Anda di halaman 1dari 43

KONSEP PENGORGANISASIAN

MASYARAKAT

Disusun Oleh :

Kelompok 10

Gusti Ayu Putu 0115000000

M. Lutfi 0115000000

M. Taufik Nuurachman 0115000000

Windi Winarto Putri 01150000039

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

Jl. Harapan No. 50 Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan

Tahun 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul “KONSEP
PENGORGANISASIAN MASYARAKAT”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan bagi para pembacanya.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan
YME senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Depok, April 2016

Tim Penulis

Kelompok 10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Masyarakat telah mempunyai organisasi sejak lama atau sejak kelembagaan


masyarakat mulai terbentuk. Masyarakat membentuk organisasi kemasyarakatan karena
hubungan sosial yang mengatur segala kehidupan secara komunal. Relasi sosial yang menjadi
dasar pembentukan masyarakat biasanya dicerminkan ke dalam bentuk ikatan kerabatan atau
mengenai tata aturan kehidupan bermasyarakat dalam sebuah kawasan. Tata aturan yang
mengatur kehidupan masyarakat jarang sekali tertulis, mengingat tata aturan yang berlaku
biasanya diturunkan dari generasi ke generasi melalui tuturkata.

Proses membangun komunitas mobilizable disebut “Pengorganisasian masyarakat”. ini


melibatkan “kerajinan” dan membangun sebuah jaringan abadi orang, yang mengidentifikasi
dengan cita-cita bersama, dan siapa yang bias terlibat dalam aksi sosial atas dasar cita-cita.
Dalam prakteknya, jauh lebih dari micromobilization atau strategi franning (snow et al, 1986)

Pengorganisasian masyarakat adalah proses kekuatan bangunan yang meliputi orang


dengan masalah dalam mendefinisikan komunitas mereka, mengidentifikaikan masalah yang
mereka ingin alamat, solusi mereka ingin mangejar, dan metodeyang mereka akan gunakan
untuk menacapai solusi mereka konfrontasi, dan dengan bujukan atau bernogosiasi dengan
mereka untuk mencapai tujuan masyarakat. (Charles tilly, 1984)

Pengorganisasian masyarakat adalah pekerjaan yang terjadi pada pengaturan local untuk
memberdayakan individu, membangun hubungan, dan membuat tindakan untuk perubahan
social.

Organisasi masyarakat merupakan kekuatan yang memperjuangkan kepentingan


masyarakat secara keseluruhan. Dalam melakukan perjuangan kepentingan masyarakat,
organisasi masyarakat tidak akan henti – hentinya sampai kapanpun. Sebab, musuh – musuh
masyarakat juga tidak akan henti – hentinya dalam melakukan penindasan terhadap
masyarakat.
1.2 RumusanMasalah
1. Pengertian Masyarakat dan Pengorganisasian Masyarakat ?
2. Menjelaskan aspek-aspek pengorganisasian masyarakat?
3. Menjelaskan Proses Pengorganisasian Masyarakat?
4. Menjelaskan Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat?
5. Menjelaskan Perencanaan dalam pengorganisasian masyarakat?
6. Menjelaskan Peranan dan persyaratan menjadi petugas pengorganisasian
masyarakat?
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Agar dapat membentuk suatu system pengorganisasian masyarakat dan
dapat memberi gambaran tentang pengorganisasian masyarakat
B. Tujuan Khusus
1. Agar dapat memahami pengertian masyarakat dan pengorganisasian
masyarakat
2. Agar dapat memahami aspek-aspek pengorganisasian masyarakat
3. Agar dapat memahami proses pengorganisasian
4. Agar dapat memahami pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat
5. Agar dapat memahami perencanaan dalam pengorganisasian masyarakat
6. Agar dapat memahami peranan dan persyaratan menjadi petugas
pengorganisasian masyaraka
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
 Pengorganisasian masyarakat adalah konsep yag sudah dikenal dan
dipakai oleh para pekerja social di amerika pada akhir tahun 1800,
sebagai upaya koordinatif memberikan pelayanan kepada imigrasi,
kelompok miskin yang baru dating. (Garvin dan cox)
 Menurut “Ross Murray” pengorganisasian masyarakat adalah suata
proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhandan menentukan prioritas dari keutuhan-kebutuhan tersebut,
dan mengembengkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sesuai denganskala prioritas berdasarkanatas sumber-sumber
yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang besar dari luar dengan
usaha gotong royong.
 Organisasi adalah perseutuan antara dua orang atau lebih yang
bersepakat untuk secara bersama-sama mencapai tujuan yang di miliki.
(Azrul Azwar, 1996).
 Pengorganisasian adalah pengelompokan beerbagai kegiatan yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga
tujuan yang telah di tetapkan dapat dicapai degan memuaskan.
 Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan bekerja sama,sehingga mereka dapat mengorganisasikan
dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan
batasan-batasan. (Ralp Linton)
2.2 ASPEK-ASPEK PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Pada pengertian tersebut terdapat 3 aspek penting yang terkandung didalamnya,
yaitu:
1. Proses
a. Merupakan proses yang terjadisecara sadar, tetapi mungkin juga
tidak disadari

b. Jika proses disadari, berarti masyarakat menyadari akan adanya


kebutuhan
c. Dalam posesnya ditemukan unsur-unsur kesukarelaan,
kesukarelaan timbul karena adanya keinginan untuk memenuhi
kebutuhan sehingga mengambil inisiatif atau prakarsa untuk
mengatasinya.

d. Kesukarelaan yang terjadi karena dorongan untuk memenuhi


kebutuhan-kebuthan kelompok atau masyarakat

e. Kesadaran terhadap kebutuhan dan masalah yang dihadapi bisanya


ditemukan pada segelintir orang saja yang kemudian melakukan
upaya menyadarkan masyarakat untuk mengatasinya
f. Selajutnya menginstruksikan kepada masyarakat untuk bersama
mengatasinya
2. Masyarakat
Maayarakat biasanya di artikan sebagai :
a. Kelompok besar yang mempunyai batas-batas geografis : desa,
kecamatan, kabupaten, dsb.
b. suatu kelompok dari mereka yang mempunyai kebutuhan
bersama dari kelompok yang leih besar
c. Kelompok kecil yang menyadari suatu masalah harus dapat
menyadarkan kelompok yang lebih besar
d. Kelopok yang secara bersama-sama mencoba mengatasi masalah
dan memenuhi kebutuhannya
3. Berfungsinya masyarakat
Untuk dapat memfungsikan masyarakat, maka harus dilakukan langkah-lakah
sebagai beriut :
a. Menarik orang-orang yang mempunyai insiatif dan dapat bekerja,
untuk membentuk kepanitiaan yang akan menangani maslah-
masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat
b. Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh
keseluruhan masyarakat
c. Melakukan upaya peyebaran rencana (kampanye) untuk
mensukseskan rencana tersebut.

2.3 Proses Pengorganisasian Masyarakat


3. Menurut “Adi Sasongko ( 1978 )”, langkah – langkah yang harus ditempuh
dalam Pengorganisasian Masyarakat adalah :
1. Persiapan sosial :
a). Pengenalan Masyarakat
b). Pengenalan Masalah
c). Penyadaran Masyarakat
2. Pelaksanaan
3. Evaluasi
4. Perluasan

1. Persiapan Sosial
Tujuan persiapan sosial adalah mengajak pasrtisipasi atau peran serta
masyarakat sejak awal kegiatan, selanjutnya sampai dengan perencanaan
program, pelaksanaan hingga pengembangan program kesehatan masyarakat.
Kegiatan – kegiatan dalam persiapan sosial ini lebih ditekankan kepada
persiapan – persiapan yang harus dilakukan baik aspek teknis, administratif dan
program – program kesehatan yang akan dilakukan.
a. Tahap Pengenalan Masyarakat
Dalam tahap awal ini kita harus datang ke tengah – tengah masyarakat
dengan hati yang terbuka dan kemauan untuk mengenal masyarakat
sebagaimana adanya, tanpa disertai prasangka sambil menyampaikan
maksud dan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahap ini dapat
dilakukan baik melalui Jalur Formal yaitu dengan melalui sistem
pemerintahan setempat seperti Pamong Desa atau Camat, dan dapat juga
dilakukan melalui Jalur Informal misalnya wawancara dengan To-Ma,
seperti Guru, Pemuka Agama, tokoh Pemuda,dll.
b. Tahap Pengenalan Masalah
Dalam tahap ini dituntut suatu kemampuan untuk dapat mengenal masalah –
masalah yang memang benar – benar menjadi kebutuhan masyarakat. Untuk
dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh tersebut,
diperlukan interaksi dan interelasi dengan masyarakat setempat secara
mendalam.
Dalam tahap ini mungkin akan banyak ditemukan masalah – masalah
kesehatan masyarakat, oleh karena itu harus disusun skala prioritas
penanggulangan masalah. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk
menyusun prioritas masalah adalah:
1). Beratnya Masalah
Yang perlu dipertimbangkan di dini adalah Seberapa jauh masalah
tersebut menimbulkan gangguan terhadap masyarakat.
2). Mudahnya Mengatasi
Yang diperhatikan adalah kemudahannya dalam menanggulangi masalah
tersebut.
3). Pentingnya Masalah Bagi Masyarakat
Yang paling berperan di sini adalah Subyektifitas masyarakat sendiri dan
sangat dipengaruhi oleh kultur – budaya setempat
4). Banyaknya Masyarakat yang Merasakan Masalah
Misalnya perbaikan Gizi, akan lebih mudah dilaksanakan di wilayah
yang banyak balitanya.
c. Tahap Penyadaran Masyarakat
Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka :
1) . Menyadari masalah – masalah kesehatan yang mereka hadapi
2). Secara sadar berpartisipasi dalam kegiatan penanggulangan masalah
Kesehatan yang dihadapi,
3). Tahu cara memenuhi kebutuhan akan upaya pelayanan kesehatan sesuai
dengan potensi dan sumber daya yang ada.
Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan
pelayanan kesehatan, diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan
terorganisasi dengan baik, untuk itu beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka Menyadarkan Masyarakat adalah :
1). Lokakarya Mini Kesehatan,
2). Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD )
3). Rembuk Desa

2. Pelaksanaan
Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam Lokakarya Mini atau
MMD, maka langkah selanjutnya adalah Melaksanakan kegiatan tersebut sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat adalah
a. Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,
b. Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya penanggulangan
masalah,
c. Kegiatan disesuaikan dengan kemampuan, waktu, dan sumber daya yang
tersedia di masyarakat
d. Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai
kemampuan dalam penanggulangan masalah.
3. Evaluasi
Penilaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam jangka waktu
tertentu. Dalam melakukan penilaian ada 2 cara, yaitu :
a. Penilaian Selama Kegiatan Berlangsung
Disebut juga Penilaian Formatif = Monitoring
Dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai
dengan perencanaan penanggulangan masalah yang telah disusun.
Sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yang akan dicapai.
b. Penilaian Setelah Program Selesai Dilaksanakan
Disebut juga Penilaian Sumatif = Penilaian Akhir Program
Dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang
dilakukan.
Dapat diketahui apakah tujuan / target dalam pelayanan kesehatan telah
tercapai atau belum.

4. Perluasan
Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang dilakukan, dan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Perluasan Kuantutatif
Perluasan dengan menambah jumlah kegiatan yang dilakukan, baik pada
wilayah setempat maupun wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat.
b. Perluasan Kualitatif
Perluasan dengan dengan meningkatkan mutu atau kualitas kegiatan yang telah
dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dari masyarakat yang
dilayani.
2.4 Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat
Pada prinsipnya Pengorganisasian Masyarakat mempunyai orientasi kepada
kegiatan tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu
menurut “Ross Murray” dalam Pengorganisasian Masyarakat, terdapat 3
Pendekatan yang digunakan, yaitu :
1. Spesific Content Objective Approach
Pendekatan baik perseorangan, Lembaga swadaya atau Badan tertentu
yang merasakan adanya masalah kesehatan dan kebutuhan dari masyarakat akan
pelayanan kesehatan, mengajukan suatu proposal / program kepada instansi yang
berwenang untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat
tersebut. Contoh : Program penanggulangan sampah.
2. General Content Objective Approach
Pendekatan yang mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang
kesehatan dalam suatu wadah tertentu.
Misalnya : Program Posyandu, yang melaksanakan 5 – 7 upaya kesehatan yang
dijalankan sekaligus.
3. Process Objective Approach
Pendekatan yang lebih menekankan kepada proses yang dilaksanakan
oleh masyarakat sebagai pengambil prakarsa, mulai dari mengidentifikasi
masalah, analisa, menyusun perencanaan penaggulangan masalah, pelaksanaan
kegiatan, sampai dengan penilaian dan pengembangan kegiatan ; dimana
masyarakat sendiri yang mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
kapasitas yang mereka miliki.
Yang dipentingkan dalam pendekatan ini adalah Partisipasi masyarakat /
Peran Serta Masyarakat dalam Pengembangan Kegiatan.

2.5 Perencanaan dalam pengorganisasian masyarakat


Dalam masyarakat yang cukup besar jumlahnya dan heterogen, maka
kemungkinan untuk melakukan mobilisasi langsung menjadi kurang efektif dan
terlalu lama. Jalan lain yang mungkin dapat ditempuh untuk mengantisipasi hal
tersebut adalah dengan pendekatan melalui organisasi – organisasi masyarakat
yang ada, dengan menggunakan Langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membuat daftar organisasi yang ada
2. Mengetahui kegiatan utama dan mengenal tokohnya
3. Menganalisa kemungkinan yang mendukung ataupun yang menghambat
program
4. Membuat perkiraan kemungkinan hal-hal yang dapat membantu program dari
setiap organisasi
5. Mengatur strategi agar organisasi-organisasi yang netral dapat segera diajak
Masuk dalam program dan menetralisir organisasi-organisasi lain yang
Menentang.

2.6 Peranan dan Persyaratan menjadi petugas pengorganisasian


masyarakat
 Peranan Petugas
Peranan petugas dalam pengorganisasian masyarakat terbagi dalam beberapa
jenis, antara lain sebagai (Murray G-Ross) :
 Pembimbing
Sebagai pembimbing petugas berperan untuk membantu masyarakat
mencari jalan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan oleh
masyarakat sendiri dengan cara yang efektif.Tapi pilihan cara dan
penentuan tujuan dilakukan sendiri oleh masyarakat bukan oleh
petugas.
 Enabler
Sebagai Enabler petugas berperan untuk memunculkan dan
mengarahkan keresahaan yang ada dalam masyarakat untuk
diperbaiki.
 Ahli
Sebagai ahli menjadi tugasnya untuk memberikan keterangan dalam
bidang-bidang yang dikuasainya.
 Persyaratan Petugas
1. Mampu menggunakan berbagai pendekatan kepada masyarakat sehingga
dapat menarik kepercayaan masyarakat,
2. Mampu mengajak masyarakat untuk bekerjasama serta membangun
rasa saling percaya antara petugas dan masyarakat,
3. Mengetahui dengan baik sumber daya dan sumber alam yang ada di
masyarakat, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan
memecahkan masalah,
4. Mampu berkomunikasi secara baik dengan masyarakat, menggunakan
metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan keadaan
masyarakat sehingga informasi dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh
masyarakat,
5. Mempunyai kemampuan profesional dalam berhubungan dengan
masyarakat, baik formal leader maupun informal leader,
6. Mempenyai pengetahuan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat
dan keadaan lingkungannya,
7. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan yang
dapat diajarkan kepada masyarakat,
8. Mengetahui dinas – dinas terkait dan tenaga ahli yang ada di wilayah
tersebut untudimintakan bantuan keikutsertaannya dalam memecahkan
masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka.
BAB III

PENELITIAN

Nurulitha Andini Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Agrowisata di


Desa Wisata Studi Kasus: Desa Wisata Kembangarum, Kabupaten Sleman Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 3, Desember 2013, hlm.173 - 188

173

PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN


AGROWISATA DI DESA WISATA STUDI KASUS: DESA WISATA
KEMBANGARUM, KABUPATEN SLEMAN
Nurulitha Andini
Australia Indonesia Partnership for Decentralization
Gedung A (Raden Prawiro) Lantai 5 Jalan Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Email:
nurulitha.andini@hotmail.com
Abstrak

Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dan berbasis


komunitas, prinsip yang selalu dipengang adalah adanya peran serta masyarakat lokal.
Desa Wisata Kembangarum merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman
yang berhasil menerpkan pengembangan agrowisata yang berbasis komunitas,
khususnya dalam hal pelibatan masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
menjelaskan pengorganisasian komunitas yang terjadi dalam pengembangan agrowisata
di Desa Wisata Kembangarum. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan single case study. Hasil
analisis menemukan bahwa proses pengorganisasian komunitas dalam pengembangan
agrowisata ini merupakan suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahap, yakni tahap
integrasi, pemetaan isu, potensi, dan permasalahan, perancangan tindakan bersama,
implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi, refleksi, dan adanya feedback untuk
kembali melakukan pemetaan isu, potensi, dan permasalahan terkait Desa Wisata
Kembangarum. Keberadaan Desa Wisata Kembangarum juga dianggap berhasil
meningkatkan kapasitas pengorganisasian komunitas Desa Wisata Kembangarum dalam
mengembangkan agrowisata, jika membandingkan antara periode sebelum dan setelah
berdirinya Desa Wisata Kembangarum.

Kata Kunci: agrowisata, pengorganisasian komunitas, desa wisata, kapasitas komunitas

Abstract

In planning and sustainable development of agro-tourism and community-based, which


is always held the principle is the participation of local communities. Kembangarum
Tourism Village is one of the tourist village in Sleman district that successfully
implement communitybased ecotourism development, particularly in terms of
community engagement. The purpose of this study was to describe community
organizing that occurs in the development of agrotourism in Kembangarum Rural
Tourism. While the methods used in this study is qualitative and quantitative methods
with a single case study approach. The analysis finds that the process of organizing the
community in the development of agro-tourism is a cycle that consists of several stages,
namely the stage of integration, mapping issues, potential, and problems, the design of
joint action, activity implementation, monitoring and evaluation, reflection, and the
absence of feedback to re-mapping issues, potential, and problems related to
Kembangarum Tourism Village. The existence of Village Tourism Kembangarum also
considered successful in increasing the capacity of community organizing
Kembangarum Tourism Village in developing agrotourism, when comparing the periods
before and after the establishment of the Tourism Village Kembangarum.

Keywords: ecotourism, community organizing, tourism village, community capacity

1. Pendahuluan melibatkan penduduk lokal dalam


perencanaan hingga pengelolaan
Agrowisata merupakan salah satu
kawasan agrowisata. Menurut Jolly dan
bentuk dari rural tourism yang
Reynolds (2005), agrowisata adalah
menawarkan kegiatan pertanian sebagai
suatu bisnis yang dilakukan oleh para
daya tarik wisata serta
petani yang bekerja di sektor pertanian
bagi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota keutuhan alam dan sebagai salah satu
Vol 21/No. 3 Desember 2013 alternatif dalam merespon tuntutan dan
urgensi pengembangan pariwisata yang
174
berkelanjutan.
kesenangan dan edukasi para
Salah satu pendekatan pengembangan
pengunjung. Agrowisata adalah suatu
agrowisata berbasis komunitas adalah
bisnis yang dilakukan oleh para petani
dengan desa wisata. Pengembangan
yang bekerja di sektor pertanian bagi
wilayah perdesaan tidak lagi hanya
kesenangan dan edukasi para
mengandalkan sektor pertanian secara
pengunjung. Agrowisata menghadirkan
murni, tetapi berkembang ke arah
potensi sumber pendapatan dan
penyajian kegiatan wisata di sektor
meningkatkan keuntungan masyarakat.
pertanian. Berangkat dari hal tersebut,
Pengunjung kawasan agrowisata dapat
Kementerian Kebudayaan dan
berhubungan langsung dengan para
Pariwisata membuat suatu program
petani dan mendukung peningkatan
yang bernama Pariwisata Inti Rakyat
produk-produk pertanian secara tidak
(PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu
langsung.
community-based tourism. Menurut
Salah satu prinsip pengembangan PIR, Desa Wisata adalah suatu kawasan
agrowisata yang berkelanjutan adalah pedesaan yang menawarkan
adanya partisipasi masyarakat dalam keseluruhan suasana keaslian pedesaan
perencanaan. Masyarakat lokal, baik dari kehidupan sosial ekonomi,
terutama penduduk asli yang bermukim sosial budaya, adat istiadat, keseharian,
di kawasan wisata, menjadi salah satu memiliki arsitektur bangunan dan
pemain kunci dalam pariwisata, karena struktur tata ruang desa yang khas, atau
sesungguhnya merekalah yang akan kegiatan perekonomian yang unik dan
menyediakan sebagian besar atraksi menarik serta
sekaligus menentukan kualitas produk
mempunyai potensi untuk
wisata (Damanik dan Weber, 2006).
dikembangkannya berbagai komponen
Peran serta masyarakat ini menjadi satu
kepariwisataan, misalnya: atraksi,
hal yang penting dalam upaya menjaga
akomodasi, makanan-minuman, dan Penelitian ini terdiri dari lima bagian
kebutuhan wisata lainnya. utama. Bagian pertama membahas latar
belakang dan tujuan penelitian. Bagian
Salah satu obyek wisata unggulan di
kedua membahas tinjauan literature
Kabupaten Sleman, Propinsi D.I.
terkait konsep agrowisata berbasis
Yogyakarta adalah Desa Wisata
masyarakat dan pengorganisasian
Kembangarum. Masyarakat
komunitas. Bagian ketiga membahas
diberdayakan untuk dapat mengelola
metodologi penelitian. Bagian keempat
sumber daya yang dimiliki. Selain itu,
berisi analisis pengorganisasian
Desa Wisata Kembangarum ini
komunitas dalam pengembangan
merupakan salah satu desa wisata
agrowisata di Desa Wisata
mandiri menurut klasifikasi Dinas
Kembangarum, Kabupaten Sleman.
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bagian terakhir berisi kesimpulan.
Sleman, dimana sistem pengelolaannya
sudah baik. 2. Konsep Agrowisata Berbasis
Masyarakat dan Pengorganisasian
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat
Komunitas
dalam pengembangan agrowisata di
Desa Wisata Kembangarum, Kabupaten 2.1 Konsep Agrowisata Berbasis
Sleman, ini menjadi salah satu kunci Masyarakat
peningkatan kapasitas komunitas
Agrowisata adalah salah satu bentuk
melalui pendekatan pengorganisasian
wisata yang mengandalkan sektor
komunitas. Pemberdayaan masyarakat
pertanian atau dimana wisatawan dapat
dalam proses perencanaan ini sebagai
mempelajari kehidupan di suatu
respon akan urgensi perencanaan
wilayah pertanian (Akpinar, 2003).
kawasan agrowisata yang berkelanjutan.
Pengertian agrowisata dalam Surat
Dengan demikian, diperlukan
Keputusan Bersama Menteri Pertanian
pemahaman mengenai pengorganisasian
dan Menteri Pariwisata, Pos, dan
komunitas yang terjadi dalam
Telekomunikasi Nomor:
pengembangan agrowisata di Desa
204/KPTS/30HK/050/4/1989 dan
Wisata Kembangarum.
Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89
Tentang Koordinasi Pengembangan memanfaatkan lahan, kita bisa
Wisata Agro, didefinisikan sebagai meningkatkan pendapatan petani sambil
suatu bentuk kegiatan pariwisata yang melestarikan sumber daya lahan, serta
memanfaatkan usaha agro sebagai
memelihara budaya maupun teknologi
obyek wisata dengan tujuan untuk
lokal (indigenous knowledge) yang
memperluas pengetahuan, perjalanan,
umumnya telah sesuai dengan kondisi
rekreasi dan hubungan usaha dibidang
lingkungan alaminya (Utama, 2011).
pertanian.
Pembangunan suatu kawasan
Menurut Jolly dan Reynolds (2005),
agrowisata dapat berperan dalam
agrowisata adalah suatu bisnis yang
peningkatan kesejahteraan masyarakat
dilakukan oleh para petani yang bekerja
lokal dan pengentasan kemiskinan. Hal
di sektor pertanian bagi kesenangan dan
ini dapat dikategorikan sebagai
edukasi para pengunjung. Agrowisata
pengembangan ekonomi lokal atau
menghadirkan potensi sumber
Local Economic Development. Strategi
pendapatan dan meningkatkan
pengembangan ekonomi lokal tersebut
keuntungan masyarakat. Pengunjung
perlu melibatkan masyarakat perdesaan
kawasan agrowisata dapat berhubungan
secara langsung dalam perencanaan,
langsung dengan para petani dan
pelaksanaan, melakukan evaluasi, dan
mendukung peningkatan produkproduk
memonitor pembangunan desa wisata
pertanian secara tidak langsung. Lebih
mereka (Yoeti, 2008). Melalui
lanjut, Lobo et all (1999) menjelaskan
pendekatan ini, diharapkan
bahwa pembangunan agrowisata akan
pembangunan pariwisata sebagai suatu
menawarkan kesempatan bagi petani
industri tidak lagi hanya menjadi milik
lokal untuk meningkatkan sumber
investor saja (Yoeti, 2008). Masyarakat
pendapatan mereka dan meningkatkan
lokal, terutama penduduk asli yang
kualitas dan kesejahteraan hidup sejalan
bermukim di kawasan wisata, menjadi
dengan keberlanjutan dari kegiatan
salah satu pemain kunci dalam
tersebut. Selain itu, melalui
pariwisata, karena sesungguhnya
pengembangan agrowisata yang
merekalah yang akan menyediakan
menonjolkan budaya lokal dalam
sebagian besar atraksi sekaligus
menentukan kualitas produk wisata masyarakat, keberlanjutan dari sisi
(Damanik dan Weber, 2006). sosial dan lingkungan, prinsip daya
dukung lingkungan diperhatikan,
Agrowisata berbasis masyarakat tampak
teknologi ramah lingkungan, dan
anggota masyarakat mengorganisasi diri
ecotourism conservancies (Saridarmini,
dan mengoperasikan bisnis agrowisata
2011).
tersebut berdasarkan aturan-aturan serta
pembagian tugas dan kewenangan yang Salah satu pendekatan pengembangan
telah mereka sepakati bersama. Sumber agrowisata berbasis komunitas adalah
daya, terutama lahan usaha tani tetap dengan desa wisata. Pengembangan
menjadi milik petani secara individual wilayah perdesaan tidak lagi hanya
tetapi masing-masing dari mereka dapat mengendalkan sektor pertanian secara
saja menyerahkan pengelolaan asetnya murni, tetapi berkembang ke arah
kepada kelompok atau pihak penyajian kegiatan wisata di sektor
manajemen yang mereka tentukan pertanian. Berangkat dari hal tersebut,
dengan imbalan keuntungan yang Kementerian Kebudayaan dan
proportional. Aset kapital bersama Pariwisata membuat suatu program
mereka gunakan untuk membangun yang bernama Pariwisata Inti Rakyat
infrastruktur dan fasilitas dasar yang (PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu
menjadi persyaratan minimal community-based tourism. Menurut
pengembangan pusat agrowisata PIR, Desa Wisata adalah suatu kawasan
tersebut (Budiarsa, 2011 dalam pedesaan yang menawarkan
Saridarmini, 2011). Beberapa aspek keseluruhan suasana yang
kunci dalam mencerminkan keaslian pedesaan baik
dari kehidupan sosial ekonomi, sosial
pengembangan agrowisata berbasis
budaya, adat istiadat, keseharian,
masyarakat adalah masyarakat
memiliki arsitektur bangunan dan
membentuk panitia untuk pengelolaan
struktur tata ruang desa yang khas, atau
agrowista, local ownership, homestay
kegiatan perekonomian yang unik dan
sebagai sarana akomodasi, pemandu
menarik serta mempunyai potensi untuk
orang setempat, pengelolaan dan
dikembangkannya berbagai komponen
pemeliharaan menjadi tanggung jawab
kepariwisataan, misalnya : atraksi, komunitas dapat berpartisipasi dalam
akomodasi, makanan-minuman, dan tindakan kolektif dan penyelesaian
kebutuhan wisata lainnya. persoalan.

2.2 Kapasitas Komunitas dalam Lebih jauh, Chaskin 2001)


Pengorganisasian Komunitas mengidentifikasi karakteristik kapasitas
komunitas sebagai berikut: 1. Rasa
Setiap komunitas memiliki kapasitas
memiliki dalam komunitas,
dan modal sosialnya masing-masing.
menunjukkan tingkat keterhubungan
Chaskin (2001) menyatakan bahwa
anggota komunitas dan pengakuan
kapasitas komunitas merupakan hasil
terhadap keadaan yang saling
interaksi dari modal manusia, sumber
menguntungkan (McMillan dan Chavis,
daya organisasi, dan modal sosial yang
1986 dalam Chaskin, 2001). 2.
dimiliki oleh suatu komunitas yang
Komitmen, menjelaskan tanggung
dapat
jawab yang dimiliki oleh setiap anggota
berpengaruh terhadap pemecahan komunitas dalam keikutsertaannya
persoalan secara kolektif dan dalam komunitas tersebut. 3.
meningkatkan serta memelihara Kemampuan untuk menyelesaikan
kesejahteraan dari suatu komunitas. masalah, yakni kemampuan mengubah
Suatu komunitas juga bersifat dinamis, komitmen menjadi tindakan
maka kapasitas dari suatu komunitas penyelesaian masalah. 4. Akses
juga dapat berubah-ubah. Ada beberapa terhadap sumber daya, kemampuan
faktor yang mempengaruhi kapasitas anggota komunitas untuk membuat
dari suatu komunitas, antara lain hubungan instrumental dalam konteks
(Chaskin, 2001): 1. Keberadaan sumber yang lebih luas dan mengakses berbagai
daya mulai dari keahlian dari setiap sumber daya yang tersedia.
individu hingga kekuatan organisasi
Pengembangan kapasitas komunitas
dalam mengakses sumber daya
memerlukan interaksi yang intensif dari
keuangan; 2. Jaringan hubungan; 3.
komponen-komponen kapasitas
Kepemimpinan; 4. Dukungan untuk
komunitas.
pergerakan dimana setiap anggota
Dari hal tersebut, pengembangan dalam tindakan/aksi sosial untuk
kapasitas komunitas fokus kepada mencapai cita-cita bersama tersebut.
empat strategi pengembangan, antara Pengorganisasian komunitas mengacu
lain (Chaskin, 2001): 1. Leadership kepada keseluruhan proses
Development 2. Organizational pengorganisasian hubungan,
Development 3. Community Organizing pengidentifikasian isu, mobilisasi orang
4. Interorganizational Collaboration untuk isu tersebut, serta mengurus dan
mempertahankan organisasi.
Community organizing merupakan
Pengorganisasian komunitas juga
salah satu cara yang dibutuhkan untuk
merupakan suatu proses membangun
meningkatkan kapasitas sosial dari
kekuatan yang melibatkan orang-orang
suatu komunitas. Pengorganisasian
dalam mendefinisikan
komunitas menawarkan transformasi
sosial sebagai berikut (Sinclair, 2006): persoalan-persoalan suatu komunitas,
1. Memotivasi masyarakat untuk mendefinisikan persoalan yang ingin
mengambil tindakan yang selaras diselesaikan, solusi yang diangkat, dan
dengan nilai-nilai dan kepercayaan metode yang digunakan untuk
mereka. 2. Menghubungkan komunitas melaksanakan solusi persoalan
dengan hasrat dan mengakui adanya komunitas tersebut.
generatif kekuatan amarah. 3.
2.3 Proses Pengorganisasian
Membawa individu-individu yang
Komunitas dalam Pengembangan
terisolasi yang berjuang dalam kondisi
Agrowisata di Desa Wisata
yang sama ke dalam sebuah komunitas
bersama dengan yang lainnya. Pengorganisasian komunitas merupakan
salah satu proses yang memobilisasi
Lebih lanjut oleh Stall dan Stoecker
komunitas untuk mencapai atau berbuat
(1998), pengorganisasian komunitas
tindakan bersama demi kepentingan
merupakan sebuah proses pembangunan
komunitas dan memberikan dampak
komunitas yang dapat dimobilisasi. Hal
bagi komunitasnya. Dalam konteks
ini meliputi membangun jaringan
pengembangan kawasan agrowisata
orang-orang, mengidentifikasi cita-cita
berbasis komunitas, diperlukan juga
bersama, dan siapa yang dapat terlibat
suatu konsep pemahaman mengenai Berdasarkan kajian literatur di atas,
tahapan-tahapan dimana masyarakat itu dapat disintesiskan indikator-indikator
dilibatkan. Peran masyarakat juga terkait proses pengorganisasian
cukup penting mulai dari tahap komunitas dan kapasitas
perencanaan hingga pelaksanaan dan pengorganisasian komunitas dalam
evaluasi kegiatan agrowisata. pengembangan agrowisata. Indikator
Pengorganisasian komunitas dalam yang menjadi tahapan atau proses
pengembangan agrowisata diperlukan pengorganisasian komunitas dalam
untuk melihat sejauh apa peran pengembangan agrowisata dijelaskan
komunitas dalam mengembangkan melalui gambar 1. Berikut adalah
agrowisata ini. penjelasan tahapan-tahapannya. 1.
Integrasi Proses integrasi ini merupakan
Proses pengorganisasian komunitas ini
langkah awal yang penting untuk
dapat meningkatkan modal sosial baik
memastikan pihak inisiator dari luar
bagi individual dengan cara
yang ikut mengorganisasikan
meningkatkan dan memperkuat relasi di
masyarakat dapat diterima dan
antara sesama dan dengan membangun
dipercaya oleh masyarakat untuk
kepercayaan dan mengakui kepentingan
bekerja bersama-sama. Dalam tahap
bersama (Chaskin, 2001). Mukhotib
integrasi ini perlu juga dipertimbangkan
MD (2012) mendeskripsikan tahapan
opsi pengembangan suatu kawasan
atau langkah-langkah yang dapat
menjadi kawasan agrowisata dengan
ditempuh dalam pengorganisasian
melihat potensi alam yang dimilikinya
komunitas seperti pada Gambar 1.
dan prasyaratprasyarat lainnya. 2.
Proses pengorganisasian komunitas ini
Pemetaan Isu, Permasalahan, dan
dilakukan dengan melibatkan aktor luar
Potensi Komunitas Terkait Agrowisata
atau pihak organizer yang bekerja sama
Langkah ini dilakukan secara kolektif
dengan penduduk setempat.
dan bersama-sama dengan masyarakat.
Gambar 1. Proses Pengorganisasian Berbagai cara dapat dilakukan untuk
Komunitas Sumber: Mukhotib MD, memperoleh peta isu, permasalahan,
2012 dan potensi komunitas, seperti dengan
diskusi atau survey lapangan serta
menganalisis target group dari komunitas semakin mengenal
pengembangan kawasan agrowisata ini. langkahlangkah yang diperlukan untuk
3. Merancang Tindakan-Tindakan meningkatkan kesejahteraan bagi
Bersama Tindakan kolektif ini disusun komunitasnya dan dalam
berdasarkan isu, permasalahan, dan pengembangan agrowisata. 6. Refleksi
potensi pengembangan agrowisata yang Pada tahap ini, refleksi menggambarkan
telah kemampuan komunitas dalam melihat
nilainilai positif dan negatif dari proses
dirumuskan sebelumnya. Pendiskusian
pengorganisasian komunitas dalam
dan perancangan tindakan kolektif ini
pengembangan agrowsata yang telah
dapat dilakukan dalam bentuk
dilakukan.
musyawarah atau rapat dengan tokoh-
tokoh komunitas yang dianggap mampu Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
merepresentasikan komunitas secara Vol 21/No. 3 Desember 2013
keseluruhan. Tindakan kolektif ini
179
diambil untuk mencapai tujuan bersama
komunitas dalam pengembangan 7. Feedback Tahap ini sangat penting
agrowisata. 4. Implementasi Kegiatan untuk menjaga keberlanjutan dari
Pengembangan Agrowisata Pada pengembangan kawasan agrowisata.
tahapan ini juga diharapkan adanya Masukan-masukan hasil dari
partisipasi dari setiap anggota pengawasan, evaluasi, dan refleksi
komunitas. Pada tahap implementasi ini
masyarakat dapat digunakan untuk
juga perlu dipastikan adanya
meningkatkan kualitas dan
pengerahan sumber daya untuk
meningkatkan manfaat dan
kepentingan komunitas dalam
kesejahteraan masyarakat dari adanya
pengembangan agrowisata. 5.
kegiatan agrowisata tersebut.
Monitoring dan Evaluasi Langkah ini
penting dilakukan agar kesalahan- Gambar 2. Proses Pengorganisasian
kesalahan dalam perancangan kegiatan Komunitas dalam Pengembangan
pengembangan agrowisata tidak Kawasan Agrowisata di Desa Wisata
dilakukan lagi di masa mendatang dan Kembagarum Sumber: Hasil Analisis,
2012
Pengorganisasian komunitas dalam Kembangarum; 2. Adanya collective
pengembangan agrowisata di Desa action yang dilakukan untuk
Wisata Kembangarum merupakan suatu mengembangkan agrowisata di Desa
proses yang tertutup dan memerlukan Wisata Kembangarum; dan 3. Adanya
aktor yang berbedabeda dalam setiap outcome serta manfaat yang diterima
tahapannya. Pengorganisasian oleh masyarakat Desa Wisata
komunitas merupakan suatu bentuk Kembangarum akibat dari kegiatan
mobilisasi komunitas untuk melakukan agrowisata tersebut.
tindakan kolektif. Proses ini menolong
3. Metode Penelitian
masyarakat agar paham dengan
persoalan bersama, dan bersama-sama Pada penelitian kali ini, digunakan
menyelesaikannya. Proses ini dibangun pendekatan penelitian single case study.
dari keterikatan sosial untuk melakukan Hal ini dimaksudkan untuk melihat
tindak bersama (collective action). sejauh mana kerangka konseptual dan
Proses pengorganisasian masyarakat ini teoritis tersebut diimplementasikan di
bertujuan untuk membangun kapasitas lapangan. Metode penelitan yang
untuk menciptakan perubahan dan digunakan merupakan gabungan antara
pembangunan. metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Untuk menjawab sasaran
Dalam pengembangan agrowisata,
penelitian, maka dirumuskanlah
masyarakat lokal pun harus dapat
indikator dan parameter terkait menurut
dimobilisasi agar mampu melakukan
kajian literatur, sehingga
tindakan-tindakan kolektif yang
diperlukan untuk mencapai tujuan menghasilkan perangkat survey yang
bersama dalam pengembangan digunakan dalam mengumpulkan data.
agrowisata di desa wisata. Berdasarkan Kajian literatur yang dilakukan
sintesis kajian literatur, indikator berfokus kepada konsep
kapasitas pengorganisasian komunitas pengorganisasian komunitas dan
pengembangan agrowisata.
dalam pengembangan agrowisata di
desa wisata yaitu: 1. Adanya proses Metode pengambilan data dengan
mobilisasi komunitas Desa Wisata kuisioner digunakan sebagai salah satu
upaya untuk menjawab indikator- Analisis Deskriptif Kualitatif Metode
indikator kapasitas pengorganisasian analisis deskrispsi kualitatif digunakan
komunitas dalam mengembangkan untuk memberikan gambaran yang jelas
agrowisata dengan target responden mengenai karakteristik agrowisata,
masyarakat Desa Wisata masyarakat, dan proses perencanaan
Kembangarum. Populasi masyarakat yang berlangsung di DesaWisata
Desa Wisata Kembangarum sejumlah Kembangarum, Donokerto. 2. Metode
81 KK, dengan spesifikasi 48 KK di RT Analisis Statistik Deskriptif Dalam
04/ RW 26 dan 31 KK di RT 04/RW penelitian kali ini, metode analisis
26, Dusun Kembangarum. Setelah statistik deskriptif digunakan untuk
survey lapangan dan rekapitulasi
pengolahan data yang berasal dari
kuisioner yang berhasil disebar,
kuisioner indikator kapasitas
diperoleh bahwa responden yang
pengorganisasian komunitas dalam
berhasil didapat setelah survey lapangan
pengembangan agrowisata. Analisis
berjumlah 61 KK, atau sekitar 75,3%
yang digunakan menggunakan
dari total populasi Desa Wisata
pembobotan yang sama karena dari
Kembangarum. Hal ini disebabkan oleh
literatur-literatur terkait tidak ada yang
kesulitan menemui responden dan
menyatakan penekanan atau fokus
keterbatasan waktu yang dimiliki oleh
tertentu pada masing-masing indikator
surveyor. Namun demikian, hasil
yang telah dibuat. Keluaran yang
survey tersebut dinilai cukup
diharapkan dari metode penelitian ini
representatif untuk menggambarkan
adalah adanya suatu deskripsi mengenai
karakteristik perubahan kapasitas
karakteristik kapasitas pengorganisasian
pengorganisasian komunitas Desa
komunitas dalam mengembangkan
Wisata Kembangarum.
agrowisata. 3. Metode Content Analysis
Langkah selanjutnya yang diambil Metode ini dilakukan untuk menjawab
setelah pengumpulan data adalah sasaran proses pengorganisasian
analisis data. Terdapat tiga metode komunitas serta kapasitas
analisis yang digunakan dalam pengorganisasian komunitas dalam
penelitian ini sebagai berikut: 1. Metode pengembangan agrowisata di Desa
Wisata Kembagarum. Hasil wawancara Analisis dalam penelitian kali ini
yang telah dilakukan selanjutnya terbagi ke dalam dua hal yakni analisis
dilakukan proses interpretasi dan proses pengorganisasian komunitas dan
reduksi data menggunakan coding. analisis dinamika kapasitas
pengorganisasian komunitas dalam
4. Analisis
pengembangan agrowisata di Desa
Tema pendidikan merupakan tema yang Wisata Kembangarum.
dibawa dalam pengembangan Desa
4.1 Analisis Proses Pengorganisasian
Wisata Kembangarum. Desa Wisata
Komunitas dalam Pengembangan
Kembangarum menawarkan beragam
Agrowisata di Desa Wisata
wisata yang dapat dinikmati oleh para
Kembangarum
tamu, contohnya antara lain wisata
pertanian, perkebunan, kuliner Dalam proses pengorganisasian
tradisional, permainan tradisional, komunitas di Desa Wisata
outbond, dan wisata bakti sosial. Kembangarum ini melibatkan banyak
Pemilihan alternatif kegiatan ini juga aktor, baik itu dari internal maupun
sesuai dengan potensi agrowisata dan eksternal desa. Aktor-aktor ini menjadi
komunitas yang dimiliki. Wisatawan kunci keberhasilan pengembangan
dapat dengan bebas menentukan jenis- agrowisata di Desa Wisata
jenis kegiatan wisata apa saja yang Kembangarum. Proses ini dilakukan
dapat dinikmati selama berada di Desa berdasarkan studi literatur yang telah
Wisata Kembangarum. dilakukan sebelumnya, sehingga
menghasilkan enam
Gambar 3. Kegiatan Penyambutan
Wisatawan di Desa Wisata tahapan pengorganisasian komunitas.
Kembangarum Sumber: Hasil Tahapan tersebut antara lain adalah
Observasi, 2012 tahap integrasi, tahap pemetaan isu,
permasalahan, dan potensi komunitas,
Gambar 4. Wisata Pertanian Bagi Para
tahap perancangan tindakan bersama,
Tamu di Desa Wisata Kembangarum
tahap implementasi kegiatan, tahap
Sumber: Hasil Observasi, 2012
monitoring dan evaluasi, tahap refleksi, terlibat dalam pengembangan Desa
dan tahap feedback. Wisata Kembangarum. Proses meraih
kepercayaan ini tidak mudah mengingat
1. Integrasi Tahap yang pertama adalah
adanya keterlibatan pihak luar desa
integrasi, dimana tahap ini merupakan
dalam pengembangan agrowisata.
tahap inisiasi awal antara stakeholder
Keberhasilan peraihan kepercayaan
yang terkait dalam pengembangan
masyarakat ini ditunjukkan dengan
agrowisata di Desa Wisata
adanya persetujuan kerja sama antara
Kembangarum. Dalam tahap ini,
masyarakat Desa Wisata Kembangarum
biasanya akan ada pihak organizer atau
dengan Bapak Herry dari Sanggar
inisiator dari luar Desa Wisata
Melukis Pratista sebagai pengembang
Kembangarum. Tahap integrasi ini juga
desa wisata. Persetujuan kerja sama
menekankan akan pentingnya proses
tersebut
peleburan antara pihak inisiator dari
luar dengan masyarakat lokal di Desa ditindaklanjuti dengan adanya langkah-
Wisata Kembangarum. Dalam konteks langkah strategis perencanaan Desa
pengembangan agrowisata di Desa Wisata Kembangarum bersama dengan
Wisata Kembangarum ini yang menjadi masyarakat setempat. Akhirnya pada 27
pihak inisiator luar adalah Bapak Herry Juli 2005, terbentuklah suatu kerja sama
Kustriyatmo selaku pemilik Sanggar antara pihak Sanggar Lukis Pratista
Lukis Pratista. Kolaborasi dengan dengan warga Desa Wisata
masyarakat sangat penting untuk Kembangarum dan ditandai dengan
menciptakan rasa kepercayaan antara adanya lembaga pengelola Desa Wisata
Bapak Herry selaku inisiator dari luar Kembangarum yang diketuai oleh
dengan tokoh-tokoh komunitas di Desa Bapak Masahid.
Wisata Kembangarum seperti Bapak
2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan
Masahid, Ibu Sri Sujarwati, Bapak
Potensi Komunitas Terkait Agrowisata
Mujiharjo, dan Bapak Ngadiman.
Langkah selanjutnya adalah memetakan
Keluaran utama dari tahap integrasi ini
isu, permasalahan, dan potensi yang
adalah adanya kepercayaan masyarakat
dimiliki oleh Desa Wisata
terhadap aktoraktor yang nantinya akan
Kembangarum. Proses Kembangarum. Pelibatan anggota
pengorganisasian komunitas pada tahap masyarakat ini dapat sebagai
ini melibatkan setiap anggota komunitas narasumber, proses diskusi,
dan memobilisasi mereka untuk dapat brainstorming, hingga pelaksanaan
mengetahui dan memetakan isu, survey lapangan. Pelibatan anggota
permasalahan, dan potensi yang dimiliki komunitas ini juga dalam rangka
oleh komunitas Desa Wisata memobilisasi komunitas, yang menjadi
Kembangarum dalam mengembangkan salah satu unsur pengorganisasian
agrowisatanya. Pada tahapan ini, ada komunitas.
beberapa hal yang perlu diperhatikan,
3. Merancang Tindakan-Tindakan
yakni sebagai berikut: 1. Keberadaan
Bersama
potensi alami 2. Kesiapan infrastruktur
penunjang kegiatan agrowisata 3. Tahap selanjutnya adalah perancangan
Karakteristik dan kapasitas tindakan bersama. Tahapan ini juga
kelompokkelompok komunitas dalam termasuk ke dalam tahap mobilisasi
pengembangan agrowisata. komunitas, karena diperlukan adanya
peran dari setiap anggota komunitas
Pemetaan yang dilakukan ini tidak
dalam mengembangkan agrowisata di
dilakukan oleh sekelompok tertentu
Desa Wisata Kembangarum Dalam
atau pengembangnya saja. Pemetaan ini
tahapan ini, terdapat dua hal yakni
perlu dilakukan oleh segenap anggota
mekanisme perancangan tindakan
komunitas. Metodenya bisa
bersama dan pelibatan anggota
bermacammacam, mulai dari diskusi
komunitas dalam perancangan tindakan
hingga ke survey lapangan. Di Desa
bersama. Di Desa Wisata
Wisata Kembangarum ini dilakukan
Kembangarum, dalam merencanakan
proses diskusi dalam memetakan isu,
suatu tindakan-tindakan, baik itu yang
permasalahan, dan potensi yang dimiliki
bersifat preventif maupun responsif,
oleh komunitas. Tak hanya itu, anggota
dilakukan dengan metode diskusi atau
komunitas juga dilibatkan dalam
musyawarah. Musyawarah
merumuskan tujuan bersama
pengembangan agrowisata tersebut
pengembangan Desa Wisata
dilakukan secara rutin, yakni setiap 35
hari sekali, yang juga melibatkan Desa Wisata Kembangarum sebagai
anggota komunitas. Selain itu, rapat penyedia layanan agrowisata. Selain itu,
yang dilaksanakan juga terbuka bagi fokus tahapan implementasi kegiatan ini
siapapun di luar pengurus Desa Wisata adalah pembagian peran yang dilakukan
Kembangarum. Warga dapat dari
menyampaikan aspirasinya dan ikut
setiap anggota komunitas Desa Wisata
merancnag tindakan bersama yang ingin
Kembangarum. Tabel 1 menjelaskan
dilakukan demi kemajuan Desa Wisata
mengenai pembagian peran bagi setiap
Kembangarum. Walaupun intensitas
kelompok dalam komunitas di Desa
rapat baru tinggi menjelang adanya
Wisata Kembangarum. Pembagian
tamu, tetapi masyarakat Desa Wisata
peran setiap kelompok yang ada di Desa
Kembangarum dapat dikatakan telah
Wisata Kembangarum ini dilakukan
menyadari pentingnya berdiskusi,
berdasarkan analisis pemetaan
berdemokrasi, dan pembentukan
kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas
konsensus dalam setiap perencanaan
dari setiap kelompok untuk dapat
dan pengambilan keputusan terkait
berkontribusi secara nyata dalam
agrowisata.
pegembangan agrowisata di Desa
4. Implementasi Kegiatan Wisata Kembangarum ini.
Pengembangan Agrowisata
Tabel 1. Daftar Pembagian Peran di
Tahap selanjutnya setelah berhasil Desa Wisata Kembangarum No
menyusun dan merancang tindakan Lingkup Aktor Peran 1
bersama adalah tahapan implementasi
Internal
kegiatan. Tahap implementasi kegiatan
ini juga mencerminkan adanya Ibu-ibu PKK Mengurusi bagian wisata
mobilisasi komunitas dengan kuliner
memanfaatkan sumber daya yang ada di
2
Desa Wisata Kembangarum. Tahap
implementasi kegiatan ini lebih Bapak-bapak Mengurus bagian pentas
berfokus kepada aktivitasaktivitas seni budaya dan kegiatan wisata
wisata yang dilakukan oleh masyarakat (pertanian, perkebunan, dan peternakan)
3 Pemuda / Karang Taruna Koordinator dimiliki oleh setiap kelompok-
kegiatan wisata dan sebagai pemandu kelompok dalam masyarakat Desa
wisata 4 Wisata Kembangarum ini.

Eksternal Selain dari aktor internal, terdapat pula


aktor eksternal yang turut
Perangkat Desa Donokerto Fasilitator
mengembangkan dan membantu
dan penghubung dengan stakeholder di
pengimplementasian kegiatankegiatan
tingkat atasnya 5 Perangkat Kecamatan
agrowisata di Desa Wisata
Turi Fasilitator forum komunikasi desa
Kembangarum. Aktor-aktor ini meliputi
wisata
pemerintah dari tingkat desa hingga
6 pusat. Perannya pun berbeda-beda
sesuai dengan kapasitas dan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
kemampuan kelembagaannya.
Kabupaten Sleman
Pada umumnya, aktor dari pihak
Fasilitator dan membantu memberi
pemerintah ini membantu implementasi
pelatihan terkait pengembangan desa
kegiatan agrowisata di Desa Wisata
wisata (termasuk bantuan dana)
Kembangarum ini dalam bentuk
Sumber: Hasil Analisis, 2012 pelatihan-pelatihan dan bantuan dana
pengembangan. Peran pihak pemerintah
Pembagian peran ini sangat penting,
ini memang secara tidak langsung dan
terutama agar terciptanya rasa
terkait dengan kegiatan-kegiatan
kepemilikan komunitas terhadap Desa
agrowisata di Desa Wisata
Wisata Kembangarum beserta kegiatan
Kembangarum, tetapi kontribusi pihak
agrowisatanya. Pembagian peran ini
pemerintah dapat membantu
juga menyesuaikan dengan paket wisata
mempersiapkan masyarakat untuk
yang ditawarkan. Seperti misalnya
mengembangkan kawasan agrowisata
wisata offroad yang dikelola oleh para
menjadi lebih baik.
pemuda/Karang Taruna atau wisata seni
5. Monitoring dan Evaluasi
dan budaya tradisional yang dikelola
Setelah kegiatan-kegiatan terkait
oleh bapak-bapak. Pembagian peran ini
agrowisata tersebut dilakukan, maka
juga disesuaikan dengan kapasitas yang
tahapan selanjutnya adalah tahapan pelayanan agrowisata di Desa Wisata
monitoring dan evaluasi. Peninjauan Kembangarum dapat lebih maksimal.
tahapan monitoring dan evaluasi
6. Refleksi
kegiatan-kegiatan pengembangan
agrowisata di Desa Wisata Kegiatan agrowisata di Desa Wisata
Kembangarum ini dilihat berdasarkan Kembangarum telah melalui setiap
dari dua indikator, yakni adanya tahapan pengembangan mulai dari
integrasi hingga pelaksanaan kegiatan
mekanisme pemantauan dan
serta monitoring dan evaluasi kegiatan.
pengawasan dan adanya rekomendasi
Tahap selanjutnya yang tak kalah
lanjutan pengembangan agrowisata. Di
penting adalah tahap refleksi. Tahap ini
Desa Wisata Kembangarum sudah
menggambarkan keberterimaan
memiliki mekanisme rapat atau
masyarakat terhadap kegiatan
musyawarah bulanan yang membahas
agrowisata yang telah berjalan di Desa
mengenai monitoring dan evaluasi
Wisata Kembangarum. Pada tahap
keberjalanan program-program wisata.
refleksi juga terlihat adanya nilai-nilai
Keluaran dari mekanisme rapat atau
positif dan manfaat yang diperoleh
musyawarah evaluasi kegiatan ini
masyarakat sebagai suatu dampak dari
adalah berupa rekomendasi lanjutan
kegiatan agrowisata di Desa Wisata
yang perlu dilakukan. Salah satu
Kembangarum.
rekomendasi yang keluar hasil dari
proses monitoring dan evaluasi ini Nilai positif dan manfaat dari
adalah perbaikan infrastruktur pengembangan agrowisata bagi
pendukung kegiatan agrowisata seperti masyarakat Desa Wisata Kembangarum
homestay, perbaikan akses, variasi ini dapat dirasakan dalam hal
permainan-permainan yang ditawarkan, transformasi budaya dan pendidikan
dan peningkatan kualitas dan bagi masyarakat, peningkatan kualitas
kebersihan lingkungan. Berbagai dan kebersihan lingkungan, dan
rekomendasi ini perlu ditindaklanjuti peningkatan perekonomian masyarakat.
lebih jauh agar peningkatan kualitas Keberadaan Desa
Wisata Kembangarum ini, bila dinilai eksternal Desa Wisata Kembangarum
secara ekonomis, belum berkontribusi seperti yang telah dijelaskan
secara signifikan bagi masyarakat sebelumnya.
setempat. Salah satu penyebabnya
7. Feedback
adalah ketidakrutinan kedatangan tamu
ke Desa Wisata Kembangarum. Feedback merupakan suatu keluaran
Fluktuasi kedatangan wisatawan inilah dari tahapan monitoring dan evaluasi
yang menyebabkan pendapatan dan tahapan refleksi dalam proses
tambahan masyarakat dari kegiatan di pengorganisasian komunitas dalam
Desa Wisata Kembangarum menjadi pengembangan kawasan agrowisata.
tidak tetap. Salah satu bentuk feedback adalah
adanya rekomendasi pengembangan
Pada saat ini, masyarakat telah
kawasan agrowisata. Rekomendasi ini
mengalami tahapan refleksi pada proses
muncul saat rapat evaluasi rutin para
pengorganisasian komunitas dalam
pengurus Desa Wisata Kembangarum.
pengembangan kawasan agrowisata di
Rekomendasi ini tidak hanya berisi hal-
Desa Wisata Kembangarum.
hal yang perlu ditingkatkan dalam
Masyarakat setempat telah menerima
pemenuhan layanan agrowisata bagi
manfaat yang diberikan dari adanya
wisatawan, tetapi juga berisi
Desa Wisata Kembangarum ini. Hasil
keberterimaan manfaat yang dirasakan
refleksi masyarakat tersebut dapat
oleh masyarakat
digunakan untuk merumuskan kembali
isu, permasalahan, dan potensi yang terhadap aktivitas di Desa Wisata
dimiliki oleh masyarakat Desa Wisata Kembangarum.
Kembangarum terkait dengan
Evaluasi yang secara komprehensif dan
pengembangan agrowisata berbasis
menyeluruh belum sepenuhnya
komunitas. Di lain pihak, terdapat
dilakukan oleh pihak-pihak yang
dualisme visi dan misi yang dibawa
berwenang, dalam hal ini adalah
oleh para pengurus Desa Wisata
pengurus Desa Wisata Kembangarum.
Kembangarum. Dualisme visi ini
Evaluasi yang dilakukan masih bersifat
berasal dari pihak inisiator internal dan
evaluasi kegiatan wisata saat ada
kunjungan. Evaluasi keberterimaan 4.2 Analisis Dinamika Kapasitas
masyarakat masih belum dilakukan Pengorganisasian Komunitas dalam
secara formal dan sistematis. Meski Pengembangan Agrowisata di Desa
demikian, mulai ada keluhan-keluhan Wisata Kembangarum
yang diutarakan oleh masyarakat terkait
Pengorganisasian komunitas merupakan
dengan manfaat yang diterima oleh
bagian dari kemampuan dan kapasitas
masyarakat.
komunitas untuk mampu
Dualisme visi dan misi dari para pihak mengorganisasikan dan memobilisasi
dan pengurus lembaga Desa Wisata komunitas demi terciptanya suatu
Kembangarum ini dapat berpotensi tindakan kolektif yang memberikan
untuk menjadi permasalahan tersendiri. manfaat positif bagi komunitas tersebut.
Hal ini juga akan berdampak kepada Pengembangan agrowisata
arah pengembangan Desa Wisata membutuhkan kapasitas masyarakat
Kembangarum ke depannya. yang spesifik dan sesuai dengan prinsip
Permasalahan ini perlu diatasi segera tertentu. Kapasitas pengorganisasian
agar tidak sampai menimbulkan komunitas dalam pengembangan
kerugian, terutama bagi masyarakat agrowisata di Desa Wisata
Desa Wisata Kembangarum. Refleksi Kembangarum merupakan suatu
masyarakat Desa Wisata Kembangarum indikator keberhasilan pengembangan
ini menjadi salah satu bahan agrowisata berbasis komunitas.
pertimbangan keberlanjutan kegiatan
Gambar 5. Perubahan Indikator
agrowisata Desa Wisata Kembangarum, Kapasitas Pengorganisasian Komunitas
baik dari pihak pengembang maupun Desa Wisata Kembangarum Sumber:
dari pihak internal komunitasnya itu Hasil Analisis, 2012
sendiri. Dalam tahapan feedback ini,
Penilaian kapasitas pengorganisasian
salah satu hal yang segera diatasi adalah
komunitas ini dilihat dari tiga aspek.
dualisme visi dan misi antara pengurus
Yang pertama adalah adanya mobilisasi
dan pengembang Desa Wisata
komunitas yang dilakukan dalam
Kembangarum.
mengembangkan Desa Wisata
Kembangarum. Aspek yang kedua mengembangkan agrowisata di Desa
adalah adanya tindakan kolektif Wisata Kembangarum, ratarata jumlah
komunitas untuk pengembangan responden mengalami peningkatan
agrowisata di Desa Wisata sebesar 13,58%. Dan untuk indikator
Kembangarum. Aspek yang terakhir terakhir yakni adanya outcome yang
adalah adanya outcome dan manfaat diterima oleh komunitas, terjadi
yang diterima oleh masyarakat Desa peningkatan rata-rata jumlah responden
Wisata Kembangarum akibat dari sebesar 14,77%. Meningkatnya nilai
pengembangan agrowisata. Ketiga rata-rata jumlah responden untuk setiap
aspek tersebut dilihat dinamika indikator kapasitas pengorganisasian
perubahannya, yakni periode dimana komunitas dalam pengembangan
belum ada dan terbentuknya secara agrowisata di Desa Wisata
resmi Desa Wisata Kembangarum, Kembangarum menunjukkan adanya
tepatnya sebelum tahun 2005, dan manfaat nyata yang dirasakan oleh
periode dimana Desa Wisata masyarakat Desa Wisata
Kembangarum sudah terbentuk yakni Kembangarum. Selain itu, masyarakat
setelah tahun 2005. Desa Wisata Kembangarum menilai
adanya perbaikan mekanisme atau
Berdasarkan analisis pada Gambar 3 di
atas, diperoleh bahwa untuk setiap sistem yang dilakukan untuk
indikator kapasitas pengorganisasian memobilisasi komunitas dan dengan
komunitas dalam pengembangan peluang pelibatan setiap anggota
agrowisata di desa wisata tersebut komunitas yang lebih besar.
memang mengalami peningkatan jika
Di lain pihak, secara keseluruhan nilai
dibandingkan antara periode sebelum
rata-rata jumlah responden untuk setiap
dan setelah berdirinya Desa Wisata
indikator kapasitas pengorganisasian
Kembangarum. Untuk indikator adanya
komunitas ini masih di bawah 50% dari
mobilisasi komunitas, rata-rata jumlah
total responden. Hal ini menunjukkan
responden meningkat sebanyak 22,84%.
bahwa adanya ketidakmerataan
Untuk indikator adanya collective
peningkatan kapasitas pengorganisasian
action yang dilakukan untuk
komunitas dalam pengembangan Desa
Wisata Kembangarum. Baru elite-elite pengorganisasian komunitas ini bersifat
atau tokohtokoh dari komunitas ini yang dinamis akibat dari pengaruh
secara nyata mengalami peningkatan lingkungan internal maupun eksternal
kapasitas pengorganisasian komunitas komunitas. Maka dari itu, penilaian
dalam pengembangan Desa Wisata kapasitas pengorganisasian komunitas
Kembangarum. Keberadaan Desa ini mengikuti sifat kedinamisan
Wisata Kembangarum dianggap masih kapasitas tersebut. Indikator dari
belum dapat meningkatkan kapasitas
keberhasilan proses pengorganisasian
pengorganisasian komunitas di setiap
komunitas dalam rangka peningkatan
level komunitas.
kapasitas pengorganisasian komunitas
5. Kesimpulan Desa Wisata Kembangarum ini ada tiga
yakni mobilisasi komunitas, collective
Proses pengorganisasian komunitas
action, dan adanya outcome bagi
dalam pengembangan kawasan
komunitas. Secara keseluruhan, nilai
agrowisata di Desa Wisata
rata-rata jumlah responden untuk setiap
Kembangarum terdiri dari beberapa
indikator kapasitas pengorganisasian
tahap dan merupakan suatu proses yang
komunitas dalam pengembangan
tertutup (cyclical). Proses
agrowisata di Desa Wisata
pengorganisasian komunitas dalam
Kembangarum mengalami peningkatan
pengembangan agrowisata di Desa
jika dibandingkan periode sebelum dan
Wisata Kembangarum terdiri dari tahap
setelah berdirinya Desa Wisata
integrasi, pemetaan isu, masalah, dan
Kembangarum.
potensi komunitas, merancang tindakan
bersama, implementasi kegiatan, Dalam mempertahankan eksistensi Desa
monitoring dan evaluasi, refleksi, dan Wisata Kembangarum, beberapa
feedback. rekomendasi berdasarkan penelitian
terkait pengorganisasian komunitas
Tujuan pengembangan Desa Wisata
dalam pengembangan agrowisata di
Kembangarum salah satunya adalah
desa wisata, yaitu: 1. Perlunya
peningkatan kapasitas masyarakat
memperkuat peran pemerintah daerah
setempat. Meski demikian, kapasitas
dalam mengembangkan agrowisata di
Desa Wisata Kembangarum dalam menggerakkan masyarakat dan
mengantisipasi adanya dualisme visi mengembangkan Desa Wisata
dan misi yang terjadi dalam internal Kembangarum ke depannya. 6.
pengelola Desa Wisata Kembangarum. Perluasan jaringan melalui kerja sama
Peran pemerintah ini sebagai fasilitator dengan berbagai pihak, terutama
untuk meluruskan kembali visi misi pihakpihak di luar Desa Wisata
pembangunan Desa Wisata Kembangarum sebagai strategi untuk
Kembangarum. 2. Pengorganisasian meningkatkan kedatangan wisatawan.
komunitas juga merupakan suatu
Ucapan Terima Kasih
metode yang ditempuh untuk
meningkatkan kapasitas komunitas di Penulis mengucapkan terima kasih
setiap level. Diperlukan adanya peluang kepada Dr. Suhirman, S.H., M.T.
partisipasi bagi setiap anggota untuk arahan dan bimbingan sehingga
komunitas di Desa Wisata artikel ini dapat ditulis. Terima kasih
Kembangarum selebar mungkin. Disini juga kepada dua mitra bestari yang telah
juga dibutuhkan peran dari seorang memberikan komentar yang berharga.
pemimpin yang mampu memobilisasi
Daftar Pustaka
anggota komunitas. 3. Perlunya
pemerataan kegiatan dan pembangunan Akpinar, Nevin, dkk. 2003. Rural
infrastruktur penunjang kegiatan Women and Agrotourism in the
agrowisata untuk mengatasi spatial gap Context of Sustainable Rural
antara RT 04 dan RT 05, RW 26, Desa Development: A Case Study
Wisata Kembangarum. 4. Adanya From Turkey.
tuntutan transparansi dalam segala Chaskin, J. Robert. 2001. Building
kegiatan agrowisata di Desa Wisata Community Capacity. New
Kembangarum. York: Walter De Gruyter, Inc.
Damanik, Janianton dan Helmut F.
5. Perlunya regenerasi kepemimpinan di
Weber. 206. Perencanaan
Desa Wisata Kembangarum. Calon-
Ekowisata: Dari Teori ke
calon pemimpin tersebut harus mulai
Aplikasi. Yogyakarta: Pusat
dibina dan dilatih agar mampu
Studi Pariwisata (PUSPAR) 188
UGM. Diego County. Retrieved June 4, 2008,
Jolly, A. D., & Reynolds, A. K. from the University of California-Davis
2005. Consumer Small Farm Center Web site:
Demand For Agricultural And http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/
On-Farm Nature Tourism. Uc agritourSD.html Mukhotib, MD. 2012.
Small Farm Center Research Membangun Organisasi Rakyat.
Brief. Retrieved from Saridarmini, Ni Luh Ayu Rai. 2011.
http://sfp.ucdavis.edu/files/1434 Dampak Agrowisata Berbasis Modal
66.pdf Keputusan Bersama dan Agrowisata Berbasis Masyarakat.
Menteri Pertanian dan Menteri Denpasar: Tesis Universitas Udayana.
Pariwisata, Pos, dan Sinclair, Zack dan Lisa Russ. 2006.
Telekomunikasi Nomor: Organization Development for Social
204/KPTS/30HK/050/4/1989 Change: An Integrated Approach to
dan Nomor KM. Community Transformation. Zack
47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Sinclair and Movement Strategy Center.
Koordinasi Pengembangan Stall, Susan, and Randy Stoecker. 1998.
Wisata Agro Lobo, R. E., "Community organizing or organizing
Goldman, G. E., Jolly, D. A., community? Gender and the crafts of
Wallace, B. D., Schrader, W. L., empowerment," Gender and Society, 12
& Parker, S. A. 1999. (Dec): 729-756. Utama, I Gusti Bagus
Agricultural tourism: Rai. 2011. Agrowisata Sebagai
agritourism benefits agriculture Pariwisata Alternatif. Yoeti, Oka. A.
in San 2008. Perencanaan dan Pengembangan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya
Vol 21/No. 3 Desember 2013 Paramita.
BAB IV

PEMBAHASAN

6.1 Pengertian global warming dan go green.


Secara keseluruhan subjek A, B, C, D, E, F mengartikan global warming sebagai
pemanasan global dan dampak dari global warming adalah kebocoran ozon yang dapat
mengakibatkan efek-efek buruk bagi bumi. Cara untuk menanggulangi global warming
adalah dengan cara reboisasi atau penanaman hutan kembali dan menurut subjek
reboisasi dapat dikatakan sebagai bentuk go green. Menghemat daya listrik, mengurangi
penggunaan bermotor, pemanfaatan tenaga surya, tidak merokok tidak selalu membuka
lahan baru yang mengurangi penyerapan air dan pohon hijau dan semua itu sudah
menurut subjek sudah merupakan bentuk dari go green. Menurut keseluruhan subjek go
green adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan,
menurut keseluruhan subjek go green dilakukan adalah karena untuk melindungi alam
dari pemanasan global. Kebanyakan dari subjek sudah pernah melihat go green,
kebanyakan gerakan go green dilakukan di area sekitar sumah seperrti reboisasi dan
pada instansi pendidikan seperti sekolahan. Mennurut interview yang dilakukan
terhadap keseluruhan subjek, subjek sudah melakukan go green namun pada dasarnya
gerakan go green ini tidak maksimal, contohnya membuang sampah pada tempatnya
dilakukan oleh semua subjek, namun ketika tempat sampah jauh atau tidak ada tempat
sampah keseluruhan subjek menyatakan mereka membuang sembarangan atau tidak
pada tempatnya. Dan mematikan alat elektronik yang menyambung dengan listrik
ketika sudah tidak digunakan, tetapi kebanyakan subjek tidak melepas charger hp ketika
mereka selesai menggunakan.

6.2 Faktor penyebab diadakannya go green.


Dari hasil interview dapat disimpulkan bahwa kegiatan go green merupakan kegiatan
guna melindungi bumi dari pemanasan global dan efek rumah kaca. Keseluruhan subjek
menjawab penggunaan kertas dalam keseharian mereka adalah digunakan untuk
menulis dan apabila sedang disekolah terkadang dijadikan mainan kemudian dibuang
karena sudah tidak terpakai lagi. Kebanyakan subjek mengatakan sudah mengetahui
bahan baku pembuatan kertaas. Keseluruhan subjek berpendapat bahwa cara untuk
mengatasi penggunaan kertas sehingga tidak banyak pohon ditebang adalah dengan cara
menggunakannya kembali atau dengan memanfaatkannya. Begitu pula dengan
pemanfaatan air, dapat disimpulkan semua subjek sudah dapat menggunakan air secara
bijak.

6.3 Perilaku terhadap go green.


Dari hasil interview dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek melakukan
pemborosan listrik dengan media charger hp, yang dikarenakan kurangnya pengetahuan
subjek apabila charger hp tetap dipasangkan pada stop contact maka energi yang
dikeluarkan tetap menyala dan terbuang dengan percuma. Dari hasil interview
keseluruhan subjek menyatakan tidak mengajak oranag lain megikuti karena subjek
masih takut kalau dimarahi oleh orang tersebut

6.4 Dampak go green.


Dari hasil interview dapat disimpulkan bahwa dampak go green terhadap diri sendiri
adalah dapat bernapas dengan lega karena banyak oksigen. Dampak go green terhadap
lingkungan adalah lingkungannnya tidak rusak dan tetp asri. Dan go green itu
merupakan hal yang positif untuk dilaukan karena go green tujuan utamanya adalah
menyelamatkan bumi dari global warming.

6.5 Deskripsi data hasil observasi selama FGD berlangsung


Secara keseluruhan peserta A di waktu pertama, belum menjawab pertanyaan
yang di ajukan oleh moderator. Tetapi setelah pertanyaan ke empat dan seterusnya,
peserta menjawab pertanyaan serta menambahkan pendapat dari jawaban teman –
temannya. Peserta lebih banyak memberikan pendapat baru setelah mendengarkan
jawaban temannya, kemudian 2 kali membantah, dan terkadang menjadi urutan pertama
yang menjawab pertanyaan dari moderator.
Secara keseluruhan peserta B pada waktu pertama memberikan pendapat baru
setelah temannya memberikan jawaban. Peserta B lebih banyak memberikan pendapat
baru. Melakukan 2 kali membantah, dan seuju dengan jawabn teman – temannya.
Peserta B sering menjadi urutan kedua dalam menjawab atau memberi pendapat, dan
sesekali memberikan pertanyaan yang ia belum pahami.
Secara keseluruhan, peserta C pada waktu pertama ia tidak menjawab maupun
memberi pendapat baru. Peserta C lebih sering berpendapat sama dan setuju dengan
teman – temannya. Hanya sesekali ia memberikan pendapat baru. Peserta ini tidak ada
membantah jawaban dari teman – temannya. Peserta C lebih banyak diam dan senyum –
senyum juga tertawa jika ada yang bercanda. Ia lebih sering menjawab dengan urutan
terakhir dalam menjawab. Ketika di tanya sama moderator, ada beberapa yang ia tidak
menjawab pertanyaan tersebut.
Secara keseluruhan, peserta D di awal pertanyaan sudah memberikan pendapat
baru. Peserta ini lebih banyak menjawab memberikan pendapat baru, dan terkadang
setuju dengan teman – temannya. Ia juga banyak diam, dan tertawa jika ada yang
bercanda. Ketika di tanya sama moderator, ada beberapa yang ia tidak menjawab
pertanyaan tersebut.
Secara keseluruhan peserta E di awal pertanyaan sudah menjawab pertanyaan
dari moderator. Peserta E lebih banyak menjadi urutan pertama dalam menjawab
pertanyaan dari moderator.peserta E juga lebih banyak memberikan pendapat baru dari
perntayaan moderator maupun jawaban dari teman – temannya. Terkadang ia
membantah jawaban dari teman – temannya. Peserta E juga melakukan bantah terhadap
jawaban temennya yang tidak ia setujui. Terkadang peserta F juga bertanya kepada
moderator tentang masalah yang tidak ia pahami.
Secara keseluruhan, peserta F di awal pertanyaan dari moderator ia sudah
mberikan pendapat baru. Peserta F lebih banyaj memberikan pendapat baru di banding
menjawab “sama” dengan jawaban temennya. Tapi ada beberapa jawaban temannya
yang ia setujui.peserta F sering menjadi urutan pertama dalam menjawab. Sekali –
sekali peserta F juga membantah jawaban temannya yang tidak ia setujui.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan Focus Group Discussion merupakan teknik yang tepat untuk
menggali data-data dengan karakteristik khusus maupun penelitian dengan
tujuan tertentu. Melalui teknik FGD dapat diketahui tentang persepsi, opini,
kepercayaan dan sikap terhadap suatu produk, pelayanan, konsep atau ide,
maupun memungkinkan dilakukannya suatu kajian kebutuhan atau evaluasi
program yang tidak dapat dilaksanakan jika menggunakan teknik pengumpulan
data lainnya. Dengan diperolehnya data yang berhubungan dengan faktor
penyebab masalah dan potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah,
maka suatu masalah dapat segera diselesaikan. Teknik ini tidak hanya dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah, melainkan juga dapat diterapkan
untuk penggalian informasi persepsi dan kebutuhan yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Kelemahan dari teknik ini adalah tidak dapat digunakan untuk
tujuan kuantitatif, misalnya tes hipotesis, tidak dapat digunakan pada
pembahasan sebuah topik yang sangat sensitive sehingga peserta menjadi ragu-
ragu dalam mengungkapkan perasaan dan pengalamannya secara bebas seperti
perilaku seksual atau HIV AIDS yang dialami peserta, peserta kadang sulit
dikendalikan ketika diskusi berlangsung, serta hasil dan kesimpulan diskusi
terkadang dipengaruhi oleh pandangan dan pendekatan dari moderator.

B. SARAN

Saran Agar hasil pelaksanaan FGD bisa didapatkan secara maksimal, disarankan
bagi peneliti dalam melaksanakan FGD perlu me-review kembali kaidahkaidah FGD
dan melakukannya seideal mungkin sehingga hasil diskusi maksimal dan didapatkan
data sesuai tujuan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Irwanto. 2006. Focused Group Discussion (FGD) :SebuahPengantarPraktis.


Jakarta :YayasanObor Indonesia

Koentjoro Ningrat. 2005. Metode-MetodePenelitianMasyarakat, Jakarta : PT.


GramediaPustakaUtama

Krueger & Casey, 2000. A Practical Guide for Applied Research Publisher: Sage
Publications Publish
The Focus Group Process. Diakses dari: http://www.
isixsigma.com/offsite.asp?A=Fr&Uri=http://www. groupsplus.com/pages/process.htm. Sitasi 2
Maret 2009. Focus Group Discussion (FGD). Diakses dari: http://www.
enolsatoe.org/content/view/15/33/. Sitasi 23 Maret 2009. Kesehatan Reproduksi Remaja
Terabaikan. Diakses dari: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0201/18/iptek/ kese10.htm.
Sitasi Mei 2006. Kresno S, Ella Nurlaela H, Endah Wuryaningsih, Iwan Ariawan. 1999.
Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta.
Krueger, Richard A. 1988. FOCUS GROUPS: A Practical Guide for Applied Research. SAGE
Publications. California. An Overview of Fokus Group Methodology. Diakses dari:
http://www.talkingquality.gov/docs/section5/popups/ methodology_pop.htm. Sitasi 2 Maret
2009. Paramita A, Widjiartini, Paiman Soeparmanto. 2006. Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Remaja oleh Puskesmas yang di Wilayah Kerjanya Terdapat Lokasi Prostitusi (Studi di Kota
Malang dan Kabupaten Tulungagung). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, IX(3): 156–163.
Surabaya. Tecnique for Testing and Evaluation. Diakses dari: http://
www.talkingquality.gov/docs/section5/5_3.htm#Fok us%20Group%20different. Sitasi 2 Maret
2009. What to expect. Diakses dari: http://www.srcentre.com. au/participants/focus-group-
participants. Sitasi

Anda mungkin juga menyukai