Anda di halaman 1dari 8

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) PADA PASIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan
adanya orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk melakukan
interaksi dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak selamanya
memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu,
sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan individu untuk
interaksi dengan orang lain (Azizah, 2010).
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut,
kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan menarik diri
(Stuart dan Laraia, 2006). Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan
oleh sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain
yang dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih (Keliat,
2009).
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan
sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok yaitu
agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan orang
lain, sesuai dengan kebutuhannya memperkenalkan dirinya. Menanyakan hal-hal
yang sederhana dan memberikan respon terhadap pertanyaan yang lain sehingga
pasien dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat merasakan arti berhubungan
dengan orang lain (Bayu, 2011).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta
meningkatkan repon social dan harga diri (Keliat, 2009).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku
kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah yang tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara tidak langsung (Sumirta,
2013).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri
sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan
langsung dan tidak konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu
dan membantu mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi
positif marah (Yosep, 2010).
Atas dasar tersebut, maka dengan terapi aktivitas kelompok (TAK)
pasien dengan perilaku kekerasan dapat tertolong dalam hal sosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya. Tentu saja pasien yang mengikuti terapi ini adalah pasien
yang mampu mengontrol dirinya dari perilaku kekerasan sehingga saat TAK
pasien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota kelompok lain.

B. TOPIK
Mencegah perilaku kekerasan dengan cara spiritual.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a) Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
b) Mengevaluasi kemampuan klien melakukan cara fisik 1 , cara fisik 2
dan cara 3: tarik nafas dalam, pukul kasur bantal dan cara verbal.
c) Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara 4 mengontrol perilaku
kekerasan: spiritual.
d) Memasukkan cara 4 ke dalam jadwal kegiatan harian klien.

D. METODE TERAPI
1. Dinamika kelompok.
2. Diskusi tanya jawab.
3. Bermain peran atau stimulasi.
E. TAHAPAN TERAPI
1. Persiapan
a) Memilih klien sesuai dengan indikasi (Pasien Kekerasan) yang sudah
kooperatif.
b) Membuat kontrak dengan klien.
c) Mempersiapkan alat, tempat dan setting pertemuan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Salam dari terapis kepada klien
c) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
d) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
3. Evaluasi dan validasi
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan masalah yang dirasakan dan menanyakan apakah masih
ada perasaan marah atau tidak.
4. Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara spirituall untuk mencegah
perilaku kekerasan.
b) Menjelaskan aturan main berikut.
c) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis
5. Tahap kerja
a) Terapis memperkenalkan diri (nama lengkap dan nama panggilan
serta memakai papan nama).
b) Melakukan validasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c) Mengevaluasi kemampuan klien melakukan cara fisik 1 , cara fisik 2
dan cara 3: tarik nafas dalam, pukul kasur bantal dan cara verbal.
d) Mengajarkan dan mendemonstrasikan cara 4 mengontrol perilaku
kekerasan: spiritual.
e) Memasukkan cara 4 ke dalam jadwal kegiatan harian klien.
5. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan kegiatan apa yang dilakukan
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menyadari dirinya jika mengalami tanda gejala perilaku kekerasan
agar dapat mengaplikasikan SP yang akan diberikan
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

F. KARAKTERISTIK PASEIN
a. Kriteria:
1. Klien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama
dengan perawat.
2. Klien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat.

b. Proses seleksi:
1. Mengobservasi pasein yang masuk kriteria.
2. Megidektifikasi pasien yang masuk kriteria.
3. Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
4. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK PK.
Mengikuti: menjelaskan tujuan TAK PK pada pasien, rencana
kegiatan kelompok, dan aturan main dalam kelompok.

G. PENGORGANISASIAN
Hari/tanggal : Senin/ 15 Januari 2018
Waktu Pelaksanaan : Pukul sd (30 menit)
1. Pembukaan : 5 menit
2. Inti : 15 menit
3. Penutup : 10 menit
4. Tempat : RSJ Prov. Jawa Barat Ruang Merak
Terapist:
a. Leader: Maria Purba waktu, tempat dan jalannya
Uraian tugas: acara.
1. Mengkoordinasi seluruh 2. Melaporkan hasil pengamatan
kegiatan pada leader dan semua angota
2. Memimpin jalannya terapi kelompok dengan evaluasi
kelompok kelompok.
3. Memimpin diskusi
d. Fasilitator: Billy, Elia, Enggrid,
b. Co Leader: Rachel Claudia Mese

Uraian tugas: Uraian tugas:

1. Membantu leader mengkordinasi 1. Memotivasi peserta dalam

semua kegiatan aktivitas kelompok.

2. Mengingatkan leader jika ada 2. Memotivasi anggota dalam

kegiatan yang menyimpang. ekspresi perasaan setelah

3. Membantu memimpin jalannya kegiatan.

kegiatan. 3. Mengatur posisi kelompok

4. Menggantikan leader jika ada dalam lingkungan untuk

berhalangan. melaksanakan kegiatan.


4. Membimbing kelompok selama

c. Observer: Ghammelin S permainan diskusi.

Uraian tugas: 5. Membantu leader dalam

1. Mengamati semua proses melaksanakan kegiatan.


kegiatanyang berkaitan dengan 6. Bertanggung jawab terhadap
program antisipasi masalah.

Setting:
a. Terapis dan klien duduk berhadapan dan berdampingan.
b. Ruangan nyaman dan tenang
Keterangan

: Observer : Fasilitator

: Peserta : Leader

: Co Leader

H. PROSES PELAKSANAAN
Alokasi
No. Kegiatan Keterangan
waktu
1. Tahap orientasi: Leader
 Memberi salam terapeutik: salam dari 5 menit
terapis
 Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan
pasien saat ini, apakan masih ada
perasaan marah?
 Kontrak
2. 1. Terapis memperkenalkan diri (nama
lengkap dan nama panggilan serta 15 menit Leader
memakai papan nama). Co Leader
2. Melakukan validasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan.
3. Mengevaluasi kemampuan klien
melakukan cara fisik 1 , cara fisik 2 dan
cara 3: tarik nafas dalam, pukul kasur
bantal dan cara verbal.
4. Mengajarkan dan mendemonstrasikan
cara 4 mengontrol perilaku kekerasan:
spiritual.
5. Memasukkan cara 4 ke dalam jadwal
kegiatan harian klien.
3. Tahap terminasi:
 Evaluasi (Subjektif dan Objektif) 10 menit Leader
 Rencana tindak lanjut
 Kontrak yang akan datang
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa : aplikasi Praktik Klinik. Graham


Ilmu: Yogyakarta.

Keliat. B. A and Akemat. (2009). “Mode Praktik Keperawatan Profesional Jiwa”.


Jakarta: ECG.

Sumirta, Nengah, I. (2013). Relaksasi Nafas dalam Terhadap Pengendalian Marah


Klien dengan Perilaku Kekerasan. http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JURNAL%20GEMA%20KEPERAWATAN/JUNI%2020
15/I%20Nengah%20Sumirta.pdf.

Stuart dan Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Yosep, Ivus. (2010). “Keperawatan Jiwa”. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai