Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KDM OKSIGENISASI

A. Konsep Dasar Oksigenisasi

1. Pengertian

Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Secara normal

elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. Masuknya oksigen ke

jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi

(Wartonah & Tarwoto 2003).

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah

21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah

sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres pada miokardium ( Mutaqqin2005 )

Tujuan terapi oksigenasi :

1. Mengembalikan PO2 arterial pada batas normal.

2. Mengoreksi kondisi hipoksia dan oksigenasi dapat diberikan secara adekuat.

3.Mengembalikan frekuensi pernapasan dalam batas normal.

2. Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi menurut

NANDA (2011),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada,

nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan

muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis

kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

1
1. Faktor predisposisi

Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu :

1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi ketidakseimbangan

konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan

hipoksia jaringan perifer.

3. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.

4. Faktor perkembangan. Pada bayi premature berisiko terkena penyakit membrane hialin

karena belum matur dalam menghasilkan surfaktan. Bayi dan toddler berisiko mengalami

infeksi saluran pernafasan akut. Pada dewasa, mudah terpapar faktor risiko kardiopulmoner.

System pernafasan dan jantung mengalami perubahan fungsi pada usia tua / lansia.

5. Perilaku atau gaya hidup. Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopilmonar. Obesitas yang

berat menyebabkan penurunan ekspansi paru. Latihan fisik meningkatkan aktivitas fisik

metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya hidup perokok dikaitkan dengan sejumlah

penyakit termasuk penyakit jantung, PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry, 2006).

4. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi

(proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila

pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan

sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan

pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang

terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses

ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,

2
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas

(Brunner & Suddarth, 2002).

5. Tanda dan Gejala

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.

Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan

nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek,

posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,

peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital

menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan

oksigenasi (NANDA, 2011).

Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan,

somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal

(pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal

frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan

oksigenasi yaitu:

a. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi

impuls dan posisi listrik jantung.

b. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap

stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap

peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.

3
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan

fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

7. Indikasi Terapi Oksigen.

Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian terapi O2 sebagai berikut :

a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah

b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan

hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot

tambahan pernafasan

c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi

gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

8. Pemberian terapi oksigen

Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:

a. Sistem aliran rendah

Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Teknik

ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan

volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang

memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien

dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap,

2005).

4
Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal, sungkup

muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong

non rebreathing.

a). Kateter nasal

Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil,

klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai

sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%,

tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi

lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat

menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat

(Harahap, 2005).

b). Kanul nasal

Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil

dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding

kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak

dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas

lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender

(Harahap, 2005).

c). Sungkup muka sederhana

Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2 yang

diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan

melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi

5
aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat

menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).

d). Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2 lebih

tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak

dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan

penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).

e). Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2 yang

diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugian kantong O2

bisa terlipat (Harahap, 2005).

b. Sistem aliran tinggi

Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe

pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat

dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke

sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif,

akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara

pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).

6
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

1) Data Subjektif

a). Pasien mengeluh sesak saat bernafas

b). Pasien mengeluh batuk tertahan

c). Pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi jalan nafas

d). Pasien merasa ada suara nafas tambahan

2) Data Objektif

a) Pasien tampak tersengal-sengal dan pernafasan dangkal

b) Terdapat bunyi nafas tambahan

c) Pasien tampak bernafas dengan mulut

d) Penggunaan otot bantu pernafasan dan nafas cuping hidung

e) Pasien tampak susah untuk batuk

b. Pola nafas tidak efektif

1) Data Subjektif

a) Pasien mengatakan nafasnya tersengal-sengal dan dangkal

b) Pasien mengatakan berat saat bernafas

7
2) Data Objektif

a) Irama nafas pasien tidak teratur

b) Orthopnea

c) Pernafasan disritmik

d) Letargi

c. Gangguan pernafasan gas

1) Data Subjektif

a) Pasien mengeluh pusing dan nyeri kepala

b) Pasien mengeluh susah tidur

c) Pasien merasa lelah

d) Pasien merasa gelisah

2) Data Objektif

a)Pasien tampak pucat

b) Pasien tampak gelisah

c)Perubahan pada nadi

d) Pasien tampak lelah

8
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan:

1) Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau influenza.

2) Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif

3) Sumbatan jalan nafas karena benda asing

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan:

1) Lemahnya otot pernafasan

2) Penurunan ekspansi paru

c. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan:

1) Perubahan suplai oksigen

2) Adanya penumpukan cairan dalam paru

3) Edema paru

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa yang diangkat:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan sputum ditandai dengan batuk

produktif

b. Ketidakefektifan pola nafas b/d posisi tubuh ditandai dengan bradipnea

c. Gangguan pertukaran gas b/d berkurangnya keefektifan permukaan paru

9
No Tujuan dan Kriteria Hasil INTERVENSI RASIONAL
DX
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Auskultasi dada 1.Pernafasan rochi,
selama … x 24 jam diharapkan bersihan untuk karakter bunyi wheezing
jalan napas efektif sesuai dengan nafas dan adanya menunjukkan
tertahannya secret
kriteria: secret.
obstruksi jalan nafas
1. Menunjukkan jalan nafas bersih
2. Suara nafas normal tanpa suara 2.Membantu
tambahan 2.Berikan air minum mengencerkan secret
3. Tidak ada penggunaan otot bantu hangat
nafas 3. Memudahkan pasien
4. Mampu melakukan perbaikan untuk bernafas
bersihan jalan nafas 3.Beri posisi yang
nyaman seperti posisi 4.Pakaian yang ketat
semi fowler menyulitkan pasien
untuk bernafas
4.Sarankan keluarga
agar tidak memakaikan 5.Kelembapan
pakaian ketat kepada mempermudah
pasien pengeluaran dan
mencegah
5.Kolaborasi pembentukan mucus
penggunaan nebulizer tebal pada bronkus dan
membantu pernafasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.Kaji frekuensi 1.Mengetahui frekuensi
selama….X24 jam diharapkan pola pernafasan pasien. pernafasan paasien
napas efektif dengan kriteria :
1. Menunjukkkan pola nafas efektif 2.Tinggikan kepala dan
dengan frekuensi nafas 16-20 kali/menit bantu mengubah posisi. 2.Duduk tinggi
dan irama teratur memungkinkan
2. Mampu menunjukkan perilaku 3.Ajarkan teknik ekpansi paru dan
bernafas dan relaksasi memudahkan
peningkatan fungsi paru
yang benar pernafasan

4.Kolaborasikan dalam
3.HE dapat
pemberian obat
memberikan
pengetahuan pada
pasien tentang teknik
bernafas
4.Pengobatan
mempercepat
penyembuhan dan
memperbaiki pola
nafas

10
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Auskultasi dada 1.Weezing atau
selama ….X 24 jam diharapkan untuk karakter bunyi mengiindikasi
pertukaran gas dapat dipertahankan nafas dan adanya akumulasi
dengan kriteria : secret. sekret/ketidakmampuan
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi membersihkan jalan
dan oksigenasi jaringan napas sehingga otot
2. Tidak ada sianos aksesori digunakan dan
kerja pernapasan
meningkat.

2. Beri posisi yang 2. Memudahkan


nyaman seperti posisi pasien untuk bernafas
semi fowler
3. Mengurangi
3. Anjurkan untuk konsumsi oksigen pada
bedrest, batasi dan periode respirasi.
bantu aktivitas sesuai
kebutuhan
4. Ajarkan teknik 4. HE dapat
bernafas dan relaksasi memberikan
yang benar. pengetahuan pada
pasien tentang teknik
bernafas

11
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan

keperawatan

a. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan merupakan

petunjuk/perintah dari petugas kesehatan

b. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan yang

berwenang

c. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarkan atas

keputusan bersama.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

a. Dx 1: menunjukkkan adanya kemampuan dalam

1) Menunjukkan jalan nafas paten

2) Tidak ada suara nafas tambahan

3) Mampu melakukan perbaikan bersihan jalan nafas

b. Dx 2:

1) Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas yang normal

2) Tidak ada sianosis

c. Dx 3:

1) Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

2) Tidak ada gejala distres pernafasan

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Harahap. (2005). Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah
Sumatera Utara Volume 1

Muttaqin. (2005). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba Medika.
Jakarta

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby.
Philadelphia

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA

Wartonah dan Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

13

Anda mungkin juga menyukai