Anda di halaman 1dari 28

I.

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Pendidikan dalam konsep pengembangan masyarakat merupakan dinamisasi

dalam pengembangan manusia yang beradab. Pendidikan tidak hanya terbatas

berperan pada pengalihan ilmu pengetahuan (Transfer of knowledge) saja, namun

juga berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi

perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan

revolusioner. Pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde baru)

menjadi desentralistik pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sehingga pendidikan diarahkan

pada pengembangan lokalitas, dimana keberagaman sangat diperhatikan. Namun,

pendidikan pada masa reformasi juga belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil.

Karena, pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain

pendidikan sesuai kebutuhan dan kepentingan lokal. Bahkan dalam perkembangan

kurikulum 2013 memperlihatkan adanya pendidikan yang terpusat pada

1
pemerintah dan membatasi peranan guru. Pendidikan yang sentralistik tentunya

menyebabkan kontrol pemerintah sangat besar dan jika pendidikan kemudian

ditunggangi oleh kepentingan–kepentingan tertentu dari kekuasaan yang

transmitif akan semakin tidak jelas arah pendidikan Indonesia (Prihantoro, 2014).

Kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil

pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia

peserta didik yang utuh, terpadu dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan

pada setiap satuan pendidikan. Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang

berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, diharapkan peserta didik mampu

secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia

sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Mulyasa, 2013).

Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut, model

konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan yang digunakan, serta

jumlah jenis mata pelajaran berikut kedalaman dan keluasannya tidak sama.

Setiap masa atau rezim penguasa memiliki suatu kecenderungan tersendiri yang

menjadi warna dominan dari kurikulum itu sendiri, yang digunakan sebagai alat

pencapaian tujuan pendidikan. Perbedaan ini juga turut menentukan mata

pelajaran apa saja yang harus dipelajari, juga prinsip-prinsip cara mempelajari

mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum yang bersangkutan. Sehingga

2
wajar ketika ada perubahan kurikulum maka ada mata pelajaran yang

ditambahkan, dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali (Nugraheni, 2015).

Pendidikan dan pembelajaran selalu diorientasikan pada pencapaian

kompetensi–kompetensi tertentu, baik berkaitan dengan pengembangan

kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun kreatif. Untuk

mencapai hal tersebut maka diperlukan media yang relevan dengan substansi

berbagai kecerdasan tersebut. Media yang dimaksud adalah salah satunya

kurikulum. Kurikulum sebagai media pembelajaran memberikan makna terhadap

proses pendidikan dan pembelajaran di lembaga pendidikan, sehingga

dimungkinkan terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Proses

interaksi inilah yang akan mengantarkan pada pencapaian tujuan pendidikan.

Untuk itu substansi kurikulum bukan sekedar terdiri atas sekumpulan

pengetahuan atau informasi dan jejeran mata pelajaran saja, tapi merupakan

kajian secara integrative berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dalam

upaya mengantarkan peserta didik berkembang kecerdasannya (Rohman, 2015)

Selain minat belajar prestasi belajar seorang siswa juga dipengaruhi oleh

keaktifan siswa didalam mengikuti kegiatan organisasi kepemudaan baik di

lingkungan sekolah ataupun luar sekolah. Berorganisasi juga merupakan kegiatan

belajar dan merupakan kebutuhan manusia untuk meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas yang dimilikinya. Melalui organisasi siswa dilatih untuk bekerjasama

dengan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu,

3
dengan ikut aktif dalam organisasi siswa akan mendapatkan pengalaman dan

ketrampilan yang tidak diperolehnya dibangku sekolah. Pembinaan dan

pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader penerus

perjuangan bangsa dan pembangunan nasional. Pengembangan dan pembinaan

generasi muda dilingkungan sekolah ditampung dalam wadah organisasi

kepemudaan.

Kurikulum 2013 yang dinilai lebih menyibukkan siswa dalam perkembangan

akademiknya tentu saja akan menguras banyak waktu dibandingkan dengan

KTSP. Saat ini di Kota Yogyakarta diberlakukan dua kurikulum yang berbeda-

beda di setiap SMA. Hanya SMA Rintisan Sekolah Berstandar Internasional yang

menggunakan kurikulum 2013, sedangkan yang lainnya menggunakan KTSP.

Perbedaan ini tentu saja mempengaruhi pola interaksi siswa terhadap lingkungan

sosialnya, terutama terhadap sikap mengikuti organisasi kepemudaan. Fenomena

tersebut menjadi pesoalan kurikulum karena perannya dalam membangun

karakter pemuda dalam menyelesaikan permasalahan kepemudaan saat ini,

sehingga persoalan kepemudaan semakin komplek. Krisisnya karakter pemuda

akan berimplikasi pada ketahanan pribadi pemuda sehingga pemuda tidak

memiliki kepercayaan diri, memegang prinsip, kemandirian, kreativitas, tanggung

jawab dan lain sebagainya, yang akan mempengaruhi ketahanan nasional.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana perbedaan sikap siswa di SMAN 1 Kota Yogyakarta

(menggunakan kurikulum 2013) dan SMAN 10 Kota Yogyakarta (menggunakan

KTSP) dalam mengikuti organisasi kepemudaan?

1.2.2 Bagaimana implikasi peran organisasi kepemudaan dalam membangun

karakter pemuda terhadap ketahanan pribadi siswa SMA?

1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian yang mengkaji tentang ketahanan pribadi dan organisasi

kepemudaan bukan sesuatu yang baru, karena sebelumnya sudah pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Perbedaan

beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan

penelitian ini, sebagai berikut:

5
Nama Tahun Judul Bentuk Instansi

Peneliti Tulisan

Paskah A. 2016 Aktualisasi Volunteer Muda Tesis UGM,

Purba dalam Pendidikan Karakter Yogyakarta

Anak Binaan Guna

Mewujudkan Ketahanan

Pribadi Anak

Anis 2016 Penguatan Nasionalisme Tesis UGM,

Suryaningsih Melalui Revitalisasi Gerakan Yogyakarta

Pramuka dan Implikasinya

Terhadap Ketahanan Pribadi

Mahasiswa

Pipit 2016 Peran Organisasi Kepemudaan Tesis UGM,

Widiatmaka dalam Membangun Karakter Yogyakarta

Pemuda dan Implikasinya

Terhadap Ketahanan Pribadi

Pemuda

Mardhatila 2015 Pemahaman Wawasan Tesis UGM,

Suyuthie Kebangsaan Pada Mahasiswa Yogyakarta

Anggota Organisasi

6
Kedaerahan Dan Implikasinya

terhadap Ketahanan Pribadi

1.4 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Untuk mengetahui sikap siswa SMA yang mengikuti organisasi

kepemudaan di dua kurikulum yang berbeda.

1.4.2 Untuk mengetahui implikasi organisasi kepemudaan yang diikuti siswa

SMA dalam membangun karakter pemuda terhadap ketahanan pribadi pemuda.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis. Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1.5.1 Manfaat Teoritis

1.5.1.1 Penelitian ini dapat menjadi pengembangan ilmu sosial yang terkait

dengan model pengembangan kurikulum pendidikan, organisasi kepemudaan,

pembangunan karakter, dan ketahanan pribadi.

7
1.5.1.2 Penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi yang ingin

mengkaji dan meneliti lebih dalam lagi tentang pembangunan karakter pemuda

dan ketahanan pribadi pemuda.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Manfaat bagi Pemerintah (Kementerian Pemuda dan Olahraga)

Penelitian ini diharapkan menjadi dasar dalam menentukan kebijakan yang

diambil oleh pemerintah khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga tentang

peminatan organisasi kepemudaan dalam membangun karakter dan ketahanan

pribadi pemuda.

1.5.2.2 Manfaat bagi program studi Ketahanan Nasional

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan

tentang pentingnya pembangunan karakter khususnya bagi siswa SMA dalam

mewujudkan ketahanan pribadi yang tangguh.

c. Manfaat bagi Organisasi Kepemudaan

Penelitian ini diharapkan mampu memotivasi organisasi kepemudaan

untuk selalu meningkatkan perannya dalam mengkaderisasi pemuda, sehingga

dapat membangun karakter pemuda.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Studi yang membahas mengenai ketahanan pribadi pada pelaku organisasi

pada dasarnya telah banyak dilakukan oleh peneliti maupun akademisi. Salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Purba (2016) yang berjudul

“Aktualisasi Volunteer Muda dalam Pendidikan Karakter Anak Binaan Guna

Mewujudkan Ketahanan Pribadi Anak”. Penelitian ini membahas tentang

aktualisasi volunteer Komunitas Jendela Jogja dalam pendidikan karakter guna

mewujudkan ketahanan pribadi bagi anak-anak binaan komunitas. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa program pendidikan karakter komunitas Jendela Jogja dapat

mewujudkan tujuh kriteria ketahanan pribadi bagi anak-anak binaan di antaranya

insight, kemandirian, hubungan, inisiatif, kreativitas, humor dan moralitas.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2016) dengan

judul “Penguatan Nasionalisme Melalui Revitalisasi Gerakan Pramuka dan

Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Mahasiswa”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui penguatan nasionalisme melalui revitalisasi gerakan pramuka

dan implikasinya terhadap ketahanan pribadi mahasiswa. Revitalisasi gerakan

pramuka dilakukan melalui beberapa cara, salah satunya yaitu dengan

mengintegrasikan kepramukaan ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Kepramukaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa revitalisasi gerakan pramuka di Universitas

Veteran Bangun Nusantara Kabupaten Sukoharjo berperan dalam proses

9
penguatan nasionalisme mahasiswa. Penguatan nasionalisme tersebut dilakukan

melalui kegiatan pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Kepramukaan. Melalui

matakuliah kepramukaan mahasiswa ditanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui

beberapa tahapan yakni penanaman sikap disiplin, penanaman sikap jujur dan

tanggung jawab, penanaman sikap keberanian untuk tampil dan tangkas, serta

penanaman konsep kekeluargaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiatmaka (2016) yang berjudul “Peran

Organisasi Kepemudaan dalam Membangun Karakter Pemuda dan Implikasinya

Terhadap Ketahanan Pribadi Pemuda”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Peran Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor di Kabupaten Sukoharjo dapat

berimplikasi pada ketahanan pribadi pemuda khususnya Pendidikan dan Latihan

Dasar (Diklatsar), karena kegiatan yang lain tidak berjalan dengan efektif.

Implikasi dari Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) dapat membangun

kepribadian yang mandiri, kebersamaan, percaya diri, berpegang teguh pada

prinsip, dinamis, kreatif dan pantang menyerah.

Begitu pula dengan Suyuthie (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pemahaman Wawasan Kebangsaan Pada Mahasiswa Anggota Organisasi

Kedaerahan Dan Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi”. Hasil penelitian

menunjukkan tingkat pemahaman yang baik pada mahasiswa anggota IKPMBY

dan masuk kategori kebenaran yang pragmatisme, serta memberikan implikasi

terhadap ketahanan pribadi. Kendala dalam pemahaman wawasan kebangsaan

10
adalah posisi sebagai mahasiswa, unsur SARA, serta kurangnya kontrol dari

pemerintah daerah.

Pemaparan dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola

organisasi berperan penting dalam terwujudnya ketahanan pribadi, baik ketahanan

pribadi pada pelaku organisasi maupun masyarakat yang menjadi obyek

organisasi tersebut melakukan baktinya. Penguatan ketahanan pribadi yang ada

dalam masyarakat sangatlah tidak mudah mengingat banyaknya faktor internal

dan eksternal yang ada pada masyarakat tersebut. Oleh karena itu peneliti

terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pergantian

Kurikulum Terhadap Sikap Siswa SMA Mengikuti Organisasi Kepemudaan dan

Implikasinya pada Ketahanan Pribadi”.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kurikulum Pendidikan

Kurikulum mengalami penafsiran yang beragam dari para ahli kurikulum.

Secara umum keberagaman penafsiran kurikulum tersebut dapat di kelompokkan

menjadi dua macam, yaitu secara klasik atau tradisional dan secara modern.

Pertama, kurikulum secara klasik atau tradisional yaitu, kurikulum dipandang

sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah atau madrasah. Pelajaran-pelajaran dan

materi yang harus ditempuh di sekolah atau madrasah. Kedua, kurikulum diartikan

secara modern, yaitu kurikulum memiliki pengertian lebih luas tidak hanya

11
sebatas pada mata pelajaran, tetapi menyangkut pengalaman-pengalaman belajar

peserta didik di dalam sekolah maupun diluar sekolah sebagai kegiatan pendidikan

(Nasution, 1995).

Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berisikan berbagai

bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan secara

sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam

proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai

tujuan pendidikan (Dakir, 2004). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah

kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan

pendidikan (UU no 19 tahun 2005). Hal ini senada dengan pendapat Masnur

Muslich (2007) yang menegaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu

kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing –masing

satuan pendidikan atau sekolah.

Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada

sebelumnya, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun

2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006 dengan memberikan

keleluasaan penuh kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum dengan

tetap memperhatikan potensi masing-masing sekolah dan daerah sekitar.

12
Pada Kurikulum 2013 ini, menitik beratkan pada peningkatan mutu

pendidikan dengan menyeimbangkan hard skills dan soft skills melalui

kemampuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam rangka menghadapi

tantangan global yang terus berkembang (Fadhillah, 2013). Dengan demikian,

dapat kita pahami bahwa Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dikembangkan

untuk meningkatkan dan menyeimbangkan soft skills dan hard skills yang

meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara seimbang

dan berjalan secara integratif.

2.2.2 Sikap

Sikap didefinisikan sebagai kumpulan dari motivasi, emosi, persepsi, dan

kognisi dengan respek untuk sebuah aspek di lingkungan (Hawkn dan

Mothersbough, 2014), kecenderungan untuk respon menyenangkan atau tidak

menyenangkan pada sebuah obyek, orang, institusi, atau kejadian atau perbedaan

aspek dalam individual (Ajzeen, 1989), keseluruhan dari keputusan yang evaluatif

(Blackwell et al., 2006).

Ajzen (1989: 248) memaparkan bahwa sikap merupakan fungsi dari

salient belief pada individu, sehingga untuk menduga sikap dari respon bisa

didapat dari bermacam pernyataan kepercayaan, tapi hanya salient belief dipikiran

individuallah yang diasumsikan mempunyai dampak dalam sikap.

13
Respon sikap dibagi menjadi tiga oleh Rosenberg dan Hovland’s (1960) dalam

Ajzen (1989), yaitu:

a. Respon Kognitif

Kategori respon kognitif terdiri dari respon yang merefleksikan persepsi dan

informasi tentang sikap pada sebuah obyek.

b. Respon Afektif

Kategori respon afektif dari dugaan sikap untuk melakukan tindakan dengan

merasa dengan perasaan berkaitan dengan sikap pada sebuah obyek.

c. Respon konatif

Respon konatif adalah inklinasi perilaku, niat, komitmen, dan tindakan dengan

respek terhadap sebuah obyek.

2.2.3 Organisasi

Silalahi (2003) menyatakan definisi organisasi adalah struktur hubungan-

hubungan di antara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam

suatu sistem administrasi. Sedangkan pengertian organisasi menurut Thoha

(2003) mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu kerangka hubungan

yang berstruktur yang menunjukkan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian

kerja untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Hubungan yang berstruktur ini

14
disebut hirarki dan konsekuensi dari hirarki ialah adanya kategori kelompok

superior dengan kelompok subordinasi.

2.2.4 Pemuda

Di dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2009 disebutkan bahwa

ketentuan umum pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode

penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai dengan 30

tahun. Kepemudaan adalah bebagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggung

jawab, hak, karakter, kapasitas dan cita-cita pemuda. Pembangunan kepemudaan

bertujuan untuk mewujudkan pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

YME, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis,

bertanggung jawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan,

kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan UUD

Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

2.2.5 Ketahanan Pribadi

Ketahanan pribadi biasanya dijelaskan dan dipelajari dalam konteks dua

dimensi yaitu pemaparan kesulitan yang telah dialami dan hasil penyesuaian

positif dari kesulitan itu (Luther & Cicchetti, 2000). Sedangkan konstruksi dari

ketahanan diteliti pada berbagai penelitian dan artikel ilmiah, hanya ditemukan

mengenai bagaimana para peneliti mendefinisikan kesulitan yang dialami dan

sedikit yang mendefinisikan hasil penyesuaian yang positif.

15
Sehubungan dengan sekolah, para peneliti sering menggunakan peringkat

sekolah atau hasil dari ujian nasional sebagai ukuran hasil penyesuaian positif

(Green & Kroger, 1999). Masten (1994) berpendapat bahwa ketahanan mengacu

pada sekelompok orang membentuk resiko tinggi yang memiliki hasil yang lebih

baik dari yang diharapkan, adaptasi yang baik meskipun mengalami pengalaman

yang penuh tekanan, dan pemulihan dari trauma.

Werner dan Smith (1992) menjelaskan bagaimana ketahanan muncul untuk

menggambarkan seseorang yang memiliki riwayat yang baik atau mampu

beradaptasi positif dalam menghadapi stres atau perubahan yang mengganggu

(Werner & Smith, 1992). Werner dan Smith (1992) mengemukakan bahwa anak

yang tangguh adalah seseorang yang dapatmencintai dengan baik, bekerja dengan

baik, bermain dengan baik, dan mempunyai cita-cita yang baik.

Richardson (2002) menjelaskan bahwa trend baru penelitian ketahanan

pribadi telah mulai mengintegrasikan ketahanan pribadi dan komponen

lingkungan dengan memperdalam ketahanan secara lebih holistik dan

interdisipliner. Dengan demikian, saat ini ketahanan dipelajari secara psikologis,

biologis, dan sosial dan melibatkan interaksi individu dan karakteristik lingkungan

(Almedom & Glandon, 2007).

Penelitian mengenai ketahanan pribadi telah mengidentifikasi banyak faktor

dengan sebagian besar yang menonjol adalah gaya keterikatan yang aman dan

16
hubungan kesehatan dengan orang dewasa selama masa kanak-kanak,

temperamen (McAdam-Crisp, 2006), lokus kontrol internal (Hemenover, 2003),

rasa koherensi (Hart et al., 2006), dan faktor biologis dan genetik (Hoge et al.,

2007). Namun ukuran ketahanan belum berkembang sampai saat ini, sehingga

sangat sulit menggeneralisasi hasil atau membandingkan studi (Fribourg et al.,

2005).

2.3 Hipotesis

2.3.1 Pengaruh sikap siswa pada kegiatan organisasi dengan ketahanan pribadi

Dalam the theory of planned behavior yang dikembangkan oleh Ajzen

(1991) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh niat, dan niat itu

merupakan fungsi dari sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang diterima.

Sikap pada perilaku mempunya kontribusi yang signifikan dalam memprediksi

niat. Dari teori tersebut, maka diturunkan hipotesis sebagai berikut :

H1: Sikap siswa SMA terhadap kegiatan organisasi kepemudaan berpengaruh

positif terhadap ketahanan pribadi

17
III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pemilihan Lokasi

Pemilihan SMAN 1 Yogyakarta dan SMA N 11 Yogyakarta untuk

pelaksanaan studi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan tertentu.

Pertimbangan pertama adalah unsur keterjangkauan lokasi penelitian oleh peneliti,

baik dilihat dari segi tenaga, dana maupun dari segi efisiensi waktu. Pelaksanaan

studi di lokasi yang dipilih tidak menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan

kemampuan tenaga peneliti. Satu hal yang sangat membantu dalam melakukan

penelitian di lokasi pilihan ini adalah masalah dana. Peneliti tidak dituntut biaya

studi lapangan yang lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian di tempat

lain.

Alasan lain yang tidak kalah pentingnya dan pertimbangan yang lebih mendasar

dalam pemilihan lokasi penelitian ini. pertimbangan tersebut ialah adanya

karakteristik khusus yang melekat pada setting yang dipilih. SMA N 1 Yogyakarta

sudah menerapkan kurikulum 2013 dan SMAN 11 Yogyakarta masih

menggunakan KTSP. Hal ini memiliki kecenderungan bahwa perbedaan

kurikulum yang digunakan berpengaruh terhadap sikap siswa dalam mengikuti

kegiatan ekstra seperti organisasi kepemudaan.

Studi kualitatif dan kuantitatif ini akan dilakukan dengan pendekatan naturalistik

menuntut pengumpulan data pada setting yang alamiah. Konsep kerja ini

menghendaki bahwa kehadiran peneliti di setting penelitian tidak akan merubah

situasi atau prilaku orang yang diteliti sangat menguntungkan bagi tercapainya

18
kondisi yang alamiah tersebut. Dengan demikian berbagai fenomena yang

berlangsung dan berbagai peristiwa yang menjadi objek pengamatan terjadi secara

alamiah. Tuntutan studi alamiah tersebut merupakan suatu pertimbangan yang

tidak bisa dikesampingkan dan turut menyertai alasan pemilihan lokasi penelitian

ini.

3.2 Sampel Penelitian

Populasi merupakan sekumpulan individu atau obyek yang menarik minat

atau perlakuan pengukuran dari seluruh individu atau obyek yang diminati (Lind

et al, 2015: 5), total kumpulan dari elemen mengenai apa yang diharapkan untuk

membuat simpulan (Cooper dan Schindler, 2014: 338). Populasi dalam penelitian

ini adalah siswa yang mengalami perubahan kurikulum pendidikan dari KTSP ke

kurikulum 2013 dan siswa yang masih menggunakan KTSP.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diamati (Lind et al, 2015),

pilihan dari elemen populasi yang akan kita ambil simpulan dari seluruh populasi

(Cooper dan Schindler, 2014), jumlah kecil dari anggota target populasi dari data

yang dikumpulkan peneliti (Hair et al, 2013).

Sampel dalam penelitian ini dikategorikan sebagai non probability sampling

karena tidak mempunyai sampling frame, atau dengan kata lain setiap elemen

populasi dalam penelitian ini tidak diketahui. Pengambilan sampel akan dilakukan

dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan

karakteristik dari populasi sesuai dengan tujuan dalam penelitian. Jenis purposive

sampling yang dipakai adalah judgement sampling.

19
Judgement sampling (Hair et al, 2013) merupakan metode penyampelan non

probability yang partisipan dipilih berdasarkan pengalaman kepercayaan

individual bahwa mereka akan memenuhi syarat dalam penyelidikan.

3.3 Variabel Penelitian

Definisi sikap yang dikemukakan oleh Ajzen (1989), Hawkin dan Mothersbough

(2014: 384) dan Blackwell et al. (2006) menjadi dasar dalam penyusunan definisi

operasioanal variabel sikap dalam penelitian ini. Sikap mengikuti organisasi

kepemudaan pada siswa yang bimbingan kurikulum 2013 merupakan

kecenderungan untuk merespon menyenangkan atau tidak menyenangkan pada

bimbingan kurikulum 2013. Sikap diukur dengan mengetahui respon konsumen

pada bimbingan kurikulum 2013 yang kontinum dari negatif dan positif dengan

menggunakan skala Likert, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS),

Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).

3.4 Alat Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan berupa kuisioner yang

diperuntukkan bagi siswa yang memenuhi syarat untuk menjadi responden.

Pengujian instrumen yang akan dilakukan meliputi tiga tahap yaitu:

a. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup dua hal,

yaitu wording test dan statistic test. Wording test dilakukan dengan

menerjemahkan kuisioner kedalam bahasa yang mudah dipahami responden, yaitu

mudah dipahami oleh siswa SMP dan SMA. Hasil dari wording test pada

20
instrumen penelitian berupa kuisioner dengan menggunakan bahasa yang mudah

dipahami oleh responden. Sedangkan uji statistik dilakukan dengan menggunakan

sampel kecil, yaitu 30 responden.

b. Uji pilot

Uji pilot dalam Cooper dan Schlinder (2014) dilakukan untuk mendeteksi

kelemahan dalam desain dan instrumentasi dan untuk menyediakan data proksi

untuk menyeleksi probabilitas sampel. Uji pilot dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara meminta kembali responden untuk memaparkan kembali maksud dari

instrumen penelitian yang diberikan, kemudian membandingkannya dengan

maksud peneliti sehingga dapat dideteksi kelemahan dalam instrumentasi. Hasil

dari uji pilot berupa kuisioner yang siap untuk digunakan sebagai instrumen

penelitian.

c. Pengujian validitas instrumen

Validitas merupakan akurasi dalam pengukuran. Konstruk yang memiliki

validitas yang baik adalah yang tidak mengandung kesalahan dalam pengukuran

(Hair et al, 2013). Cooper dan Schlinder (2014) menyatakan bahwa validitas

konstruk digunakan untuk mengidentifikasi konstruk pokok yang diukur dan

menentukan seberapa baik menggambarkan pengujian.

Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji face validity

dan construct validity. Uji face validity dilakukan dengan mendiskusikan setiap

variabel dan item pertanyaan dengan pakar kepribadian dan organisasi selaku

21
dosen pembimbing. Hasil dari uji face validity berupa variabel-variabel dan item-

item pertanyaan yang dikembangkan kedalam kuisioner.

Construct validity dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Analisis

faktor merupakan metode analisis statistik multivariat yang mengkonfirmasi

dimensi-dimensi yang telah didefinisikan secara operasional, mengindikasikan

item-item yang paling tepat untuk tiap dimensi (Sekaran dan Bougie, 2016),

digunakan untuk mendefinisikan struktur yang mendasari antar variabel dalam

analisis dengan menyediakan alat untuk menganalisis struktur dan

interrelationship (korelasi) antar variabel yang jumlahnya besar dengan

mendefinisikan himpunan variabel-variabel yang mempunyai interrelationship

yang tinggi, yang disebut faktor (Hair et al, 2006).

Pengujian yang cocok untuk analisis faktor adalah uji Kaiser-Meyer-Olkin

(KMO) dan Bartlett of sphericity untuk menguji data apakah cocok untuk analisis

faktor. Pengkategorian nilai KMO 0,5- 0,7 dikategorikan sebagai sedang, nilai 0,7

dikategorikan bagus, nilai 0,8-0,9 dikategorikan lebih bagus, dan nilai diatas 0,9

sangat bagus (Hutcheson dan Sofroniou, 1999 dalam Lin et al, 2011). Kaiser

(1974) dalam Field (2005) merekomendasikan syarat diterimanya nilai nilai KMO

jika lebih dari 0,5.

Barrlett’s test of sphericity merupakan pengujian statistik yang

menyajikan korelasi antar variabel dengan melihat signifikansi statistik tentang

korelasi matriks yang signifikan antara variabel-variabel (Hair et al, 2006). Nilai

signifikansi Bartlett test of spherecity yang lebih dari 0,05 mengindikasikan

22
bahwa ada korelasi yang cukup pada variabel-variabel untuk diproses. Hasil

pengujian yang signifikan nilainya kurang dari 0,05.

d. Pengujian reliabilitas instrumen

Dalam Sekaran dan Bougie (2016) dijelaskan bahwa reliabilitas pengukuran

dibangun dengan menguji dua hal yaitu konsistensi dan stabilitas. Konsistensi

diindikasikan seberapa baik item mengukur konsep yang digunakan bersama

sebagai suatu perangkat. Cronbach’s Alpha merupakan koefisien reliabilitas yang

mengindikasikan seberapa baik item dalam perangkat berkorelasi secara positif

dengan yang lainnya. Cronbach’s Alpha dihitung dengan menggunakan rata-rata

interkorelasi antara item-item yang diukur konsep. Dalam pengujian reliabilitas

instrumen penelitian ini diukur dengan koefisien Cronbach’s Alpha ≥ 0,7.

3.5 Metode Analisis Data

Pengujian hipotesis dalam Lind et al. (2015: 316) didefinisikan sebagai

prosedur berdasarkan fakta sampel dan teori probabilitas untuk menentukan

bahwa hipotesis merupakan pernyataan yang masuk akal. Pengujian hipotesis

dalam Cooper dan Schlinder (2014: 438) dilakukan dengan enam tahap, yaitu:

1. Menuliskan Ho dan Ha

23
Dalam Hair et al. (2013: 67) hipotesis nol didefinisikan sebagai hipotesis

statistik yang diuji untuk kemungkinan penolakan di bawah asumsi bahwa itu

adalah sesuatu yang benar.

Pengembagan dua hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hipotesis 1

Ho: Sikap siswa SMA terhadap kegiatan organisasi kepemudaan tidak

berpengaruh positif terhadap ketahanan pribadi.

Ha: Sikap siswa SMA terhadap kegiatan organisasi kepemudaan berpengaruh

positif terhadap ketahanan pribadi

2. Memilih uji statistik

Dalam penelitian ini, pengujian yang akan dilakukan adalah

menggunakan uji regresi dengan bantuan SPSS. Analisis regresi merupakan

teknik yang digunakan untuk membangun persamaan dan menyediakan estimasi

(Lind et al, 2015), digunakan dalam situasi ketika satu independen variabel yang

dihipotesikan mempengaruhi satu dependen variabel (Sekaran dan Bougie, 2016).

Rumus umum yang digunakan dalam persamaan regresi adalah:

y = a + bx

Dalam penelitian ini, rumus diatas dapat diartikan sebagai berikut ini:

y= Variabel dependen

x= Variabel independen

a= Intercept dari y

24
b= Kemiringan atau gradien dari garis, yaitu perbandingan antara y dan x

3. Memilih level signifikansi

Level signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05,

sehingga tingkat kepercayaan penelitian ini adalah 95%.

4. Menghitung perbedaan nilai

Setelah data dikumpulkan, maka nilai akan diperoleh dengan menghitung

dengan bantuan program SPSS.

5. Mendapatkan nilai pengujian kritikal

Setelah perhitungan, maka akan diperoleh nilai dan disesuaikan dengan

level signifikansi, sehingga menghasilkan sebuah pernyataan apakah Ho ditolak

atau diterima.

6. Menginterpetasi pengujian

Menginterpetasi hasil penggujian adalah langkah terakhir dalam

pengujian hipotesis. Interpretasi pengujian didasarkan pada hasil yang didapat dari

langkah sebelumnya.

3.6 Metode Penyajian Data

3.7 Jadwal Penelitian

25
DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. 1989. Attitude structure and Function. Lawrence Erlbaum Associates

Publishers, Hillsdale.

Ajzen, I. 1991. The teory of planned behavior. Organizational Behavior and

Human Decision Processes 50 : 179-211.

Arifin, Zaenal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2012.

Blackwell, D.R.; Miniard W.P; dan Engel, F.J; 1994. Consumer behavior. 10th ed

Thomson, Mason.

Chen, H. A. P. N. 2015. Diners Loyalty towards luxury restaurant: The

moderating role of product knowledge, marketing intelligence and

Planning, 33 (2). 179-196.

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta. Renika Cipta.

hlm 3.

26
Hawkin, I. D dan Mothersburgh, D.L. 2014. Consumer behavior, 12nd ed.

McGraw Hill, New York.

M. Fadlillah. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI,

SMP/MTs dan SMA/MA. Yogyakarta. Ar-Ruzz Media. hlm.16

Masnur Muslich. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Dasar Pemahaman

dan Pengembangan Pedoman Pengelola Lembaga Pendidikan, Pengurus

Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dewan Sekolah dan Guru.

Jakarta: PT. Bumi Aksara. cet. I, hlm. 1.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan

Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________. 2013 Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nasution. 1995. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta. Bumi Aksara hlm, 5

Nugraheni, Aninditya. 2015. Controversy a Policy Change in the Curriculum in

Indonesia in Terms of the Point of View of Indonesian Language Subject.

Journal of Education and Practice Vol 6 no 2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (15).

Prihantoro, Rudy. 2014. The perspective of curriculum in Indonesia on

environmental education. International Journal of Research Studies in

Education Volume 4 Number 1, 77-83

27
Rohman, Abdul. 2015. Perbandingan konsep kurikulum KTSP 2006 dan

kurikulum 2013 (kajian standar isi pada mata pelajaran pendidikan agama

islam jenjang SMP). Thesis. UIN Walisongo Semarang.

28

Anda mungkin juga menyukai