SKRIPSI
SKRIPSI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Dosen Pembimbing
Mengetahui
Wakil Dekan
Lulus Tanggal :
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan ...................................................................................................... 2
1.2 Tujuan
1. Mengetahui tingkat kejadian endometritis dan retensio sekundinae pada
sapi perah.
2. Mengetahui faktor- faktor penyebab terjadinya endometritis dan retensio
sekundinae.
3. Melakukan analisa pengaruh kejadian endometritis, retensio sekundinae
dan retensio_endometritis terhadap penurunan produksi susu.
4. Memberikan saran perbaikan dalam pengelolaan Sapi Perah di KPSP
Sidodadi, Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3 Diagnosa
Menurut Toelihere (1981) kejadian endometritis dapat didiagnosa melalui
palpasi perektal maupun pemeriksaan vagina. Sedangkan menurut Partodiharjo
(1982); Ressang (1984) kejadian endometritis dapat juga didiagnosa dengan
melakukan pemeriksaan histopatologi dari biopsi endometrium hewan penderita
dan dengan pemupukan bakteriologi.
2.2.4 Pencegahan dan Penanganan
Kejadian endometritis dapat dicegah dengan memperlihatkan program
kesehatan yang rutin seperti penanganan pre partus, partus dan post partus
(Dohmen 1995). Sedangkan cara penangananya dengan menggunakan antibiotik
oxytetracycline dikombinasikan dengan preparat estrogen dan PGF 2 alpha
memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan antibiotik atau
hormon secara sendiri-sendiri (Achjadi 1991).
2.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi susu
Sudono (1985) menerangkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi
produksi susu antara lain bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi,
masa berahi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, pakan
dan tata laksana. Menurut Sodono (1985) variasi produksi susu seekor sapi perah
70 % dipengaruhi oleh lingkungan (pakan, tata laksana, penyakit, iklim dan lain-
lain) dan 30 % oleh faktor genetik.
Menurut Gushairiyanto (1994) selang beranak ditentukan oleh lamanya
masa kosong, jumlah perkawinan per kebuntingan dan lama bunting. selang
beranak akan mempengaruhi jumlah produksi susu perlaktasi. Selang beranak
untuk sapi yang telah beranak satu kali adalah 13 bulan dan yang sudah sering
beranak 12 bulan, ini akan memaksimalkan produksi susu tetapi selang beranak
yang baik di anjurkan adalah 13-14 bulan dengan harapan produksi susu tetap
tinggi (Bath et al 1985).
BAB III
MATERI DAN METODE
Ketua Pengawas
Administrasi Inseminator
Tabel 1. Populasi Sapi Perah KPSP Sidodadi Tahun 2005 - April 2006
Populasi Sapi Perah 2005 April 2006
Induk Bunting 159 207
Induk Tidak bunting 157 204
Dara bunting 28 36
Dara Tidak bunting 27 35
Kering bunting 77 100
Kering tidak bunting 3 4
Pedet jantan 103 134
Pedet betina 126 164
Jumlah 679 884
Sumber : Data Computer KPSP Sidodadi 2006
Produksi susu KPSP Sidodadi pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005
mengalami penurunan. Pada tahun 2004 rata-rata jumlah produksi susu yaitu
1.004.508.7 liter/tahun atau 2.861 liter/hari sedangkan pada tahun 2005 rata-rata
jumlah produksi susu yaitu 1.038.674.5 liter/tahun atau 2.845 liter/hari atau 8.11
liter/hari/ekor, yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Susu Tahun 2004, 2005 hingga Mei 2006
Tahun Jumlah produksi/th/l Jumlah produksi/hari/l
2004 1.044.508.7 2.861
2005 1.038.674.5 2.845
Januari s/d Mei 2006 462.826 -
Sumber : Data Computer KPSP Sidodadi 2006
Jumlah produksi susu pada bulan Januari – Mei 2006 jumlah produksi susu
yaitu 462.826 liter/5 bulan atau dengan rata-rata 3.085 liter/hari yang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Wilayah Kerja
Wilayah dan Jumlah Anggota
Wilayah kerja KPSP Sidodadi meliputi 2 kecamatan ya ng dibagi menjadi
8 desa yaitu Kecamatan Wajak terdiri dari Desa Ngembal, Jangkung, Dadapan
dan Kecamatan Ponco Kusumo terdiri dari Desa Sumber Jambe, Sumber Sari,
Pajajaran, Ngebruk, dan Pabrian. Untuk memudahkan pelayanan koperasi
terhadap anggota didirikan TPS (Tempat Penampungan Susu) yang dibagi
menjadi 3 bagian yaitu bagian utara (Pajajaran, Ngebruk, Sumber Sari) lalu
bagian pusat (Sumber Jambe, Pabrian, Ngembal) dan Bagian selatan (Jangkung,
Dadapan). Jumlah anggota KPSP Sidodadi sampai bulan Juni 2006 mencapai 260
orang.
4.4.2 Endometritis
Berdasarkan hasil kuesioner dari 65 peternak responden, sapi yang
menunjukkan endometritis sebanyak 10 % sapi nafsu makan turun, lendir berahi
transparan, sulit terjadi kebuntingan, dan siklus berahi normal, 30 % lendir berahi
tidak terang tembus atau berjojot dan 60 % siklus berahi diperpanjang, keluar
cairan mukopurulen dan tidak terjadi kebuntingan.
Penyebab kejadian endometritis 50 % distokia, 40 % retensio sekundinae,
10 % belum tahu (Tabel 7). Menurut Toelihere (1981) kejadia endometritis pada
umumnya terjadi sesudah partus abnormal seperti abortus, retensio sekundinae,
kelahiran prematur, kelahiran kembar, distokia dan perlukaan yang disebabkan
alat-alat yang dipergunakan pada saat pertolongan kelahiran yang abnormal.
Kejadian retensio sekundinae akan mempengaruhi tinggi rendahnya infeksi pada
uterus (endome tritis) (Subronto dan Tjahajati 2001).
Pengaruh kejadian endometritis pada sapi, menurut keterangan responden
sebanyak 15 % produksi susu dan sapi sakit, 30 % sapi kurang nafsu makan dan
produksi susu turun dan 50 % sapi kurang nafsu makan, produksi susu turun dan
sapi sakit. Menurut Subronto dan Tjahajati (2001) pengaruh yang ditimbulkan
akibat terjadinya endometritis biasanya tampak lesu, menahan rasa sakit, suhu sub
normal atau diatas normal (40-410 C), produksi susu turun, atoni rumen, diare,
dehidrasi, anoreksia, urinasi, pernapasan cepat dan denyut nadi lemah.
Penanganan yang dilakukan oleh petugas berdasarkan keterangan responden
adalah dengan pemberian preparat antibiotik (85 %) dan 15 % dengan pemberian
preparat antibiotik dan hormon (Tabel 7). Pemberian antibiotik bertujuan untuk
membunuh bakteri yang menginfeksi uterus, sedangkan hormon seperti
prostaglandin atau oxytocin dapat menstimulasi kontraksi uterus dengan tujuan
untuk mengeluarkan eksudat.
Tabel 7. Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian Endometritis
Pengetahuan Responden Jumlah Responden ( %)
Tanda-tanda Endometritis
Nafsu makan turun, lendir berahi transparan, sulit terjadi
10
kebuntingan dan siklus berahi normal
Lendir berahi tidak terang tembus atau berjojot
30
Siklus berahi diperpanjang, keluar cairan mucopurulen
60
dan tidak terjadi kebuntingan.
Penyebab Endometritis
Abortus
0
Distokia
50
Retensio Sekundinae
40
Tidak tahu
10
Pengaruh Endometritis terhadap sapi
Produki susu turun dan sapi sakit 15
Kurang nafsu makan 0
Kurang nafsu makan dan produksi susu turun 30
Kurang nafu maka dan sapi sakit 5
Kurang nafsu makan, produksi susu turun dan sapi sakit 50
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom penurunan produksi susu menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (P<0,05)
Menurut keterangan responden, sapi yang terkena penyakit E, RS dan RE
akan menunjukkan salah satu gejala yang sama yaitu penurunan produksi susu
dan sapi sakit. Faktor internal yang dapat menyebabkan penurunan produksi susu
sapi perah adalah sapi yang terkena RS dan E akan mempengaruhi tingkat
fertilisasi yang rendah sehingga masa kosong panjang diikuti calving interval
(jarak antara kelahiran panjang) panjang, selang beranak panjang dan masa laktasi
menjadi panjang. Menurut Alim (1962) panjang masa laktasi pengaruhnya
terhadap produksi susu pada bangsa sapi Bos Indicus. Masa kosong pada
prinsipnya merupakan salah satu ukuran yang dipergunakan untuk melihat
pengaruh merugikan kebuntingan terhadap produksi susu laktasi berjalan.
Beberapa ukuran yang dipakai guna mengetahui hubungan antara kebuntingan
dengan produksi susu laktasi lengkap (305 hari), menurut Smith dan Legates
(1962) serta Warwick dan Legates (1979) adalah masa kosong, lama hari bunting.
Lama masa kosong pada sapi perah akan mempengaruhi produksi susu, lama
masa kosong pada sapi perah merupakan salah satu ukuran keefesienan reproduksi
Louca dan Legates (1968).
Selain itu pada saat berjalanya penyakit RS dan E, suhu tubuh sapi
meningkat dan stress dimana tubuh akan mengeluarkan epinephrin untuk
vasokontriksi pembulu darah sehingga kelenjar mammae tidak mendapatkan
oxytosin dan vasopresin yang cukup untuk merangsang proses penurunan
produksi air susu. Pada tingkat fertilisasi yang rendah kerja hormon reproduksi
tidak berjalan dengan normal, hal ini ditandai dengan sapi tidak menunjukan
gejala estrus atau anestrus. Kejadian ini disebabkan karena pada saat terjadinya
endometritis dimana orga n uterus mengalami peradangan sehingga produksi
prostaglandin terganggu yang berfungsi meregresikan corpus luteum dengan
transportasi perembesan dari vena utero ovarika ke arteri ovarika, pada saat
prostaglandin tidak mampu meregresikan corpus luteum maka akan terjadi kasus
infertilisasi (Sistik ovari, Corpus luteum persisten). Selain itu juga disebabkan
bakteri yang terdapat pada uterus akan mengeluarkan endotoksin yang akan
menstimulir kenaikan kortisol, dimana kortisol tersebut akan mempengaruhi
penurunan kerja hormon Luteinizing Hormon (LH) surge sehingga corpus luteum
tidak regresi yang menyebabkan infertilisasi.
Kejadian RS menurut pengetahuan responden disebabkan oleh kejadian
distokia 55 %, 20 % kekurangan nutrisi, 10 % hipokalsemia dan 5 % sapi umur >
5 tahun. Dimana kejadian distokia salah satu penyebab lemahnya kontraksi uterus
disebabkan karena stimulasi hormon tidak mencukupi atau kurang untuk
berkontraksi. Hormon yang bekerja dalam kontraksi uterus adalah estrogen,
prostaglandin, oxytocin, relaxin. Kelemahan pada kontraksi uterus dipengaruhi
oleh faktor nutrisi, diantaranya Se, Vitamin A, Vitamin E, Calcium. Protein dan
energi merupakan nutrisi yang berperan dalam kelahiran. Menurut Purwantara
(2002) bahwa energi berhubungan dengan produksi progesteron dan diduga energi
rendah menghalangi respons tubuh hewan terhadap rangsangan LH sehingga
progesteron rendah karena CL tidak dibentuk secara maksimal. Fungsi
progesteron bersama dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan sistem alveol kelenjar ambing. Produksi susu dipengaruhi oleh
beberapa hal di antaranya pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing
selama bunting sampai awal laktasi (Sheffield dan Anderson 1985). Kekurangan
hormon progesteron, oxytocin dan estrogen saat kebuntingan dapat menurunkan
produksi susu. Menurut Hafes (1980) sapi perah dengan produksi susu tinggi,
siklus estrus yang pertama cenderung pendek, hal tersebut disebabkan adanya
defisiensi progesteron sebagai akibat CL yang tidak berfungsi normal.
Perbandingan penurunan produksi susu pada kejadian RS berbeda nyata dengan E
dan RE, dapat dilihat pada Gambar 1.
100
Penurunan
produksi susu
10 Normal
Sakit
1
RS END RE
Penyakit
5.1 Kesimpulan
Dari studi kasus yang dilakukan sejak Bulan Juni-Juli 2006 di Koperasi
Perternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi Ponco Kusumo, Malang, Jawa Timur.
Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa kejadian RS, E dan RE mempengaruhi penurunan produksi susu
yang berbeda.
2. Penurunan produksi susu pada RS sebesar 3.6 liter atau 25 % dari produksi
susu normal (14.267 Liter), E sebesar 5.433 liter atau 35 % dari produksi
susu normal (15.3 liter) dan RE sebesar 5.867 liter atau 36 % dari produksi
susu normal (16.167 liter), dengan rata-rata penurunan produksi susu
4.967 liter atau 32 % dari produksi susu normal (15.244 liter). Penurunan
produksi susu secara statistik jika dibandingkan dengan penurunan
produksi susu pada RS berbeda nyata pada penurunan produksi susu pada
E dan RE, sedangkan penurunan produksi susu pada E tidak berbeda nyata
jika dibandingkan dengan penurunan produksi susu pada RE.
3. faktor- faktor penyebab terjadinya RS di KPSP Sidodadi disebabkan oleh
55 % distokia, 20 % kekurangan nutrisi, 10 % hipocalcemia, dan 5 % sapi
umur > 5 tahun, sedangkan penyebab kejadian E disebabkan oleh 55 %
Distokia dan 40 % RS.
5.2 Saran
Untuk meningkatan peran KPSP Sidodadi dalam kuantitas produksi susu,
maka perlu dilakukan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak dan inseminator tentang cara
mendeteksi gejala klinis penyakit retensio sekundinae dan endometritis.
2. Meningkatkan kualitas dan mutu pakan, baik sapi saat bunting, kering
kandang dan laktasi sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Perbaikan dalam penanganan post partus dan IB secara lege artis
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni A. Faktor – Faktor Koreksi Hari Laktasi dan Umur Untuk Produksi
Susu Sapi Perah Fries Holstein [Tesis] Bogor : Institut Pertanian Bogor,
Program Pasca Sarjan.
Bonett BN., and SW Martin. 1995. Path of Peripartum and Postpartus Events,
Rectal Palpation, Findings, Endometri Biopsy Results and
Reproductive, Perpormance in Holstein Friesian dairy cows.
Bretzlaff K.1987. Rationale for treatment of Endometritis in The Dairy Cow. Vet
Clin. North Am. Food. Anim. Pract 3: 593-0607.
Erb HN. 1985. Reproductive Disorders. Journal of Dairy Science. No.68: 3337-
3349.
Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea and Febeger,
Philadelphia.
Louca A and JE Legates. 1968. Production Losses in Dairy Cattle Due To Days
Open. J Dairy Sci 51 : 573 – 583.
Manspeaker Je. 1992. Retained Plasentas. The National Dairy Data Base, West
Virginia.
Mayes PA,. DK Granner, VW Rodwel dan DW Martin Jr. 1987. Biokimia Harper
( Harper’s Review of Biochemistry ). Penerbit Buku Kedokteran E.G.C,
Jakarta.
Mc Donald LE. 1980. Veterinary Endokrinologi ang Reproduction 3rd Ed, Leo
and Febiger. Philadelphia.
Subronto dan I Tjahajati. 2000. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Subronto dan I Tjahajati . 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sudono A. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Perternakan. Institut Pertanian Bogor.
1. Kejadian Endometritis
1.1 Apakah sapi Bapak/ ibu pernah mengalami endometritis
a. Ya
b. Tidak
1.2 Tanda – tanda sapi terkena endometritis
a. Nafsu makan turun, lendir berahi transparan, sulit terjadi kebuntingan
sedangkan siklus berahi normal.
b. Lendir berahi tidak terang tembus melainkan sedikit berjonjot putih
c. Siklus berahi diperpanjang, keluar cairan mucupururen, purulen, dan sulit
terjadi kebuntingan
1.3 Apakah penyebab Endometritis
a. Kematian fetus ( Abortus ) b. Retensio sekundinae
c. Kesulitan melahirkan ( Distokia) d. Tidak tau
1.4 Pengaruh endometritis terhadap sapi Bapak/Ibu
a. Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit
b. Kurang nafsu makan
c. Kurang nafsu makan dan produksi susu turun
d. Kurang nafsu makan dan sapi terlihat sakit
e. Kurang nafsu makan, Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit
1.5 Pencegahan atau pengobatan yang dilakukan oleh petugas Keswan
a. Pemberian antibiotik
b. Pemberian hormon
c. Pemberian antibiotik dan hormon
d. Tidak diberikan antibiotik dan hormon
2. Kejadian Retensio sekundinae
2.1 Apakah sapi Bapak/ ibu pernah mengalami retensio sekundinae
a. Ya b. Tidak
2.2 Kapan dinyatakan mengalami retensio sekundinae
a. 3-8 jam post partus b. 8-12 jam post partus
c. > 12 jam post partus d. Tidak tau
2.3 Biasanya pada sapi yang mengalami pola melahirkan
a. Pertama sampai dua kali b. 3-4 kali. c. > 4 kali
d. Bunting > 9 bulan e. Bunt ing < 9 bulan
2.4 Kira-kira apa penyebab retensio sekundinae
a. Kekurangan nutrisi makanan b. Hypokalsemia
c. Abortus, kesulitan melahirkan (Distokia) d. Sapi umur > 5 tahun
e. Tidak tahu f. Semua benar
2.5 Pengaruh Retensio sekundinae terhadap sapi Bapak/Ibu
a. Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit
b. Kurang nafsu makan
c. Kurang nafsu makan dan produksi susu turun
d. Kurang nafsu makan dan sapi terlihat sakit
e. Kurang nafsu makan, Produksi susu turun dan sapi terlihat sakit
2.6 Pertolongan yang diberikan petugas
a. Pengeluaran plasenta pada 8-12 jam post partus
b. Pengeluaran plasenta pada 12-24 jam post partus
c. Pengeluaran plasenta pada 24-48 jam post partus
d. Pengeluaran plasenta pada > 48 jam post partus
2.7 Pencegahan atau pengobatan yang dilakukan oleh petugas Keswan
a. Pemberian antibiotik b. Pemberian hormon
c. Pemberian antibiotik dan hormon d. manual removal
2.8 Apakah setelah terjadinya retensio sekundinae, sapi bapak/Ibu mengalami
endometritis
a. Ya b. Tidak
3. Latar belakang responden
3.1 Pendidikan formal :
a. tidak ada b. SD c. SMP d. SMA e. PT
3.2 Pendidikan Non Formal :
a. Tidak Pernah b. Penyuluhan dan Pelatihan perternakan c. Lain- lain
3.3 Pengalaman berternak :
a. 0-5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun
3.4 Mata Pencaharian Pokok
a. Berternak b. Bertani c. Berdagang. d. Pegawai Negeri
3.5 Tujuan Memelihara ternak :
a. Menjual susunya
b. Menjual susu, pedet, dara atau induk
c. Menjual susu, pedet, dara atau induk dan mengolahan feses menjadi pupuk
d. Sekedar berternak
3.6 Kepemilikan lahan perternakan :
a. Milik sendiri b. Sewa
4. Keadaan umum sapi perah
4.1 Berapakah umur sapi bapak / ibu
a. < 2 tahun b. 2-3 tahun c. 3-4 tahun
d. 4-5 tahun e. > 5 tahun
4.2 Pada laktasi keberapakah produksi susu meningkat
a. Laktasi 1-2 b. Laktasi 2-3 c. Laktasi 3-4
d. Laktasi 4-5 e. > Laktasi 5
4.3 Berapa kali bapak / ibu membersihkan kandang dalam 1 hari.
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali
d. Tidak pernah
4.4 Berapa kali bapak / ibu memberik minum sapi
a. 1 kali / hari b. 2 kali / hari c. 3 kali / hari
d. Tidak pernah e. ......kali / .........
4.5 Bagaimanakah pelayanan petugas keswan KPS
a. Sangat baik b. Baik
c. Cukup baik d. kurang
4.5 Apakah bapak / ibu mengetahui tanda-tanda birahi ( sapi mau kawin ) dan
berapa kali sekali mendeteksinya.
a. Tau
Sebutkan tanda-tandanya dan berapa kali mendeteksi
................................................................................................................................
................................................................................................................................
b. Tidak tau
4.6 Apakah setelah kejadian Endometritis maupun Retensio sekundinae, sapi
Bapak / ibu mengalami kebuntingan lagi
a. Ya b. Tidak
Lampiran 2. Penurunan Produksi Susu Akibat Kejadian RE
RE
Normal Sakit
12 12 0 0.00
18 8 10 55.56
10 10 0 0.00
13 10 3 23.08
16 16 0 0.00
20 11 9 45.00
18 12 6 33.33
20 4 16 80.00
18 15 3 16.67
18 15 3 16.67
20 4 16 80.00
15 10 5 33.33
15 15 0 0.00
18 15 3 16.67
18 6 12 66.67
14 5 9 64.29
17 10 7 41.18
20 10 10 50.00
18 15 3 16.67
10 7 3 30.00
10 6 4 40.00
12 12 0 0.00
10 8 2 20.00
13 10 3 23.08
16 12 4 25.00
15 10 5 33.33
10 6 4 40.00
14 8 6 42.86
12 5 7 58.33
19 9 10 52.63
459 296 163 5.433333
Lampiran 3.
Penurunan Produksi Susu Akibat Kejadian RS, E dan RE.
Retensio sekundinae Endometritis
Normal Sakit Normal Sakit
12 12 0 0.00 22 18 4 18.18
18 8 10 55.56 15 2 13 86.67
10 10 0 0.00 17 13 4 23.53
13 10 3 23.08 15 5 10 66.67
16 16 0 0.00 20 15 5 25.00
20 11 9 45.00 18 12 6 33.33
18 12 6 33.33 20 12 8 40.00
20 4 16 80.00 12 9 3 25.00
18 15 3 16.67 10 7 3 30.00
18 15 3 16.67 12 6 6 50.00
20 4 16 80.00 20 15 5 25.00
15 10 5 33.33 15 6 9 60.00
15 15 0 0.00 12 6 6 50.00
18 15 3 16.67 12 7 5 41.67
18 6 12 66.67 15 11 4 26.67
14 5 9 64.29 19 15 4 21.05
17 10 7 41.18 18 16 2 11.11
20 10 10 50.00 13 11 2 15.38
18 15 3 16.67 16 10 6 37.50
10 7 3 30.00 13 9 4 30.77
10 6 4 40.00 15 9 6 40.00
12 12 0 0.00 20 15 5 25.00
10 8 2 20.00 18 8 10 55.56
13 10 3 23.08 14 10 4 28.57
16 12 4 25.00 19 10 9 47.37
15 10 5 33.33 17 7 10 58.82
10 6 4 40.00 16 10 6 37.50
14 8 6 42.86 21 15 6 28.57
12 5 7 58.33 18 11 7 38.89
19 9 10 52.63 13 9 4 30.77
459 296 163 5.4333 485 309 176 5.8667
Lampiran 4. Analisis of variance procedure
The SAS System
18:09 Tuesday, November 25, 1997
Number of Means 2 3
Level of -------------PPS-------------
PENYAKIT N Mean SD