meissner), jaringan limfoid.
2. Lapisan otot tersusun atas:
 Lapisan eksternal longitudinal, lapisan internal tebal serat sirkular
 Kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau auerbach), yang
terletak antara 2 sublapisan otot.
 Pembuluh darah dan limfe.
3. Lapisan membran serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas :
Jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan
adiposa serta epitel pipih selapis (mesotel).

2.1.4. Motilitas Usus Halus


Merupakan gerakan usus halus mencampur isinya dengan enzim untuk
pencernaan, memungkinkan produk akhir pencernaan mengadakan kontak dengan sel
absorptif, dan mendorong zat sisa memasuki usus besar. Pergerakan ini dipicu oleh
peregangan dan secara refleks dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Motilitas usus
halus terdiri atas :
1) Gerakan Segmentasi
Pergerakan Segmentasi adalah gerakan mencampur makanan dengan enzim-
enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi. Otot yang
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus
akan berkontraksi secara lokal. Pada saat satu segmen usus halus yang
berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai
kontraksi, demikian seterusnya. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan
akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan
enzim mukosa dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electrical rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum, 9
kali/menit, dan sekitar 7 kali/menit pada ileum, dan setiap kontraksi
berlangsung 5 sampai 6 detik.
2) Gerakan Peristaltik
Pergerakan profulsif atau gerakan peristaltik mendorong makanan kearah usus
besar (colon). Pembagian pergerakan ini sebenarnya sulit dibedakan oleh
karena sebagian besar pergerakan usus halus merupakan kombinasi dari kedua
gerakan tersebut di atas.
Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon
dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih
cepat dibandingkan pada bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsungsekitar 3 sampai 5 cm, dan jarang
lebih dari 10 cm. Rata-rata pergerakan makanan pada usus halus hanya 1
cm/menit. Ini berarti pada keadaan normal , makanan dari pilorus akan tiba di
ileocaecal junction dalam waktu 3-5 jam.
2.1.5. Sekresi Usus Halus
Usus menghasilkan mucus dan liur pencernaan yang berfungsi untuk melindungi
duodenum dari asam lambung.Mukus yang dihasilkan oleh kelenjar mucus – kelenjar
Brunner’s – yang berlokasi antara pylorus dan papilla vater, dimana liur pankreas dan
empedu masuk ke duodenum. Kelenjar ini menghasilkan mucus akibat adanya
rangsangan saraf vagus serta hormone sekretin, saraf simpatis menghambat sekresi
mucus.
Kriptus Lieberkühn (Crypts of Lieberkhn) menghasilkan liur pencernaan 1800
ml/hari. Cairan ini sedikit alkalis dengan pH 7,5 – 8,0 serta dengan cepat diabsorbsi
kembali oleh vili. Proses sekresi oleh kriptus Lieberkhn terjadi melalui transport aktif.
Toksin cholera dapat menyebabkan sekresi cairan, terutama pada daerah jejunum
sangat meningkat. Pada serangan cholera, sekresi cairan dapat mencapai 5-10 liter
sehingga menyebabkan syok akibat dehidrasi berat.

2.1.6. Digesti Usus Halus


Digesti adalah perubahan fisik dan kimia dari makanan dengan menggunakan bantuan
enzim dan koenzim yang pengeluarannya diatur oleh hormon dan syaraf, sehingga
makanan menjadi molekul-molekul yang dapat diabsorpsi kedalam aliran darah.
Enzim – enzim usus dan cara kerjanya antara lain:
 Enterokinase mengaktivasi tripsinogen pankreas menjadi tripsin, yang
kemudian mengurai protein dan peptida menjadi peptida yang lebih kecil.
 Aminopeptidase, tetrapeptidase, tripeptidase, dan dipeptidase mengurai peptida
menjadi asam amino bebas
 Amilase Usus menghidrolisis zat tepung menjadi disakarida (maltosa, sukrosa,
dan laktosa)
 Maltase, Isomaltase, laktase, dan sukrase memecah disakarida maltosa, laktosa,
dan sukrosa, menjadi monosakarida
 Lipase usus memecah monogliserida menjadi asam lemak dan gliserol
2.1.7. Absorpsi Usus Halus
Semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian besar
elektrolit, vitamin dan air dalam keadaan normal diserap oleh usus halus. Sebagian
besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, dan sangat sedikit yang
berlangsung di ileum.
a. Penyerapan Garam dan Air
Air diabsorpsi melalui mukosa usus ke dalam darah hampir seluruhnya
melalui osmosis. Natrium diserap secara transpor aktif dari dalam sel epitel.
Sebagian Na diabsorpsi bersama dengan ion klorida.
b. Penyerapan Karbohidra
Karbohidrat diserap dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan
laktosa. Disakaridase yang ada di brush border menguraikan disakarida ini
menjadi monosakarida yang dapat diserap yaitu glukosa, galaktosa dan
fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh transportasi aktif sekunder
sedangkan fruktosa diserap melalui difusi terfasilitasi.
c. Penyerapan Protein
Protein diserap di usus halus dalam bentuk asam amino dan peptida, asam
amino diserap menembus sel usus halus melalui transpor aktif sekunder,
peptida masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi
konstituen asam aminonya oleh aminopeptidase di brush border atau oleh
peptidase intrasel, dan masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.
Dengan demikian proses penyerapan karbohidrat dan protein melibatkan
sistem transportasi dkhusus yang diperantarai oleh pembawa dan memerlukan
pengeluaran energi serta transportasi Na.
d. Penyerapan Vitamin
Vitamin yang larut dalam air diabsorpsi secara pasif bersama air,
sedangkan yang larut dalam lemak diabsorpasi secara pasif dengan produk
akhir pencernaan lemak.
e. Penyerapan Lemak
Asam lemak larut lipid dan gliserol diabsorpsi dalam bentuk micelle, yaitu
suatu globulus garam empedu yang mengelilingi bagian berlemak. Micelle
membawa asam lemak dan monoglikoserida menuju sel epithelial, tempatnya
dilepas dan diabsorpsi melalui difusi pasif menuju membrane sel usus
2.2. Usus Besar
Usus besar/intestinum krasum merupakan saluran terakhir dari saluan pencernaan. Sesuai
dengan namanya, usus ini memiliki ukuran diameter 6,5 cm (bandingkan dengan ukuran
diameter usus halus, yaitu 2,5 cm), sedangkan ukuran panjangnya hanya 1 meter. Pada
pertemuan antara usus halus dan usus besar terdapat suatu kantong yang disebut sekum
(lebih dikenal sebagai usus buntu) dan apendiks (umbai cacing). Pada manusia, umbai
cacing berfungsi untuk melawan infeksi. Peradangan pada umbai cacing disebut
apendiksistis. Pada sekum terdapat sebuah klep yang disebut klep ileosekum, yaitu semacam
otot sfingter yang berfungsi untuk mencegah bakteri tidak kembali ke usus halus
Usus besar atau disebut juga kolon dibedakan atas 3 bagian, yaitu usus besar naik
atau kolon ascenden, usus besar melintang atau kolon transversum, dan usus besar turun
atau kolon descenden.
Didalam usus besar hidup berbagai bakteri, terutama Escherichia coli, jenis bakteri yang
dapat hidup dengan atau tanpa oksigen. Bakteri ini berfungsi dalam pembusukan sisa
makanan dan pembentukan vitamin K dan B kompleks yang diperlukan oleh tubuh. Selain
itu, didalam usus besar terjadi juga proses pengaturan kadar air dalam pembentukan feses.
Selanjutnya, melalui gerakan peristaltik feses yang terbentuk didorong masuk kedalam
rektum. Rektum merupakan bagian terakhir dari usus besar yang berfungsi sebagai tempat
penampungan sementara sebelum dikeluarkan melalui sfingter terakhir, yaitu anus. Proses
pengeluaran feses melalui anus disebut dengan dengan defekasi.
Secara makroskopis usus besar dapat dibagi menjadi 6 bagian, yaitu sekum, kolon
ascenden, kolon transversus, kolon desenden, sigmoid, dan rektum. Keenam bagian ini sulit
dibedakan secara histologis.
a. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Sekum atau caecum adalah bagian dari usus besar yang
menghubungkan ileum (usus halus) dan colon ascenden (usus besar).
Berfungsi menyerap air dan garam.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki 3
divisi.
 Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di
sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
 Kolon transversa merentang menyilang abdomen dibawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke
bawah pada fleksura splenik.
 Kolon desenden merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sogmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-
13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
Bagian terakhir dari usus besar disebut rektum. Di sinilah bahan limbah
dalam bentuk feses disimpan sampai diekskresikan keluar dari anus. Ini
terdiri dari lapisan mukosa tebal dan disertakan dengan banyak pembuluh
darah.
 Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal(anal), yaitu lipatan-
lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena.
 Sfingter dan internal otot polos (involunter) dan sfingter anal
eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus.
2.2.1. ProsesPencernaan padaUsusBesar
Usus besar tidak ikut serta dalam proses absorpsi makanan. Bila usus halus mencapai
sekum, semua zat makanan telah diadsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan
didalam kolon isinya menjadi semakin padat karena air di absorpsi dan ketika rektum
dicapai maka feses bersifat padat-lunak.
2.2.2. Sistem Kerja Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang ± 1 meter dan terdiri atas kolon ascendens,
kolon transversum, dan kolon descendens.Di antara intestinum tenue (usus halus) dan
intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum
terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel
darah putih yang berperan dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong kebagian belakang dengan gerakan
peristaltik. Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh
dinding kolon, yaitu kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1
sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan
dibantu bakteri Escherichia coli, yang mampu membentuk vitamin K dan B12.
Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit
ke saluran akhir dari pencernaan yaitu rektum dan akhirnya keluar dengan proses
defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat suatu
rangsang yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi
rektum dan otot sfingter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi. Di
dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan sempurna.

2.2.3. Fungsi Usus Besar


a. Absorbsi air, garam dan glukosa
Usus besar mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang
tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
a. Sekresi
Sekresi Mukus. Mukosa usus besar, seperti mukosa usus halus,dilapisi oleh
kripta Lieberkuhn, tetapi sel- sel epitel hampir tidak mengandung enzim.
Sebagai gantinya, mereka hampir seluruhnya diliputi oleh sel goblet. Pada
permukaan epitel usus besar juga terdapat banyak sel goblet yang tersebar di
antara sel – sel epitel lainnya.
Oleh karena itu, satu – satunya ekskresi yang bermakna dalam usus besar
adalah mucus. Mukus dalam usus besar berfungsi melindungi dinding terhadap
eksokoriasi, selain itu, berperan sebagai media pelekat agar bahan feses saling
bersatu. Selanjutnya, ia melindungi dinding usus dari aktivitas bakteri yang
besar, yang berlangsung di dalam feses dan mucus, ditambah sekresi yang
bersifat alkali, juga memberikan penawar terhadap asam yang dibentuk dalam
feses, yang mencegah penyerangan dinding usus
Sekresi air dan elektrolit sebagai respon terhadap iritasi. Bila suatu segmen
usus besar mengalami iritasi hebat, seperti yang terjadi bila infeksi bakteri
menghebat selama enteritis bakterialis, mukosa kemudian mensekresi air dan
elektrolit dalam jumlah besar selain larutan mucus normal yang kental. Zat ini
bekerja mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan feses
yang cepat menuju ke anus. Hasilnya biasanya berupa diare disertai kehilangan
banyak air dan elektrolit tetapi juga penyembuhan dari penyakit yang lebih
awal dibandingkan bila hal ini tidak terjadi.
b. Penyiapan selulosa
Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan
memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga
memproduksi vitamin dan berbagai gas. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat
karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buh-buahan dan sayuran hijau, dan
penyiapan sisa protein yang belumdicernakan oleh kerja bakteri untuk ekskresi.
c. Defekasi
Proses defekasi (buang air besar) adalah proses yang sangat penting dalam
proses pencernaan, juga sangat erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tubuh.
Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Air mencapai 75%
sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya adalah bakteri dan sisanya yang
2% sampai 3% dalah nitrogen, zat sisa organik dan anorganik dari sekresi
pencernaan, serta mukus dan lemak. Feses juga mengandung sejumlah materi
kasar, atau serat dan selulosa yang tidak tercerna.
Warna coklat berasal dari pigmen empedu dan bau berasal dari kerja
bakteriJika proses defekasi terhambat maka akan terjadi penumpukan sisa-sisa
makanan yang telah membusuk. Pembusukan tesebut menghasilkan toksin
yang dapat mengikis membran mukosa usus besar sehingga terjadi infeksi.
Selain itu tumpukan kotoran yang tidak terbuang akan membentuk plak di
dinding usus. Plak ini dapat menjadi tempat bersarangnya bakteri dan virus
patogen yang dapat menginfeksi membran usus dan masuk ke sirkulasi tubuh
dan menyerang seluruh organ tubuh. Kondisi inilah yang disebut proses
autointoksinasi. Sisa-sisa makanan akan mengalami masa transit di usus besar
kurang lebih 14 jam. Kemudian pembuangan bila lambung terisi makanan dan
merangsang peristaltik didalam usus besar.
2.2.4. Pergerakan Usus Besar
a. Gerakan Mencampur – Haustra
Melalui cara yang sama dengan terjadinya gerak segmentasi dalam usus halus,
kontraksi-kontraksi sirkular yang besar terjadi dalam usus besar. Pada setiap
kontriksi ini, kira-kira 2,5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang
menyempitkan lumen kolon sampai hampir tersumbat. Pada saat yang sama, otot
longitudinal kolon yang terkumpul menjadi tiga pita longitudinal yang disebut
taenia coli, akan berkontraksi. Kontraksi gabungan dari pita otot sirkular dan
longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol ke
luar memberikan bentuk serupa-kantung yang disebut haustra.
Setiap haustra biasanya mencapai intensitas puncak dalam waktu sekitar 30 detik
dan kemudian menghilang selama 60 detik berikutnya. Kadang-kadang kontraksi
juga bergerak lambat menuju ke anus selama masa kontraksinya, terutama pada
sekum dan kolon asenden, dan karena itu menyebabkan sejumlah kecil dorongan isi
kolon ke depan. Beberapa menit kemudian, timbul kontraksi haustra yang baru
pada daerah lain yang berdekatan. Oleh karena itu, bahan feses dalam usus besar
secara lambat diaduk dan diputar seperti seseorang sedang mencampurkan bahan
bangunan. Dengan cara ini, semua bahan feses bertahap bersentuhan dengan
permukaan mukosa usus besar, dan cairan-cairan zat terlarut secara progresif
diabsorpsi hingga hanya terdapat 80 sampai 200 mililiter feses yang dikeluarkan
setiap hari.
Karena gerakan kolon lambat, bakteri memiliki cukup waktu untuk tumbuh dan
menumpuk di usus besar. Sebaliknya, di usus halus isi lumen biasanya bergerak
cukup cepat, sehingga bakteri sulit tumbuh. Tidak semua bakteri yang termakan
dapat dihancurkan oleh lisozim liur dan HCL lambung, sehingga bakteri yang dapat
bertahan hidup dapat tumbuh subur di usus besar. Sebagian besar mikro-organisme
di kolon tidak berbahaya apabila berada dilokasi ini.
b. Gerakan Mendorong – Pergerakan Massa
Tiga sampai empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan
nyata motilitas, yaitu terjadi kontraksi simultan segmen-segmen besar di kolon
asendens dan transverse, sehingga dalam beberapa detik feses terdorong sepertiga
sampai tiga perempat dari panjang kolon. Kontraksi-kontraksi masif yang diberi
nama gerakan massa ( mass movement) ini, mendorong isi kolon kebagian distal
usus besar, tempat isi tersebut disimpan sampai terjadi defekasi.
Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di kolon yang
terutama disebabkan oleh refleks gastrokolik, yang diperantai oleh gastrin dari
lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak orang , refleks ini
paling jelas setelah makanan pertama (pagi hari) dan sering diikuti oleh keinginan
kuat untuk segera buang air besar. Dengan demikian, makanan yang baru memasuki
saluran pencernaan, akan terpicu oleh refleks-refleks untuk memindahkan isi yang
sudah ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal dan memberi jalan bagi
makanan baru tersebut. Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus yang
tersisa ke dalam usus besar, dan refleks gastrokolik mendorong isi kolon ke dalam
rectum yang memicu refleks defekasi.
c. Refleks Defekasi
Sewaktu gerakan massa kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi
peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rectum
dan memicu refleks defekasi.1 Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik
yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di dalam rektum. Hal ini bisa
dijelaskan sebagai berikut : Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum
menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus
untuk menibulkan gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan
rektum, mendorong feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati
anus, sfingter ani internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus
mienterikus. Jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar, dan berelaksasi
secara volunter pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi. Peregangan awal
dinding rektum menimbulkan perasaan ingin buang air besar.
Apabila defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang akan perlahan-
lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda samapi gerakan massa
berikutnya mendorong lebih banyak feses ke dalam rektum, yang kembali
meregangkan rektum dan memicu refleks defekasi. Selama periode non-aktif, kedua
sfingter anus tetap berkontraksi untuk memastikan tidak terjadi pengeluaran feses.

Anda mungkin juga menyukai