“ENSEFALOPATI”
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di
sertai atau tanpa disertai perdarahan instertil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontiunitas otak (Bouma, 2003). Cedera kepala yaitu adanya deformitas
berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak,
percepatan dan perlambatan (accelerasi-descelerasi) yang merupakan perubahan
bentuk yang di pengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala di rasakan juga oleh
otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala pada
dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni
benturan dan goncangan.1
Trauma lahir adalah cedera fisik yang terjadi selama persalinan, secara teoritis
sebagian besar cidera dapat dihindari dengan pengkajian dan perencanaan yang
cermat. Namun demikian beberapa cidera tidak dapat dihindarkan meskipun dengan
pengkajian dan perencanaan yang cermat tersebut karena beberapa cidera tidak dapat
di antisipasi sampai terjadi peristiwa tertentu selama persalinan. Trauma lain dapat
diobati nanti atau akan hilang dengan sendirinya dalam 1-2 hari2,1
Caput Succedaneum adalah benjolan yang membulat disebabkan kepala tertekan
leher rahim Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala,
sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema
sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput suksedaneum tidak
memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari.3
Tanda dan gejala asfiksia adalah tidak bernafas atau bernafas megap-megap,
warna kulit kebiruan, penurunan kesadaran, DJJ lebih dari 160x/mnt/kurang dari
l00x/menit tidak teratur, mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul. Penanganan asfiksia pada bayi berupa penanganan awal dan
tindakan resusitasi.1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : An.By. Ny.G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 1 hari
Tanggal lahir : 20 Desember 2017/ pukul 17.00 WITA
Alamat : DS Labuan
Agama : Islam
Waktu Masuk : 24 November 2017
Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Kamar Bayi RS Undata
B. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Bayi laki-laki lahir tanggal 20/12/2017 lahir sectio caesarea atas indikasi kala
2 memanjang, pada saat lahir bayi tidak langsung menangis (+), sianosis pada
tubuh (+) yang menghilang dengan pemberian O2, retraksi dinding dada (+),
pernapasan cuping hidung (+), merintih (+), air ketuban berwarna jernih, APGAR
SCORE, 3/5/7, dilakukan resusitasi sampai tahap VTP. BBL 2.800 gram, PBL 45
cm.
Riwayat maternal: Saat hamil usia ibu 32 tahun, kehamilan cukup bulan,
Selama hamil sering melakukan pemeriksaan ANC secara teratur, Riwayat
kehamilan G2P1A0, Riwayat hipertensi ibu (-), Diabetes melitus (-), & febris (-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Denyut Jantung : 148 kali/menit
Pernapasan : 80 kali/menit
Suhu : 36,5o C
Pemeriksaan Antropometrik
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan : 42 cm
Lingkar kepala : 32 cm
Lingkar dada : 33 cm
Lingkar lengan : 9 cm
Lingkar perut : 29 cm
Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran : letargi
Aktivitas : bekurang
Fontanela : datar
Sutura : belum menutup
Kejang : Tidak ada
Refleks cahaya : (+)
- Tonus otot :NN
NN
Sistem Pernapasan
Sianosis : (+) pada tubuh, sesaat setelah lahir
Merintih : (+)
Apnea : (-)
Retraksi dinding dada : (+)
Pergerakan dinding dada : simetris bilateral
Pernapasan cuping hidung : (+)
Stridor : (-)
Bunyi napas : Bronkovesikular (+/+)
Bunyi nafas tambahan : (-)
SKOR DOWN
Frekuensi Napas : 80 (1)
Retraksi dinding dada : + ringan (1)
Sianosis : (0)
Udara masuk : Simetris (0)
Merintih : (+) (1)
Total Skor :3
Kesimpulan : tidak ada gawat napas
Kriteria WHO : Gangguan napas ringan
Sistem Kardiovaskular
Bunyi jantung : S1, S2 murni reguler
Murmur & Gallop : (-)
Sistem Hematologis
Pucat : (-)
Anemia : (-)
Sistem Gastrointestinal
Kelainan dinding abdomen : (-)
Muntah : (-)
Diare : (-)
Organomegali : (-)
Bising usus : (+) kesan normal
Umbilikus : keluaran (-), edema (-), warna keluaran (-)
Sistem Genitalia
Keluaran : (-)
Anus : (+)
Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : normal, lengkap akral hangat
Turgor : kembali segera,baik
Tulang belakang : normal
Kelainan kongenital : (-)
SKOR BALLARD
Maturitas neuromuskular
Sikap tubuh :4
Persegi jendela :3
Rekoil lengan :2
Sudut poplitea :3
Tanda selempang :3
Tumit ke kuping :2
Maturitas fisik
Kulit :2
Lanugo :3
Permukaan plantar :3
Payudara :3
Mata/telinga :3
Genitalia :4
Total skor : 35
Estimasi umur kehamilan : 38 minggu
E. DIAGNOSIS KERJA
Caput succadeneum + Asfiksia berat
F. TERAPI
- berikan kehangatan
- atur posisi bayi
- bersihkan jalan napaas dan isap lendir
- keringkan tubuh bayi sambil memberikan rangsangan taktil
- atur posisi kembali
- memberikan aliran bebas O2
- melakukan resusitasi sampai VTP (ventilasi tekanan positif)
- Inj.vit.K 1 mg/im
- Gentamicin tetes mata
- Beri vaksin hepatitis B 0,5 ml IM di paha dekstra 2 jam sesudah pemberian
Vit.K1
- ASI/PASI 8x 20 cc
- Perawatan tali pusat
G. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Darah Rutin
- GDS
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Darah lengkap (25 November 2017)
5. HbA1c <6%
FOLLOW UP
Tanggal 21/12/2017 (Perawatan Hari II)
S Merintih (+), Bayi kurang aktif (+), demam (-), kejang (-), sianosis
(-)
Sistem Saraf
Kejang : (-)
NN
Sistem kardiovaskuler
- HR : 145 x/menit
- Bising : (+)
- Sianosis : (-)
- CRT : < 2 detik
- ADP : teraba kuat
Sistem Pernapasan
- Merintih : (+)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (+)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
- Sianosis : (-)
Sistem Gastrointestinal dan Hepatal
- BAB : (+)
- BU : (+)
- Residu : (-)
- Muntah : (-)
- Distended : (-)
- Ikterus : (-)
Sistem Ginjal dan Urinaria
BAK : (+)
Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : Akral Hangat / udem (-)
Turgor : Cepat kembali
Kelainan kongenital : Tidak Ada
S Merintih (-), Bayi aktif (+), demam (-), kejang (-), sianosis (-)
Respirasi : 42 x/menit
Sistem Saraf
Kejang : (-)
NN
Sistem kardiovaskuler
- HR : 125 x/menit
- Bising : (+)
- Sianosis : (-)
- CRT : < 2 detik
- ADP : teraba kuat
Sistem Pernapasan
- Merintih : (-)
- Apnea : (-)
- Retraksi : (-)
- Cuping hidung : (-)
- Bunyi Pernapasan : Bronkovesikular +/+
- Bunyi Tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
- Sianosis : (-)
Sistem Gastrointestinal dan Hepatal
- BAB : (+)
- BU : (+)
- Residu : (-)
- Muntah : (-)
- Distended : (-)
- Ikterus : (-)
Sistem Ginjal dan Urinaria
BAK : (+)
Pemeriksaan Lain
Ekstremitas : Akral Hangat / udem (-)
Turgor : Cepat kembali
Kelainan kongenital : Tidak Ada
DISKUSI KASUS
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi
akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan
vakum ekstraksi.Caput succedaneum bermanifestasi dengan adanya edema di kulit
kepala pada bagian presentasi kepala. Dapat mengenai area kepala secara luas, atau
hanya sebesar telur itik, pembengkakan dapat mencapai garis sutura dan edema ini
secara bertahap diabsorpsi dan menghilang dalam 3 hari.6 Pada kasus ini faktor
predisposisi terjadinya caput sucsadenum adalah dari faktor ibu, yaitu partus lama
atau lama di jalan lahir.
Faktor predisposisi
a. Persalinan yang di akhiri dengan alat ( vacum ekstraksi dan forceps)
b. Persalinan lama
c. Kelahiran sungsang
d. Distosia
e. Macrosomia
f. Presentasi muka
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan caput succedaneum yaitu :
a. Oedema di kepala
b. Oedema melampui tulang tengkorak
c. Terasa lembut dan lunak pada perabaan
d. Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
e. Batasnya tidak jelas
Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe di sertai
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravakuler, benjolan pada caput berisi cairan
serum dan sedikit bercampur dengan darah, benjolan tersebut dapat terjadi sebagai
akibat tumpang tindihnya (molage) tulang kepala di daerah sutura pada saat proses
kelahiran sebagai upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepala agar dapat
melewati jalan lahir, pada umumnya molase ini di temukan pada sutura sagitalis dan
terlihat setelah bayi lahir dan akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2
hari.4,5
Kelainan ini biasanya terjadi pada presentasi kepala, pada bagian tersebut
terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah, kelainan ini
disebabkan oleh tekanan bagian terbawah janin saat melawan dilatasi servix.4
Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas menyeberangi garis
tengah atau garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari.
Pembengkakan dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat
pada kelahiran dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang
spesifik, tetapi bila terdapat ekimosis yang ek-tensif mungkin ada indikasi melakukan
fisioterapi dini untuk hiper-bilirubinemi. Moulase kepala dan tulang parietal yang
tumpang tindih sering berhubungan dengan adanya caput succedaneum dan semakin
menjadi nyata setelah caput mulai mereda, kadang-kadang caput hemoragik dapat
me-ngakibatkan syok dan diperlukan transfusi darah.6
Berikut adalah penatalaksanaan secara umum yang bisa diberikan pada anak
dengan caput succedaneum. Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung
dari ibu tanpa makanan tambahan apapun, maka dari itu perlu diperhatikan
penatalaksanaan pemberian ASI yang adekuat dan teratur. Bayi jangan sering
diangkat karena dapat memperluas daerah edema kepala Atur posisi tidur bayi tanpa
menggunakan bantal. Mencegah terjadinya infeksi dengan :
1) Perawatan tali pusat
Pada umumnya prognosis dari caput succedaneum adalah baik karena caput
ini dapat hilang sendiri dalam waktu 2-5 hari setelah kelahiran .
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia,
tidak bernafas atau bernafas megap-megap, sianosis, merintih, refleks iritabilitas tidak
ada, penurunan kesadaran, DJJ lebih dari 160x/mnt atau kurang dari l00x/menit tidak
teratur. Berikut beberapa masalah tersebut 1
a. Faktor ibu. Kurangnya aliran darah ibu melalui plasenta sehingga terjadi
hipoksia janin dan menyebabkan gawat janin serta asfiksia setelah lahir.
Beberapa faktor predispoosisinya, yaitu:
1. Preeklampsia dan eklampsia,
2. Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta),
3. Partus lama atau partus macet,
4. Partus dengan tindakan misalnya sectio cesaria,
5. Demam sebelum dan selama persalinan,
6. Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV), dan
7. Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan).
b. Faktor plasenta dan talipusat. Penurunan aliran darah dan oksigen melalui
talipusat bayi akan menyebabkan kejadian asfiksia. Beberapa faktor
predispoosisinya, yaitu:
1. Infark plasenta,
2. Hematom plasenta,
3. Lilitan talipusat,
4. Talipusat pendek,
5. Simpul talipusat, dan
6. Prolapsus talipusat.
c. Faktor bayi. Beberapa keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun
kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin diantaranya, yaitu :
1. Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan),
2. Air ketuban bercampur mekonium, dan
3. Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
Pada kasus ini faktor predisposisi terjadinya asfiksia adalah dari faktor ibu,
yaitu partus lama atau lama di jalan lahir karena bayi akan berusaha mehirup udara
karena pasokan oksigen melalui plasenta tidak mencukupi dan saat menghirup udara
ketuban masuk ke alveoli paru-paru bayi sehingga terisi cairan yang menyebabkan
kesulitan bernafas ketika lahir atau beberapa saat setelah lahir.1,2
Parameter bayi asfiksia adalah seperti yang dikemukakan oleh Virginia Apgar
dengan skor Apgar, dengan penggolongan sebagai berikut:6
Pada kasus ini bayi mengalami asfiksia berat dilihat dari skor apgar 3/5/7.
Yang dimana pada pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan 80kali/menit, bayi
menangis lemah, merintih, sianosis menghilang saat diberi 02. Berdasarkan tabel
faktor risiko diatas maka dapat disimpulkan bayi mengalami asfiksia karena faktor
ibu pada saat partus mengalami partus lama atau pasrtus macet.
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia dimulai dengan penilaian
awal saat lahir harus dilakukan pada semua bayi. Penilaian awal ialah apakah bayi
cukup bulan, apakah bayi menangis atau bernapas, dan apakah tonus otot baik. Jika
bayi baru lahir cukup bulan, menangis, tonus ototnya baik, bayi dikeringkan dan
dipertahankan tetap hangat.Hal ini dilakukan dengan bayi berbaring di dada ibunya
dan tidak dipisahkan dari ibunya.Bayi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, dinilai
untuk dilakukan resusitasi.
Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk melengkapi
langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika dibutuhkan.Penentuan ke
langkah berikut didasarkan pada penilaian simultan dua tanda vital yaitu pernapasan
dan frekuensi denyut jantung.Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah
pemerbian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi
denyut jantung, pernapasan, dan satatus oksigenasi.1
Prognosis dari asfiksia berat adalah jika penanganan lebih dari 20 menit maka
bersifat buruk yaitu bisa terjadi cerebral palsy.jika asfiksia bersifat ringan
kemungkinan bayi akan mengalami attention defisit hyperactivity disorder (ADHD).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kosim M.S., Yunato A., Dewi R., Sarosa G.I., dan Usman A., 2008. Buku Ajar
Neonatologi. ed I. pp: 127-137. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta. 2008
3. Rosiswatmo R., 2012. Sari Pediatri, Vol. 14. Pp: 79-82. Jakarta. Badan Penerbit
IDAI
4. Behrman, Kliegman & Arvin., 2010. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol I, ed 15.
pp: 589-598. Jakarta. EGC
5. Rahajoe N.S., Supriatno B., 2015. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. ed I.
pp: 286-90. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.
6. IDAI, 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.