Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP DASAR NEOPLASMA MATA

Dosen Pembimbing: : Ns. Eka Afdi S, S.Kep

Di Susun Oleh:

Kelompok 6

1. Hasanah (14201.06.14016)
2. Holidatul Qoriah (14201.06.14018)
3. Juairiyah (14201.06.140--)
4. Susilowati (14201.06.140--)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2016
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH

KONSEP DASAR NEOPLASMA MATA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

SISTEM PERSEPSI SENSORI

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Ns. Eka Afdi S, S.Kep


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “KONSEP DASAR
NEOPLASMA MATA” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong
3. Achmad Kusyairi, S.Kep.Ns.,M.Kep. sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan
4. Ns. Eka Afdi, S.Kep. sebagai dosen pembimbing Mata Ajar Sistem persepsi sensori
5. Ns. Nafolion Nur Rahmat S.Kep. sebagai Dosen Wali S1 Keperawatan Tingkat 2
6. Santi Damayanti, A.md. selaku panitia Perpustakaan
7. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Maret 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

Halama Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Mamfaat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Klasifikasi
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.8 Komplikasi
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti dibagian tubuh lain, mata juga bisa terserang tumor, baik jinak maupun ganas.
Tumor adalah pertumbuhan atau tonjolan abnormal di tubuhh. Tumor sendiri dibagi
menjadi jinak dan ganas. Tumor ganas juga disebut kanker. Tumor pada mata disebut
juga tumor orbita.
Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata)
sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata dan kelenjar air mata. Rongga
orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid
dan sphenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh zigoma,
tulang frontal dan sayap sphenoid besar, sebelah inferior oleh atap sinus maksilari.
Tumor mata merupakan penyakit dengan multifactor yang terbentuk dalam jangka
waktu lama dan mengalami kemajuan melalui stadium berbeda-beda. Factor nutrisi
merupakan satu aspek yang sangat penting, komplek, dan sangat dikaitkan dengan proses
patologis tumor. Secara umum, total asupan berbagai lemak (tipe yang berbeda-beda dari
berbagai lemak) bisa dihubungkan dengan peningkatan insiden tumor mata. Infeksi virus
seperti pada papilloma dan neuplasia intraepitel pada konjungtiva juga merupakan
penyebab utama. Selain itu radiasi sinar UV juga menyebabkan terjadinya tumor pada
bagian tertentu di mata (kanski, 2009).
Tiga jenis tumor mata yang sering terjadi pada anak-anak adalah kista dermoid,
hemangioma, dan rabdomiosarkoma. Sedangkan tiga jenis tumor mata yang sering terjadi
pada dewasa adalah tumor limfoid, hemangioma kafernosa, dan meningioma. Apabila
diagnosis dini dapat ditegakkan maka angka kejadian dan mortalitas pada kasus tumor
mata dapat diturunkan (oemiati, 2011).
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari Neoplasma mata?

1.2.2 Apa etiologi dari Neoplasma mata?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari Neoplasma mata?


1.2.4 Apa manifestasi klinis dari Neoplasma mata?

1.2.5 Apa saja Klasifikasi dari Neoplasma mata?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari Neoplasma mata?

1.2.7 Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Neoplasma mata?

1.2.8 Apa saja Komplikasi dari Neoplasma mata?

1.2.9 Apa saja pengkajian yang harus dilakukan pada Neoplasma mata?

1.2.10 Apa saja pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada penderita Neoplasma mata?

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui materi tentang Neoplasma mata

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari Neoplasma mata


2. Untuk mengetahui etiologi dari Neoplasma mata
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Neoplasma mata
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Neoplasma mata
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Neoplasma mata
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penderita Neoplasma mata
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada penderita Neoplasma mata
8. Untuk mengetahui pengkajian yang harus dilakukan pada penderita
Neoplasma mata
9. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada penderita
Neoplasma mata.

1.3 Manfaat
1.3.1. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu fenomena
kesehatan yang spesifik tentang Neoplasma mata.
1.3.2 Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan terhadap
fenomena kesehatan yang saat ini menjadi momok tersendiri di kalangan
masyarakat ini.
1.3.3 Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang Neoplasma mata.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Struktu rmata
1. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika fibrosa. Bagian
posterlortunika fibrosa adalah sclera opaque yang berisi jaringan ikatfibrosa putih.
a. Sclera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat perlekatan
untuk otot ekstrinsik
b. Kornea adalah perpanjangan anterior yang transparan pada sclera di bagian
depan mata. Bagian ini menstranmisi cayaha dan memfokuskan berkas cayaha
2. Lapisan tengah bola mata disebut tunika vascular (uvea), dan tersusun dari koroid,
badan silliaris, dan iris
a. Lapisan koroid adalah bagian yang sangat terpigmentasi untuk mencegah
refleksi internal berkas cahaya. Bagian ini juga sangat tervaskularisasi untuk
memberikan nutrisi pada mata, dan elastic sehingga dapat menarik ligament
suspensori
b. Badan siliaris, suatu penebalan di bagian anterior lapisan koloid, mengandung
pembuluh darah dan otot siliaris. Otot melekat pada ligament suspensorik,
tempat perlekatan lensa. Otot ini penting dalam akomodasi penglihatan, atau
kemampuan untuk mengubah focus dari objek berjarak jauh ke objek berjarak
dekat di depan mata.
c. Iris, perpanjangan sisi anterior koroid, merupakan bagian mata yang berwarna
kuning. Bagian ini terdiri dari jaringan ikat dan otot radialis serta sirkularis,
yang berfungsi untuk mengendalikan diameter pupil.
d. Pupil adalah ruang terbuka yang bulat pada iris yang harus dulalui cahaya
untuk dapat masuk ke anterior mata
3. Lensa adalah stertruktur bikonveks yang bening tepat di belakang pupil.
Elastisitasnya sangat tinggi, suatu sifat yang akan menurun seiring proses penuan
4. Rongga mata. Lensa memisah anterior mata menjadi dua rongga :rongga anterior
dan rongga posterior.
a. Rongga anterior terbagi menjadi dua ruang.
1. Ruang anterior teletak di belakang kornea dan di depan iris; ruang
posterior terlatak di depan lensa dan di belakang iris
2. Ruang tersebut barisi aqueous humor, suatu cairan bening yang diproduksi
proses ussiliaris untuk mencukupi kebutuhan nutrisi lensa dan kornea.
Aqueous humor mengalir kesaluran schleman dan masuk ke sirkulasi
darah vena
3. Tekanan intraocular pada aqueous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata. Jika aliran aqueous humor terhambat, tekanan akan
meningkat dan mengakibatkan kerusakan penglihatan, suatus kondisi yang
disebut glukoma.
b. Rongga posterior terletak di antara lensa dan retina dan berisi vitreus humor,
semacam gel transparan yang juga berperan untuk mempertahankan posisi
retina terhadap kornea.
5. Retina, lapisan terdalam mata adalah lapisan yang tertipis dan transparan. Lapisan
ini terdiri dari lapisan terpigmentasi luar dan lapisan saraf dalam.
a. Lapisan terpigmentasi luar pada retina melekat pada lapisan koroid. Lapisan
ini adalah lapisan tunggal sel epitel kuboidal yang mengandung pigmen
melanin dan berfungsi untuk menyerap cahaya berlebih dan mencegah refleksi
internal berkas cayaha yang melalui bola mata. Lapiasan ini juga menyimpan
vitamin A.
b. Lapisan jaringan saraf dalam (optikal), yang terletak bersebelahan dengan
lapisan terpigmentasi adalah struktur kompleks yang terdiri dari berbagai jenis
neuron yang tersusun dalam sedikit sepuluh lapisan terpisah
1. Sel batang dan kerucut adalah reeseptor fotosensitif yang terletak
berdekatan dengan lapisan terpigmentasi .
a. Sel batang adalah neuron silindris bipolar yang bermodifikasi menjadi
dendrit sensitive cahayan. Setiap mata berisi sekitar 120 juta sel batang
terletak terutama pada perifer retina. Sel batang tidak sensitive
terhadap warna dan bertanggung jawab. Untuk penglihatan di siang
hari.
2. Neuron bipolar membentuk lapisan tengah dan menghubungkan sel batang
dan sel kerucut ke sel-sel ganglion.
3. Sel ganglion mengandung akson yang bergabung dengan regia khusus
dalam retina untuk membentuk saraf optic.
4. Sel horizontal dan selama krin merupakan sel lain yang ditemukan dalam
retina, selini berperan untuk menghubungkan sinaps-sinaps lateral.
5. Cahaya masuk melauli lapisan ganglion. Lapisan bipolar, dan badan sel
batang serta kerucut untuk menstimulasi prosesus dendrite dan memicu
impuls saraf. Kemudian implus saraf menjalar dengan arah terbalik
melalui kedua lapisan sel saraf.
c. Bintik buta (diskus optic) adalah titik keluar saraf optic. Karena tidak ada
fotoreseptor pada area ini, maka tidak ada sensesi penglihatan yang terjadi saat
cahaya jatuh ke area ini.
d. Lutea macula adalah area kekuningan yang terletak agak lateral terhadap
pusat.
e. Fovea adalah pelekukan sentralmacula lutea yang tidak memiliki sel batang
dan hanya mengandung sel kerucut. Bagian ini adalah puisat visual mata;
bayangan yang terfokus di sini akan diinterpretasi dengan jelas dan tujuan oleh
otak.

2.2 DEFINISI

Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, sesuai definisi
Wllis adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun
rangsngan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tetang asal
neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang
normal. Neoplasma adalah sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus
menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak
berguna bagi tubuh (Kumar, 2007).
Tumor pada mata juga disebut tumor orbita. Tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata,
sperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor orbita jarang ditemukan dan
dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya.
Tumor kelopak mata serupa tumor lain di kulit. Bisa benigna ataupun maligna.
Pemajanan terhadap sinar ultraviolet dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya
karsinoma kelopak mata (Smeltzer,2001).
2.3 ETIOLOGI
1. Faktor genetik
2. Sinar ultraviolet
3. Infeksi virus papiloma
4. Kelainan metabolism
5. Mutasi gen
6. Penyakit vaskuler
7. Inflamasi intra okuler
8. Trauma

2.4 KLASIFIKASI

1. Tumor palpebra
a. Tumor jinak palpebra
Tumor jinak palpebra sangat umum dan frekuensinya bertambah dengan semakin
meningkatnya usia. Kebanyakan mudah dikenali di klinik, dan eksisi dilakukan
dengan alasan kosmetik. Meskipun begitu seringkali lesi ganas sulit dikenali
secara klinik, dan biopsy harus selalu dilakukan jika ada kecurigaan keganasan.
1) Nevus
Nevus melanositik di palpebra adalah tumor jinak biasa dengan struktur
patologik yang sama dengan nevus di tempat lain. Nevus ini biasanya
congenital namun mungkin relative kurang berpigmen saat lahir dan makin
membesar dan tambah gelap pada masa remaja. Banyak yang tidak pernah
mendapat pigmen yang jelas terlihat, dan banyak yang mirip papiloma
jinak. Nevus jarang menjadi ganas. Nevus dapat dihilangkan dengan eksisi
cukur jika dikehendaki demi alasan kosmetik.
2) Papiloma
Papiloma adalah tumor palpebra yang paling umum. Ada dua jenisnya :
papiloma skuamosa dan keratosis seboreika (papiloma sel basala, verruca
senilis). Pada keduanya, bagian pusat fibrovaskuler menembus epitel
permukaan yang menebal (akantotik dan hiperkeratotik) memberinya
tampilan papillomatosa. Keratosis seboreika terdapat pada usia
pertengahan dan orang tua. Permukaanya verukosa dan sering berpigmen
karena melanin mengumpul dalam keratosit.
3) Molluscum Contagiosum
Lesi khas untuk kelainan yang luar biasa ini adalah sebuah perumbuhan
kecil berumbilikus sentral, simetris dan gepeng sepanjang tepian palpebra.
Kondisi ini disebabkan oleh virus besar dan dapat menimbulkan
konjungtivitis, bahkan keratitis, jika lesi itu masuk ke ruang konjungtiva.
Penyembuhan umumnya dicapai dengan kuretase,kauter, atau eksisi.
4) Xanthelasma
Xanthelasma adalah kelainan umum yang terdapat pada permukaan
anterior palpebra, umunya bilateral di dekat sudut medial mata. Lesi itu
tampak bercak kuning berkerut pada kulit dan paling sering terlihat pada
orang tua. Xanthelasma merupakan endapan lipid didalam histiosit pada
dermis palpebra. Evaluasi klinik terhadap kadar lipid serum diindikasian,
namun jarang ditemukan kelainan.
Pengobatan diindikasikan demi alasan kosmetik. Lesi tertentu dapat
dieksisi, lesi kecil kadang-kadang dapat dikaunter, rekurensi tidak jarang
terjadi setelah pembuangan.
5) Hemangioma
Tumor vaskuler congenital paling umum di palpebra adalah hemangioma
kapiler, terdiri atas kapiler-kapiler dan sel-sel endotel yang berproliferasi,
hemangioma ini timbul saat lahir atau tidak lama sesudah lahir, bertumbuh
cepat, dan umunya berinvolusi spontan menjelang usia 7 tahun. Jika
superficial, lesi tampak merah terang (nevus “strawberry”); lesi yang lebih
dalam tampak kebiruan atau ungu.
Jenis hemangioma kedua adalah hemangioma kavernosa, berupa saluran-
saluran vaskuler besar berlapiskan endotel dengan otot polos pada
dindingnya. Jenis ini timbul dalam perkembangan, bukan congenital dan
cenderung muncul setelah decade pertama. Berbeda dari hemangioma
kapiler, umunya tidak mengalami regresi.
b. Tumor ganas primer dari palpebra
1) Karsinoma
Karsinoma sel basal dan sel skuamosa adalah tumor mata ganas paling umum.
Tumor-tumor ini paling sering terdapat pada orang bercorak kulit terang atau
kuning langsat yang terpajan menahun terhadap sinar matahari. 95%
karsinoma palpebra adalah dari jenis sel basal, sisa 5% terdiri atas karsinoma
sel skuamosa dan karsinoma kelenjar meibom.
Pengobatan semua karsinoma ini adalah eksisi total, yang akan berhasil sangat
baik dengan mengontrol tepian irisan operasi dengan potongan beku. Banyak
di antara tumor ganas ini dan banyak tumor jinak memilikigambaran serupa,
biasanys diperlukan biopsy untuk menegakkan diagnosis yang benar.
1. Karsinoma sel basal
Karsinoma sel basal umumnya tumbuh lambat dan tanpa sakit, berupa
nodul yang tidak atau dapat berulkus. Karsinoma ini secara perlahan
menyusupi ke jaringan sekitar namun tidak bermetastasis. Satu jenis jarang
karsinoma sel basal morphea atau “bersklerosis” cenderung meluas secara
diam-diam dan tersembunyi dan merusak dibawah permukaan. Kadang-
kadang menimbulkan ektropion, entropion, retraksi atau lekukan kulit
diatasnya, atau kehilangan bulu mata.
2. Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa juga tumbuh lambat dan tanpa rasa sakit,
seringkali berawal sebagai sebuah nodul hiperkeratotik, yang dapat
berulkus. Tumor radang jinak seperti keratokanthosa sangat mirip
karsinoma. Diagnosis tepat tergantung pada biopsy. Seperti karsinoma sel
basal, tumor ini dapat menyusup dan mengikis jaringan sekitarnya, mereka
dapat pula menyebar ke limfonodus regional melalui system limfatik.
3. Karsinoma kelenjar sebasea
Karsinoma kelenjar sebasea paling sring muncul dari kelenjar meibom dan
kelenjar zeis, namun dapat pula muncul dalam kelenjar sebasea alis mata
atau karunkulum, separuhnya mirip lesi dan kelainan radang jinak seperti
chalazion dan blepharitis menahun. Karsinoma ini lebih agresif dari
karsinoma sel skuamosa, sering meluas ke dalam orbita, memasuki
pembuluh limfe dan bermetastasis.
2. Tumor orbita primer
a. Hemangioma kapiler
Hemangioma kapiler merupakan tumor jinak yang sering ditemukan dan kadang-
kadang mengenai kelopak mata dan orbita. Lesi superficial tampak kemerahan
(nevus strawberry) dan lesi yang terletak dalam tampak kebiruan. Lesi cenderung
membesar dengan cepat selama tahun pertama kehidupan dan mengecil secara
lambat selama 6-7 bulan. Lesi di dalam orbita dapat menyebabkan strabismus atau
proptosis. Keterlibatan kelopak mata dapat mencetuskan astigmatisme atau
sumbatan penglihatan sehingga terjadi ambliopia.
b. Hemangioma kavernosa
Hemangioma kavernosa bersifat jinak, tumbuh lambat, dan biasanya menjadi
simtomatik pada usia pertengahan. Sebagian besar timbul pada wanita.
Hemangioma ini biasanya terdapat didalam corong otot, menimbulkan proptosis
aksialis, hiperopia. Tidak seperti hemangioma kapiler,
c. Rabdomiosarkoma
Rabdomiosarkoma adalah tumor ganas primer orbita yang paling sering terjadi
pada anak-anak. Tumor muncul sebelum usia 10 tahun, dan ditandai oleh
pertumbuhan yang cepat. Tumor dapat menghancurkan tulang orbita didekatnya
dan menyebar ke otak.

2.5 PATOFISIOLOGI

Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang
diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian besar tumor orbita pada
anak-anak bersifat jinak dan karena perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-
anak jarang, tetapi bila ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan
prognosisnya jelek.
Tumor orbita meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi massa. Meskipun
massa secara histologis jinak, itu dapat menggangu pada struktur orbital atau yang
berdekatan dengan mata. Dan bisa juga dianggap ganas apabila mengenai struktur
anatomis. Ketajaman visual atau kompromi lapangan, diplopia, gangguan motilitas luar
mata, atau kelainan pupil dapat terjadi dari invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder
untuk tumor pada atau perdarahan. Tidak berfungsinya katub mata atau disfungsi
kelenjar lakrimal dapat menyebabkan keratopati eksposur, keratitis, dan penipisan
kornea.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastases dengan invasi tumor melalui
nervus optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan
metastases jauh ke sumsung tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak
kuning mengkilat, dapat menonjol kedalam badan kaca. Di permukaan terdapat
neufaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak normal.
PATHWAY

Infeksi virus Mempengaruhi Nyeri Akut


massa
Mutasi gen

Malformasi congenital pembedahan


neuplasia
Kelainan metabolism

Penyakit vaskuler TUMOR / Kerusakan


Inflamasi intraokuler NEOPLASMA jaringan

neoplasma
Metastasis
trauma Perjalanan
penyakit
Melalui sclera ke
jaringan orbita menuju
otak Ansietas

Penurunan visus
Mendesak saraf
dan lapang
optikus & okulomoorik
pandang
Meningkatkan
volume intraokuler
Resiko Penurunan
Cidera fungsi
Mengganggu struktur orbita /
penglihatan
struktur mata

Gangguan Persepsi
Visual
Gangguan proptosis
motilitas luar
mata
Gangguan
citra tubuh
Resiko infeksi Disfunfsi katub
mata

Disfungsi Mata terpajan ke


perlindungan lingkungan
primer (eksternal )
2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri orbital
Jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan gambaran khas
‘pseudotumor’ jinak dan fistula karotid-kavernosa
2. Proptosis
Pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan
bertahap dan tidak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi
ganas)
3. Arah bola mata tidak lurus kedepan
4. Turunya penglihatan sampai buta
Penglihatan terganggu akibat terkenya saraf optik atau retina, atau tidak langsung
akibat kerusakan vaskuler
5. Penglihatan ganda
6. Mata merah
7. Pembengkakan kelopak atau terlihatnya masa tumor.
Mungkin jelas pada pseudotumor, exoftalmus endokrin atau fistula karotit
kavernusa.
8. Gerak mata, sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat
oftalmuplegia endokrin atau dari lesi saraf III, VI, dan VI pada fisura orbital
(misalnya sindroma tolosa Hunt) atau sinus kavernosus.

2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsy atau eksisi.
Situasi tertentu tidak memerlukan biopsy atau eksisi untuk memulai perawatan. Kondisi
seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan berbagai atimkro agen.
Intervensi bedah diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan atau memburuk
klinis terbukti pada pemeriksaan pseudotumor biasanya ditangani secara medis dengan
steroid sistemik. Hemangioma kapiler juga dapat diobati dengan non-surgical, seperti
suntikan steroid. Pengobatan yang diberikan pada tumor tidaklah sama, tergantung dari
jenis tumor dan stadium saat tumor ditemukan.
Insisi untuk mencapai surgical space tersebut melalui orbitotomy anterior dan
orbitotomy lateral. Lesi orbita dapat meliputi lebih dari satu ruang sehingga
membutuhkan kombinasi dari beberapa pendekatan. Ekssentrasi dapat dipertimbangkan
didalam penanganan tumor yang meluas dari sinus, wajah, palpebra, konjungtiva atau
ruang intrakranial. Apabila terjadi eksisi atau pembedahan, akan dilakukan perawatan
dirumah sakit yaitu :
1. Tirah baring dan aktifitas dibatasi agar pasien tidak mengalami komplikasi
pada bagian tubuh lain. Tirah baring dilaksankan kurang lebih 5 hari setelah
operasi atau tergantung pada kebutuhan klien.
2. Bila keuda mata dibalut, perlu bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya untuk mencegah cidera
3. Jika terdapat gelombang udara didalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahankan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada
robekan retina
4. Pasien tidak boleh terbaring terungkup
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk memepermudah pemeriksaan pasca
operasi (atropin).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosa antara lain
(ilyas,2012).
1. Pemeriksaan primer
Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan
kelainan orbita. Begitu juga computed tomography (CT) bermanfaat untuk
mempelajari anatomi dan penilaian dari tulang. Magnetic resonance imaging
(MRI) sangat efektif dalam menilai perubahan jaringan lunak, kasusnya lesi-lesi
yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur intrakanial. Ultrasonography
(USG) dapat sangat membantu dalam beberapa kasus.
2. Pemeriksaan sekunder
Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography dan
arteriography. Tujuan pemeriksaan ini untuk melihat besar tumor yang
mengakibatkan bergesernya pembuluh dasar disekitar tumor, adanya pembuluh
darah dalam tumor.
3. Pemeriksaan patologi
Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi-lesi orbita tidak dapat dibuat tanpa
pemeriksaan histopalogy dimana dapat berupa fine-needle aspiraton biopsy.
Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya
kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optik.
4. Pemeriksaan laboratorium
Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini dicari dengan berbagai jalan dan
sedapat mungkin menghindari pembedahan. Pada mata pembedaan sering
merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini disebabkan sukarnya atau belum
didapatnya diagnosa jenis tumor. Untuk menghindari pembedahan eksploratif ini
dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti tumor mareker, imunologi.
Pemeriksaan laboratium juga dilakukan dalam rangka menyeleksi abnormalitas
fungsi tiroid dan penyakit-penyakit lainnya.

2.9 KOMPLIKASI
1. Glaukoma, adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih
tinggi daripada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan
2. Keratitis ulseratif, yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya
destruksi (kerusakan ) pada bagian epitel kornea. Keratitis merupakan kelainan akibat
terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi
keruh.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari landasan dalam proses keperawatan untuk
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentan masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.

1. Tahap pemeriksaan medis


Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu:
1) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dalam memduga penyebab proptosis. Hal ini penting karena
proptosis dapat disebabkan oleh atera-vena malformasi, penyakit infeksi, tiroid
dan tumor.
Untuk dapat membedakan keempat penyakit-penyakit yang disebutkan diatas
dapat dibuat anamnesis:
1. Arteri vena malforasi: adanya trauma dan penambahan proptosis bila
penderita dalam posisi membungkuk.
2. Penyakit infeksi: proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya tanda-tanda
infeksi lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya riwayat
penyakit sinusitis atau abses gigi.
3. Penyakit tiroid: adanya tanda-tanda penyakit tiroid seperti tremor, gelisah
yang berlebihan berkeringat banyak dan adanya penglihatan ganda.Bila dari
pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa di jawab, maka riwayat penyakit bisa
diarahkan ke penyakit tumor dan dapat dilanjutkan dengan pencarian
perkiraan jenis tumor.
4. Tumor retrobulbar
a. Lama terjadi proptosis, karena umumnya proptosis dapat terjadi lebih
pada tumor jinak, sedangkan tumor ganas proptosis terjadi lebih cepat.
b. Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan
jenis tumor yaitu tumor anak-anak dan tumor dewasa.
c. Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan
terjadinya proptosis, dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau
saraf optic, sedangkan bila tidak bersamaan dengan terjadinya proptosis
kemungkinan letak tumor diluar daerah ini.
d. Adanya tanda-tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat
badan menurun.
e. Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena kemungkinan tumor
diorbita merupakan metastasis.
2. Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata secara teliti sangat diperlukan antara lain:
a. Penilaian penglihatan (visus)
b. Penilaian struktur palpebra
c. Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa
atau pulsasi.
d. Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.
e. Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola mata dan
kondisi bagian bola mata khususnya nervus optikus.
3. Pemeriksaan orbita
a. Pengukuran proptosis: untuk mengetahui adanya derajat proptosis
dangan memperbandingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata
normal antara 12-20 mm dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi
2 mm. bila penonjolan bola mata lebih dari 20 mm atau beda kedua mata
lebih dari 3 mm ini merupakan keadaan patologi. Pengukuran dapat
dilakukan dengan hertel eksoftalmometer.
b. Posisi proptosis: diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan
macam jaringan yang berbeda di orbita. Ada dua arah proptosis yang
harus diperhatikan yaitu sentrik dan eksentrik. Proptosis sentrik
disebabkan oleh tumor yang berbeda dikonus. Kemungkinan jenis
tumornya adalah glioma, maningioma atau hemangioma proptosis
ekstresik harus dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk menduga
kira-kira jenis tumornya, misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh
tumor yang berasal dari kelenjar lakrimal atau kista dermoid. Arah
inferetemporal disebabkan oleh tumor dermoid, mukokel sinus etmoid
atau sinus frontal atau meningkokel. Arah superior disebabkan oleh
tumor berasal dari antrum maksila.
c. Proptosis bilateral atau uniteral: bisa membantu dalam memperkirakan
jenis tumor.
d. Palpasi: pada tumor yang teraba sebaiknya dinilai konsistensinya kistik
atau solid, pergerakan dari dasar, adanya rasa sakit pada penekanan dan
halus dan benjolannya permukaan tumor. Dapat memperkirakan
terdapatnya massa pada anterior orbita, khususnya pembesaran kelenjar
lakrimal. Peningkatan tahanan retrobulbar merupakan abnormalitas yang
difus seperti pada tiroid.
e. Associated Orbytopathy (TAO). Sebaiknya dilakukan palpasi kelenjar
limfatik regional.
f. Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata atau tulang
mastoid untuk mendeteksi adanya bruit pada kasus-kasus fistula
kavernosa carotid.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan tumor orbita antara lain:

1. Gangguan persepsi sensori (visual) berhubungan dengan perubahan, transmisi, atau


integratasi sensori.
2. Nyeri akut yang berhungan dengan factor-factor fisik, biologis, atau kimia.
3. Risiko infeksi yang berhungan dengan factor exsternal.
4. Risiko cedera yang berhubungan dengan penurunan visus
5. Ketidakefektivan koping individu yang berhungan dengan krisis situasional
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan.
7. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, perjalanan penyakit

3.3 INTERVENSI
1. Gangguan persepsi sensori:
a. Tujuan:
Klien melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses
rangsang penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.

b. Criteria hasil:
 Pasien mendiskusikan dampak kehilangan penglihatan terhadap gaya
hidup
 Pasien mengungkapkan perasaan aman, nyaman dan terlindungi
 Pasien mempertahan kan terhadap orang, tempat dan waktu
 Pasien menunjukkan perhatian terhadap lingkungan eksternal
 Pasien mendapatkan kembali fungsi penglihatannya

c. Interveni:
1. berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kehilangan penglihatan.
2. sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furniture yang
berlebihan diruang pasien.
3. bila pasien buta saat masuk rumah sakit, berikan kesempatan kepada pasien
untuk secara langsung menata ruangannya.
4. lakukan modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan penglihatan yang
dimiliki pasien.
5. bila pasien mengalami diplopia, tutup satu mata untuk memperbaiki perbaikan
ganda.
6. selalu perkenalkan diri andaatau beri tahu keberadaab anda saat memasuki
ruangan pasien, dan beritahu pasien saat akan meninggalkan ruangan.
7. anjurkan anggota keluarga dan teman-teman pasien untuk mengunjungi pasien
dan membawa benda yang familier.
8. Bila pasien telah menjalani pembedahan mata, berikan perawatan yang tepat,
sesuai indikasi.
9. Berikan dan pantau keefektifan obat yang diprogramkan.
10. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien.

2. Nyeri akut:
a. Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang.
b. Criteria hasil:
 Skala nyeri berkurang
 Pasien tidak meringis menahan nyeri
 Ttv dalam batas normal
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Intervensi:
1. Observasi skala nyeri
2. Gunakan teknik komunikasi terapeotik
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
4. Batasi pengunjung
5. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic untuk
mengurangi nyeri
3. Risiko infeksi:
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan resiko
infeksi akan berkurang.
b. Criteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Jumlah leokosit dalam batas normal
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Intervensi:
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
5. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
6. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
7. Anjurkan untuk banyak istirahat
8. Ajarakan menghindari infeksi
9. Kolaborasi dengan tim medis
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tumor pada mata juga disebut tumor orbita. Tumor orbita adalah tumor yang
menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata,
sperti otot mata, saraf mata, dan kelenjar air mata. Tumor orbita jarang ditemukan dan
dapat berasal dari dinding orbita, isi orbita, sinus dan sekelilingnya.
Tumor kelopak mata serupa tumor lain di kulit. Bisa benigna ataupun maligna.
Pemajanan terhadap sinar ultraviolet dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya
karsinoma kelopak mata (Smeltzer,2001).

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa sebaiknya memperdalam perawatan pasien
neoplasma mata agar dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan pengobatan dan agar
mahasiswa lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan serta cara-cara perawatannya
sehingga dapat membarikan pendidikan ksehatan kepada pasien dan keluarga.
.
DAFTAR PUSTAKA

Tamsuri, Anas.2010.Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal-


Bedah.Jakarta:EGC

Vaughan,Daniel G.2000.Oftalmologi Umum.Jakarta : Widya Medika

Smeltzer,Suzann ec.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (edisi 8) vulome 3. Jakarta


: EGC

Kumar, vinay. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, ed 7, volume 1 Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai