Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terdapat berbagai macam unsur di bumi dengan bentuk dan jenis yang berbeda-beda
pula. Dari sekian banyak unsur yang ada dan kita ketahui, kebanyakan unsur-unsur tersebut
adalah berjenis logam. Salah satunya yaitu logam-logam yang berada pada golongan transisi.
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion logam terdiri atas satu atom pusat dan dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat (Svehla, 1985).
Logam transisi biasanya mempunyai orbital d yang tidak terisi penuh sehingga
memiliki kecenderungan yang besar untuk membentuk senyawa yang dinamakan dengan
senyawa kompleks. Senyawa kompleks pada umumnya terdiri dari logam-logam yang
bertugas sebagai atom pusatnya. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang pembentukan
senyawa kompleks di antaranya yaitu teori ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori
orbital molekul (Syarifudin, 1990).
Dalam senyawa kompleks, ada yang dinamakan ligan dan ada juga yang namanya ion
atau atom pusat.Dalam hal ini, ligan berfungsi sebagai donor proton dan intinya sebagai
akseptor. Ligan pada senyawa kompleks memilki peranan yang sangat penting yaitu ketika
suatu ligan yang berikatan semakin kuat maka kompleks yang terbentuk akan semakin stabil.
Sehingga dalampraktikum ini diarapkan seorang praktikan mampu mengetahui perbadaan
kekuatan ligan antara ligan amonia dan air.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam kegiatan praktikum ini yaitu: Mempelajari perbedaan kekuatan
medan ligan antara ligan amonia dan air.

1.3. Prinsip Kerja


Penentuan panjang gelombang maksimum dari larutan ion logam Ni2+0,1 M dalam
pelarut air, campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1 M, dan campuran 3:1 antara air dan
NH4OH 1 M dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer
pada rentang panjang gelombang 300-900 nm dengan interval 20 nm. Panjang gelombang
maksimum ketiga larutan digunakan untuk membandingkan kuat medan ligan amin dan air
(Sukarti. 1989).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori


Jika kristal Ni (NO3)2 dilarutkan dalam air maka zat tersebut terionisasi menghasilkan ion
kompleks [Ni(H2O)6]2+. Molekul air yang terkoordinasi (disebut ligan) dalam kesetimbangan
dinamik dengan molekul air yang tidak terkoordinasi dapat diganti oleh ligan-ligan lain
dalam larutan yang dapat terikat lebih kuat. Sebagai contoh penukaran 𝐻2 𝑂 oleh 𝑁𝐻3 (Vogel,
1990).

[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)6]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝐻2𝑂)5(𝑁𝐻3)]2+


[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)5(𝑁𝐻3)]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝐻2𝑂)4(𝑁𝐻3)2]2+
[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)4(𝑁𝐻3)2]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝐻2𝑂)3(𝑁𝐻3)3]2+
[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)3(𝑁𝐻3)3]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝐻2𝑂)2(𝑁𝐻3)4]2+
[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)2(𝑁𝐻3)4]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝐻2𝑂)(𝑁𝐻3)5]2+
[𝑁𝑖(𝐻2𝑂)(𝑁𝐻3)5]2+ + 𝑁𝐻3 [𝑁𝑖(𝑁𝐻3)6]2+

Dengan adanya kelebihan 𝑁𝐻3 dalam penukaran ini akan menghasilkan ion kompleks
[Ni(NH3)6]2+. Perubahan warna larutan kompleks [Ni(H2O)6]2+ dari hijau ke biru
menunjukkan adanya perubahan kimia.
Ion unsur transisi dapat mengikat ion-ion atau molekul netral yang memiliki pasangan
elektron bebas (ligan) dengan ikatan kovalen koordinasi yang membentuk ion kompleks. Ion
kompleks adalah gabungan ion (atom pusat) dengan ion lain (ligan) membentuk ion baru atau
gabungan ion dengan molekul netral membentuk ion baru (Basset et al., 1994).
Berdasarkan ligan yang diikat oleh atom pusat dalam ion kompleks, maka ada 2
macam ion kompleks :
1. Ion kompleks positif
Terbentuk apabila ion logam transisi (atom pusat) berikatan dengan aligan yang
merupakan molekul netral seperti 𝐻2 𝑂 atau 𝑁𝐻3 sehingga ion kompleks yang terbentuk
bermuatan positif.
2. Ion kompleks negatif
Terbentuk apabila ion atom pusat berikatan dengan ligan yang merupakan ion negatif.
(Sukarti, 1989)
Bila pada ion kompleks diberikan energi dalam bentuk cahaya, maka elektron pada
orbital yang lebih rendah energinya dapat tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi energinya.
Dengan menyerap cahaya yang energinya sama dengan harga 𝐴0 . Makin kecil energi yang
diperlukan pada eksitasi tersebut seperti telah diketahui energi cahaya bergantung pada λnya.
Yaitu makin pendek λ makin tinggi energinya. Cahaya tampak terdiri dari cahaya radiasi
dengan λ yaitu 400-700 nm. Suatu larutan/zat padat memiliki warna tertentu karena
menyerap sebagian dari komponen sinar tampak. Makin kecil λ cahaya yang diserap (makin
besar energinya) makin besar harga 𝐴0 atau makin kuat ikatan antara ion pusat dan ligan.
Urutan kekuatan ligan sebagai berikut :
𝐵𝑟 − <𝐶𝑙 − <𝐶𝑁𝑆 − <𝐻2 𝑂<𝑁𝐻3 <𝑁𝑂2−
(Vogel, 1990)
Ditinjau dari muatan ligannnya, maka ion logam dengan muatan yang lebih besar
akan menghasilkan harga 𝐴0 yang lebih besar pula karena lebih mudah mempolarisasikan
elektron yang terdapat dalam ligan. Ukuran dari muatan logamnya mempengaruhi harga 𝐴0
misalnya harga 𝐴0 untuk [𝐹𝑒(𝑁𝐻3)6]4+ lebih besar daripada harga 𝐴0 untuk
[𝑁𝑏(𝑁𝐻3)6]4+ makin besar ukuran ion maka makin besar harga 𝐴0 .(Syarifelin, 1990)
Pelarutan Cu, 𝑂𝐻 − , 𝐶𝑂3− , dalam asam menghasilkan ion warna hijau kebiruan
ditulis [𝐶𝑢(𝐻2𝑂)6]2+ . 2 dari molekul-molekul 𝐻2 𝑂 berada lebih jauh daripada 4 lainnya :
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )(𝐻2 𝑂)5]2+ [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )4(𝐻2 𝑂)2]2+
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )(𝐻2 𝑂)5]2+ + 𝑁𝐻3 [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )2(𝐻2 𝑂)4]2+
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )2(𝐻2 𝑂)4]2+ + 𝑁𝐻3 [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )3(𝐻2 𝑂)3]2+
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )3(𝐻2 𝑂)3]2+ + 𝑁𝐻3 [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )4(𝐻2 𝑂)2]2+
(Cotton dan Wilkinson, 1989)

2.2. Tinjauan Bahan


A. Ni2+ (Nikel) (Dirgen POM, 1979)
Merupakan ksidasi kuat. Kontak dengan bahan lain dapat menyebabkan kebakaran.
Dapat menyebabkan alergi pernafasan dan reaksi kulit. Dapat menyebabkan iritasi mata
berat dan kemungkinan cedera. Dapat membahayakan janin. Penyebab iritasi kulit dan
saluran pernapasan. Bisa berbahaya jika tertelan atau terhirup. Dapat menyebabkan
kanker jika terhirup.
- Organ Sasaran: Darah, sistem saraf pusat, mata, kulit, selaput lendir. Efek Kesehatan
Potensial.
- Mata: Dapat menyebabkan iritasi mata berat dan kemungkinan cedera.
Kulit: Menyebabkan gangguan pada kulit. Dapat menyebabkan sensitisasi kulit, reaksi
alergi, yang menjadi bukti saat kembali terpapar bahan ini.
- Tertelan: Dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal dengan mual, muntah dan diare.
Dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.
- Terhirup: Debu mengganggu saluran pernapasan. Dapat menyebabkan reaksi alergi
pernafasan. Dapat menyebabkan methemoglobinemia, sianosis (perubahan warna
kebiru-biruan pada kulit akibat kekurangan oksigenasi darah), kejang, takikardia,
dyspnea (susah bernafas), dan kematian.
- Kronis: Inhalasi dalam waktu lama dapat menyebabkan peradangan saluran
pernapasan dan kerusakan paru-paru. Kontak kulit yang berkepanjangan atau berulang
dapat menyebabkan dermatitis sensitisasi dan kemungkinan kerusakan dan / atau
ulserasi. Dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan. Kemungkinan risiko bahaya
pada anak yang belum lahir.
a. Pertolongan Pertama:
- Mata: Siram mata dengan banyak air setidaknya selama 15 menit, kadang-kadang
mengangkat kelopak mata atas dan bawah. Mendapatkan bantuan medis
- Kulit: Siram kulit dengan banyak air sedikitnya selama 15 menit sambil melepas
pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Dapatkan bantuan medis jika terjadi iritasi
atau persisten.
- Tertelan: Jika korban sadar dan waspada, berikan 2-4 cupful susu atau air. Jangan
pernah memberikan apapun melalui mulut ke orang yang tidak sadar. Segera dapatkan
bantuan medis
- Terhirup: Hapus dari paparan dan segera pindah ke udara segar. Jika tidak bernafas,
berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernafas, beri oksigen. Mendapatkan bantuan
medis
Catatan untuk Dokter: Obati secara simtomatik dan mendukung.
b. Sifat Fisik
- Keadaan Fisik: Padat
- Penampilan: hijau emerald
- Bau: tidak berbau
- pH: 4.0 (sol berair.)
- Tekanan uap: Dapat diabaikan
- Kepadatan uap: 10.0
- Laju Penguapan: Tidak tersedia.
- Viskositas: Tidak tersedia
- Titik didih: 137 derajat C
- Pembekuan / Titik lebur: 56,7 derajat C
- Suhu Dekomposisi: 200 derajat C
- Kelarutan: Larut.
- Berat / Densitas Spesifik: 2.05
- Formula Molekul: Ni (NO3) 2.6H2O
- Berat Molekul: 290,8

B. NH4OH (Dirgen POM, 1979)


a. Tinjauan Emergency
- Penampilan: cairan tak berwarna.
- Bahaya: Menyebabkan luka bakar mata dan kulit. Menyebabkan luka bakar saluran
pencernaan dan saluran pernafasan. Berbahaya jika tertelan.
- Organ Sasaran: Mata, kulit, selaput lendir.
- Efek Kesehatan Potensial
- Mata: Kontak dengan cairan atau uap menyebabkan luka bakar parah dan
kemungkinan kerusakan mata yang tidak dapat diperbaiki. Lachrymator (zat yang
meningkatkan aliran air mata).
- Kulit: Menyebabkan iritasi kulit yang parah. Menyebabkan luka bakar kulit. Dapat
menyebabkan bisul mendalam pada kulit. Kontak dengan kulit bisa menyebabkan
pewarnaan, pembengkakan, dan penebalan kulit.
- Tertelan: Berbahaya jika tertelan. Dapat menyebabkan kerusakan parah dan permanen
pada saluran pencernaan. Penyebab luka bakar saluran cerna. Penyebab penyempitan
tenggorokan, muntah, kejang-kejang, dan syok.
- Terhirup: Efek mungkin tertunda. Menyebabkan iritasi parah pada saluran pernafasan
bagian atas dengan batuk, luka bakar, sulit bernafas, dan kemungkinan koma.
- Kronis: Inhalasi dalam waktu lama dapat menyebabkan peradangan saluran
pernapasan dan kerusakan paru-paru. Paparan berkepanjangan atau berulang dapat
menyebabkan kerusakan kornea dan perkembangan katarak dan glaukoma.
b. Pertolongan Pertama
- Mata: Jika kena kontak, segera basuh mata dengan banyak air sedikitnya selama 15
menit. Segera dapatkan bantuan medis
- Kulit: Jika kena kontak, segera basuh kulit dengan banyak air sedikitnya selama 15
menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Segera dapatkan
bantuan medis Cuci pakaian sebelum digunakan kembali.
- Tertelan: Jika tertelan, tidak menyebabkan muntah. Segera dapatkan bantuan medis
Jika korban benar-benar sadar, berikan secangkir air. Jangan pernah memberikan
apapun melalui mulut ke orang yang tidak sadar.
- Terhirup: Jika terhirup, angkat ke udara segar. Jika tidak bernafas, berikan pernapasan
buatan. Jika sulit bernafas, beri oksigen. Mendapatkan bantuan medis
Catatan untuk Dokter: Setelah pemaparan inhalasi, amati selama 24 sampai 72 jam
karena edema paru mungkin tertunda.
c. Sifat Fisik
- Keadaan Fisik: Cairan
- Penampilan: tidak berwarna
- Bau: bau yang kuat - seperti amoniapH: 13,6
- Tekanan uap:> 112,5 mm Hg @ 20 deg C
- Densitas uap: 0,59 (udara = 1)
- Laju Penguapan: Tidak tersedia.
- Viskositas: Tidak tersedia.
- Titik didih: 27 derajat C
- Pembekuan / Titik lebur: -34,9 derajat C
- Suhu Dekomposisi: Tidak tersedia.
- Kelarutan: Larut.
- Berat Jenis Spesif / Densitas: 0.92
- Formula Molekul: NH4OH
- Berat Molekul: 35,04

C. HNO3 (Amonia) (Dirgen POM, 1979)


a. Sifat Fisik
- Nama Produk : Asam Nitrat 10 %
- Kode Katalog : SLN2161
- CAS# : Campuran
- RETCS : Tidak Dipakai
- TSCA : TSCA 8 (b) persediaan: Air, Asam nitrat, marah CI # : Tidak dipakai.
- Sinonim : Nitric Acid 10%
- Nama Kimia : Tidak dipakai.
- Rumus Kimia : Tidak dipakai.
- Komposisi Bahan: Nama CAS# % massa Air 7732-18-5 35 Asam Nitrat, furning
7697-37-2 65 Data Toksikologi pada Bahan : Asam nitrat, berasap : UAP (LC50):
akut 244 ppm [Rat]. 344 ppm 0.5 hours [Rat]
b. Identifikasi Bahaya
- Potensi Efek Kesehatan Akut Sangat berbahaya jika terjadi kontak langsung dengan
kulit (korosive, iritatif), kontak dengan mata (korosive, iritatif), gangguan pencernaan
dan gangguan pernafasan. Dalam bentuk cairan atau spray bisa menyebabkan iritasi
mata
- Potensi Efek Kesehatan Kronis Efek karsinogenik : tidak ada Efek mutagenik : tidak
ada Efek teratogenik : tidak ada Senyawa ini dapat meracuni paru-paru, membran
mukosa, sistem pernafasan bagian atas, kulit, mata, dan gigi. Jika terlalu lama atau
berulang-ulang terkena, maka dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. Jika terlalu
lama mengalami kontak dengan uap, maka dapat menimbulkan iritasi mata kronis dan
menyebabkan beberapa iritasi kulit. Jika terlalu lama atau berulang-ulang terkena uap,
dapat menyebabkan infeksi pernafasan.
c. Pertolongan Pertama
- Kontak Mata Jika kontak dengan mata , basuh mata dengan air paling tidak selama 15
menit. Gunakan air dingin. Dan segera cari pertolongan medis.
- Kontak Kulit Jika kontak, bilas bagian yang terkena asam Nitrat dengan air paling
tidak 15 menit sambil melepas pakaian yang terkontaminasi. Cuci pakaian yang
terkontaminasi sebelum dipakai lagi.
- Kontak serius dengan kulit Cuci dengan sabun desinfektan dan oles kulit yang
terkontaminasi dengan krim anti-bakteri. Carilah segera pertolongan medis.
- Penghirupan Jika terhirup, lepaskan ke udara segar. Jika terjadi gangguan pernapasan,
berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen. Segera cari
pertolongan medis.
- Penghirupan Serius Evakuasi korban ke daerah yang aman sesegera mungkin. Jika
terfjadi kesulitan bernafas, longgarkan pakaian korban dan berikan oksigen. Jika
korban tidak bernafas, berikan nafas buatan. AWAS: “hal ini mungkin berbahaya bagi
orang yang memberikan nafas buatan sebab bahan-bahan beracun dan korosif dapat
terhirup. Segera cari pertolongan medis.
- Pencernaan Jika tertelan jangan dimuntahkan kecuali diarahkan oleh ahli medis.
Jangan memberikan sesuatu pada mulut korban yang tidadk sadar. Loggarkan pakaian
korban. Segera cari pertolongan medis.
2.3. Persamaan Reaksi

3. [Ni (H2O)6]2+

28Ni = (Ar)18 4s2 3d8 Hibridisasi = sp3d1 ( oktahedral)


Ni2+= (Ar)18 4s0 3d8

.. .. .. .. .. ..

3d 4s 4p 4d

4. [Ni(NH3)6]2+

28Ni = (Ar)18 4s2 3d8 Hibridisasi = sp3d1 ( oktahedral)


Ni2+= (Ar)18 4s0 3d8

.. .. .. .. .. ..

3d 4s 4p 4d
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: Labu ukur 50 ml 1
buah, beaker glass 100 ml 1 buah, gelas ukur 10 ml 2 buah, dan kaca arloji 1 buah.

3.2. Bahan
Dalam kegiatan praktikum ini adapun bahan yang digunakan antara lain:
Ni(NO3).6H2O, NH4OH, HNO3 dan aquadest.

3.3. Prosedure Kerja

2 buah gelas kimia 50 ml

Tabung 1 Tabung 2

- Dituangi 10 ml laruta induk Ni2+ 0,1 M - dituangi dengan 10 ml


larutan induk Ni2+ 0,1 M
- Ditambah 2 ml
NH4OH pekat + 7
ml air

Larutan menjadi warna Lrutan menjadi warna


hijau bening jijau keruh ( terdapat
endapan)

Mengamati kedua larutan tersebut dengan


spektrofotometri UV- VIS
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN

4.1. Data Hasil Pengamatan


Hasil Tabel 1
Data Hasil Pengamatan
Perlakuan
Sebelum Sesudah
Disiapkan 2 buah tabung Tabung reaksi belum terisi Terbagi menjadi 2 tabung
reaksi ukuran 50 ml larutan reaksi ( tabung 1 dan tabung
2)
Tabung reaksi 1 dituangi 10 Tabung belumterisi dan Ni2+ Beakeryang sudah
ml larutan induk Ni2+ 0,1 M masih dalam bentuk padatan terisipadatan Ni2+ yakni
(sebagai [Ni(H2O)6]2+) ketika dilarutkan warna
larutan adalah hijau
Tabung reaksi 2 dituangi 10 Tabung reaksi dalam keadaan Tabung reaksi sudah terisi
ml larutan induk Ni2+0,1 M kosong dan larutan Ni2+ larutan dan larutan sudah
+2 ml NH4OH (sebagai belumbercampur atau tercampur dengan NH4OH
[Ni(NH3)6]2+ ) dan homogen dan warna larutan adalah
ditambahkan 7 ml H2O hijau keruh
terdapatgumpalan atai
endapan putih.
Disiapkan larutan amonia Terdapat larutan amonia Larutan sudah bercampur dan
NH3 dan ditambahkan yang pekat dan belum berwarna biru tua serta bau
dengan akuades diencerkan sangat menyengat.
Diamati kedia serapan Pada setiap panjang Setiap panjang
tersebutdengan gelombang belum diperoleh gelombangsudah diperoleh
sektrofotometeryang dapat hasil bsorbansinnya hasil absorbansinnya (hasil
mengabsorbsi panjang dapat pada lampiran 1)
gelombang 300 – 900 nm
Dibandingkan hasil Hasil jorgensen : Berdasarkan percobaan:
pengamatan dengan hasil Ligan NH3 memberikan Kekuatan ligan NH3 lebih
Jorgensen harga 𝐴0 yang lebih besar kuat dibandingkan dengan
dari pada H2O dan bergeser H2O karena energinya lebih
ke kanan besar yaitu 5,68.10-9JS
sedangkan H2O yaitu
4,730.10-9 JS

Hasil Tabel 2
Panjang Gelombang (λ) Absorbansi (A) Larutan Warna
340 0,070 [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ Hijau
360 0,116
380 0,354
400 0,464
420 1,539
440 0,080
460 0,046
480 0,018
500 0,009
520 0,011
550 0,018
600 0,060
650 0,176
700 0,200
710 0,210
720 0,215
730 0,213
740 0,20
750 0,191

PLOT GRAFIK

PANJANG GELOMBANG VS ADSORBAN


2
1.8
1.6
1.4
Adsorban (A)

1.2
1
0.8
ADSORBAN
0.6
0.4
0.2
0
300 400 500 600 700 800
Panjang gelombang ()

Panjang Gelombang (λ) Absorbansi (A) Larutan Warna


340 0,210 [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ Biru Tua
350 1,372
360 0,347
380 0,347
400 0,085
420 0,045
450 0,032
500 0,050
550 0,186
570 0,234
580 0,246
590 0,245
600 0,233

PLOT GRAFIK

PANJANG GELOMBANG VS ADSORBAN


1.4
1.2
1
Adsorban (A)

0.8
0.6
ADSORBAN
0.4
0.2
0
300 350 400 450 500 550 600
Panjang gelombang ()

4.2. Data Hasil Percobaan

Pada percobaan ini dilakukan pada 2 variasi larutan, setelah terbentuk variasi larutan,
tiap-tiap larutan kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dan kemudian
diperoleh data nilai absorbansi untuk masing-masing interval. Dari data tersebut dibuat grafik
panjang gelombang vs absorbansi dan diperoleh panjang gelombang maksimum yang
menghasilkan absorbansi maksimum. Pada percobaan ini mengunakan kuvet dari kaca, kuvet
ini sebagai tempat sample untuk dianalisis dengan spektroforometer, kuvet ini harus selalu
dalam keadaan bersih sehingga harus selalu dibersihkan dengan tissue pada lapisan luarnya,
dan pada saat penggantian variasi sample kuvet dicuci dengan aquades dan dibiarkan kering.
Karena spektrofotometer sangat sensitive, bila kuvet dalam keadaan kotor maka penyerapan
sinar oleh sample tidak maksimal sehingga data yang diperoleh juga kurang baik. Untuk
larutan blanko, larutan blangko adalah larutan yang komposisinya sama seperti larutan yang
dianalisis namun tanpa sampel yang dianalisis. Untuk percobaan ini larutan blankonya
adalah air. Sebelum sampel diukur absorbansinya, perlu diukur terlebih dahulu absorbansi
larutan blanko. Larutan blanko dengan absorbansi nol dan transmittansi 100% (tidak
menyerap radiasi), digunakan sebagai standar untuk mengukur absorbansi kompleks (Ajroud
et al., 2004).
Dari hasil percobaan untuk masing-masing senyawa kompleks baik [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+
atau [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ diatas dapat total disimpulkan memiliki 3 puncak yaitu satu puncak dari
[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ dan 2 puncak dari [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )4]2+ . Dari perhitungan[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ didapatkan
hasil E pada λ : 420 nm sebesar 4,73 𝑥 10−19 j.s. Sedangkan E pada [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )4]2+ memiliki
λ 350 nm sebesar 5,68 𝑥 10−19 j dan juga pada λ 580 nm dengan Abs 0.246 dan E sebesar
3,43 𝑥 10−19 j.

4.3 Hasil Perhitungan


1. Penentuan energi pada larutan [Ni (H2O)6]2+
hxc
E= h = 6,626 x 10-34 Js
λmax
c = 3 x 108 m/s
a. Untuk Ni2+ sebagai [Ni (H2O)6]2+ λ = 720 nm
6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
720x 10-9 m
= 2,76 x 10-19 J
b. Untuk Ni2+ sebagai [Ni (H2O)6]2+ λ = 420 nm
6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
420x 10-9 m
= 4,73 x 10-19 J
Jadi λmax nya adalah 420 nm dengan Energi = 4,73 x 10-19 J
2. Penentuan energi pada larutan [Ni(NH3)6]2+
hxc
E= h = 6,626 x 10-34 Js
λmax
c = 3 x 108 m/s
a. Untuk Ni2+ sebagai [Ni(NH3)6]2+ λ = 350 nm
6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
350 x 10-9 m
= 5,68 x 10-19 J
b. Untuk Ni2+ sebagai [Ni(NH3)6]2+ λ= 580 nm
6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
580 x 10-9 m
= 3,43 x 10-19 J
Jadi λmax nya adalah 350 nm dengan Energi sebesar 5,68 x 10-19 J.
Dan Kekuatan medan ligan NH3> H2O.

4.3. Diskusi dan Pembahasan


Kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi di
daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat
energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila
perbedaan energi antarorbital yang dapat mengalami transisi disebut ∆Ε, frekuensi absorpsi ν
diberikan oleh persamaan ∆Ε = h ν. Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan
optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital
molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi
d-d atau transisi medan ligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada
pembelahan medan ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan
orbital yang lain memiliki karakter ligan (Cotton et al., 1995).
Ion kompleks memiliki ion logam pada pusatnya dengan jumlah tertentu pada setiap
molekul atau ion-ion yang mengelilinginya. Ion-ion yang mengelilinginya itu dapat berhimpit
dengan ion pusat melalui ikatan koordinasi (dative covalent). Molekul-molekul atau ion-ion
yang mengelilingi suatu logam pusat disebut dengan ligan-ligan. Yang termasuk pada ligan
sederhana adalah air, amonia dan ion klorida dimana semua ligan-ligan tersebut memiliki
pasangan elektron tak berikatan yang aktif pada tingkat energi paling luar. Pasangan elektron
tak berikatan inilah yang akan digunakan untuk membentuk ikatan koordinasi dengan ion
logam (Petrucci dan Harwood, 1989).
Ketika sinar putih melewati larutan yang berisi salah satu dari ion tersebut, atau
dengan kata lain sinar putih tersebut direfleksikan oleh larutan itu, beberapa warna dari sinar
dapat diabsorpsi atau diserap oleh larutan tersebut. Warna yang dapat dilihat oleh mata adalah
warna yang tertinggal (tidak diabsorpsi). Pelekatan ligan pada ion logam merupakan efek dari
energi orbital-orbital d. Sinar yang diserap merupakan akibat dari perpindahan elektron
diantara orbital d yang satu dengan yang lain (Ajroud et al., 2004).
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan
antara ligan amonia dan air. Ligan merupakan molekul terkoordinasi dengan ion pusat
masing-masing. Semakin kuat ligan, maka semakin besar energi transisinya. Dilihat secara
teori, kekuatan ligan 𝑁𝐻3 lebih kuat dari 𝐻2 𝑂 sehingga λ kompleks akibat pengaruh ligan
𝑁𝐻3 lebih pendek. Hal ini akan membuktikan bahwa akan menghasilkan energi transisi (∆E)
yang besar.
Langkah awal adalah mempersiapkan 2 tabung serta 2 larutan yaitu [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+
dan [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+. Ligan 𝑁𝐻3 akan memberikan harga E yang lebih besar daripada 𝐻2 𝑂.
Perbedaan energi tersebut menyebabkan masing-masing transisi akan dinaikkan dan akan
mengalami pergeseran ketiga absorbsi nikel ke panjang gelombang yang lebih pendek. Hal
ini sesuai rumus (Basset et al., 1994) :
𝑐
∆E = h 𝜆

Larutan [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ disiapkan dengan mengambil 10 ml larutan 𝑁𝑖 2+ 0.1M dan


diencerkan ke dalam labu ukur 10 ml. Sedangkan larutan [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ dibuat dengan cara
mengambil 10 ml 𝑁𝑖 2+ 0.1M dan ditambah 2 ml 𝑁𝐻3 pekat dan diencerkan dalam labu ukur
10 ml. Perubahan warna yang terjadi adalah dari bening menjadi biru. Sedangkan
[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ berwarna hijau.
Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang dan absorbansi untuk
masing-masing larutan yang telah dibuat menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Pengukuran λ dan Absorbansi dari [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ dan [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ . Dari hasil percobaan
didapatkan pada spektra [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ didapatkan 1 puncak yaitu pada λ : 420 nm dengan
absorbansi : 1,539. Sedangkan untuk senyawa kompleks [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )4]2+ didapatkan 2 puncak
pada λ : 350 nm dengan absorbansi 1,372 dan λ : 580 dengan absorbansi 0,246. Dari hasil ini
didapatkan λmax [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)4]2+ lebih besar daripada [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )4]2+ . Karena energi
berbanding terbalik dengan λ, maka energi [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )4]2+ lebih besar dari [𝐶𝑢(𝐻2 𝑂)4]2+ .
Dari hasil percobaan diperoleh harga E untuk [𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )4]2+ sebesar 3.27𝑥10−19 j dan E
untuk [𝐶𝑢(𝐻2 𝑂)4]2+ adalah sebesar 3.48𝑥10−19 J. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kuat
medan ligan 𝑁𝐻3 >𝐻2 𝑂. Dari hasil diatas maka hasil pengukuran λmax dan Absorbansi dari
[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ dan [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ dapat diketahui (Petrucci dan Harwood, 1989).
Dari hasil percobaan untuk masing-masing senyawa kompleks baik [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+
atau [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ diatas dapat disimpulkan memiliki 3 puncak yaitu satu puncak dari
[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ dan 2 puncak dari [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )4]2+ . Dari perhitungan[𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ didapatkan
hasil E pada λ : 420 nm sebesar 4,73 𝑥 10−19 j.s. Sedangkan E pada [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )4]2+ memiliki
λ 350 nm sebesar 5,68 𝑥 10−19 j dan juga pada λ 580 nm dengan Abs 0.246 dan E sebesar
3,43 𝑥 10−19 j. Dari perhitungan didapatkan bahwa kuat medan ligan 𝑁𝐻3 >𝐻2 𝑂. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa kuat medan 𝑁𝐻3 lebih besar daripada 𝐻2 𝑂 (Bassetet al, 1994).
Adapun faktor yang mempengaruhi warna ion kompleks pada logam transisi Warna-
warna cerah yang terlihat pada kebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan dengan teori
medan kristal ini. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti
yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak,
satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang
berenergi lebih rendah ke orbital-d yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom
yang tereksitasi. Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan
yang berada dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan
berbanding terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya
(λ) tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi
eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang
cahaya yang tidak terserap). Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan
menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat
warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan
membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ
yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat
akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan ν
(Svehla, 1985).
Pada percobaan mungkin terdapat kesalahn. Hal ini terutama disebabkan oleh alat
spektrofotometer yang sudah agak rusak. Sehingga dalam pengukuran tidak muncul spektra.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpuln yang dapat ditarik dari kegiatan praktikum ini antara lain:
1. Medan ligan 𝑁𝐻3 lebih kuat daripada medan ligan 𝐻2 𝑂 karena senyawa kompleks yang
mengandung 𝑁𝐻3 energinya lebih besar daripada senyawa kompleks yang mengandung 𝐻2 𝑂
sehingga λ pada 𝑁𝐻3 lebih pendek daripada 𝐻2 𝑂.

2. Dari hasil percobaan


a. [𝑁𝑖(𝐻2 𝑂)6]2+ = λ = 420 nm ; A = 1,539 ; E = 4,73 𝑥 10−19 j
b. [𝑁𝑖(𝑁𝐻3 )6]2+ = λ1 = 350 nm ; A = 1,372 ; E = 5,68 𝑥 10−19 j
= λ2 = 580 nm ; A = 0.4719 ; E = 3,43 𝑥 10−19 j

5.2. Saran
Adapun saran dalam kegiatan praktikum ini yaitu sebaiknya mahasiswa lebih teliti
dala memakai alat spektrofotometer UV- VIS, hendaklah mencari alat spektrofotometer yang
lebih terkalibrasi agar absobansi yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Ajroud, K., T. Sugimori, H.W. Goldmann, M.D. Fathallah. 2004. Binding Affinity of Metal
Ions to the CD11b A-domain Is Regulated by Integrin Activation and Ligands, The
Journal Of Biological Chemistry, (Online), 279 (24): 25484-25488, (http//:journal-
chemistryligan.com, Diakses Pada Tanggal 10 Oktober 2017 Pukul 17.45 WIB).

Basset, J., C.R. Denny, H.G. Jefrey, dan J. Menham. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik Edisi Keempat, Diterjemahkan oleh Seriono dan Pudjaatmaka. Penerbit
Buku Kedokteran. London.

Cotton, F.A., G. Wilkinson., dan P.L. Gaus..1995. Basic Inorganic Chemistry. Penerbit John
Wiley dan Sons Inc, California.

Cotton, F.A., dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar, diterjemahkan oleh Sahati
Soharto. UI-press: Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.

Petrucci, R.H., dan W.S. Harwood. 1989. General Chemistry, Sixth Edition: New York

Syarifudin, N.. 1990. Ikatan Kimia. Yogyakarta : UGM Press.

Sukarti. 1989. Kimia 3. Klaten : PT. Intan Pariwara.

Svehla, G.. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif,makro dan semimikro, diterjemahkan oleh
Setiono L., dan Pudjaatmaka A.. Kalma Media Pustaka: Jakarta

Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Jilid 2, Cetakan kedua.
Kalman Media Pusaka: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai