Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

American Diabetes Association. Position statement: Standards of Medical Care in Diabetes


2010. Diab Care. 2010;33(Suppl.1)

2.2. Epidemiologi

Prevalensi diabetes, yang terutama disebabkan oleh diabetes tipe 2 (T2D), adalah
ancaman kesehatan masyarakat global. Prevalensi orang dewasa berusia 20-70 tahun
diperkirakan meningkat dari 285 juta di tahun 2010 menjadi 438 juta pada tahun 2030 [1].
Sementara T2D menimbulkan beban ekonomi yang besar bagi semua negara, negara-negara
berkembang menanggung beban tertinggi sejak lebih dari 80% kasus terjadi di negara-negara
ini. Prevalensi perkiraan diabetes dan toleransi glukosa terganggu (IGT) tinggi untuk semua
negara Asia dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut dalam dua dekade ke depan [1].
Tren saat ini menunjukkan bahwa lebih dari 60% populasi diabetes dunia akan berada di
Asia. Editorial ini bertujuan untuk menyoroti kecenderungan meningkatnya prevalensi
diabetes di Asia, faktor penyebabnya dan kebutuhan mendesak untuk menerapkan strategi
nasional untuk pencegahan primer T2D.
Dalam dua dekade terakhir, prevalensi di daerah perkotaan meningkat pesat di
sebagian besar negara, peningkatannya menjadi fenomenal di Nepal dan Cina. Prevalensi
nasional meningkat dua kali lipat atau lebih dalam satu dekade di banyak negara. Prevalensi
pedesaan telah meningkat pesat di India, Nepal dan China. India dan China memiliki populasi
pedesaan yang besar dan karenanya peningkatan prevalensi diabetes di daerah pedesaan telah
berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi diabetes nasional secara keseluruhan di
negara-negara ini.
Sekitar 32 juta orang Indonesia diperkirakan akan pindah dari daerah pedesaan ke
daerah perkotaan pada tahun 2030. Bukan suatu kebetulan bahwa kenaikan prevalensi
diabetes di Indonesia disertai oleh dua efek urbanisasi yang paling umum: perubahan asupan
makanan dan kurang olahraga. Hampir setengah dari makanan Indonesia terdiri dari nasi
putih. Akibatnya, beban glikemik tinggi. Individu khas di Indonesia mengkonsumsi lebih dari
dua kali lipat karbohidrat yang diperlukan untuk fungsi tubuh - dan asupan serat rendah -
kurang dari setengah dari kebutuhan akan pencernaan yang baik. Diabetes berkembang di
seluruh dunia, namun lebih banyak terjadi di negara-negara berkembang. Lebih dari separuh
pertumbuhan pasien baru akan datang dari negara-negara di luar Uni Eropa, Amerika Utara
dan Timur Jauh industri.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar
pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009,
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009
menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi,
laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak
2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Gambar 1. Peta Epidemiologi Diabetes
Jumlah penderita diabetes berkembang di Indonesia menurut International Diabetes
Federation diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia berada pada rentang 10
hingga 20 juta orang yang terdiagnosa. Indonesia adalah negara terpadat keempat dengan 242
juta orang dan di antara 10 negara teratas dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Saat ini,
7,6 juta orang di Indonesia hidup dengan diabetes, sementara 12,6 juta lainnya memiliki
pradiabetes. Pada tahun 2030, jumlah penderita diabetes di Indonesia akan mencapai 11,8
juta4 - pertumbuhan tahunan 6% yang jauh melampaui keseluruhan pertumbuhan populasi di
negara ini.

Website of the International Diabetes Federation: IDF Diabetes Atlas Update. 2017,
[http://www.idf.org/diabetesatlas/previouseditions], Accessed 28.12.2017
Oberman R., et al. The archipelago economy: Unleashing Indonesia’s potential. McKinsey
Global Institute. McKinsey & Company. September 2012.

2.3. Etiologi
Beberapa penyebab dari resisten insulin dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel etiologi resisten insulin

1 Obesity/overweight (especially excess visceral adiposity)


2 Excess glucorticoids (cushing’s syndrome or steroid therapy)
3 Excess growth hormone (acromegaly)
4 Pregnancy, gestational diabetes
5 Polycystic ovary disease
6 Lipodystrophy (acquired or genetic, associated with lipid accumulation in
liver)
7 Autoantibodies to the insulin receptor
8 Mutations of insulin receptor
9 Mutations of the peroxisome proliferators’ activator receptor γ (PPAR γ)
10 Mutations that cause genetic obesity (e.g., melanocortin receptor
mutations)
11 Hemochromatosis (a hereditary disease that causes tissue iron
accumulation).

John E Hall. Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology.2006.

2.4. Patofisiologi

Diabetes tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang terkait dengan
penghancuran sel beta pankreas yang memproduksi insulin secara selektif. Permulaan
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel β yang mengarah ke diabetes
melitus tipe 1. Beberapa ciri ciri diabetes melitus tipe 1 sebagai penyakit autoimun:
1. Kehadiran sel-sel imuno-kompeten dan aksesori di pulau pankreas yang disusupi;
2. Asosiasi kerentanan terhadap penyakit dengan gen kelas II (respon imun) kompleks
histokompatibilitas utama (MHC; antigen antigen leukosit manusia HLA);
3. Kehadiran autoantibodi sel islet tertentu;
4. Perubahan imunisasi pada sel T dimediasi, khususnya di kompartemen sel CD4 +;
5. Keterlibatan sel monokin dan TH1 yang memproduksi interleukin dalam proses
penyakit;
6. Respon terhadap imunoterapi dan;
7. Sering terjadi penyakit autoimun spesifik organ lain pada individu yang terkena atau
pada anggota keluarga mereka.

Gambar 2. Bagan Patofisiologi Diabetes Tipe 1


Penghancuran autoimun sel β pankreas, menyebabkan defisiensi sekresi insulin
yang menyebabkan gangguan metabolik yang terkait dengan IDDM. Selain hilangnya
sekresi insulin, fungsi sel α pankreas juga abnormal dan ada sekresi glukagon yang
berlebihan pada pasien IDDM. Biasanya, hiperglikemia menyebabkan sekresi glukagon
berkurang, namun pada pasien dengan IDDM, sekresi glukagon tidak ditekan oleh
hiperglikemia.
Kadar glukagon yang meningkat secara tidak tepat memperparah cacat metabolik
akibat defisiensi insulin. Contoh yang paling menonjol dari gangguan metabolik ini adalah
bahwa pasien dengan IDDM dengan cepat mengembangkan ketoasidosis diabetik dengan
tidak adanya pemberian insulin. Meskipun defisiensi insulin adalah cacat utama pada IDDM,
ada juga kekurangan dalam pemberian insulin. Ada beberapa mekanisme biokimia yang
menyebabkan gangguan respon jaringan terhadap insulin. Kekurangan insulin menyebabkan
lipolisis yang tidak terkontrol dan peningkatan kadar asam lemak bebas di dalam plasma,
yang menekan metabolisme glukosa pada jaringan perifer seperti otot rangka. Hal ini
mengganggu pemanfaatan glukosa dan defisiensi insulin juga menurunkan ekspresi sejumlah
gen yang diperlukan untuk jaringan target untuk merespon secara normal terhadap insulin
seperti glukokinase di hati dan GLUT-4 dalam jaringan adiposa menjelaskan bahwa
gangguan metabolik utama, yang diakibatkan oleh kekurangan insulin pada IDDM adalah
gangguan metabolisme glukosa, lipid dan protein yang dijelaskan secara rinci sebagai
berikut:
Efek pada metabolisme glukosa
IDDM yang tidak terkontrol menyebabkan peningkatan produksi glukosa hati.
Pertama, simpanan glikogen hati dimobilisasi maka glukoneogenesis hati digunakan untuk
menghasilkan glukosa. Kekurangan insulin juga mengganggu pemanfaatan jaringan hepatic
glukosa. Pada jaringan adiposa dan otot rangka, insulin merangsang serapan glukosa. Hal ini
dilakukan oleh gerakan insulin yang dimediasi protein pengangkut glukosa ke membran
plasma jaringan ini. Ketiadaan insulin mengurangi penyerapan glukosa oleh jaringan perifer
pada gilirannya menyebabkan penurunan tingkat metabolisme glukosa. Selanjutnya
berkurangnya tingkat fosforilasi glukosa pada hepatosit meningkatkan penghantaran glukosa
ke dalam darah.
Kombinasi dari meningkatnyaproduksi glukosa hepatik dan berkurangnya
metabolisme jaringan menyebabkan meningkatnya kadar glukosa plasma. Ketika kapasitas
ginjal untuk mengabsorbsi glukosa mengalami supresi maka dapat terjadi glukosuria.
Glukosa adal diuretik osmotik dan peningkatan dari glukosa ginjal akan diiringi dengan
kehilangan air dan elektrolit. Hasil dari kehilangan cairan ini mendorong mekanisme yang
menimbukan respon haus (polydipsia). Keseimbangan kalori negatif yang dihasilkan dari
glukosuria dan katabolisme jaringan mengakibatkan meningkatnya nafsu makan dan
konsumsi makanan (polyphagia).

Efek pada metabolisme lipid


Salah satu peran utama insulin adalah untuk merangsang penyimpanan energi
makanan dalam bentuk glikogen dalam hepatosit dan otot rangka. Selain itu, insulin
merangsang hepatosit untuk mensintesis dan menyimpan trigliserida dalam jaringan adiposa.
Pada IDDM yang tidak terkontrol, ada mobilisasi trigliserida yang cepat yang menyebabkan
peningkatan kadar asam lemak bebas plasma. Asam lemak bebas diambil oleh banyak
jaringan (kecuali otak) dan dimetabolisme untuk memberi energi. Dengan tidak adanya
insulin, tingkat malonyl COA turun dan pengangkutan fatty acyl-COA ke dalam mitokondria
meningkat. Oksidasi mitokondria asam lemak menghasilkan asetil COA yang dapat
dioksidasi lebih lanjut dalam siklus TCA. Namun, pada hepatosit sebagian besar COA asetil
tidak dioksidasi oleh siklus TCA namun dimetabolisme ke dalam badan keton (acetoasetate
dan b-hydroxybutyrate).
Badan keton ini digunakan untuk produksi energi oleh otak, jantung dan otot
rangka. Pada IDDM, peningkatan ketersediaan asam lemak bebas dan zat keton
memperburuk pengurangan penggunaan glukosa, melanjutkan hiperglikemia selanjutnya.
Produksi benda keton yang melebihi kemampuan tubuh untuk memanfaatkannya
menyebabkan ketoasidosis. Produk urinasetat spontan adalah aseton yang dihembuskan oleh
paru-paru, yang memberi bau khas pada nafas. Biasanya, trigliserida plasma ditindaklanjuti
dengan lipoprotein lipase (LPL) yang membutuhkan insulin. LPL adalah enzim terikat
membran pada permukaan sel endotel yang melapisi pembuluh darah, yang memungkinkan
asam lemak diambil dari dari sirkulasi untuk penyimpanan di adiposa. Tidak adanya insulin
menyebabkan hipertrigliseridemia.
Efek pada protein
Insulin mengatur sintesis banyak gen, baik secara positif maupun negatif, yang
mempengaruhi keseluruhan metabolisme. Insulin memiliki efek keseluruhan pada
metabolisme protein, meningkatkan laju sintesis protein dan menurunkan laju degradasi
protein. Dengan demikian defisiensi insulin akan menyebabkan peningkatan katabolisme
protein. Tingkat peningkatan proteolisis menyebabkan peningkatan konsentrasi asam amino
dalam plasma.
Diabetes tipe 2
Individu dengan NIDDM memiliki tingkat insulin sirkulasi yang terdeteksi, tidak seperti
pasien IDDM. Berdasarkan pengujian toleransi glukosa oral, elemen penting NIDDM dapat
dibagi menjadi empat kelompok yang berbeda:
i) Mereka yang memiliki toleransi glukosa normal.
ii) Diabetes kimia (disebut gangguan toleransi glukosa).
iii) Diabetes dengan hiperglikemia puasa minimal (glukosa plasma puasa kurang dari
140 mg / dl).
iv) Diabetes mellitus berhubungan dengan hiperglikemia puasa terbuka (glukosa
plasma puasa lebih besar dari 140 mg / dl).

Gambar 3. Bagan Patofisiologi Diabetes Tipe 2


Individu dengan ketidakseimbangan toleransi glukosa memiliki hiperglikemia
meskipun memiliki kadar insulin plasma tertinggi dan ini menunjukkan bahwa mereka
resisten terhadap aktivitas insulin. Dalam perkembangan dari gangguan toleransi glukosa
pada diabetes mellitus, tingkat penurunan insulin menunjukkan bahwa pasien dengan
NIDDM telah menurunkan sekresi insulin. Resistensi insulin dan defisiensi insulin umum
terjadi pada rata-rata pasien NIDDM. Resistensi insulin adalah penyebab utama NIDDM,
namun beberapa peneliti berpendapat bahwa kekurangan insulin adalah penyebab utama
karena tingkat resistensi insulin moderat tidak cukup untuk menyebabkan NIDDM. Sebagian
besar pasien dengan bentuk umum NIDDM memiliki kedua bentuk kelainan tersebut.
Kelas obat yang relatif baru digunakan untuk meningkatkan sensitivitas tubuh
terhadap insulin adalah obat thiazolidindion. Senyawa ini mengikat dan mengubah fungsi
proliferator peroksisom-reseptor aktif g (PPARg). PPARg juga merupakan faktor transkripsi
dan bila diaktifkan, berikatan dengan faktor transkripsi lain yang dikenal sebagai reseptor x
retinoid (RXR). Ketika kedua protein ini dikomplekskan maka satu set gen tertentu menjadi
aktif. PPARg adalah pengatur utama diferensiasi adiposa. Hal ini dapat menyebabkan
diferensiasi fibroblas atau sel yang tidak berdiferensiasi menjadi sel lemak dewasa. PPARg
juga terlibat dalam sintesis senyawa aktif biologis dari sel endotel vaskular dan sel kekebalan
tubuh.
Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and
pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Journal of Physiology and
Pathophysiology. 2013 Sep;4(4):46-57.

2.5. Tatalaksana

Pilar penatalaksanaan Diabetes:


1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara
tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.

2. Terapi Nutrisi Medis


Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
serta pasien dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah
atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
 Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan
fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
 Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain
aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb:
 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB (kg) / TB (m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥23,0
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :


 Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
 Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan
69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
 Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
 Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori
yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan
1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai
dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
1) Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
o Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
o Penghambat glukoneogenesis (metformin)
o Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
o DPP-IV inhibitor

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):


Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion


Tiozolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di
sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis : metformin
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau
efek samping obat tersebut.

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.


Acarbose
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi
oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara
cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi
metabolit GLP-1-(9,36)amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang
ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional
dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat
dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4
(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
optimal
 Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
 Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
 Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
 Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
 Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
 DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan.

Tabel perbandingan OHO


Cara kerja Efek samping Reduksi Keuntungan Kerugian

Utama utama A1C Meningkatkan berat


Meningkatkan BB naik, badan, hipoglikemia
Sulfonilurea 1,0-2,0% Sangat efektif
sekresi insulin hipoglikemia (glibenklamid dan
klorpropamid)

Meningkatkan berat
badan, pemberian
Meningkatkan BB naik,
Glinid 0,5-1,5% Sangat efektif 3x/hari, harganya
sekresi insulin hipoglikemia
mahal dan
hipoglikemia

Menekan
produksi
glukosa hati Efek samping
Dispepsia, Tidak ada
& gastrointestinal,
Metformin diare, asidosis 1,0-2,0% kaitan dengan
menambah kontraindikasi pada
laktat berat badan
sensitifitas insufisiensi renal
terhadap
insulin

Menghambat Tidak ada Sering menimbulkan


Penghambat Flatulens, tinja
absorpsi 0.,5-0,8% kaitan dengan efek gastrointestinal,
glukosidase-alfa lembek
glukosa berat badan 3x/hari dan mahal
Memperbaikipr
ofil lipid
Menambah Retensi cairan, CHF,
(pioglitazon),
sensitifitas fraktur, berpotensi
Tiazolidindion Edema 0,5-1,4% berpotensi
terhadap menimbulkan infark
menurunkan
insulin miokard, dan mahal
infark miokard
(pioglitazon)

Meningkatkan
DPP-4 sekresi insulin, Tidak ada Penggunaan jangka
menghambat Sebah, muntah 0,5-0,8% kaitan dengan panjang tidak
Inhibitor sekresi berat badan disarankan, mahal
glukagon
Meningkatkan Injeksi 2x/hari,
Inkretin sekresi insulin, penggunaan jangka
Penurunan
menghambat Sebah, muntah 0,5-1,0% panjang tidak
analog/mimeti k berat badan
sekresi disarankan, dan
glukagon mahal

Menekan Dosis tidak Injeksi 1-4 kali/hari,


produksi terbatas, harus dimonitor,
glukosa hati, Hipoglikemi,
Insulin 1,5-3,5% memperbaiki meningkatkan berat
stimulasi BB naik
profil lipid badan, hipoglikemia
pemanfaatan sangat efektif dan analognya mahal
glukosa
2) Suntikan
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
 Insulin kerja pendek (short acting insulin)
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
 Insulin kerja panjang (long acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
Efek samping terapi insulin
o Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
o Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial
akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah
mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat
dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk
mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja
sedang atau panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat
jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran
terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan
A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah
prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran
glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial
dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kaliinsulin basal + 1 kali insulin
prandial (basal plus), atau 1 kalibasal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1
kali basal + 3 kaliprandial (basal bolus). Insulin basal juga dapat
dikombinasikan dengan OHO untukmenurunkan glukosa darah prandial
seperti golongan obatpeningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan
glinid), ataupenghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus(acarbose).
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan respons individu, yang dinilai dari hasilpemeriksaan kadar glukosa darah
harian.
Cara Penyuntikan Insulin
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja
pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus
dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin
dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes
yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam
kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari
semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap.
Tabel Farmakokinetik insulin eksogen berdasar waktu kerja (time course of action)

2) Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai
perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia
ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan
dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat
penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis.
Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta
pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa
sebah dan muntah.

3) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan
diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan
pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination
dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi
dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak


dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin
kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah
adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan
evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan
dan diberikan terapi kombinasi insulin.
Gambar . Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi
PERKENI.Konsensus
Pengelolaan
dan
Pencegahan
Diabetes
Melitus
Tipe
2 di Indonesia 2011
2.6. Prognosis
Diabetes adalah penyebab kematian paling umum kelima di dunia.
Lebih dari satu dari sepuluh kematian (11,6 persen) di antara 20 sampai 79
tahun di Inggris dapat terjadi disebabkan oleh diabetes. Jika tren saat ini terus
berlanjut, satu dari delapan (12,2 persen) kematian di antaranya. Harapan
hidup berkurang dengan lebih dari 20 tahun pada penderita Diabetes Tipe 1
dan sampai 10 tahun pada penderita diabetes tipe 2. Menurut analisis yang
dilakukan berdasarkan prevalensi kematian secara keseluruhan, pria
kehilangan rata-rata 7.0 tahun dibandingkan dengan wanita yang kehilangan
usia rata-rata 7,5 tahun.
Sementara berdasarkan sebuah penelitian kohort di inggris yang
mengambil data dari 383 praktik dokter dengan pasien sebanyak 187.968
mendapatkan sebanyak 40.286 kematian terjadi pada pasien diabetes tipe 2.
Pada usia 40 pria kulit putih dengan diabetes kehilangan 5 tahun hidup dan
wanita kulit putih kehilangan 6 tahun dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita diabetes. Kehilangan antara 1 dan 2 tahun diamati untuk orang Asia
Selatan dan orang kulit hitam dengan diabetes. Dibandingkan dengan orang
kulit putih dengan diabetes, orang Asia Tenggara dengan diabetes memiliki
risiko penurunan yang lebih rendah untuk mortalitas dari kardiovaskular,
kanker dan penyakit pernapasan. Pola serupa diamati pada orang kulit hitam
dengan diabetes dibandingkan dengan orang kulit putih dengan diabetes.

Wright AK, Kontopantelis E, Emsley R, Buchan I, Sattar N, Rutter MK, Ashcroft DM. Life
Expectancy and Cause-Specific Mortality in Type 2 Diabetes: A Population-Based Cohort
Study Quantifying Relationships in Ethnic Subgroups. Diabetes care. 2016.
Morgan CL, Currie CJ, Peters JR. Relationship between diabetes and mortality: a population
study using record linkage. Diabetes care. 2000 Aug 1;23(8):1103-7.

Anda mungkin juga menyukai