Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESARIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian Amru.
2012).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui
pembedahan abdomen dan dinding uterus (Nugroho, Taufan. 2011).

B. FAKTOR PREDISPOSISI/PENYEBAB
1. Menurut NANDA (2015) terdapat dua penyabab dari diambilnya tindakan
sectio caesaria :
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi cephalopelvik (disproporsi
janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan
yaitu preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai
penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum atau forseps ekstraksi.
2. Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.

e. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
C. PATOFISIOLOGI

f. Kelainan Letak Janin


1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.

C. PATOFISIOLOGI
D. KLASIFIKASI
1. Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi :
a. Seksio sesarea abdomen
Seksio secara transperitonealis:
1) Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri
2) Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan
insisi pada segmen bawah rahim
3) Seksio sesarea ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
b. Seksio sesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
c. Seksio sesarea klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan
karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi
berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat
dipertimbangkan.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan

d. Seksio sesarea ismika (Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka lebih mudah
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga periotoneum


4) Perdarahan berkurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri

spontan kurang/lebih kecil


Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteri uterina terputus sehingga mengakibatkan
perdarahan yang banyak
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi
E. GELAJA KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior)
2. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis
ialah CV = 8 cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapt
melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea.
CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah
gagal dilakukan seksio sesarea sekunder
3. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala
dan panggul
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin:
a. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
1) Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah cara yang
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar
biasa
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit
3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara-cara lain
b. Letak bokong
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
1) Panggul sempit
2) Primigravida
3) Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e. Gemelli, menurut Eastman seksio sesarea dianjurkan:
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation)
2) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
3) Distosia oleh karena tumor
4) Gawat janin, dan sebagainya

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian cairan
2. Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
3. Diet
4. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
5. Mobilisasi
6. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
7. Kateterisasi
8. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan


perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
9. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
10. Perawatan luka
11. Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
12. Perawatan rutin
13. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada wanita pasca partum seksio sesarea meliputi :
1. Identitas Pasien
Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, No. CM, tanggal MRS, Tanggal pengkajian, sumber
informasi.
2. Penanggung jawab/suami
Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat.
3. Alasan dirawat
Yang terdiri atas: alasan MRS dan keluhan saat dikaji
4. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Yang terdiri atas: keluhan utama (saat MRS dan sekarang), riwayat
persalinan sekarang (diuraikan kala I sampai dengan kala IV dan keadaan
bayi saat lahir: APGAR score, BB, Lingkar kepala,lingkar dada, lingkar
perut, dan lain-lain).
5. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a. Riwayat menstruasi
Yang terdiri atas: umur menarche dan siklusnya, banyak darah, lama
menstuasi, keluhan saat menstruasi, dan HPHT).
b. Riwayat pernikahan
Yang terdiri atas: banyak pernikahan yang dilakukan dan lama
pernikahan berapa tahun
c. Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu
d. Riwayat keluarga berencana
Yang terdiri atas: jenis KB yang digunakan dan lama pemakaian,
masalah selama penggunaan KB, rencana KB yang akan digunakan
berikutnya
6. Pola Fungsional Kesehatan
Yang terdiri atas :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
b. Pola metabolik-nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas-latihan
e. Pola istirahat tidur
f. Pola persepsi-kognitif
g. Pola konsep diri-persepsi diri
h. Pola hubungan peran
i. Pola reproduktif-seksualitas
j. Pola toleransi terhadap stres-koping
k. Pola keyakinan-nilai
7. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri atas : Keadaan umum (GCS, tingkat kesadaran, TTV, BB),
head to toe,
8. Data Penunjang
Yang terdiri atas: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
9. Diagnosa Medis
10. Pengobatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, trauma jalan lahir,
episiotomi)
2. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan ibu, terhentinya
proses menyusui
3. Gangguan pola tidur
4. Hambatan mobiltas fisik
5. Defisiensi pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA

Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :


mocaMedia

NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction.

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan


Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai